BAB II TINJAUAN TEORI
A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Tappen (1995) dalam Suarli & Bahtiar (2010) mendefenisikan komunikasi adalah sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat dan pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang kerja bersama. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima. Secara umum komunikasi adalah proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu (Nurhasanah, 2010). 2. Makna Komunikasi Menurut Nurhasanah (2010), makna dari komunikasi adalah sebagai berikut: a. Komunikasi sebagai proses sosial Komunikasi merupakan inti dari kehidupan sosial, ia merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia. Dengan adanya komunikasi kita dapat mengetahui adanya masalah dan dapat menemukan solusi yang tepat (Identify & find way out). b. Komunikasi sebagai peristiwa Dalam hai ini komunikasi merupakan gejala yang dipahami dari sudut bagaimana bentuk dan sifat terjadinya, peristiwa komunikasi dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu. Ada yang membedakan komunikasi massa dengan komunikasi tatap muka, komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi yang menggunakan media dan tanpa media.
6
7
c. Komunikasi sebagai ilmu Struktur ilmu pengetahuan meliputi aspek aksiologi yang mempertanyakan utilitas (faedah, peranan, dan kegunaan), epistomologi yang menjelaskan norma-norma yang dipergunakan ilmu pengetahuan untuk membenarkan dirinya sendiri, sedangkan ontologi mengenai stuktur material dari ilmu pengetahuan. d. Komunikasi sebagai keterampilan Komunikasi dipandang sebagai skill yang oleh individu dipergunakan untuk melakukan profesi komunikasi. 3. Fungsi Komunikasi Fungsi komunikasi dibagi menjadi empat bagian (Nurhasanah, 2010), yaitu: a. Fungsi komunikasi sosial Fungsi komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi sosial itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan terhindar dari tekanan. b. Fungsi komunikasi ekspresif Komunikasi ekspresif erat kaitannya dengan komunikasi sosial,
bisa
dilakukan sendiri maupun kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan untuk mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut dapat menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan melalui pesan-pesan non verbal. c. Fungsi komunikasi ritual Komunikasi ritual sering dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup yang oleh para antopolog disebut sebagai riles of passage.
8
d. Fungsi komunikasi instrumental Komunikasi
instrumental
memiliki
beberapa
tujuan
umum:
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur. 4. Komponen Komunikasi Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell dalam Nurhasanah (2010), komponen-komponen komunikasi adalah: a. Komunikator Pengirim pesan (komunikator) adalah pihak yang mengirim pesan kepada pihak lain. b. Komunikan Komunikan (penerima pesan) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain. Peran antara komunikator dan komunikan bersifat dinamis, saling bergantian. c. Pesan Pesan (message) adalah isi atau maksud yang disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain. d. Media (delivery chanel) Bagaimana pesan tersebut dikirimkan (delivery channel atau media) merupakan alat atau cara yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. e. Efek komunikasi Efek komunikasi diartikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. terdapat tiga tataran pengaruh dalam
9
diri komunikan: a) Kognitif (seseorang menjadi tahu sesuatu), b) Afektif (sikap seseorang terbentuk), dan Psikomotor (tingkah laku, hal yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu). f. Umpan balik (feed back) Umpan balik dapat dimaknai sebagai jawaban komunikan atas pesan komunikator yang disampaikan kepadanya. Pada komunikasi yang dinamis, komunikator dan komunikan terus-menerus saling bertukar pesan. 5. Proses Komunikasi Menurut Nurhasanah (2010), proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Karena pada dasarnya inti dari mengirim pesan ini adalah memahami persepsi orang, dimana persepsi merupakan interpretasi dari pesan yang disampaikan kepada penerima pesan. Proses komunikasi ini bertujuan utuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya). Oleh karena itu, menurut Nurhasanah (2010) agar pengiriman pesan menjadi tepat dengan persepsi penerima pesan maka perlu memperhatikan 5 (lima) sasaran pokok dalam proses komunikasi, yaitu: 1) Membuat pendengar mendengarkan apa yang akan kita katakan (atau melihat apa yang kita tunjukkan kepada mereka), 2) Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau lihat, 3) Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar), 4) Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan maksud kita bisa mereka terima, 5) Memperoleh umpan balik dari pendengar.
10
6. Hambatan Dalam Komunikasi Menurut Kariyoso (1994) dalam Nurhasanah (2010), faktor-faktor yang menghambat
komunikasi
yaitu:
1)
Kecakapan
yang
kurang
dalam
berkomunikasi, 2) Sikap yang kurang tepat, 3) Kurang pengetahuan, 4) Kurang memahami sistem sosial, 5) Prasangka yang tidak beralasan, 6) Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan, 7) Tidak ada persamaan persepsi, 8) Indera yang rusak, 9) Berbicara yang berlebihan, 10) Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya. 7. Pengertian Komunikasi Terapeutik Menurut Schwecke dan Bostrom (1991) dalam Potter & Perry (2005), Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien, sedangkan Northouse (1998) dalam Nurhasanah (2010) mengatakan komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. 8. Tujuan Komunikasi Terapeutik Tujuan komunikasi terapeutik secara umum adalah untuk membina hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam membantu mengurangi beban perasaan dan pikiran yang diderita klien, demi kesembuhan klien itu sendiri (Nurhasanah, 2010). Menurut Effendy (2002) dalam Nurhasanah (2010), tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut: a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang-orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien diharapkan mau menerima dan diterima oleh orang lain.
11
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas personal disini termasuk status, peran, jenis, dan jenis kelamin. e. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurang beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan. f. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. g. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri. 9. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Menurut Nurhasanah (2010),
prinsip dasar komunikasi terapeutik adalah
sebagai berikut: a. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Didasarkan pada prinsip “humanity of nurse and clients” di dalamnya terdapat hubungan saling mempengaruhi baik pikiran, perasaan dan tingkah laku untuk mempebaiki perilaku klien. b. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal De Vito, yaitu keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan. c. Kualitas hubungan perawat dengan klien ditentukan oleh bagaimana perawat mengidentifikasikan dirinya sebagai manusia (human). d. Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien. e. Perawat harus menghargai keunikan klien. Karena itu perawat harus memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar belakang.
12
10. Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Tumbuhnya Komunikasi Teraupeutik Menurut Roger terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik (Nurhasanah, 2010). Suryani (2005) dalam Nurhasanah (2010) menyatakan karakteristik tersebut antara lain: a. Kejujuran (trustworthy) Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya. b. Tidak membingungkan dan cukup apresiasif Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. c. Bersikap positif Bersikap positif dapat diunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. d. Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien Agar dapat membantu klien dalam memecahkan masalah perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. f. Menerima klien apa adanya Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman menjalin hubungan intim terapeutik.
13
g. Sensitif terhadap perasaan klien Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien. h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi di masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika perawat sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya. 11. Keberhasilan Komunikasi Terapeutik Agar komunikasi terapeutik dapat berhasil, diperlukan karakter yang kuat dari dalam diri perawat yang harus tersimpan dalam alam bawah sadarnya (Nurhasanah, 2010). Menurut Hamid (1998) dalam Nurhasanah (2010), karakter yang harus tersimpan dalam diri perawat yaitu: a) Perawat harus memiliki kesadaran diri yang tinggi, b) Mampu melakukan klarifikasi nilai, c) mampu mengeksplorasi perasaan, d) mampu menjadi model peran, e) Rasa tanggung jawab dan etik. 12. Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Nurhasanah (2010) dikutip dari Shives (1994), Stuart & Sudeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), teknik komunikasi terapeutik yaitu: a. Mendenggarkan (listening) Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi teraupeutik. Untuk memberi kesempatan lebih banyak kepada klien untuk bicara, maka perawat harus menjadi pedengar yang aktif. Selama mendengarkan perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberi tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.
14
Keterampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan: 1) Pandang klien ketika sedang bicara. 2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan . 3) Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan 4) Hindarkan gerakan yang tidak perlu. 5) Anggukan jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik. 6) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara. 7) Mengikutsertakan secara verbal, misalnya: “hmmm”, “yeah” b. Bertanya (question) Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi: 1) Pertanyaan fasilitatif dan non fasilitatif Pertanyaan fasilitatif terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif adalah pertanyaan afektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam dan tampak kurang pengertian terhadap klien. Pertanyaan terbuka dan tertutup 2) Pertanyaan terbuka digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya. Contoh: -
“Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
-
“Apakah yang sedang anda bicarakan?”
-
“Bagaimana yang anda rasakan hari ini?”
15
3) Pertanyaan tertutup digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat. a) Inapropriate quantity question Inapropriate quantity question adalah pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang kurang tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab. b) Inapropriate quality question Inapropriate quality question adalah pertanyaan yang tidak baik diberika kepada klien dan bisanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena: terkesan mengiterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah diintimidasi. Why question juga tidak dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya, karena why question mengiring klien untuk menjawab rasional atu mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaannya terhadap kejadian. c. Penerimaan Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan kerguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Sikap perawat yang menunjukkan penerimaan yaitu: mendengar tanpa memotong pembicaraan, menyediakan umpan balik yang menunjukkan penerimaan, menghindari mendebat, mengekspresikan keraguan atau usaha merubah pikiran klien.
16
d. Mengulang (restating) Mengulang (restating) adalah mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien, maksudnya mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan kata-kata sendiri. Gunanya untuk enguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan/memperhatikan klien. e. Klarifikasi (clarification) Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Dilakukan bila ragu, tidak jelas tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap tau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh mengiterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi. Gunanya teknik ini adalah untuk kejelasan dan kesamaan pengertian, perasaan dan persepsi perawat dan klien. Contohnya: “dapatkah anda jelaskan kembali tentang ....” f. Refleksi (reflection) Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien. Guna teknik refleksi adalah untuk: mengetahui dan menerima ide dan perasaan, mengkoreksi, memberi keterangan lebih jelas. Sedangkan kerugiannya adalah: mengulang terlalu sering dan sama, dapat menimbulkan marah. g. Memfokuskan (focusing) Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
17
pencapaian tujuan. Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi masalah bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting. Contoh: “Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi”. h. Diam (silence) Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran masing-masing. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. i. Memberikan Informasi (informing) Memberikan
informasi
tambahan
merupakan
tindakan
penyuluhan
kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dangan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah. Selain itu, hal ini akan menambahkan rasa percaya klien terhadap perawat. j. Menyimpulkan (summerizing) Menyimpulkan
adalah
teknik
komunikasi
yang
membantu
klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat dan klien. Teknik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
18
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari summerizing adalah peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan. Contoh: “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan ....” Manfaat dari menyimpulkan antara lain: 1) Memfokuskan pada topik yang relevan. 2) Menolong perawat dala mengulang aspek utama interaksi. 3) Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya. 4) Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau koreksi terhadap informasi sebelumnya. k. Mengubah cara pandang (reframing) Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja. Teknik ini sangat bermanfaat terutama ketika klien memandang sesuatu dari sisi negatifnya saja. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan kurang tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan: “sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif sehingga memungkinkan klien membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. l. Eksplorasi Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami klien supaya masalah tersebut bisa diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien. m. Membagi persepsi (sharing perception) Membagi persepsi (sharing perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika
19
perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respon verbal dan non verbal klien. Contoh: ketika berinteraksi dengan perawat, klien menceritakan tentang kesuksesan anaknya sambil tersenyum dan tertawa kecil tapi dengan mata berkaca-kaca. Perawat: “Anda tersenyum, tapi saya merasakan anda sedang sedih”. n. Identifikasi tema Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. Teknik ini sangat bermafaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien. Contoh: “ Saya perhatikan sejak awal pertemuan sampai sekarang, kamu banyak bercerita tentang kekecewaanmu karena cintamu ditolak. Apakah menurutmu ini hal penting yang akan kita diskusikan?”. o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahka hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengkuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawatlebih berusaha untuk menafsirkan diri daripada mengarahkan diskusi/pembicaraan. p. Humor Humor bisa memiliki beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi. Bila kita melakukan teknik ini, kita harus tanggap membaca suasana setelah kita mengungkapkan humor. Apakah klien benar-benar terpancing tertawa atau tertawa dengan terpaksa, atau bahkan menunjukkan wajah yang
20
terganggu dengan humor kita. Jika klien tidak tertarik dengan humor, teruskan pembicaraan kembali. Dalam kondisi berikut mungkin humor dapat dilakukan: a) pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin dapat menurunkan kecemasan klien, b) jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien, c) embantu klien mengatasi masalah lebih efektif. q. Memberikan pujian Memberikan pujian merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Pemberian pujian berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien. Seseorang aka cenderung berinteraksi apabila ia merasa interaksi tersebut menguntungkan baik secara psikologis maupun ekonomis. Memberikan pujian merupakan keuntungan yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. 13. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto, Heri (1994) dalam Nurhasanah (2010), faktor-faktor yang menghambat dalam proses komunikasi terapeutik antara lain: a) Kemampuan pemahaman yang berbeda, b) Pengamatan / penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, c) Komunikasi satu arah, d) Kepentingan yang berbeda, e) Memberikan jaminan yang tidak mungkin, f) Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi, g) Memberikan kritik mengenai perasaan penderita, h) Menghentikan / mengalihkan topik pembicaraan, i) Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan, j) Memperlihatkan sifat jemu, pesimis. Nurhasanah (2010) juga mengungkapkan hal-hal yang menjadi kendala dalam mencapai tujuan ini kadang muncul dari perawat itu sendiri, diantaranya adalah: a. Tingkah laku perawat. Dirumah sakit pemerintah maupun swasta, perawat memegang peranan penting; tingkah laku, gerak-gerik, perawat selalu dinilai oleh masyarakat. Bahkan sering juga surat kabar memuatberita-berita tentang perawat rumah
21
sakit. Bertindak yang tidak sebenarnya. Dipandang oleh klien sebagai perawat judes, jahat, dan sebagainya. b. Perawatan yang berorientasi rumah sakit. Pelaksanaan perawatan difokuskan pada penyakit yang diderita klien semata, sedangkan psikososial kurang mendapat perhatian. Tujuan pelaksanaan perawatan yang sebenarnya yairu manusia seutuhnya yang meliputi bio, psiko dan sosial. c. Perawat kurang tanggap terhadap kebutuhan, keluhan-keluhan, serta kurang memperhatikan apa yang dirasakan klien sehingga menghambat hubungan baik. B. Tingkat Kecemasan Anggota Keluarga Pada Pasien Yang Dirawat di ICU 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh setiap makhluk hidup dalam kehidupan seharihari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik (Purba, et al. 2008). Kecemasan atau ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2007). 2. Penyebab Kecemasan Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Purba, et al. (2008), beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain: a. Teori Psikoanalitik Kecemasan
adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian Id dan Super ego-Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikembangkan oleh norma-norma budaya seseorang.
22
b. Teori Interpersonal Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan berhubungan dengan trauma masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Ansietas juga dihubungkan dengan perkembangan dan kecemasan yang berat. c. Teori Perilaku Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. d. Teori Biologi Manunjukkan
bahwa
otak
mengandung
reseptor
khusus
untuk
benzoadiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. e. Kajian Keluarga Menunjukkan bahwa ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Faktor presipitasi kecemasan dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis (Purba, et al. 2008), yaitu: a. Ancaman terhadap integritas biologi Merupakan ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan akan makanan, miuman, dan perumahan. Hal ini merupakan faktor umum penyebab kecemasan. b. Ancaman terhadap rasa aman Hal ini sulit digolongkan karena manusia unik. Ancaman keamanan diri meliputi tidak tercapainya harapan, tidak terpenuhinya akan status, rasa bersalah atau pertentangan antara keyakinan diri dan perilaku dan tidak mampu untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain.
23
3. Gejala Klinis Cemas Menurut Hawari (2013), keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut: a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang. d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat. f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala, dan lain sebagainya. 4. Tingkat Kecemasan Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan RENTANG RESPON KECEMASAN
Respons adaptif
Antisipasi
Respons maladaptif
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Stuart (2007) menggolongkan tingkat kecemasan dalam empat tingkat, yaitu: a. Kecemasan ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari; kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
24
b. Kecemasan sedang Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan unttuk melakukannya. c. Kecemasan berat Kecemasan ini sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. d. Tingkat panik dari kecemasan Tingkat panik ini berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak dapat melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. 5. Alat Ukur Kecemasan Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali, menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS). SAS/SRAS adalah penilaian kecemasan pada orang dewasa yang dirancang oleh William WK Zung, dan dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-II) (Nursalam, 2013). 6. Pengertian Keluarga Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi teori yang menjadi dasar pendefenisiannya. Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta (kula dan warga) kulawarga yang berarti anggota kelompok kerabat (Padila, 2012).
25
Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat, WHO (1969) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Sedangkan menurut Depkes RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mubarak, Santoso, Rozikin, Patonah, 2006). 7. Fungsi Keluarga Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi, konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari dalam maupun dari luar (Potter & Perry, 2005). Friedman (1998) dalam Padila (2012) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yakni: a. Fungsi afektif Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk memenuhi fungsi afektif adalah: a) Saling mengasuh, cinta kasih, saling menerima dan mendukung, b) Saling menghargai, dengan mempertahankan iklim yang positif dimana setiap anggota keluarga diakui dan dihargai keberadaan dan haknya, c) Ikatan dan identifikasi, ikatan ini dimulai sejak pasangan hidup baru. b. Fungsi sosialisasi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dialami individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial.
26
c. Fungsi reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia. d. Fungsi ekonomi Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluargaseperti makanan, pakaian dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. e. Fungsi perawatan kesehatan Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain keluarga menyediakan makanan, pakaian, dan rumah, keluarga juga berfungsi melakukan asuhan kesehatan terhadap anggotanya baik untuk mencegah gangguan maupun merawat anggota keluarga yang sakit. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Tugas kesehatan keluarga tersebut adalah: 1) Mengenal masalah kesehatan, 2) Mengambil keputusanuntuk melakukan tindakan yang tepat, 3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, 4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat, 5) Mengguakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. 8. Tugas Keluarga Menurut Mubarak (2006) dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar didalamnya terdapat delapan tugas pokok sebagai berikut: a) Pemeliharan fisik keluarga dan para anggotanya, b) Memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga, c) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai sesuai dengan kedudukannya masing-masing, d) Sosialisasi antar anggota kelurga, e) Pengaturan jumlah anggota keluarga, f) Pemeliharaaan ketertiban anggota keluarga, g) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas, h) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
27
9. Pengertian ICU ICU adalah sebuah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dan masih mempunyai harapan hidup. Tujuan pelayanan ICU adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan. Tingkat pelayanan ICU disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat (Vello, 2013). 10. Indikasi Pasien ICU Sesuai dengan definisi ICU, maka pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam nyawanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau lebih organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat sembuh kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif (Vello, 2013). Vello (2013) mengatakan dengan keterbatasan fasilitas dengan teknologi tinggi di ICU sering diperlukan suatu mekanisme untuk membuat prioritas sebagai panduan indikasi masuk ICU, yaitu: a.
Prioritas 1, yaitu pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti ventilasi mekanik, atau infusi obat vasoaktif.
b.
Prioritas 2, yaitu pasien yang memerlukan pemantauan intensif, yang sewaktu-waktu memerlukan terapi intensif segera.
c.
Prioritas 3, yaitu pasien sakit kritis atau terminal dengan prognosis yang jelek untuk sembuh.
28
C. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Anggota Keluarga Pada Paien Yang Dirawat di ICU Komunikasi pasien dan keluarga merupakan standar praktik keperawatan yang profesional. Menurut America Nurse Association Scope and Standards of Practice (2004), perawat yang terintegrasi adalah mampu berkomunikasi dengan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain mengenai perawatan pasien dan peran perawat dalam menyediakan perawatan tersebut, serta kolaborasi dalam membuat sebuah rencana yang terdokumentasi, berfokus pada hasil dan keputusan yang berhubungan dengan perawatan dan pelayanan, mengindikasikan komunikasi dengan pasien, keluarga, dan yang lainnya (Campbell, 2013). Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam nyawanya (kritis) sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau lebih organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat sembuh kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif (Vello, 2013). Suatu study awal tentang kebutuhan dari pasangan hidup (keluarga) pasien yang kritis di rumah sakit memperlihatkan bahwa kebutuhan komunikasi adalah hal yang paling penting. Keluarga perlu diberi tahu mengenai jaminan kenyamanan pasien, informasi megenai kondisi pasien, dan informasi mengenai kematian yang mungkin datang (Campbell, 2013). Para perawat memilliki kemampuan dan kesempatan untuk menjembatani kesenjangan komunikasi karena mereka sering berhubungan dengan pasien dan keluarga, juga karena terjalinnya hubungan saling percaya pasien dan keluarga terhadap perawat. Perawat akan sangat sukses berkomunikasi dengan keluarga pasien yang berada di ICU jika perawat mampu mempertkuat jalinan komunikasi antar disiplin keilmuan, memastikan dokter-dokter menyadari tentang adanya perbedaan komunikasi, mendengar sama banyak dengan berbicara, mengungkapkan perasaan, memberikan jaminan kenyamanan bagi pasien (Campbell, 2013).
29
Dalam berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarga sebaiknya menggunakan bahasa yang jelas dan sederhana tanpa menggunakan singkatan atau istilah medis. Tanyakan apakah penjelasannya sudah dimengerti. Klarifikasi kesalahpahaman atau kebingungan. Beberapa istilah yang sering digunakan oleh petugas kesehatan disampaikan dengan cara berbeda dalam bentuk bahasa yang sederhana akan dapat menghindari kebingungan. Dari hasil penelitian Soesanto & Nurkholis (2008) ada hubugan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan. Dalam penelitian ini Desain yang digunakan adalah studi korelasi dengan pendekatan cross secional, dengan p-value < 0,05. Hasil penelitian secara umum menunjukkan sebagian besar (76,9%) pasien mengalami kecemasan dengan tingkat kecemasan bervariasi yang didominasi oleh kecemasan ringan sebanyak 41%. Hasil penelitian Huda (2006) ada hubungan yang kuat antara komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan klien. Uji analisis data menggunakan Spearman Corelation, dengan p-value < 0,05. Dengan hasil menunjukkan tingkat kecemasan sebagian besar mengalami kecemasan ringan sebanyak 11 responden (58%), sebanyak 7 responden (37%) mengalami cemas sedang dan sebanyak 1 responden (5%) mengalami cemas berat, sedangkan tidak ada responden yang tidak cemas. Hasil penelitian Hannan (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan. Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif korelasi. Uji analisis data menggunakan analisis Kendall Tau dengan p-value sebesar 0,003 (α = 0,05).
30
D. Kerangka Konsep Penelitian Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independent
Komunikasi Terapeutik Perawat
Variabel Dependent
Tingkat Kecemasan Anggota Keluarga Pada Pasien Yang Dirawat Di ICU:
Tidak cemas Kecemasan ringan Kecemasan sedang Kecemasan berat
E. Hipotesa Penelitian Ha : Ada hubungan signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien yang dirawat di ICU RSU Sari Mutiara Indonesia Medan 2014.