BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Menopause 2.1.1. Pengertian Menopause
adalah
masa
berakhirnya
siklus
menstruasi yang terdiagnosis setelah 12 bulan tanpa periode
menstruasi.
Rata-rata
usia
terjadinya
menopause secara umum pada usia 40 sampai 58 tahun (Kusmiran, 2011). Menopause adalah periode yang
dimulai
dengan
menurunnya
fungsi
organ
reproduksi (Wahyuningsih, 2009).
1.1.2. Perubahan-perubahan pada Masa Menopause Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa menopause (Lestary, 2010) diantaranya adalah: 1. Perubahan Fisik a. Uterus (rahim) Uterus mengecil yang disebabkan karena atrofi endometrium, hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat interstisial. Serabut otot menebal, pembuluh darah miometrium menebal dan menonjol. 14
15 b. Tuba falopii (saluran telur) Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis dan mengkerut, endosalpingo menipis mendatar dan silia menghilang. c. Serviks (mulut rahim) Serviks akan mengkerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripta servikal menjadi atropik, kanalis servikalis memendek, sehingga menyerupai ukuran serviks fundus pada masa adolesen. d. Vagina Vagina menipis sehingga rugae menghilang, vaskularisasi berkurang, elastisitas berkurang, sekret vagina menjadi encer, indeks kario piknotik menurun, keasaman vagina meningkat sehingga mudah terjadi infeksi, uretra ikut memendek sehingga meatus eksternal melemah akibatnya terjadi uretritis dan pembentukan karankula. e. Dasar panggul Kekuatan dan elastisitas menghilang, karena sifat
atrofi
dan
melemahnya
daya
disebabkan prolapsus uterus vaginal.
sokong
16 f. Perineum dan anus Lemak
subkutan
menghilang,
atrofi,
otot
sekitarnya menghilang yang menyebabkan tonus spinkter melemah dan menghilang. g. Vesica urinaria Aktivitas
kendali
spinkter
dan
destrusor
menghilang, sehingga sering kencing tanpa sadar. h. Kelenjar payudara Diserapnya lemak subkutan, atrofi jaringan parenkim, lobolkus menciut, stroma jaringan ikat fibrosa menebal, puting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang, sehingga payudara menjadi datar dan mengendor. 2. Perubahan Fisiologi Masa menopause ditandai dengan masa transisi kira-kira
lima
tahun
dari
berhentinya
fungsi
reproduksi, tetapi secara biologis menopause berarti berhentinya
menstruasi.
Dengan
berhentinya
menstruasi berarti proses ovulasi atau pembuahan sel telur juga berhenti. Periode ini dianggap sebagai masa transisi atau peralihan ke masa tua, yaitu masa
17 yang ditandai dengan berkurang dan menurunnya vitalitas manusia. Menopause merupakan tahap akhir proses biologi yang dialami wanita berupa penurunan produksi hormon seks wanita yaitu estrogen dan progesteron pada indung telur. Mengenai terjadinya menopause ini, mula-mula estrogen hanya menghalangi ovulasi atau pelepasan telur, tetapi menstruasi masih tetap berlangsung, tetapi makin lama haid menjadi jarang dan akhirnya akan berhenti. Di samping itu, penurunan drastis kadar hormon estrogen dan progesteron akan diikuti berbagai perubahan
fisik
seperti
kulit
mengendur,
inkontinensia pada waktu beraktivitas, dan lainnya. Dalam jangka panjang, rendahnya kadar hormon estrogen setelah menopause menimbulkan ancaman osteoporosis (pengeroposan tulang). Semua gejala tersebut tergantung pada kadar hormon estrogen yang ada pada diri seseorang, sehingga bisa berlangsung sebentar dan bisa pula menetap pada seseorang.
18 3. Perubahan Psikologi Pada wanita
yang mengalami menopause,
keluhan yang sering dirasakan antara lain, merasa cemas, takut, lekas marah, mudah tersinggung, sulit konsentrasi, gugup, merasa tidak berguna – tidak berharga, stres dan bahkan ada yang mengalami depresi. Namun, tidak semua wanita akan mengalami gangguan psikologis dalam menghadapi menopause, seperti kecemasan dan ketakutan. Jadi, ada juga wanita yang tidak merasakan adanya gangguan pada kondisi psikisnya. Berat ringannya stres yang dialami wanita dalam menghadapi dan mengatasi menopause sangat dipengaruhi oleh bagaimana penilaiannya terhadap menopause. Bagi wanita yang menilai atau menganggap menopause itu sebagai peristiwa yang menakutkan dan berusaha untuk menghindarinya, maka stres akan sulit dihindari.
19 2.1.3. Gejala dan Tanda Menopause Menjelang
menopause
wanita
sering
tidak
mengetahuinya, tetapi pada akhirnya mereka menyadari adanya perubahan pada tubuh. Gejala yang sering dialami
oleh
wanita
menopause
(Lestary,
2010),
diantaranya adalah: 1. Perdarahan Perdarahan akan muncul beberapa kali dalam rentang beberapa bulan, kemudian berhenti sama sekali.
Menjelang
masa
menopause
terjadi
perubahan pola haid, yang akhirnya akan berhenti sama sekali. 2. Rasa panas (hot flush) Munculnya rasa panas dimulai dari wajah hingga menyebar ke seluruh tubuh, disertai dengan warna kemerahan pada kulit dan berkeringat. Rasa panas muncul selama 30 detik sampai dengan beberapa menit, diduga akibat menurunnya kadar estrogen dalam darah. 3. Insomnia (susah tidur) Kadar
serotonim
menurun
pada
wanita
menopause sebagai akibat dari menurunnya kadar
20 estrogen dalam darah. Serotonim berperan dalam mempengaruhi suasana hati seseorang, sehingga apabila serotonim menurun menyebabkan seseorang menjadi mudah depresi dan susah tidur. 4. Kerutan pada vagina Penurunan estrogen dapat menyebabkan vagina menjadi kering dan tidak elastis, selain itu juga munculnya rasa gatal-gatal pada vagina. Perubahan pada vagina dapat menyebabkan wanita menopause mudah terserang infeksi dan mengganggu hubungan seksual. 5. Gejala perkemihan Gangguan berkemih terjadi akibat penurunan estrogen, yang menyebabkan penipisan jaringan kandung
kemih
dan
saluran
kemih.
Wanita
menopause dapat mengalami gangguan dalam kontrol air seni, akibatnya sering kencing tanpa disadari misalnya ketika batuk atau bersin. Wanita menopause rentan untuk terjadi infeksi pada saluran kemih.
21 6. Gejala kecemasan Gejala kecemasan yang muncul biasanya adalah cemas, khawatir, bimbang, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri dan mudah tersinggung, merasa tegang,
tidak
tenang,
gangguan
konsentrasi,
gangguan daya ingat, sakit kepala dan sebagainya. 7. Gejala motorik Gejala motorik yang sering muncul pada wanita menopause adalah gemetar, tanpa sadar menggigit kuku dan bibir, merasa letih setelah melakukan aktivitas meskipun aktivitas yang ringan. 8. Gejala somatik Gejala
somatik
yang
muncul
pada
wanita
menopause adalah berkeringat yang berlebihan, jantung berdetak lebih kencang, tangan dan kaki menjadi basah oleh keringat, muka mudah kering, tangan dan kaki mudah kesemutan, lebih sering buang air kecil, mual, pusing, muka tampak pucat. 9. Perubahan fisik lain Perubahan fisik lain yang bisa dialami oleh wanita menopause baik pada organ reproduksi maupun di luar organ reproduksi.
22 10.Sembelit Seluruh proses metabolisme menurun dengan bertambahnya sehingga
usia,
tubuh
kadar
berusaha
estrogen
menurun
melakukan
adaptasi.
Selain itu penambahan kalsium dan minimnya konsumsi
makanan
menyebabkan
yang
wanita
mengandung
menopause
serat
mengalami
sembelit.
2.1.4. Pencegahan Sindrom Menopause Gejala
menopause
dapat
dikurangi
dengan
melakukan beberapa pencegahan (Proverawati, 2010), diantaranya adalah: 1. Pengaturan makanan Kopi,
alkohol
dan
makanan
yang
pedas
sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan gejala menopause. Mengkonsumsi kopi berlebihan dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan seperti; jantung berdebar, gelisah, sulit tidur, bahkan mual
dan
kolesterol,
muntah. bahkan
Alkohol
dapat
meningkatkan
mengubah kolesterol.
Pengaturan makanan, juga harus disertai dengan
23 perilaku
hidup
sehat.
Salah
satunya
adalah
mengurangi rokok, hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita perokok terbukti memiliki kadar estrogen yang lebih rendah. Wanita
menopause
dianjurkan
untuk
mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan kacang-kacangan (kedelai, kacang buncis, dan jenis polongan yang lain). Protein dalam kedelai terbukti dapat menurunkan kolesterol, bahkan mengandung isoflavon.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
wanita yang teratur mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar kedelai mengurangi resiko terjadinya keganasan pada organ reproduksi. 2. Suplemen makanan Wanita menopause mengalami penurunan kadar estrogen dalam darah secara drastis, akibatnya resiko osteoporosis meningkat. Kalsium sangat diperlukan
tubuh
osteoporosis,
untuk
sehingga
mencegah wanita
terjadinya menopause
dianjurkan untuk mengkonsumsi kalsium dalam suplemen makanan. Selain kalsium untuk menjaga agar tidak terjadi osteoporosis adalah dengan
24 mengkonsumsi
vitamin
D,
karena
vitamin
D
membantu absorbsi kalsium yang dikonsumsi dan mempertahankan kadar kalsium yang tetap normal dalam tulang. Wanita menopause juga memerlukan suplementasi vitamin E, karena vitamin E mampu melindungi dan mempertahankan fungsi sel dari serangan radikal bebas. 3. Teknik relaksasi Relaksasi merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan
sendiri
oleh
individu
untuk
mengurangi stres, kekalutan emosi, dan bahkan mampu mereduksi pelbagai gangguan-gangguan fisiologis dalam tubuh. Melakukan relaksasi dapat memberikan keuntungan secara fisik dan psikis, antara lain; memberikan rasa tenang, mengurangi detak jantung, mengurangi tekanan darah, mengatur pernafasan, mengurangi atau bahkan terhindar dari serangan mengurangi
panik,
memperlancar
pegal,
aliran
menghilangkan
darah,
gangguan
somatis, membantu kontrol yang baik jika sedang emosi, meningkatkan kemampuan konsentrasi.
25 4. Olahraga Olahraga teratur minimal 30 menit dalam sehari dapat
memberikan
manfaat
mengurangi
gejala
yang
menopause.
Olahraga
bagi
muncul
yang
tubuh pada
dilakukan
dan masa
berupa
olahraga ringan, dan tidak melebihi kemampuan fisik. Rasa percaya diri serta energi dapat ditingkatkan dengan berolahraga. 5. Cek kesehatan Pemeriksaan
kesehatan
secara
rutin
dan
lengkap dilakukan untuk mengetahui kemungkinan wanita menderita berbagai penyakit yang muncul pada masa menopause.
2.2. Konsep Aktivitas Seksual 2.2.1. Pengertian Seks
mengandung
pengertian
kelamin
secara
biologis, yaitu organ kelamin pria dan perempuan. Sementara itu, seksualitas mengandung pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan seks. Termasuk di dalamnya nilai, orientasi, dan perilaku
26 seksual dan bukan semata-mata organ kelamin secara biologis (Pangkahila, dalam Martaadisoebrata, 2011). Setiap manusia mempunyai dan merasakan adanya dorongan seksual. Dorongan seksual adalah suatu bentuk keinginan yang bersifat erotik yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas seksual sampai kepada
hubungan
seksual.
Dorongan
seksual
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : 1. Hormon seks, khususnya testosteron.
Peranan
hormon ini mulai aktif pada masa remaja. 2. Rangsangan seksual yang diterima 3. Keadaan kesehatan tubuh secara umum 4. Faktor psikososial 5. Pengalaman seksual sebelumnya Jika faktor-faktor tersebut mendukung, dorongan seksual
akan
tetap
baik
(Pangkahila,
dalam
Martaadisoebrata, 2011). Aktivitas seksual adalah segala bentuk perilaku yang memberikan
rangsangan
seksual
sehingga
menimbulkan reaksi seksual, misalnya ciuman, rabaan, atau seks oral. Hubungan seksual atau senggama mempunyai pengertian yang khusus, yaitu masuknya
27 penis
ke
dalam
vagina
(Pangkahila,
dalam
Martaadisoebrata, 2011). Aktivitas seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik, hingga
tingkah
laku
berkencan,
bercumbu
dan
senggama maupun berimajinasi (Potter & Perry, 2005).
2.2.2. Identitas Seksual Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri secara anatomis yang sangat berhubungan dengan kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis dan fisiologis, organ seks, hormon, dan otak dan saraf pusat.
Identitas
gender
berkaitan
dengan
aspek
psikologis, yaitu bagaimana seseorang memutuskan menafsirkan identitas seksual untuk dirinya atau citra diri seksual (sexual self-image) dan konsep diri. Secara singkat, identitas seksual seseorang bisa dilihat dari kemampuan memahami sexual identity (identitas kelamin) yakni kesadaran individu mengenai
28 pemahaman akan jenis kelaminnya secara biologis yang kedua kemampuan memahami gender identity (identitas jenis kelamin) yakni kesadaran akan jenis kelamin kepribadiannya yang dibentuk oleh ciri-ciri fisik yang
diperoleh
dari
seks
biologis
yang
saling
berhubungan dengan perilaku atau pengalaman di lingkungan sekitar. Yang ketiga, identitas seksual seseorang bisa dilihat dari kemampuan memahami gender role behaviour (perilaku peranan jenis kelamin) yakni semua yang dikatakan dan dilakukan seseorang yang menyatakan bahwa dirinya itu seorang pria ataupun wanita.
2.2.3. Dimensi Seksual Dimensi seksual menurut Andarmoyo (2012) adalah sebagai berikut: 1. Dimensi sosiokultural Seksualitas
dipengaruhi
oleh
norma
dan
peraturan kultural yang berada dalam lingkungan masyarakat. Norma dan peraturan ini akan menjadi batasan apakah perilaku yang dijalankan bisa diterima di dalam komunitas kultur tersebut ataupun
29 tidak. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas, misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah, dan siapa yang diizinkan untuk menikah. Sirkumsisi pada pria dan wanita adalah contoh tradisi seksual kultural. Sirkumsisi pria adalah pengangkatan prepusium atau kulup di atas gland penis, selain untuk alasan higienis, juga sebagai simbol
keagamaan
atau
identitas
etnik
bagi
masyarakat tertentu. Sedangkan, sirkumsisi pada wanita pada sebagian komunitas adalah suatu warisan tradisi yang sangat lekat dalam budaya kultural pada beberapa negara, terutama komunitas kultural Islam. Perilaku seksual serupa dengan perilaku sosial lainnya. Seseorang akan berperilaku sesuai dengan aturan dan norma yang digariskan dalam budaya kultur tersebut. Hal ini bertujuan agar keberadaan mereka dihargai dalam bertindak dan berperilaku.
30 Mereka cenderung bermain sesuai aturan ketika memilih seseorang untuk melakukan hubungan seks dan
ketika
memilih
seseorang
untuk
dinikahi,
bagaimana seseorang memahami aspek dunia mereka bergantung pada siapa mereka secara sosial dan dalam lingkungan sosial seperti apa mereka tinggal. Lingkungan atau masyarakat dan agama tertentu mendorong atau melarang pola seksualitas tertentu. Secara ringkas, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap
seksual,
juga
dalam
membentuk
atau
menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku bagaimana hidupnya,
seksual,
termasuk,
seorang seberapa
misalnya
menemukan sering
mereka
saja,
pasangan melakukan
hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka berhubungan seks.
31 2. Dimensi agama dan etik Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual, spektrum sikap yang ditunjukkan pada
seksualitas
di
rentang
dari
pandangan
tradisional tentang hubungan seks hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal. Michael et. al. (1994) dalam Andarmoyo (2012) salah satu risetnya membagi responden menjadi tiga kategori dengan dasar sikap dan keyakinan. Individu yang
masuk
ke
dalam
kategori
tradisional
mengatakan bahwa keyakinaan keagamaan mereka selalu
memberikan
pedoman
perilaku
seksual
mereka. Dalam kategori ini, homoseksualitas, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan di luar nikah selalu dianggap salah. Kategori relasional berkeyakinan bahwa seks harus menjadi bagian dari hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus terjadi dalam
32 perkawinan.
Kategori
rekreasional
mengatakan
bahwa kebutuhan seks tidak ada kaitannya dengan cinta. 3. Dimensi psikologis Banyak keyakinan dan sikap kita mengenai perkembangan psikologis, moral, dan psikoseksual wanita dan pria didasarkan pada teori dari Freud, Erikson, dan Kholberg telah menentang asumsi ini. Mereka menyatakan bahwa diri wanita didefinisikan oleh hubungan dengan orang sementara diri pria didefinisikan oleh perpisahan dan individualisi. Seksualitas
bagaimanapun
mengandung
perilaku yang dipelajari. Sesuatu yang sesuai dan dihargai, dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orang tua. Orang tua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya. Mereka sering mengajarkan seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan tubuh dan tindakan mereka, pesannya sering berbeda sesuai gender. Riset telah rnenunjukkan bahwa orang tua
33 cenderung memperlakukan anak-anak perempuan dan laki-laki secara berbeda, misalnya mendekorasi kamar mereka secara berbeda. Mereka memberikan dorongan dan penghargaan kepada anak laki-laki yang melakukan eksplorasi dan yang mandiri, sedangkan anak perempuan sering didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Baik ibu maupun
ayah
juga
cenderung
mempertegas
permainan sesuai jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka. Secara singkat, orang tua memperlakukan anakanak mereka secara berbeda berdasarkan gender. Variasi seperti ini menyebabkan sebagian perbedaan gender
teramati.
Namun
demikian,
juga
memungkinkan bahwa sebagian perbedaan gender ditemukan secara biologis.
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seksualitas Keinginan seksual beragam diantara individu. Faktorfaktor
yang
mempengaruhi
seksualitas seseorang
(Potter&Perry, 2005) diantaranya adalah:
34 1. Faktor Fisik Seseorang dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik. Aktivitas seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan hanya
membayangkan
bahwa
seks
dapat
menyakitkan saja, sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama ketika diperburuk oleh perasaan mengubah
penolakan bentuk
atau
tubuh,
pembedahan dapat
yang
menyebabkan
seseorang kehilangan perasaannya secara seksual. 2. Faktor Hubungan Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan seks. Tingkat seberapa jauh mereka masih merasa dekat satu sama lain dan berinteraksi pada tingkat intim bergantung
pada
kemampuan
mereka
untuk
bernegosiasi dan berkompromi. Keterampilan seperti ini memainkan peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan minat dalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan
ansietas
hanya
karena
harus
35 mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima atau menyenangkan. 3. Faktor Gaya Hidup Penggunaan atau penyalahgunaan alkohol atau tidak punya waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat mempengaruhi keinginan seks. Sebagian orang tidak mengetahui bagaimana menetapkan waktu bekerja dan di rumah untuk mencakupkan
perilaku
seksual.
Misalnya
pada
pasangan yang bekerja, mungkin merasa terlalu terbeban sehingga mereka merasa cumbuan seksual dari pasangannya sebagai tuntutan tambahan bagi mereka. Individu seperti ini sering mengungkapkan bahwa mereka perlu waktu untuk menyendiri untuk berpikir dan istirahat sebagai hal yang lebih penting dari seks. 4. Faktor Harga Diri Tingkat
harga
diri
seseorang
juga
dapat
menyebabkan konflik yang melibatkan seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan
mengembangkan
tentang
seksual-diri
keterampilan
dan
seksual,
perasaan dengan seksualitas
yang
kuat
mempelajari mungkin
36 menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual dapat menurun dalam banyak cara. Rendahnya harga diri seksual
dapat
juga
diakibatkan
oleh
kurang
adekuatnya pendidikan seks, peran yang negatif, dan upaya untuk hidup dalam pengharapan pribadi.
2.2.5. Aktivitas Seksual pada Masa Menopause Kekurangan menurunkan
estrogen libido
dan
wanita
progesteron
dengan
dapat
menciptakan
perubahan-perubahan fisik yang secara sederhana membuat tindak senggama kurang nikmat. Kekeringan dan penipisan dinding vagina dapat menimbulkan ketidaknyamanan fisik selama senggama, sebagaimana kejang otot vagina. Perubahan dalam fungsi saraf dapat mematikan rasa di bagian-bagian tubuh yang biasanya peka, dan perubahan dalam sirkulasi darah dapat menurunkan respon fisik jika timbul rangsangan, yang menjadikannya makin sulit untuk mencapai orgasme (Northrup, 2006). Beberapa penelitian ginekologi membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting
37 untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak menimbukan nyeri saat bersenggama. Wanita dengan kadar estrogen 50pg/ml, lebih banyak mengeluh masalah seksual seerti vagina kering, perasaan terbakar, gatal, dan sering keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan seks. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk apabila hubungan seks makin jarang dilakukan, yang terpenting adalah melakukan hubungan seks secara teratur agar elastisitas vagina tetap dapat dipertahankan sehingga rasa sakit saat senggama dapat diatasi dan orgasme dapat tercapai saat berhubungan seksual. Libido/dorongan seksual juga
mempengaruhi
aktivitas
seksual
di
usia
menopause, akan tetapi hal tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor seperti perasaan, lingkungan, dan faktor hormonal (Baziad, 2003).
38 2.2.6. Perubahan Respon Seksual pada Wanita Menopause Tabel 2.1 Perubahan Respon Seksual Fase Respon Seksual
Fase Perangsangan (arousal)
Respon Seksual Wanita Dewasa
Respon Seksual Wanita Menopause
Klitoris menegang karena rangsangan sehingga meningkatkan gairah seksual.
Mengalami penurunan gairah seksual karena terjadi perubahan pada genetalia, yaitu atropi labia mayora dan ukuran klitoris menurun.
Terjadi lubrikasi pada vagina, diikuti payudara membesar dan putting menegang.
Penurunan lubrikasi vagina karena kelenjar Bartholin mengalami atropi. Penurunan lubrikasi pada vagina mengakibatkan kemungkinan terjadi infeksi dan perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa panas saat berhubungan dan nyeri.
Mencapai puncak gairah seksual, terjadi dalam waktu singkat.
Lubrikasi baru terjadi kurang lebih 5 menit atau bisa juga menjadi lebih lama. Penurunan vasokongesti dan lubrikasi pada vagina menyebabkan kekeringan pada vagina sehingga mengakibatkan nyeri saat berhubungan seksual dan gangguan orgasme.
Setelah orgasme berkahir, wanita kembali dalam keadaan normal secara perlahan.
Setelah orgasme berakhir, wanita merasa lebih cepat kembali dalam keadaan normal.
Fase datar (Plateu)
Fase Orgasme (orgasm)
Fase Resolusi (resolution)
Sumber: Andarmoyo, 2012; Azizah, 2011.
39 2.2.7. Hambatan Aktivitas Seksual pada Masa Menopause Pada usia menopause, terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal dan hambatan internal (Azizah, 2011). 1. Hambatan eksternal Merupakan hambatan aktivitas seksual yang datang dari lingkungan, biasanya berupa pandangan sosial (mitos negatif), yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan setelah mengalami menopause (Azizah, 2011). 2. Hambatan internal Merupakan hambatan aktivitas seksual yang terutama berasal dari subyek lanjut usia sendiri. Hambatan
internal
psikologik
sering
kali
sulit
dipisahkan secara jelas dengan hambatan eksternal. Seringkali
seseorang
yang
sudah
mengalami
menopause sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa menarik lawan jenisnya (Azizah, 2011). Hambatan internal psikologik di usia menopause disebabkan
karena
kurangnya
informasi
dan
40 pengetahuan tentang dampak penurunan fungsi reproduksi terhadap penurunan respon seksual masa menopause,
yang
sebenarnya
dapat
diperoleh
melalui program pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas
kesehatan,
sehingga
mengakibatkan
terjadinya kecemasan, depresi, dan stres saat menghadapi usia menopause (Varney, 2004). Hambatan internal yang lain yaitu berupa masalah fisik. Aktivitas seksual di usia menopause bagi sebagian wanita mengalami perubahan berupa penurunan aktivitas seksual. Hal ini dikaitkan dengan penurunan fungsi seksual yang berupa kekeringan vagina, dyspareuni (sakit/nyeri saat bersenggama), berkurangnya
elastisitas
vagina,
berkurangnya
lubrikasi (perlendiran) saat bersenggama. Penurunan fungsi tersebut akan menimbulkan penolakan untuk melakukan aktivitas seksual yang pada umumnya timbul oleh rasa nyeri saat berhubungan seksual, ketidaknyamanan saat berhubungan seksual yang timbul karena ketakutan oleh rasa sakit saat bersenggama
dan
menurunnya
seksual (Northrup, 2006).
dorongan/hasrat
41 2.3. Perspektif Teoretis Menopause
Perubahan fisik
Perubahan fisiologi
Perubahan psikologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual Perubahan respon seksual
Hambatan aktivitas seksual
Aktivitas seksual
Skema 2.1 Perspektif Teoretis
Sumber: Andarmoyo, 2012; Lestary, 2010; Northrup, 2006; Proverawati, 2010; Varney, 2004. Keterangan : : Tidak Diteliti : Diteliti