7
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Skabies 1.
Gambaran kejadian skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei dan produknya (Djuanda, 2007). Menurut Soedarto 1992, skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali paritparit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gata-gatal dan merusak kulit penderita. Sedangkan menurut Wahidayat 1998, skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan oleh infestasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan pada stratum korneum kulit, terutama pada tempat predileksi. Sarcoptes scabiei adalah parasit yang termasuk dalam filum artropoda (serangga). Secara morfolik, merupakan tungau kecil berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Berwarna putih kotor, ukuran yang betina berkisar 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Siklus hidup tungu ini adalah sebagai berikut. Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tungau betina yang telah dibuahi akan menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter perhari dan meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40-50 butir telur. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva. Larva ini dapat tinggal, tetapi dapat juga keluar. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Skabies umumnya menyerang bagian lipatan tubuh. Gejala gatal-gatal, menyerang pada bagian kulit dimalam hari. Penyakit skabies, disebabkan faktor kebersihan yang kurang dipelihara secara baik. Alat tidur berupa kasur, sprei, bantal, tempat tidur dan kondisi kamar yang pengab, dapat memicu
8
terjadinya gatal-gatal (Siswono, 2005). Penyakit gatal-gatal ini mudah menyerang siapapun yang jarang mandi. Karena itu, jika ingin menghindar dari serangan penyakit gatal-gatal, maka harus menjaga kebersihan. Bahkan skabies dapat menjangkit siapa saja yang bersentuhan tubuh dengan penderita (Siswono, 2005). Skabies sering dikaitkan sebagai penyakitnya anak pesantren alasannya karena anak pesantren suka/gemar bertukar, pinjam meminjam pakaian, handuk, sarung, bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada sesamanya, sehingga disinilah kunci akrabnya penyakit ini dengan dunia pesantren (Handri, 2008) 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, perkembangan demografis serta ekologis. Penyakit skabies disebut juga penyakit masyarakat karena mudah menular dan sangat cepat perkembangannya, terutama di tempat yang padat penduduk (Rahariyani, 2007). Kelainan kulit ini tidak hanya dapat disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga oleh garukan penderita sendiri. Gatal yang terjadi di sebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau. Kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dll. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoresiasi, krusta dan infeksi sekunder. Pasien dengan skabies mempunyai gejala yang sangat khas. Ini berbeda dengan penyakit kulit yang lain. Gejala tersebut antara lain : a.
Proritus nocturna, yakni gatal pada malam hari. Ini terjadi karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas.
b.
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok. Misalnya dalam sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena
9
infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, misalnya asrama, pesantren dan penjara. c.
Adanya lesi yang khas, berupa terowongan (kurnikulus) pada tempattempat predileksi; berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1cm. pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. Tempat predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan kaki.
d.
Ditemukannya tungau merupakan penentu utama diagnosis. Diagnosis penyakit skabies dapat dibuat jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal di atas.
3.
Epidemiologi skabies Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk dan perkembangan demografik serta ekologik (Landow, 1984). Penyakit skabies dapat terjadi pada satu keluarga, tetangga yang berdekatan, bahkan dapat terjadi di seluruh kampung (Sungkar, 2006). Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment).
10
Host
Environment
Agent Skema 2.1.
Hubungan interaksi Host, Agent dan Environment Sumber : Noor, 2008
Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut harus dipertahankan keseimbangannya. Bila terjadi gangguan keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu, termasuk penyakit kulit skabies (Noor, 2008).
a.
Unsur penyebab (agent) Pada umumnya, kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat. Faktor yang terinteraksi dalam proses kejadian penyakit dalam epidemiologi digolongkan dalam faktor resiko. Dalam hal ini yang menjadi faktor penyebab dalam terjadinya penyakit skabies adalah seekor tungau yang bernama sarcoptes scabiei.
b.
Unsur pejamu (host) Unsur pejamu terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam dua kelompok sifat utama, yakni: pertama, sifat yang erat hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan kedua, sifat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sifat biologis tertentu, seperti: umur, jenis kelamin, keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus seperti: kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan, agama, kebiasaan hidup dan kehidupan sehari-hari termasuk kebiasaan hidup sehat.
11
Keseluruhan unsur tersebut di atas merupakan sifat karakteristik individu sebagai pejamu akan ikut memegang peranan dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit kulit skabies yang dapat berfungsi sebagai faktor resiko. c.
Unsur lingkungan (Environment) Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses penyakit. Secara garis besarnya, maka unsur lingkungan dapat di bagi dalam tiga bagian utama, yakni: lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial (Noor, 2008).
B. KARAKTERISTIK INDIVIDU DALAM KEJADIAN SKABIES Perbedaan sifat atau keadaan karakteristik individu secara tidak langsung dapat memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan keterpaparan maupun derajat risk (relative exposure) dan reaksi individu terhadap setiap keadaan keterpaparan, sangat berbeda atau dapat di- pengaruhi oleh berbagai sifat karakteristik tertentu. Pertama, faktor genetis yang lebih bersifat tetap, seperti jenis kelamin, ras, data kelahiran, dan lain-lain. Kedua, faktor biologis yang berhubungan erat dengan kehidupan biologis seperti umur. Ketiga, faktor perilaku yang berpengaruh seperti tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal dan sebagainya. 1.
Umur Adapun hubungan antara kejadian frekuensi penyakit dengan umur biasanya dinyatakan dalam bentuk age specific incidence maupun prevalence (angka kejadian umur khusus) yakni jumlah kejadian suatu penyakit pada suatu kelompok umur tertentu. Selain faktor tersebut di atas, umur merupakan salah satu sifat karakteristik yang sangat utama karena umur juga mempunyai hubungan yang erat dengan keterpaparan. Umur juga mempunyai hubungan dengan besarnya resiko terhadap penyakit tertentu dan sifat resistensi pada berbagai kelompok
12
umur tertentu. Dengan demikian maka dapat di mengerti bahwa adanya perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat mempunyai kemaknaan (pengaruh) yang berhubungan dengan adanya perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan menurut umur, adanya perbedaan dalam proses kejadian patogenesis, maupun adanya perbedaan pengalaman terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur muda mempunyai resiko yang tinggi, bukan saja karena tingkat kerentanannya , melainkan juga pengalaman terhadap penyakit tersebut yang biasanya sudah dialami oleh mereka yang berumur lebih tinggi (Noor, 2008). Dalam kaitannya dengan kejadian skabies pada seseorang, pengalaman keterpaparan sangat berperan karena mereka yang berumur lebih tinggi dan mempunyai pengalaman terhadap skabies tentu mereka akan lebih tahu cara pencegahan serta penularannya (Muin, 2009).
2.
Jenis kelamin Perbedaan insiden penyakit menurut jenis kelamin, dapat timbul karena bentuk anatomis, fisiologis dan faktor hormonal yang berbeda. Selain itu perlu diperhitungkan pula bahwa sifat karakteristik jenis kelamin mempunyai hubungan tersendiri yang cukup erat dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan terhadap penyakit tertentu. Orang dengan jenis kelamin perempuan akan lebih kecil resiko terpapar skabies karena perempuan cenderung lebih selalu merawat dan menjaga penampilan, dengan begitu kebersihan diri perempuan juga lebih terawat. Sedangkan laki-laki cenderung tidak memperhatikan penampilan diri, hal itu tentunya akan berpengaruh terhadap perawatan kebersihan diri, dan kebersihan diri yang buruk tersebut yang akan sangat berpengaruh terhadap kejadian skabies ( Muin, 2009).
13
3.
Tingkat pendidikan Pendidikan adalah proses pengembangan diri dari individu dan kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilainilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, pada umumnya semakin tinggi pendidikan formal yang dicapai, maka semakin baik pula proses pemahaman seseorang dalam menerima sebuah informasi baru (Notoatmodjo, 2003). Dalam hal ini khususnya penerimaan informasi tentang skabies .
4.
Kelompok etnik Kelompok etnik meliputi kelompok homogen berdasarkan kebiasaan hidup maupun homogenitas biologis/genetis. Dari segi epidemiologi kelompok orang-orang yang tinggal dan hidup bersama dalam waktu yang cukup lama dan membutuhkan karakteristik tertentu baik secara biologis maupun dalam hal mekanisme sosial merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan. Perbandingan sifat karakteristik meliputi keadaan frekuensi penyakit/kematian pada etnik tertentu dan pengalaman terhadap penyakit tertentu. Dalam hal ini, pengaruh lingkungan harus di perhitungkan dengan seksama. Santri di pondok merupakan kelompok orang yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama. Pengaruh lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kejadian atau penyebaran penyakit ini (Handri, 2008).
C. LINGKUNGAN 1.
Pengertian Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
14
hidup lainnya (UU RI No. 23 tahun 1977 tentang Pengelolaan lingkungan hidup). Lingkungan merupakan semua kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku seseorang dan kelompok. Lingkungan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari tubuh individu (Nursalam, 2003). Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Mubarak, 2009). 2.
Lingkungan yang mendukung kejadian skabies Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses penyakit. Secara garis besar, unsur lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian utama (Noor, 2008). a.
Lingkungan biologis Segala flora dan fauna yang berada di
sekitar manusia yang
meliputi berbagai mikroorganisme baik patogen maupun yang tidak patogen,
serta
berbagai
binatang
dan
tumbuhan
yang
dapat
mempengarui kehidupan manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-obatan), maupun sebagai reservoir/sumber penyakit atau pejamu antara (host intermedia). Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan maupun yang mengancam kehidupan/kesehatan manusia.
15
b.
Lingkungan fisik Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik meliputi: udara, keadaan cuaca, geografis dan geologis, air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai sumber penyakit serta berbagai unsur kimiawi serta berbagai bentuk pencemaran pada air.
c.
Lingkungan sosial Meliputi semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, sistem organisasi, serta institusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut.
Adapaun cara penularan penyakit skabies dapat melalui 2 cara, yaitu: a.
Kontak langsung (direct contact) Bibit skabies menular karena kontak badan dengan badan
antara
penderita dengan orang yang ditulari. b.
Kontak tidak langsung (indirect contact) Bibit penyakit menular dengan perantara benda-benda terkontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita, misalnya: melalui handuk, pakaian, sapu tangan, dan lain sebagainya (Entjang, 2000).
D. PERILAKU Perilaku manusia merupakan salah satu faktor yang banyak memegang peranan dalam menentukan derajat kesehatan suatu masyarakat (Noor, 2008). Bahkan faktor perilaku memberikan kontribusi terbesar dalam menentukan status kesehatan individu maupun masyarakat (Bloom dalam Noor, 2008).
1.
Komponen perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun dalam memberikan respons
16
sangat tergantung pada karkteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang,
namun
respon
tiap-tiap
orang
berbeda.
Faktor-faktor
yang
membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Determinan perilaku ini dapat di bedakan menjadi dua, yakni: a.
Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
b.
Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Komponen perilaku menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007) dibagi menjadi tiga komponen, yakni: a.
Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang menurut Nasution (1999) dalam Notoatmodjo (2003) antara lain yaitu: 1). Tingkat Pendidikan Tingkat
pengetahuan
seseorang
mempengaruhi
pengetahuan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut
akan makin mudah menerima dan memahami setiap
informasi yang masuk dari luar.
17
2). Informasi Seseorang yang mempunyai banyak informasi dapat memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan seseorang tersebut. Informasi dapat diperoleh melalui media masa seperti majalah, koran, berita televisi dan salah satunya juga dapat diperoleh dari penyuluhan atau pendidikan kesehatan. 3). Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut. 4). Pengalaman Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini mengandung maksud bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas. 5). Sosial Ekonomi Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misal sekolah), tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi. b.
Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap itu tidak bisa langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
18
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007). c.
Praktik atau tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata di perlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
2.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku personal hygiene Skabies sangat erat hubungannya dengan perilaku, terutama dalam hal personal hygiene yang buruk. Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Hidayat, 2009). Faktorfaktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah sebagai berikut: a.
Body image, gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
b.
Praktik sosial, pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola Personal Hygiene
c.
Status sosial-ekonomi, personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya
d.
Pengetahuan, pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita skabies ia harus menjaga kebersihan dirinya.
19
e.
Budaya, disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.
f.
Kebiasaan seseorang, ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.
g.
Kondisi fisik, pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3.
Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene a.
Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
b.
Dampak Psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
E. Hubungan karakteristik, faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian skabies Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung, yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu
20
tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. (Benneth, 1997). Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama disatu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas (Meyer, 2000).
21
F. Kerangka teori Karakteristik:
Perilaku:
-umur
-pengetahuan
-jenis kelamin
-sikap
-kelompok etnik
-praktik
- tingkat pendidikan
Kejadian skabies
Faktor-faktor yg mempengeruhi kejadian skabies: - sosek rendah - hygiene yg buruk - hubungan seksual yg berganti-ganti pasangan - perkembangan demografik& ekologik
Lingkungan: -lingkungan biologis -lingkungan fisik -lingkungan sosial
Sumber : Rahariyani, 2007 & Noor , 2008 Skema 2.2 kerangka teori
22
G. Kerangka konsep Kerangka konsep penelitian dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup dan mengarahkan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Independent varabel
dependent variabel
Karakteristik individu Faktor lingkungan
Kejadian skabies
Perilaku
Skema 2.3 kerangka konsep
H. Variable Penelitian Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu : 1.
Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas atau independen merupakan suatu variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah karakteristik, faktor lingkungan dan perilaku.
2.
Variabel terikat (dependent variable) Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dapat dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2003). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian skabies.
I.
Hipotesa Berdasarkan dari kerangka konsep penelitian di atas, maka hipotesa yang dapat dirumuskan adalah : Ada hubungan antara karakteristik, faktor lingkungan, dan perilaku terhadap kejadian skabies.