BAB II TINJAUAN TEORI
A. TINJAUAN TEORI 1. Tali Pusat a. Pengertian Tali Pusat Tali pusat dalam istilah medisnya umbilical cord. Merupakan suatu tali yang menghubungkan janin dengan uri atau plasenta. Sebab semasa dalam rahim, tali inilah yang menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin yang berada di dalamnya. Begitu janin dilahirkan, ia tidak lagi membutuhkan oksigen dari ibunya, karena sudah dapat bernapas sendiri melalui hidungnya. Oleh karena itu sudah tidak diperlukan lagi, maka saluran ini harus segera dipotong dan dijepit atau diikat (Baety, 2011, p.40). b. Ciri Umum Tali Pusat Pada tali pusat terdapat Funiculus umbilicalis yang terbentang dari permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicus fetus dan berlanjut sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut. Funiculus umbicalis secara normal berinsersi di bagian tengah plasenta. Funiculus umbilicalis berbentuk seperti tali yang memanjang dari tengah plasenta sampai ke umbilicus fetus dan mempunyai sekitar 40 puntiran spiral. Pada saat
aterm, funiculus umbilicalis panjangnya 50-55 cm, diameternya 1-2,5 cm dan berwarna putih kuning. (Baety, 2011, p.40). Tali pusat menjadi lebih panjang jika jumlah air ketuban pada kehamilan trimester pertama dan kedua relatif banyak, disertai dengan mobilitas bayi yang sering. Sebaliknya, jika oligohidromnion dan janin kurang gerak (pada kelainan motorik janin), maka umumnya tali pusat lebih pendek. Kerugian apabila tali pusat terlalu panjang adalah dapat terjadi lilitan di sekitar leher atau tubuh janin atau menjadi ikatan yang dapat menyebabkan asfiksia karena oklusi pembuluh darah khususnya pada saat persalinan (Baety, 2011, p.44). b. Struktur Tali Pusat Dalam stukturnya, tali pusat terdapat bagian yang menutupi funiculus umbicalis dan permukaan fetal plasenta yang dinamakan Amnion. Pada ujung fetal amnion melanjutkan diri dengan kulit yang menutupi abdomen dan mendesak eksoselom yang akhirnya dinding ruang amnion mendekati korion. Mesoblas antara ruang amnion dan embrio menjadi padat merupakan body stalk yang merupakan hubungan antara embrio dan dinding trofoblas. Body stalk ini akan menjadi tali pusat. (Prawirohardjo, 2007, p.61) Dalam tali pusat yang berasal dari body stalk terdapat pembuluh darah yang dinamakan vascular atalk. Dari perkembangan ruang amnion dapat dilihat bahwa bagian luar tali pusat berasal dari
lapisan amnion. Didalamnya terdapat jaringan lembek (Jelly Wharton) yang
berfungsi
melindungi
arteria
umbilikallis
yang
berfungsi
mengembalikan produk sisa (limbah) dari fetus ke plasenta dimana produk sisa tersebut diasimilasi ke dalam peredaran darah maternal untuk diekskresikan dan 1 vena umbilikalis yang membawa oksigen dan memberi nutrisi ke sistem peredaran darah fetus dari darah maternal yang terletak di dalam spatium choriodeciduale berada di tali pusat. Kedua arteri umbilikallis dan satu vena umbilikallis tersebut menghubungkan satu sistem kardiovaskuler janin dengan plasenta (Prawirohardjo, 2007, p. 61-62). Jeli Warthon banyak mengandung air, maka setelah bayi lahir, tali pusat mudah kering dan lekas terlepas dari pusar bayi. Jelly ini dapat membantu mencegah penekukan tali pusat, akan mengembang jika terkena udara dan kadang-kadang terkumpul sebagai gumpalan kecil yang membentuk simpul palsu di dalam funiculus umbilicalis. Sehingga menyebabkan funiculus umbilicalis menjadi tebal atau tipis. Selain itu, tali pusat juga mengandung sisa – sisa dari kandung kuning telur dan allantois yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop (Sastrawinata, 1983,p.122). c. Fungsi Tali Pusat Tali pusat selain sebuah tali yang memanjang, ada dua fungsi yang sangat berperan penting bagi kehidupan janin selama dalam kandungan yaitu pertama sebagai saluran yang menghubungkan antara
plasenta dan bagian tubuh janin sehingga janin mendapat asupan oksigen, makanan dan antibodi dari ibu yang sebelumnya diterima terlebih dahulu oleh plasenta melalui vena umbilicalis. Sehingga janin mendapat asupan yang cukup untuk tumbuh kembang di dalam rahim. Kedua, sebagai saluran pertukaran bahan sisa seperti urea dan gas karbon dioksida yang akan meresap keluar melalui pembuluh darah arteri umbilicalis (Baety, 2011, p. 41). d. Sirkulasi Tali Pusat Fetus yang sedang membesar di dalam uterus ibu mempunyai dua keperluan yang sangat penting dan harus dipenuhi, yaitu bekalan oksigen dan nutrien serta penyingkiran bahan sisa yang dihasilkan oleh sel-selnya. Jika keperluan ini tidak dapat dipenuhi, fetus akan menghadapi masalah
dan
mungkin
mengakibatkan
kematian.
Struktur
yang
bertanggung jawab untuk memenuhi keperluan fetus ialah plasenta. Plasenta yang terdiri daripada tisu fetus dan tisu ibu terbentuk dengan lengkapnya pada kehamilan 16 minggu atau 4 bulan (Prawirohardjo, 2007, p.69-73). Pada plasenta banyak terdapat unjuran seperti “Jonjot” atau vilus tumbuh dari membran yang menyelimuti fetus dan menembusi dinding uterus, yaitu endometrium. Endometrium pada uterus kaya dengan aliran darah ibu. Didalarn vilus terdapat jaringan kapilari darah fetus. Darah yang kaya dengan oksigen dan nutrien ini dibawa melalui vena
umbilicalis yang terdapat didalam tali pusat ke fetus. Sebaliknya, darah yang sampai ke vilus dari fetus melalui arteri umbilicalis dalam tali pusat mengandung bahan sisa seperti karbondioksida dan urea. Bahan sisa ini akan meresap melalui membran dan memasuki darah ibu yang terdapat di sekeliling vilus. Pertukaran oksigen, nutrien, dan bahan sisa lazimnya berlaku melalui proses peresapan. Dengan cara ini, keperluan bayi dapat dipenuhi (Prawirohardjo, 2007, p.59-61). Walaupun darah ibu dan darah fetus dalam vilus adalah begitu rapat, tetapi kedua darah tidak dapat bercampur karena dipisahkan oleh suatu membran. Oksigen, air, glukosa, asam amino, lipid, garam mineral, vitamin, hormon, dan antibodi dari darah ibu sehingga menembus membran ini dan memasuki kapilari darah fetus yang terdapat dalam vilus. Selain oksigen dan nutrien, antibodi dari darah ibu juga meresap kedalarn darah fetus melalui plasenta. Antibodi ini melindungi fetus dan bayi yang dilahirkan daripada jangkitan penyakit (Prawirohardjo, 2007, p.69-70). e. Pemotongan Tali Pusat Menurut standart Asuhan Persalinan Normal (APN) pada saat segera bayi lahir akan dilakukan pemotongan tali pusat, sesuai JNPKR, Depkes RI, 2008, bahwa segera bayi lahir harus dikeringkan dan membungkus kepala serta badan kecuali tali pusat. Menjepit tali pusat harus menggunakan klem disinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan jarak kira-kira 3cm dari umbilicus bayi. Setelah jepitan pertama dilakukan
pengurutan tali pusat bayi kearah ibu dengan memasang klem kedua dengan jarak 2cm dari klem pertama. Dengan menggunakan tangan kiri di antara sela jari tengah tali pusat dipotong diantara kedua klem (Depkes RI, 2008, p. 126). Sisa potongan tali pusat pada bayi inilah yang harus dirawat, karena jika tidak dirawat maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Pengenalan dan pengobatan secara dini infeksi tali pusat sangat penting untuk mencegah sepsis. Tali pusat yang terinfeksi umumnya merah dan bengkak mengeluarkan nanah, atau berbau busuk. Jika pembengkakan terbatas pada daerah <1 cm disekitar pangkal tali pusat, obati sebagai infeksi tali pusat lokal atau terbatas. Bila disekitar tali pusat merah dan mengeras atau bayi mengalami distensi abdomen, obati sebagai infeksi tali pusat berat atau meluas (Meiliya & Karyuni, 2007, p.165). f. Fisiologi Lepasnya Tali Pusat Pada saat tali pusat terpotong maka suplai darah dari ibu terhenti. Tali pusat yang masih menempel pada pusat bayi lama kelamaan akan kering dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan tali pusat sangat dipengaruhi oleh Jelly Wharton atau aliran udara yang mengenainya. Jaringan pada sisa tali pusat dapat dijadikan tempat koloni oleh bakteri terutama jika dibiarkan lembab dan kotor (Sastrawinata, 1983,p 122). Pada sisa potongan tali pusat inilah yang menjadi sebab utama terjadinya infeksi pada bayi baru lahir. Kondisi ini dapat dicegah dengan
membiarkan tali pusat kering dan bersih. Tali pusat dijadikan tempat koloni bakteri yang berasal dari lingkungan sekitar. Penyakit tetanus ini diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan basil clostridium tetani yang dapat mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan “Tetanospasmin” yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot (Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010, P.84-85). g. Lama Pelepasan Tali Pusat Tali pusat umumnya berwarna kebiru-biruan dan panjang sekitar 2,5 – 5 cm segera setelah dipotong. Penjepit tali pusat digunakan untuk menghentikan perdarahan. Penjepit tali pusat ini dibuang ketika tali pusat sudah kering, biasanya sebelum ke luar dari rumah sakit atau dalam waktu dua puluh empat jam hingga empat puluh delapan jam setelah lahir. Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam satu minggu setelah lahir dan luka akan sembuh dalam 15 hari (Meiliya & Karyuni, 2008, p.165). Tali pusat sebaiknya dibiarkan lepas dengan sendirinya. Jangan memegang atau bahkan menariknya. Bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu bisa menyebabkan tetanus neonatorum. Untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus selain menjaga prinsip pencegahan infeksi, ibu juga harus mendapatkan suntik TT selama hamil (Wahyono, 1998, p.8).
Pada bayi yang memliki tanda-tanda infeksi, seperti: pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, bayi demam tanpa sebab yang jelas maka kondisi tersebut menandakan munculnya penyulit pada neonatus yang disebabkan oleh tali pusat (Hidayat, 2008, p.68). Gambaran klinis tetanus neonatorum biasanya 3-10 hari atau sampai beberapa minggu jika infeksinya ringan. Dalam 48 jam penyakit menjadi nyata jika adanya trismus. Gejalanya dapat terihat apabila: 1) Kejang-kejang sampai otot pernafasan 2) Leher kaku diikuti spasma umum 3) Dinding abdomen keras 4) Mulut mencucu seperti mulut ikan (Manuaba, 1998, p.325) 5) Suhu meningkat dan malas minum 6) Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah dan muka rhesus sardonikus 7) Tiba-tiba bayi sensitive terhadap rangsangan, gelisah dan kadangkadang menangis (Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010, p.85) h. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Tali Pusat 1) Timbulnya infeksi pada tali pusat Hal ini disebabkan karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat
dengan bambu/ gunting yang tidak steril, atau setelah dipotong tali pusat dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan, kopi dan sebagainya. 2) Cara perawatan tali pusat Pada penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas) daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol. 3) Kelembaban tali pusat Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. 4) Kondisi sanitasi lingkungan Daerah sekitar neonates, Spora C. tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan (Wawan, 2009).
2. Pencegahan Infeksi a. Tujuan pencegahan infeksi Tujuan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponenkomponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Juga upaya-upaya untuk menurunkan risiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti misalnya Hepatitis dan HIV/AIDS. (JNPK-KR, 2002, p. 1-8). b. Prinsip-prinsip pencegahan infeksi Prinsip pencegahan infeksi yang efektif didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: 1) Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala). 2) Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi. 3) Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh/selaput mukosa atau darah, harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar. 4) Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi. 5) Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten (JNPK-KR, 2002, p. 19).
c. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi Ada berbagai praktek pencegahan infeksi yang membantu mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru lahir, dan para penolong persalinan) dan menyebarkan infeksi. Tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut dibawah ini: 1) Mencuci tangan dengan sabun dan air yang bersih. 2) Memakai sarung tangan. 3) Memakai perlengkapan pelindung (celemek/baju penutup, kacamata, sepatu tertutup). 4) Menggunakan asepsis atau tekhnik aseptik. 5) Memproses alat bekas pakai. 6) Menangani peralatan tajam dengan aman. 7) Menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan sampah secara benar (JNPK-KR, 2002, p. 1-10). d. Infeksi tetanus Infeksi tetanus disebabkan oleh sejenis bakteri (Clostridium Tetani) yang menghasilkan toksin yang mematikan. Bakteri tersebut tumbuh dalam keadaan kotor. Bakteri tetanus dapat terbawa oleh tangan yang tidak dicuci bersih atau peralatan yang kotor. Bayi baru lahir dapat mengalami infeksi tetanus jika tali pusat dipotong dengan peralatan yang kotor seperti pisau, silet, gunting, kaca atau disentuh dengan tangan yang
kotor. Infeksi tetanus dapat menyebabkan demam, kejang yang berulang dan kematian dalam beberapa hari saja (Depkes RI, 1996, p.3). Maka perlu diterapkan prinsip umum pencegahan infeksi yaitu: a. Memberikan perawatan bayi rutin kepada bayi baru lahir b. Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol c. Menggunakan tekhnik aseptik d. Memegang instrument tajam dengan hati-hati dan bersihkan jika perlu sterilkan atau desinfeksi instrument dan peralatan e. Memisahkan bayi dengan yang sedang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial (Meiliya, 2008, p. 244)
3. Merawat Tali Pusat a. Pengertian Perawatan
adalah
proses
perbuatan,
cara
merawat,
pemeliharaan, penyelenggaraan (Kamisa, 1997). Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah memastikan tali pusat dan area disekelilingnya selalu bersih dan kering, Selalu mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama tali pusat belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup diusap saja dengan kain yang direndam air hangat (Sinsin, 2008, p. 127).
a. Tujuan Perawatan Tali Pusat Alasan daripada merawat tali pusat dengan baik dan benar adalah untuk menjaga agar tali pusat tetap kering. Sedangkan, bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini, harus sedikit diangkat (bukan menarik) tali pusatnya. Jadi, tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari. Tali pusat tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan menjadikannya lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup, tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Kemudian pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa (Depkes RI, 2001, p.20). Tujuan dari perawatan tali pusat adalah untuk mencegah infeksi dan meningkatkan pemisahan tali pusat dari perut. Dalam upaya untuk mencegah infeksi dan mempercepat pemisahan. Banyak zat yang berbeda dan kebiasaan-kebiasaan yang digunakan untuk merawatan tali pusat. Hanya dari beberapa penggunaannya yang telah dipelajari dengan baik zat-zat seperti triple dye, alkohol dan larutan chlorhexidine dianggap dapat mencegah terjadinya infeksi namun belum dapat bekerja dengan baik (Hasselquist, 2006, p.53). b. Macam-macam langkah perawatan tali pusat
Berikut ini langkah-langkah dalam melakukan perawatan tali pusat bayi antara lain : 1). Perawatan Tali Pusat Kering Perawatan tali pusat kering adalah merawat tali pusat dengan dibersihkan dan dirawat serta dibalut dengan kassa steril , tali pusat dijaga agar bersih dan kering agar tidak terjadi infeksi sampai tali pusat kering dan lepas (Depkes RI, 1996). Apabila tali pusat berbau bisa dibersihkan dengan gentian violet. Berikut cara melakukan perawatan tali pusat : a) Siapkan alat-alat b) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat c) Tali pusat dibersihkan dengan kain kasa. d) Setelah bersih, tali pusat dibungkus dengan kain kasa steril kering. e) Setelah tali pusat terlepas / puput, tali pusat tetap diberi kasa steril. 2). Perawatan Tali Pusat Basah Cara perawatan tali pusat basah adalah: a) Siapkan alat-alat b) Selalu cuci tangan Anda sampai bersih sebelum mulai melakukan perawatan tali pusat. c) Kemudian, bersihkan tali pusat dengan alkohol. d) Tutupi dengan kasa steril yang diberi alkohol dan menggantinya setiap kali usai mandi, berkeringat, terkena kotor, dan basah.
e) Segera larikan ke dokter jika mencium bau tidak sedap dari tali pusat bayi yang belum lepas. Berikut ini langkah-langkah dalam melakukan perawatan tali pusat bayi secara umum antara lain : a) Ambil kasa pembungkus tali pusat yang telah dibasahi dengan aquadest/NaCL/air matang b) Membersihkan tali pusat dengan kapas alkohol mulai dari ujung sampai pangkal c) Olesi tali pusat dengan bethadin 10% d) Membungkus tali pusat dengan kasa steril dan difiksasi dengan menggunakan plester anti alergi (Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010, p.68). Anjuran perawatan tali pusat menurut Depkes RI tahun 2001 yaitu bersihkan dan keringkan tali pusat hingga pangkalnya setiap kali basah atau kotor menggunakan obat antiseptik seperti povidon iodine, bila tidak tersedia antiseptik dapat dibersihkan dengan sabun dan air hangat. Tali pusat tidak boleh dibubuhi ramuan-ramuan tradisional karena bisa menyebabkan infeksi atau tetanus neonatorum karena juga salah satu penyebab tersering kematian bayi baru lahir (Depkes RI, 2001, p.20). Di bawah ini langkah-langkah perawatan tali pusat sesuai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2010: 1) Cuci tangan dengan air bersih dan sabun
2) Membersihkan tali pusat dengan kasa dan air disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dari ujung luka ke pangkal 3) Mengeringkan tali pusat dengan kasa kering 4) Mempertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena udara tanpa ditutupi dengan kasa 5) Melipat popok bayi dibawah sisa tali pusat 6) Membereskan alat-alat 7) Mencuci tangan dengan sabun (Dinkes Prov, 2010, p.46). Pada saat bayi lahir dan tali pusat telah terpotong, hal terpenting yang harus dilakukan setelah itu adalah merawat tali pusat tersebut secara benar. Tali pusat dibersihan dengan air sabun atau alkohol dari ujung luka hingga pangkal yaitu dengan sedikit mengangkat tali pusat tersebut menggunakan kasa. hal ini dimaksud agar tali pusat benar-benar bersih dan setelah dibersihkan, tali pusat harus dalam keadaan kering agar tidak terjadi kelembaban yang dapat menimbulkan infeksi, lama lepasnya tali pusat bahkan kematian pada bayi. Lama lepasnya tali pusat agar dapat terlepas sendiri sangatlah dipengaruhi pada kebersihan tali pusat, lingkungan tempat tinggal atau sekitar pangkal talipusat dan yang paling utama pada cara perawatan tali pusatnya yang harus sesuai dengan standart perawatan tali pusat. Dalam proses penyembuhannya, tali pusat dapat dikatakan cepat lepas jika lama waktu lepasnya kurang dari 5 hari (<5 hari), normal jika
lepas antara 5-7 hari dan dikatakan lambat lepasnya jika lebih dari 7 hari (>7 hari) (Paisal, 2008).
B. KERANGKA TEORI Di bawah ini merupakan kerangka teori yang menjelaskan mengenai judul penelitian yaitu “Hubungan Cara Perawatan Tali Pusat dengan Lama Waktu Pelepasan Tali Pusat Bayi Baru Lahir” sebagai berikut: 1. Higiene peralatan 2. Sanitasi lingkungan
Timbulnya Infeksi atau Tidak
Pelepasan Tali Pusat (Lama Waktu)
Cara Perawatan : 1. Pemotongan tali pusat 2. Pembersihan 3. Penutupan
Gambar 1.1 (Sumber: Modifikasi antara Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010, p.68).
C. KERANGKA KONSEP Berdasarkan tinjauan pustaka, maka disusun kerangka konsep penelitian, yaitu cara perawatan tali pusat (independent variable) dan lama waktu pelepasan tali pusat (dependent variable), sebagai berikut: Lama Waktu Pelepasan Tali Pusat
Cara Perawatan Tali Pusat
Gambar 2.1 (Sumber: Iis Sinsin, 2008, p. 127)
D. HIPOTESIS Hipotesis dalam penelitian adalah: Ada hubungan antara cara perawatan tali pusat dengan lama waktu pelepasan tali pusat bayi baru lahir.