BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Malaria 2.1.1 Definisi Malaria Malaria adalah salah satu penyakit tertua. Hal itu diketahui oleh orang Yunani kuno dengan gejala khas demam, menggigil dan sakit kepala. Penyakit ini diobati dengan berbagai ramuan bahkan dengan mantra (sihir hitam).
Beberapa
herbal
yang
digunakan
untuk
pengobatan adalah kulit kayu cinchona, chiraita, titepati, dll. Pohon kina kulit kayu telah menjadi yang paling umum digunakan selama tiga abad terakhir (Jung, 2001). Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis
dan
subtropis
terutama
di
negara
yang
berpenduduk padat, misalnya Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Indo
Cina
dan
pulau-pulau
di
Pasifik
Selatan.
Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160 - 400 juta kasus. Angka kematian malaria di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 1 - 2 milyar/tahun. Kira-kira 40% penduduk dunia tinggal di daerah rawan malaria. Plasmodium vivax mempunyai
17
distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropiks sampai ke daerah tropis. Sebagian besar negara endemis malaria di atas, risiko malaria hanya terbatas pada daerah tertentu (Soegijanto, 2004). Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena setiap tahun 500 juta manusia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal dunia (Departemen Kesehatan, 2008). Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan
oleh
parasit
genus
plasmodium
yang
termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles spp. Penyebaran penyakit malaria berhubungan dengan perubahan iklim baik musim kemarau
maupun
penghujan.
Pergantian
musim
berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan vektor penyakit malaria. Kondisi iklim yang menyangkut
temperatur,
kelembaban,
curah
hujan,
cahaya dan pola tiupan angin, mempunyai dampak langsung pada reproduksi vektor, perkembangannya, lama hidup dan perkembangan parasit dalam tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak langsung karena
18
pergantian vegetasi dan pola tanam pertanian yang dapat memengaruhi kepadatan populasi vektor (Departemen Kesehatan RI, 2001).
2.1.2 Hubungan Host, Agent, Environment Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor yang disebut Host, Agent dan Environment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas saling mendukung (Harijanto 2000). 2.1.2.1 Penjamu (Host) a) Manusia (host intermediate) Pada terkena
dasarnya penyakit
setiap
orang
malaria.
dapat
Perbedaan
prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat
kekebalan
keterpaparan Beberapa
kepada
penelitian
karena
variasi
gigitan
nyamuk.
menunjukan
bahwa
perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko malaria. Malaria
pada
wanita
hamil
mempunyai
dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu
19
dan anak antara lain berat badan lahir yang rendah,
abortus,
partus
premature
dan
kematian janin intrauterine (Harijanto 2000). Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi terjadinya malaria dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah
respons
imunologik
atau
mengurangi keterpaparan terhadap vektor. Selain itu keadaan gizi juga mempengaruhi terjadinya penyakit malaria. Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria serebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria
berat
dengan
lebih
cepat
dibandingkan anak bergizi buruk (Harijanto 2000). Penyebab timbulnya penyakit malaria pada
manusia
parasit/plasmodium.
adalah
yang
Pada
disebut manusia
Plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu (Soegijanto, 2004) dan (Prabowo, 2004):
20
1) Plasmodium Vivax Menyebabkan malaria vivax/tertian. Masa inkubasi 13 - 17 hari. Menginfeksi eritrosit imatur (retikulosit). Relaps pada malaria diakibatkan oleh aktifnya kembali hipnozoit di organ hati (fase eksoerittrositik) yang kemudian
menjadi
merozoit
dan
seterusnya memasuki sirkulasi darah dan menyerang
eritrosit
normal.
Umumnya
dapat terjadi berkali-kali sampai jangka waktu 2 - 4 tahun (Soegijanto, 2004). 2) Plasmodium falciparum Menyebabkan malaria falciparum/tropika. Masa
inkubasi
12
hari.
Merupakan
penyebab utama infeksi berat, karena Plasmodium falciparum dapat menginfeksi eritrosit
imatur
dan
matur.
Umumnya
kekambuhan terjadi paling lama 1 tahun, penyebabnya
adalah
parasit
stadium
eritrositik yang belum terbunuh sempurna oleh obat-obat antimalaria (Soegijanto, 2004).
21
3) Plasmodium malariae Menyebabkan
malariae/quartana.
Masa
inkubasi 28 - 30 hari. Menyerang eritrosit matur. Merupakan suatu bentuk malaria yang paling ringan namun merupakan infeksi kronik. Relaps umumnya terjadi selama 1 tahun pertama kemudian diikuti timbulnya kekambuhan jangka panjang sampai 30 tahun. Penyebabnya parasit stadium eritrositik yang berada di sirkulasi mikrokapiler yang tidak dapat dibunuh karena pengobatan antimalaria yang tidak sempurna (Soegijanto, 2004). 4) Plasmodium ovale Menyebabkan
malaria
ovale.
Masa
inkubasi sama dengan Plasmodium vivax 13 - 17 hari. Seorang penderita dapat dihinggapi plasmodium. infeksi
lebih
dari
Infeksi
campuran
Biasanya,
penderita
satu
demikian (mixed paling
jenis disebut
infection). banyak
dihinggapi dua jenis parasit malaria, yakni campuran antara Plasmodium falciparum
22
dan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale (Prabowo, 2004). 2.1.2.2 Perantara (Agent) Hidup di dalam tubuh manusia dan dalam tubuh
nyamuk.
Manusia
disebut
host
intermediate (pejamu sementara) dan nyamuk disebut host definitife (pejamu tetap). a) Nyamuk Anopheles (host defenitife) Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah arktika. Efektifitas vektor untuk menularkan
malaria
ditentukan
hal-hal
sebagai berikut (Harijanto, 2000): 1) Kepadatan
vektor
dekat
pemukiman
manusia 2) Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia 3) Frekuensi menghisap darah (tergantung dari suhu) 4) Lamanya
sporogoni
(berkembangnya
parasit dalam nyamuk sehingga menjadi infektif)
23
5) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni jumlah
dan
yang
kemudian
menginfeksi
berbeda-beda
menurut
spesies. Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang
berbeda-beda
Kebiasaan
makan
menurut dan
spesiesnya.
istirahat
nyamuk
Anopheles dapat dikelompokan menjadi: 1) Tempat tinggal atau beristirahat a. Endofilik:
suka
tinggal
dalam
rumah/bangunan b. Esksofilik: suka tinggal di luar rumah. 2) Tempat menggigit a. Endofagik:
menggigit
dalam
rumah/bangunan b. Eksofagik:
menggigit
di
luar
rumah/bangunan 3) Objek yang digigit a. Antropofilik: suka menggigit manusia b. Zoofilik: suka menggigit binatang.
24
2.1.2.3. Lingkungan (Environment) Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria disuatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan, dan
pertambangan
di
suatu
daerah
akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria
karena
tempat-tempat
tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo, 2004). Beberapa bagian dari lingkungan yang merupakan
tempat
hidup
atau
perkembangbiakan nyamuk adalah (Harijanto, 2000): a. Lingkungan Fisik Faktor
geografi
dan
meteorologi
di
Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,70c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10 12 hari untuk Plasmodium falciparum dan 8 11 hari untuk Plasmodium vivax, 14 - 15 hari
25
untuk Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. 1) Suhu Suhu mempengaruhi perkembangan parasit
dalam
nyamuk.
Suhu
yang
optimum berkisar antara 20 dan 300c. makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu
makin
panjang
masa
inkubasi
ekstrinsik (Harijanto, 2000). Suhu optimum untuk
perkembangan
parasit
malaria
dalam nyamuk adalah antara 200C dan 300C. Parasit berhenti berkembang jika suhu rata-rata di bawah 160C. Suhu yang lebih
tinggi
dibandingkan
300C
yang
mematikan parasit. Sebuah kelembaban relatif 60% diperlukan bagi nyamuk untuk hidup normal (Jung, 2001). 2) Kelembaban Pada
kelembaban
relatif
tinggi,
nyamuk menjadi lebih aktif dan makan banyak,
sementara
26
pada
kelembaban
rendah nyamuk tidak bertahan hidup (Jung, 2001).
Kelembaban
yang
rendah
memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah
untuk
memungkinkan
hidupnya
nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit,
sehingga
meningkatkan
penularan malaria (Harijanto, 2000). 3) Hujan Curah
hujan,
secara
umum,
mempengaruhi mereka dalam dua cara dengan
meningkatkan
jumlah
tempat
berkembang biak dan dengan meningkatkan humadity
relatif
yang
mengarah
ke
kehidupan yang lebih panjang dari vektor. Deforestasi
dan
struktur
lubang,
kolam,
taman,
sawah,
dan
lain-lain
seperti saluran
liang, irigasi,
mengakibatkan
peningkatan di tempat penangkaran yang menguntungkan (Jung, 2001). Hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan
27
terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan
yang
memperbesar biaknya
diselilingi
panas
kemungkinan
nyamuk
akan
berkembang
Anopheles
(Harijanto,
2000). 4) Ketinggian Secara
umum
malaria
berkurang
pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian
paling
tinggi
masih
memungkinkan transmisi malaria adalah 2500 meter di atas permukaan laut (di Bolivia) (Harijanto, 2000).
28
5) Angin Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut
menentukan jumlah
kontak
antara
nyamuk dan manusia. 6) Sinar matahari Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh. Anopheles hyrcanus spp dan Anopheles pinctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka. Anopheles barbirostis dapat hidup baik di tempat teduh maupun yang terang. 7) Arus air Anopheles perindukan lambat.
barbirostis
yang
airnya
Sedangkan
menyukai
aliran
air
menyukai
statis/mengalir
Anopheles yang
minimus
deras
dan
Anophelesa letifer menyukai air tergenang. 8) Kadar garam Anopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12 -
29
18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan Anopheles sundaicus dalam air tawar. b. Lingkungan Biologik Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain
akan
mempengaruhi
populasi
nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti
sapi,
kerbau
dan
babi
dapat
mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia,
apabila
dikandangkan
ternak
tidak
jauh
tersebut
dari
rumah
(Harijanto, 2000). c. Lingkungan Sosial-Budaya Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai bersifat
larut
malam,
eksofilik
30
dan
dimana
vektornya
eksofagik
akan
memudahkan kesadaran malaria
gigitan
nyamuk.
Tingkat
tentang
bahaya
masyarakat
akan
masyarakat
mempengaruhi
untuk
kesediaan
memberantas
malaria
antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan pemukiman
dan
pembangunan
baru/transmigrasi
sering
mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (manmade-malaria). Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting untuk meningkatkan
malaria.
Meningkatnya
pariwisata dan perjalan dari daerah endemik mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang di impor (Harijanto, 2000).
31
2.1.3 Etiologi (Penyebab Penyakit Malaria) Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya penyakit malaria pada manusia yaitu sebagai berikut (Prabowo, 2004): 2.1.3.1 Parasit Penyakit malaria disebakan oleh parasit malaria
(yaitu
suatu
protozoa
darah
yang
termasuk genus plasmodium). Yang di kenal ada empat jenis plasmodium penyebab malaria pada manusia
yaitu
Plasmodium
falciparum,
Plasmodium vivax, dan Plasmodium malariae. Plasmodium ovale. Ciri utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual serta siklus seksual. 1. Fase aseksual Siklus dimulai ketika Anopheles betina menggigit manusia dan memasukan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Jasad yang langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit sampai satu jam memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini desebut fase
32
skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum masuk ke sel darah merah. Lama fase ini berbeda untuk tiap spesies plasmodium. Pada akhir fase, skizon hati pecah, merozoit keluar, lalu
masuk
sporulasi).
dalam Pada
aliran
darah
Plasmodium
Plasmodium
ovale,
sebagian
membentuk
hipnozoit
dalam
(disebut
vivax
dan
sporozoit hati
(atau
sporozoit yang tidur selama periode tertentu) sehingga
mengakibatkan
relaps
jangka
panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah tampak mereda dan rekurens. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses
berlanjut
menjadi
trofozoid-skizon-
merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual (Prabowo, 2004). 2. Fase seksual Fase ini dimulai ketika seekor nyamuk betina mengisap anopheline terinfeksi darah manusia semua elemen darah dan tahap
33
aseksual
parasit
malaria
(merozoit,
trophozoites, dll) yang dicerna dalam usus parasit malaria jantan dan betina (gametosit) yang tersisa utuh dan mulai jatuh tempo. Para gametosit jantan dan betina menimbulkan gamet
jantan
bersatu
untuk
membentuk
dan
betina
masing-masing
membentuk
ookinet
seperti
zigot.
Zigot
cacing
yang
menembus dinding lambung nyamuk dan berkembang menjadi suatu ookista. Inti dari ookista
mengalihkan
untuk
membentuk
sporozoit. Banyak yang dibebaskan dalam bodyfluid nyamuk karena pecahnya ookista tersebut.
Pada
tahap
akhir,
sporozoit
menembus kelenjar salivery dari nyamuk dan tetap di sana, siap untuk memasuki host segar saat nyamuk yang terinfeksi menggigit orang lain yang sehat. Fase perkembangan parasit malaria dalam nyamuk disebut sporogony atau fase ekstrinsik dan memakan waktu sekitar 755 hari, tergantung pada spesies parasit malaria dan suhu (Jung, 2001).
34
2.1.3.2 Nyamuk Anopheles Malaria
pada
nyamuk
hanya
dapat
ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada sekitar
80
jenis
Anopheles,
24
spesies
diantaranya telah terbukti penular malaria. Sifat masing-masing
spesies
berbeda-beda,
tergantung berbagai faktor, seperti penyebaran geografis, iklim dan tempat perindukannya. Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles
aconitus),
atau
air
bersih
di
pegunungan (Anopheles maculatus). Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan sub-tropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2000 - 2500 meter. Tempat perindukannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat
35
dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk Anopheles betina menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5 - 3 km dari tempat perindukannya. Jika ada tiupan angin yang kencang, biasa terbawa sejauh 20 - 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah non-endemis. Umur nyamuk Anopheles dewasa di alam bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 - 5 minggu. Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina di atas permukaan air akan menetas
menjadi
larva,
melakukan
pengelupasan kulit (sebanyak 4 kali), lalu tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa jantan/betina. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur sampai menjadi bentuk dewasa) bervariasi antara 2 - 5 minggu, tergantung spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara (Prabowo, 2004).
36
2.1.3.3 Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria Secara alami, penduduk di suatu daerah endemis malaria, ada yang mudah dan yang sukar
terinfeksi
malaria,
meskipun
gejala
klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan
masalah.
Sejak
dulu,
telah
diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi (Prabowo, 2004). 2.1.3.4 Lingkungan Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan, dan
pertambangan
di
suatu
daerah
akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria
karena
tempat-tempat
tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo, 2004).
37
2.1.3.5 Iklim Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau. Air hujan
yang
menimbulkan
genangan
air,
merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi malaria juga bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya (Prabowo, 2004).
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi Ada 4 proses patologi yang terjadi pada malaria, yaitu demam, anemia, imunopatologi, dan anoksia jaringan, yang disebabkan oleh perlekatan eritrosit yang terinfeksi pada endotel kapiler. Demam paroksimal berbeda untuk keempat spesies tergantung dari lama maturasi
skizonnya.
Serangan
demam
disebabkan
pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogoni-eritrisitik dan masuknya merozoit ke dalam sirkulasi darah. Demam menyebabkan
terjadinya
vasodilatasi
perifer
yang
mungkin juga disebabkan oleh bahan vasoaktif yang
38
diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan menginfeksi aritrosit yang baru, demam turun dengan cepat
sehingga
penderita
merasa kepanasan
dan
berkeringat banyak. Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang
berlebihan,
hemolisis
autoimun,
dan
gangguan eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang
menyebabkan
gangguan
fungsi
eritrosit
dan
sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa keluarlah parasit (Soegijanto, 2004). Splenomegali disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit sehingga terjadi aktivasi sistem RES untuk memfagositosis eritrosit baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak. Kelainan patologik pembuluh darah kapiler disebabkan karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya
dalam
kapiler
terganggu,
sehingga
melekat pada endotel kapiler, menghambat aliran kapiler, timbul hipoksia/anoksia jaringan. Juga terjadi gangguan integritas
kapiler
sehingga
terjadinya
perembesan
plasma. Monosit/makrofag merupakan partisipan seluler terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi (Soegijanto, 2004).
39
2.1.5 Manifestasi Klinis Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria, serta jumlah parasit yang menginfeksinya. Umumnya,
gejala
yang
disebabkan
Plasmodium
falciparum lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis plasmodium lain, sedangkan gejala yang disebabkan oleh Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale paling ringan. Gambaran khas dari penyakit malaria adalah demam yang periodik, pembesaran limpa (disebut splenomegali), dan anemia (turunnya kadar hemoglobin dalam darah) (Prabowo, 2004). 2.1.5.1. Malaria ringan a. Demam Biasanya sebelum timbul demam, penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak pada perut, diare ringan, dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Umumnya, keluhan seperti
itu
timbul
pada
malaria
disebabkan oleh Plasmodium
yang
vivax dan
Plasmodium ovale sedangkan malaria yang
40
disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan Plasmodium
malariae
keluhan-keluhan
tersebut tidak jelas. Demam pada penyakit malaria bersifat periodik dan berbeda-beda waktunya,
tergantung
penyebabnya. menyebabkan
dari
plasmodium
Plasmodium malaria
tertian
vivax yang
demamnya timbul teratur tiap tiga hari. Plasmodium malariae menyebabkan quartana yang demamnya timbul teratur tiap 4 hari dan Plasmodium
falciparum
menyebabkan
malaria tropika dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24 - 48 jam. Beberapa stadium demam yang khas pada malaria: 1) Stadium menggigil Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Pada saat menggigil, seluruh
tubuhnya
menggigil,
denyut
nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jarijari tangannya biru, serta kulitnya pucat. Pada anak-anak sering disertai dengan kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15
41
menit sampai satu jam yang diikuti dengan meningkatnya suhu badan. 2) Stadium puncak dalam Penderita yang sebelumnya merasa kedinginan berubah menjadi panas sekali. Wajah penderita merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, frekuensi pernapasan meningkat, nadi penuh dan berdenyut keras, sakit kepala semakin hebat,
muntah-muntah,
kesadaran
menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak). Suhu badan bisa mencapai 400c. Stadium ini berlangsung selama dua jam
atau
lebih
yang
diikuti
dengan
keadaan berkeringat. 3) Stadium berkeringat Penderita
berkeringat
diseluruh
tubuhnya hingga tempat tidurnya basah. Suhu badan turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan sering tertidur. Stadium ini berlangsung 2 - 4 jam.
42
b. Pembesaran limpa Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis atau menahun. Limpa menjadi bengkak dan terasa nyeri. Limpa membengkak akibat penyumbatan oleh sel-sel
darah
merah
yang
mengandung
parasit malaria. Lama-lama, konsistensi limpa menjadi keras karena jaringan ikat pada limpa semakin bertambah. Dengan pengobatan yang baik, limpa berangsur normal kembali. c. Anemia Gejala anemia berupa badan terasa lemas, pusing, pucat, penglihatan kabur, jantung berdebar-debar dan kurang nafsu makan. Anemia yang paling berat adalah anemia yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. 2.1.5.2 Malaria Berat Malaria berat adalah penyakit akibat infeksi Plasmodium falciparum yang disertai dengan gangguan
di
berbagai
sistem/organ
tubuh
(Prabowo, 2004). Beberapa komplikasi malaria berat:
43
a. Malaria serebral Malaria
serebral
adalah
malaria
falciparum yang disertai kejang-kejang dan koma, tanpa penyebab lain dari koma. Diduga penyebabnya
adalah
sumbatan
kapiler
pembuluh darah otak oleh sel darah merah yang mengandung parasit malaria sehingga otak kekurangan oksigen (anoksia otak). Gejala yang timbul adalah sakit kepala dan merasa mengantuk, gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang. Gangguan penurunan tingkat kesadaran bisa berupa gangguan ringan (seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku) sampai berat (berupa keadaan koma yang tidak bisa dibangunkan). Biasanya koma pada anakanak berlangsung satu hari, sedangkan pada orang dewasa bisa 2 - 3 hari. b. Gagal ginjal akut Gangguan
pada
ginjal
diduga
diakibatkan oleh sumbatan pada kapiler darah ginjal
oleh
parasit
malaria
sehingga
menyebabkan penurunan aliran darah ke
44
ginjal. Akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerolus ginjal. Komplikasi gagal ginjal
akut
dapat
menimbulkan
asidosis
metabolik, hiperusemia (peningkatan kadar asam urat dalam darah), gagal jantung kongestif, aritmia jantung (gangguan irama jantung), dan perikarditis (peradangan pada perikardium jantung). c. Demam kencing hitam (black water fever) Black water fever adalah sindroma dengan gejala serangan yang akut, berupa demam, menggigil, penurunan tekanan darah, hemolisis (penghancuran sel darah merah), intravaskuler, darah
hemoglobinuria
dalam
Biasanya,
urine),
penderita
dan
(terdapatnya gagal
ginjal.
mengeluh
nyeri
pinggang, muntah, diare, gangguan berkemih dan kencing yang berwarna hitam. Penyebab masalah ini belum diketahui secara pasti, mungkin disebabkan oleh sumbatan dan gangguan mikrosirkulasi di ginjal.
45
d. Anemia berat Anemia
berat
timbul
akibat
penghancuran sel darah merah yang cepat dan hebat. Anemia berat lebih sering dijumpai pada penderita anak-anak. Anemia berat sering memberikan gejala serebral, seperti tampak bingung, kesadaran menurun sampai koma, serta gejala-gejala gangguan jantungparu. e. Gangguan fungsi hati Pada
gangguan
fungsi
hati
akibat
infeksi malaria falciparum, timbul ikterus (warna kekuningan pada kulit, selaput lender, mata dan mukosa) akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis metabolik dan gangguan metabolisme obat di dalam tubuh. f. Komplikasi lain Malaria berat juga dapat menimbulkan komplikasi lainnya, pendarahan
46
seperti edema paru,
spontan,
hiperpireksia
(suhu
tubuh di atas 410c) dan sepsis (infeksi yang mengenai seluruh tubuh).
2.1.6 Penilaian Situasi Malaria Situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan surveilans (pengamatan) epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terusmenerus atas distribusi dan kecendrungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangan yang tepat. Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case Detection) oleh fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit atau ACD (Active Case Detection) oleh petugas khusus atau seperti PMD (Pembantu Malaria Desa) di Jawa Bali. Di daerah luar Jawa-Bali tidak pernah mengalami program pembasmian malaria dan tidak mempunyai PMD sehingga pengamatan rutin tidak bisa dilaksanakan, penularan malaria dilakukan melalui survey malariometrik (MS), mass blood survey (MBS), mass fever survey (MFS) (Harijanto, 2000). Pengamatan Rutin Malaria menggunakan parameter sebagai berikut (Harijanto, 2000):
47
1. Annual Parasite Incidence (API) adalah kasus yang dikonfirmasikan
dalam
1
tahun
dibagi
jumlah
penduduk daerah tersebut X 1000. Kasus malaria ditemukan melalui ACD dan PCD dan dikonfirmasikan dengan pemeriksaan mikroskopik. 2. Annual Blood Examination Rate (ABER) adalah jumlah sediaan darah diperiksa dibagi penduduk yang diamati X 100. ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk menilai API. Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu berarti penurunan insidens. Penurunan API berarti penurunan insidens bila ABER meningkat. 3. Slide Positivety Rate (SPR) merupakan persentase sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, SPR baru bermakna bila ABER meningkat. 4. Parasite Formula (PF) adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah. Spesies yang mempunyai PF tertinggi disebut spesies yang dominan. Interpretasi dari masing-masing dominansi adalah sebagai berikut: a. Plasmodium falciparum dominan: 1)
Penularan masih baru/belum lama
2)
Pengobatan kurang sempurna/rekrudesensi
48
b. Plasmodium Vivax dominan: 1) Transmisi dini yang tinggi dengan vektor yang paten (gametosit Plasmodium vivax timbul pada hari
ke
2
-
3
parasitemia,
sedangkan
Plasmodium falciparum baru pada hari ke 8). 2) Pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul rekurens. c. Plasmodium Malariae dominan: 1) Kita berhadapan dengan vektor yang berumur panjang siklus
(Plasmodium sporogoni
malariae
yang
mempunyai
paling
panjang
dibandingkan spesies lain). 5. Penderita demam/klinis malaria unit-unit kesehatan yang belum mempunyai fasilitas laboratorium dan mikroskopis dapat melakukan pengamatan terhadap penderita demam atau gejala klinis malaria. Nilai data akan meningkat bila disertai pemeriksaan sediaan darah (dapat dikirim ke laboratorium yang terdekat). Hasil
pengamatan
pengunjung
ke
Puskesmas
atau
dinyatakan
unit
dengan
kesehatan
Puskesmas
proporsi
tersebut
(mis.
Pembantu)
yang
menderita demam atau gejala klinis malaria. Meskipun hasilnya tidak sebaik penggunaan parameter a sampai
49
dengan d proporsi yang meningkat sudah bisa menunjukkan kemungkinan adanya wabah/kejadian luar biasa dan mengambil tindakan yang diperlukan. Survei Malariometrik (MS) biasanya dilakukan di daerah
yang
belum
mempunyai
program
penanggulangan malaria yang teratur, terutama di luar Jawa-Bali. Pada MS dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut (Harijanto, 2000): 1. Parasite Rate (PR) Parasite Rate adalah presentase penduduk yang darahnya mengandung parasit malaria pada saat tertentu. Kelompok umur yang dicakup biasanya adalah golongan umur 2 - 9 tahun dan 0 - 1 tahun. PR kelompok 0 - 1 tahun mempunyai arti khusus dan disebut Infant Parasite Rate (IPR) dan dianggap
sebagai
indeks
transmisi
karena
menunjukkan adanya transmisi lokal. 2. Spleen Rate (SR) Spleen
Rate
menggambarkan
persentase
penduduk yang limpanya membesar, biasanya golongan umur 2 - 9 tahun. Besarnya limpa dinyatakan berdasarkan klasifikasi Hacket sebagai berikut:
50
o H.0: Tidak teraba (pada inspirasi maksimal) o H.1: teraba pada inspirasi maksimal o H.2: teraba pada proyeksinya tidak melebihi garis
horizontal
yang
ditarik
melalui
pertengahan arcus costae dan umbilicus pada garis mamilaris kiri. o H.3: teraba di bawah garis horizontal melalui umbilicus o H.4:
teraba
di
bawah
garis
horizontal
pertengahan umbilicus-symphisis pubis o H.5: teraba di bawah garis H.4 3. Average Enlarged Spleen (AES) Average
Enlarged
Spleen
adalah
rata-rata
pembesaran limpanya dapat diraba. Index ini diperoleh
dengan
mengalikan
jumlah
limpa
(menurut Hacket) dengan pembesaran limpa pada suatu golongan umur tersebut. AES bermanfaat untuk
mengukur
keberhasilan
suatu
program
pemberantasan. AES menurun lebih cepat dari pada SR bila endemitas menurun. (Harijanto, 2000).
51
2.1.7 Pemberantasan dan Pencegahan 2.1.7.1 Pemberantasan Tujuan dari pemberantasan malaria adalah menurunkan
angka
kesakitan
dan
kematian
sedemikian rupa sehingga penyakit ini tidak lagi merupakan
masalah
kesehatan
masyarakat.
Antara tahun 1959 dan 1968 Indonesia, sesuai dengan
kebijaksanaan
WHO
(World
Health
Organization) yang diputuskan dalam WHA (World Health Assembly) 1955, melaksanakan program pembasmian
malaria
pembasmian
ini
di
pada
Jawa-Bali.
Program
permulaannya
sangat
berhasil, namun kemudian mengalami berbagai hambatan baik yang bersifat administratif maupun teknis operasional, sehingga pada tahun 1969 ditinjau
kembali
oleh
WHA.
Meskipun
pembasmian tetap menjadi tujuan akhir, cara-cara yang ditempuh disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan masing-masing negara dan wilayah (Harijanto, 2000).
52
Tabel
2.1: Perbedaan antara program pembasmian dan pemberantasan malaria
No 1.
Keterangan Tujuan
Pembasmian Menghentikan transmisi malaria dan menghilangkan reservoir malaria
2.
Jangkauan
3.
Waktu
4.
Biaya
5.
Manajemen/s tandard pengelolaan Penemuan kasus
Seluruh wilayah yang mempunyai transmisi malaria Terbatas sekitar 8 tahun Relatif besar namun tidak terus menerus Harus sempurna
6.
7.
pengelolaan
Sangat penting / mutlak perlu Harus membuktikan tidak adanya kasus indegenous. ACD mutlak perlu
Pemberantasan Menurunkan malaria sehingga tidak menjadi masalah kesehatan Tidak seluruh wilayah transmisi malaria Tidak terbatas Relatif kecil namun terus menerus Harus baik
Sesuai kemampuan Harus membuktikan tidak adanya kasus indigenous. ACD mutlak perlu
(Sumber: Harijanto, 2000) Pembasmian malaria berlangsung dalam 4 fase (Harijanto, 2000): 1. Fase
persiapan:
pengenalan
wilayah,
penyediaan tenaga, bahan, alat, kendaraan. 53
2. Fase
penyerangan:
penyemprotan
rumah
dengan insektisida yang mempunyai efek residual disertai dengan PCD dan ACD. 3. Fase konsplidasi: fase ini dimulai bila API (Annual Parasite Incindence) kurang dari 1%. Kegiatan terpenting ialah PCD dan ACD. Fase ini berakhir selama 3 tahun berturut-turut tidak ditemukan lagi kasus malaria indigenous. 4. Fase pemeliharaan (maintenance): Fase ini dapat
berjalan
beberapa
tahun
untuk
mempertahankan hasil yang dicapai sampai dinyatakan bebas malaria oleh tim WHO setelah beberapa syarat dipenuhi antara lain berfungsinya
suatu
jaringan
pelayanan
kesehatan primer. Untuk pelaksanaan program pembasmian malaria dibutuhkan suatu organisasi tersendiri yang
disebut
KOPEM
Pembasmian Malaria)
(Komando
yang
Operasi
mempunyai unit
sampai di desa. Sejak tahun 1968 KOPEM telah dibubarkan dan program pemberantasan malaria diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan umum yang ada. Program pemberantasan malaria
54
dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisasi untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan yang utama. Berbagai kegiatan yang dapat dijalankan untuk menanggulangi malaria adalah (Harijanto, 2000): 1) Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk
Anopheles,
(pemakaian
kelambu,
penjaringan rumah, repelen, obat nyamuk, dsb) 2) Membunuh
nyamuk
dewasa
(dengan
menggunakan berbagai insektisida) 3) Membunuh jentik (kegiatan antilarva) baik secara kimiawi (larvisida) maupun biologik (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri) 4) Mengurangi
tempat
perindukan
(source
redution) 5) Pemberian
pengobatan
pencegahan
(profilaksis) 6) Vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial)
55
Para pengelola kesehatan di setiap tingkat harus menyesuaikan strategi ini pada tingkat lokal dan para petugas kesehatan harus mendapat pendidikan tambahan untuk menghadapi malaria secara efektif. Direktur Jenderal WHO yang baru Dr. Gro Harlem Bruntland telah mengambil inisiatif Roll
Back
Malaria
untuk
meningkatkan
pembangunan pelayanan kesehatan dan kerja sama intersektoral dalam rangka pemberantasan malaria (Harijanto, 2000). 2.1.7.2 Pencegahan Di
Indonesia
usaha
pembasmian
penyakit malaria belum mencapai hasil yang optimal karena beberapa hambatan, yaitu tempat
perindukan
nyamuk
malaria
yang
tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak,
serta
keterbatasan
sumber
daya
manusia, infastruktur, dan biaya. Oleh karena itu, usaha yang paling mungkin di lakukan adalah
usaha-usaha
pencegahan
dan
pemberantasan terhadap penularan parasit. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk
56
mencegah dan memberantas penyakit malaria (Prabowo, 2004). 1. Menghindari gigitan nyamuk malaria Di
daerah
yang
jumlah
penderitaannya sangat banyak, tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat penting. Di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, atau tambak ikan (tempat ideal untuk perindukan nyamuk
malaria),
disarankan
untuk
memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah, terutama pada malam hari. Sebaiknya, mereka yag tinggal di daerah endemis malaria memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai minyak anti nyamuk (mosquito repellent) saat tidur di malam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria.
57
2. Membunuh
jentik
dan nyamuk
malaria
dewasa Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa, dapat dilakukan beberapa tindakan berikut ini: a. Penyemprotan rumah Sebaiknya, penyemprotan rumah-rumah di
daerah
endemis
malaria
dengan
insektisida dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan. b. Larvaciding Larvaciding
merupakan
kegiatan
penyemprotan rawa-rawa yang potensial sebagai
tempat
perindukan
nyamuk
malaria. c. Biological control Biological
control
adalah
kegiatan
penebaran ikan kepala timah (panchaxpanchax) dan ikan guppy/wader cetul (Lebistus genangan
reticulatus) air
yang
genanganmengalir
dan
persawahan. Ikan-ikan tersebut berfungsi
58
sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk malaria. 3. Mengurangi
tempat
perindukan
nyamuk
malaria Tempat perindukan nyamuk malaria bermacam-macam,
tergantung
spesies
nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup
di
kawasan
pantai,
rawa-rawa,
empang, sawah, tambak ikan, atau hidup di air bersih pegunungan. Di daerah endemis malaria,
yaitu
daerah
yang
langganan
terjangkit penyakit malaria, masyarakatnya perlu
menjaga
kebersihan
lingkungan.
Tambak ikan yang kurang di pelihara harus di bersihkan, parit-parit di sepanjang pantai bekas galian yang terisi air payau harus di tutup, persawahan dengan saluran irigasi, airnya harus dipastikan mengalir dengan lancar, bekas roda yang tergenang air atau bekas
jejak
kaki
hewan
pada
tanah
berlumpur yang berair harus segera di tutup untuk
mengurangi
tempat
biakan larva nyamuk malaria.
59
perkembang
4. Pemberian obat pencegahan malaria. Pemberian (profilaksis)
obat
malaria
pencegahan
bertujuan
untuk
mencegah terjadinya infeksi, serta timbulnya gejala-gejala penyakit malaria. Orang yang akan berpergian ke daerah-daerah endemis malaria
harus
minum
sekurang-kurangnya
obat
antimalaria
seminggu
sebelum
keberangkatannya sampai empat minggu setelah
orang
tersebut
meninggalkan
daerah endemis malaria. Wanita hamil yang akan berpergian ke daerah endemis malaria harus di peringatkan tentang risiko yang mengancam
kehamilannya.
Sebelum
berpergian, ibu hamil disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau ke rumah sakit dan mendapatkan obat antimalaria. Bayi dan anak-anak
yang berusia di bawah
empat tahun dan hidup di daerah endemis malaria harus mendapat obat antimalaria karena tingkat kematian pada bayi/anak akibat infeksi malaria cukup tinggi.
60
5. Pemberian vaksin malaria Pemberian vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah infeksi malaria sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat infeksi malaria. Sampai saat ini, usaha untuk menemukan vaksin malaria yang baik dan efektif masih berjalan dan dalam tahap penelitian (Prabowo, 2004).
2.1.8 Pengobatan Malaria 2.1.8.1 Prinsip pengobatan Beberapa prinsip pengobatan malaria adalah sebagai berikut (Prabowo, 2004): 1) Menemukan penderita malaria sedini mungkin 2) Melakukan pengobatan yang efektif untuk membasmi parasit malaria dalam darah. 3) Mencegah komplikasi dan kematian. 4) Menemukan dan mengobati reksudensi dan rekurensi. a) Reksudensi adalah demam yang timbul kembali
dalam
kurun
waktu
delapan
minggu sesudah serangan pertama hilang.
61
Hal ini diakibatkan meningkatnya jumlah parasit dalam darah (disebut juga relaps jangka pendek). b) Rekurensi adalah demam yang timbul kembali dalam kurun waktu 24 minggu atau lebih sesudah serangan pertama hilang
akibat
masuknya
parasit
yang
berasal dari hati ke dalam darah (disebut juga relaps jangka panjang). 5) Mengurangi penularan penyakit malaria. 2.1.8.2. Jenis-jenis pengobatan Menurut
(Sutisna,
2004)
Ada
beberapa
pengobatan malaria yang ringan yaitu pada: 1) Malaria Vivax, Ovale, dan Malariae. Serangan akut ketiga jenis malaria ini diobati dengan klorokuin yang diberikan per oral. Dosis total per oral untuk orang dewasa adalah 1.500 mg basa klorokuin (25 mg per kg BB), yang diberikan selama 3 hari. Hari ke-1 diberikan dengan dosis awal 600 mg, ditambah 300 mg 6 jam kemudian. Pada hari ke-2 (sesudah 24 jam) 300 mg, dan hari ke-3 (sesudah 48 jam) diberikan 300 mg lagi. Dosis
62
per oral untuk anak-anak adalah dosis awal 10 mg/kg BB (tidak melebihi 600 mg), dan dosis sesudah 24 dan 48 jam masing-masing 5 mg/kg BB. Untuk penderita malaria vivax dan ovale yang
tinggal
di
kota
atau
di
daerah
nonendemis, sesudah pemberian klorokuin diberikan
pengobatan
primakuin.
Untuk
orang
radikal
dengan
dewasa
dosis
primakuin sebesar 15 mg tiap hari selama 14 hari. Dosis primakuin untuk anak-anak adalah 0,3 mg basa/kg BB, diberikan tiap hari selama 14 hari. Primakuin tidak dapat diberikan kepada wanita hamil, anak-anak di bawah 4 tahun, penderita rheumatoid arthritis dan penderita lupus yang aktif. Untuk malaria vivax dianjurkan untuk memakai meflokuin dengan dosis tunggal 15 mg/kg BB. 2) Malaria Falciparum Obat
antimalaria
yang
diberikan
tergantung pada status resistensi Plasmodium
63
Falciparum di daerah tempat malaria itu didapat (Sutisna, 2004). a. Daerah dengan Plasmodium Falciparum sensitif terhadap klorokuin Klorokuin diminum per oral dengan dosis total 1.500 mg basa yang diberikan selama 3 hari, seperti pada malaria vivax dan spesies lainnya. b. Daerah dengan Plasmodium Falciparum resesiten terhadap klorokuin Malaria Falciparum akut yang resisten terhadap klorokuin tetapi tanpa komplikasi, diobati
dengan
berkhasiat
obat
panjang
kombinasi
(long
acting)
sulfa dan
pirimetamin, yaitu: sulfadoksin 1.500 mg dan piritemanin 75 mg, yang diberikan sebagai dosis tunggal (Sutisna, 2004). Dosis per oral kina untuk anak-anak adalah 10 mg/kg BB (kina sulfat) 3 kali sehari diberikan selama 3 – 7 hari. Dosis anak-anak >8 tahun untuk tetrasiklin adalah 20 mg/kg BB dibagi 4 dosis dalam sehari. Diberikan selama 5 – 7 hari hari, dan untuk
64
doksisiklin 2 mg/kg BB dibagi dua dosis dalam sehari, diberikan selama 7 hari. Dosis anak-anak untuk klindamisin adalah 20 – 40 mg/kg BB, dibagi menjadi tiga dosis dalam sehari, diberikan selama lima hari. Dosis meflokuin untuk anak-anak adalah 15 mg atau 25 mg/kg BB (Sutisna, 2004). 2.1.8.3 Cara pengobatan Beberapa cara pengobatan penyakit malaria (Prabowo, 2004): 1. Pengobatan untuk mencegah (profilaksis) Pemberian obat antimalaria bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi atau gejalagejala penyakit malaria. 2. Pengobatan terapeutik (kuratif) Obat
antimalaria
digunakan
untuk
penyembuhan infeksi malaria yang telah ada, penanggulangan serangan malaria akut, serta pengobatan radikal. 3. Pengobatan penularan
65
untuk
mencegah
terjadinya
Pengobatan infeksi
bertujuan
nyamuk
untuk
atau
mencegah
mempengaruhi
perkembangan sporogoni pada nyamuk. 2.1.8.4 Program pengobatan penyakit malaria dari pemerintah Beberapa program pengobatan penyakit malaria dari pemerintah (Prabowo, 2004): 1. Pengobatan presumtif Pengobatan ini dilakukan dengan cara penemuan penderita secara intensif, baik secara aktif dari rumah ke rumah maupun secara pasif di unit-unit pelayanan kesehatan yang ada. Tujuan pengobatan ini adalah untuk
meringankan
mencegah
gejala
penularan
malaria
selama
dan
penderita
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium darah.
Kepada
tersangka
penderita
malaria,
demam
diberikan
yang
pengobatan
dosis tunggal dengan empat obat tablet Klorokuin ditambah tablet Primakuin. 2. Pengobatan supresif Pengobatan ini diberikan pada semua penderita demam di daerah endemis malaria
66
yang
berobat
di
unit-unit
pelayanan
kesehatan. Jika penderita tinggal di daerah yang
diduga
Plasmodium
falciparum-nya
telah resisten terhadap Klorokuin. Diberikan kombinasi empat tablet Klorokuin ditambah tiga tablet Primakuin secara dosis tunggal. Jika
penderita
tinggal
di
daerah
yang
Plasmodium falciparum-nya masih sensitif, hanya
diberikan
empat
tablet
Klorokuin
secara dosis tunggal. 3. Pengobatan radikal Pengobatan penderita
di
ini
diberikan
daerah
kepada
nonendemis
dan
penderita dari daerah endemis malaria yang akan berpergian ke daerah nonendemis malaria. Tujuannya, membasmi semua infeksi malaria dan mencegah timbulnya relaps. Kepada
penderita
diberikan
pengobatan
kombinasi Primakuin dan Klorokuin (jika Plasmodium falciparum masih sensitif) atau Sulfadoksin/Pirimetamin
(jika
Plasmodium
falciparum telah resisten terhadap Klorokuin.
67
4. Pengobatan massal Pengobatan massal diberikan kepada suatu kelompok penduduk tertentu didaerah yang endemis malaria. Sasaran pengobatan bisa
seluruh
penduduk
atau
kelompok
penduduk tidak kebal (seperti bayi, anak balita, ibu hamil/menyusui, dan pendatang baru
dari
daerah
yang
nonendemis).
Pengobatan diberikan dua minggu sekali, minimum dua kali. Dosis obat yang diberikan sama dengan dosis obat pada pengobatan supresif.
2.2 Perilaku Kesehatan 2.2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang masih tertutup) dan aktif (respons
terbuka
tindakan
practice/psychomotor)
Contoh
yang
nyata bentuk
atau pasif
pengetahuan, persepsi, atau sikap (Sunaryo, 2004).
68
Rangsangan yang terkait dengan perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu; sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan.
2.2.2 Aspek-aspek Perilaku Kesehatan Adapun
aspek-aspek
perilaku
kesehatan
adalah
(Sunaryo, 2004): 2.2.2.1 Perilaku terhadap sakit dan penyakit Perilaku
tentang
bagaimana
seseorang
menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkat-tingkat pemberian
pelayanan
menyeluruh
atau
sesuai
kesehatan
yang
dengan
tingkat
pencegahan penyakit yaitu: 1) Perilaku
peningkatan
dan
pemeliharaan
kesehatan (health promotion behavior) adalah perilaku seseorang
peningkatan dalam
69
kesehatan,
keadaan
sehat,
apabila bahwa
kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. Sedangkan pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit. 2) Perilaku
pencegahan
prevention
penyakit
(health
adalah
perilaku
behavior)
pencegahan penyakit agar tidak sakit. Misalnya tidur
memakai
gigitan
kelambu
nyamuk
malaria,
untuk
mencegah
imunisasi
dan
sebagainya, juga termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. 3) Perilaku
pencarian
pengobatan
kesehatan
(health seeking behavior) adalah perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek, RS dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, tabib dan paranormal).
70
4) Perilaku
pemulihan
kesehatan
(health
rehabilitation behavior) adalah perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjurananjuran
dokter
dalam
rangka
pemulihan
kesehatannya. 2.2.2.2 Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional, meliputi: 1. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. 2. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan. 3. Respons terhadap petugas kesehatan. 4. Respons terhadap pemberian obat-obatan. Respons
tersebut
terwujud
dalam
pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obatobatan. 2.2.2.3 Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) Perilaku ini adalah respons individu terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,
71
persepsi, sikap dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi,
vitamin),
dan
pengelolaan
makanan
sehubungan kebutuhan tubuh kita. 2.2.2.4Perilaku
terhadap
lingkungan
kesehatan
(environmental behavior) Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinant (faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai lingkup kesehatan lingkungan, yaitu: 1. Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan 2. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran. Di sini menyangkut pula hygiene,
pemeliharaan,
teknik,
dan
penggunaannya. 3. Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair maupun padat. Dalam hal ini termasuk sistem pembuangan limbah yang tidak baik.
72
4. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat menyangkut ventilasi, pencahayaaan, lantai, dan sebagainya. 5. Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vektor.
2.2.3 Klasifikasi Perilaku Kesehatan Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan adalah (Sunaryo, 2004): a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu perilaku individu yang ada kaitannya dengan health promotion, health prevention, personal hygiene, memilih makanan dan sanitasi. b. Perilaku sakit (illness behavior), yaitu semua aktivitas yang di lakukan oleh individu yang merasa sakit untuk mengenal keadaan kesehatan atau rasa sakitnya, pengetahuan
dan
kemampuan
individu
untuk
mengenal penyakit, pengetahuan dan kemampuan individu tentang penyebab penyakit, dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit. c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yaitu segala aktivitas individu yang sedang menderita sakit untuk
memperoleh
73
kesembuhan,
mengenal/mengetahui pelayanan
fasilitas
penyembuhan
mengetahui
hak
atau
penyakit
(misalnya:
sasaran
yang
hak
layak,
memperoleh
perawatan, dan pelayanan kesehatan).
2.2.4 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Kesehatan Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan
oleh
memperoleh
individu
yang
kesembuhan.
sedang
Perilaku
sakit
sakit
agar
menurut
Suchman adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Perilaku sehat adalah tindakan yang di lakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
termasuk
pencegahan
penyakit,
perawatan kebersihan diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi (Sunaryo, 2004). a. Penyebab perilaku sakit Penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut: 1. Di kenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal. 2. Anggapan
adanya
menimbulkan bahaya.
74
gejala
serius
yang
dapat
3. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan. 4. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat dilihat. 5. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit. 6. Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit. 7. Adanya
kebutuhan
untuk
mengatasi
gejala
penyakit. 8. Tersedianya berbagai saran pelayanan kesehatan seperti fasilitas, tenaga, obat-obatan, biaya dan transportasi.
2.3 Masyarakat Desa Pondok 2.3.1 Kondisi Masyarakat di Desa Pondok 2.3.1.1 Kondisi Fisik Kondisi fisik dilihat dari potensi prasarana dan sarana transportasi darat panjang jalan tanah yang baik 10 km, panjang jalan sirtu 12 km. Sedangkan prasarana dan sarana berupa alat komunikasi seperti telepon umum tidak ada karena untuk listrik sendiri belum ada di Desa Pondok
75
hanya beberapa anggota keluarga saja yang menggunakan generator. Anggota keluarga yang menggunakan lampu pelita sebanyak 185 keluarga (Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah, 2010). 2.3.1.2 Kondisi Ekonomi Adapun kondisi ekonomi warga di Desa Pondok adalah petani 817 orang, pegawai negri sipil 46 orang, pembantu rumah tangga 201 orang, pensiunan PNS 5 orang. Sedangkan jumlah pengangguran untuk warga di Desa Pondok yang berusia 18 - 56 tahun sebanyak 544 orang, penduduk usia 18 - 56 yang bekerja penuh 541 orang, penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan tidak bekerja sebanyak 3 orang. Selain itu dari segi sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga, montir 2 orang, tukang batu 5 orang, tukang kayu 12 orang, tukang rias 8 orang. Selanjutnya asset perumahan yaitu rumah menurut dinding, tembok 2 rumah, kayu 4 rumah, bambu 168 rumah. Menurut lantai, semen 2 rumah, kayu 5 rumah, tanah 167 rumah. Sedangkan rumah menurut atap, seng 26 rumah, daun ilalang 148 rumah (Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah, 2010).
76
2.3.1.3 Kondisi Pendidikan Tingkat pendidikan warga di Desa Pondok usia 3 - 6 yang belum masuk TK 143 orang, usia 7 – 18 tahun yang tidak pernah sekolah 1 orang, yang sekolah 183 orang, usia 18 – 56 tahun tidak pernah sekolah 2 orang, usia 18 – 56 tahun pernah SD tapi tidak tamat 17 orang, tamat SD/sederajat 567 orang, usia 12 – 56 tahun yang tidak tamat SLTP 63 orang, usia 18 – 56 tahun tidak lulus SLTA 25 orang, tamat SMP/sederajat 69 orang, tamat SMA/sederajat 28 orang, tamat D3/sederajat 2 orang, tamat s1 5 orang, tamat SLB A 9 orang, tamat SLB B 13 orang dengan jumlah keseluruhan 1.127 orang dengan tingkat pendidikannya masingmasing. Selain itu tingkat pendidikan aparat Desa Pondok yaitu kepala desa S 6 B, sekretaris desa D3, kepala urusan pemerintahan SMA, kepala urusan pembangunan SMA, kepala urusan umu SMP (Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah, 2010). 2.3.1.4 Kondisi Kesehatan Kondisi kesehatan untuk warga di Desa Pondok itu sendiri dimulai dari gangguan mental
77
dan cacat fisik tuna rungu 5 orang, tuna wicara 3 orang, tuna netra 4 orang, lumpuh 3 orang, sumbing 1 orang, cacat fisik 2 orang sedangkan cacat mental/gila 1 orang dan kebiasaan berobat bila sakit, menggunakan obat tradisional dari dukun pengobatan alternatif. Selain itu dari segi perilaku hidup bersih dan sehat jumlah keluarga yang memiliki WC yang kurang sesuai standar kesehatan adalah 238 keluarga dan kebiasaan pola makan penduduk 1 - 2 kali sehari. Adapun perkembangan sarana dan prasarana kesehatan warga Desa Pondok
yaitu
dengan
jumlah
posyandu
berdasarkan hasil penelitian dokumen adalah 3 unit, jumlah kader posyandu aktif 15 orang, jumlah pembina posyandu 3 orang. Sedangkan tempat persalinan rumah bersalin 1 unit, tempat persalinan polindes 1 unit. Selanjutnya pertolongan persalinan oleh dokter 4 orang, oleh bidan 2 orang, oleh perawat 2 orang, dan ditolong oleh dukun bersalin 3 orang. Cakupan imunisasi untuk bayi berusia 2 bulan yaitu 4 orang, bayi 2 bulan imunisasi DPT-1, BCG, Polio-1 yaitu 3 orang, usia 3 bulan 3 orang,
78
dan bayi 3 bulan yang imunisasi DPT-2 dan Polio-2 yaitu 2 orang (Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah, 2010).
2.3.2 Malaria pada Masyarakat di Desa Pondok Saat ini, malaria di Desa Pondok sudah mulai menurun. Tidak hanya malaria saja tetapi ada juga filaria. Malaria pada Masyarakat di Desa Pondok untuk tahun 2008 – 2009 meningkat dengan cepat yaitu 684 orang menjadi 1.029 orang. Sedangkan jumlah penderita malaria pada tahun 2011 belum diketahui jumlahnya secara pasti karena belum ada data jumlah penderita malaria setiap bulan. Kondisi lingkungan tempat tinggal warga Desa Pondok sangat memicu tingginya angka kejadian malaria. Karena sekitar rumah warga berada diantara hutan, sungai dan tidak jauh dari persawahan. Selain itu kurangnya pengetahuan masyarakat juga mempengaruhi tingginya malaria. Karena dilihat dari tingkat pendidikan di Desa Pondok masih rendah. Kurangnya
kesadaran
kebersihan lingkungan.
79
dari
warga
untuk
menjaga
2.4 Perilaku Kesehatan terhadap Malaria pada Masyarakat di Desa Pondok Munculnya tanggapan seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu respons internal (berasal dari dalam diri) maupun eksternal (dari luar dirinya), respon pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit (Sunaryo, 2004). Faktor internal seperti dari dalam diri, intelegensia, minat, kondisi fisik sedangkan faktor eksternal faktor dari luar diri misalnya, keluarga, masyarakat, sarana. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Praktik atau tindakan diperlukan
faktor
pendukung
atau
suatu
kondisi
yang
memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan (support). (Bloom, 2009 dalam Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang atau organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. (Dinas Kesehatan Polewali Mandar, 2008).
80
Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior) adalah perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. Sedangkan pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit. Upayaupaya yang dilakukan dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan seperti makan-makanan bergizi, olahraga dan sebagainya (Sunaryo, 2004). Perilaku
pencegahan
penyakit
(health
prevention
behavior) adalah perilaku pencegahan penyakit agar tidak sakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya, juga termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit dan upaya mempertahankan
dan
meningkatkan
kesehatannya/segala
tindakan secara medis direkomendasikan, dilakukan secara sukarela oleh seseorang yang percaya dirinya sehat dan bermaksud untuk mencegah penyakit atau ketidakmampuan atau untuk mendeteksi penyakit yang tidak tampak nyata
81
(asimptomatik). Pada proses pencegahan dapat dilakukan dalam dua bentuk medis dan non medis. Contoh pencegahan secara medis yaitu imunisasi, makan makanan bergizi yang mengandung kebutuhan tubuh. Contoh pencegahan NonMedis yaitu olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan alkohol, istirahat yang cukup. Selain itu perilaku dan gaya hidup yang positif bagi kesehatan (misalnya, adaptasi dengan lingkungan) (Notoatmodjo, Soekidjo, 2010). Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri (Notoatmodjo, Soekidjo, 2003). Menurut Sunaryo, 2004 perilaku pencarian pengobatan kesehatan (health seeking behavior) juga merupakan perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usahausaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (Puskesmas, mantri, dokter praktek, RS dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, tabib dan paranormal). Seseorang ketika ia menderita sakit akan mencari pengobatan
82
untuk mencegah dan mengobati penyakit dideritanya, baik dengan cara medis ataupun nonmedis. Sehingga dengan cara tersebut akan membantu seseorang untuk sembuh dari penyakitnya. Setelah sembuh dari sakit seseorang akan berusaha untuk menjaga kesehatan agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit. Oleh karena itu, seseorang akan memperhatikan dan melakukan upaya-upaya yang berhubungan dengan perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya. Hal-hal tersebut dilakukan agar tehindar dari penyakit (Sunaryo, 2004).
83