BAB II TINJAUAN TEORI
A. KELUARGA BERENCANA 1. Pengertian Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Program Keluarga Berencana (KB) saat ini tidak hanya ditujukan untuk penurunan angka kelahiran namun dikaitkan pula dengan tujuan untuk pemenuhan hak-hak reproduksi, promosi, pencegahan dan penanganan masalah-masalah kesehatan reproduksi seksual, kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi dan anak (BKKBN, 2005). 2. Tujuan umum program KB Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB dimasa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015. 3. Sasaran Program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.sasaran langsung adalah PUS yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepasi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsung adalah pelaksana dan pengolah KB, dengan tujuan menurunkan
tingkat
kelahiran
melalui
pendekatan
kebijaksanaan
kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas dan sejahtera. 4. Ruang lingkup program KB Menurut Sri Handayani 2010. Ruang lingkup program KB yaitu sebagai berikut: a. Komunikasi Informasi dan Edukasi b. Konseling c. Pelayanan kontrasepsi d. Pelayanan infertilitas e. Pendidikan sex (sex education) f.Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan g. Konsultasi genetic h. Tes keganasan
i. Adopsi B. KONTRASEPSI 1. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi
adalah
upaya
untuk
mencegah
terjadinya
kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunakan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilisasi (Sarwono, 2007). 2. Tujuan Penggunaan Kontrasepsi Menurut Saifuddin (2006). Tujuan penggunaan kontrasepsi adalah sebagai berikut : a. Menunda Kehamilan b. Menjarangkan kehamilan c. Mengakhiri kesuburan 3. Syarat Penggunaan Kontrasepsi Syarat – syarat kontrasepsi menurut Saifuddin (2006) antara lain sebagai berikut : a. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya b. Lama kerja dapat diukur menurut keinginan c. Tidak mengganggu hubungan persetubuhan d. Sederhana, sedapat-dapatnya tidak perlu dikerjakan oleh seorang dokter e. Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas f.Dapat menerima pasangan suami istri
g. Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang terlambat selama pemakaian. 4. Sasaran Kontrasepsi a. Pasangan usia subur b. Ibu yang mempunyai banyak anak c. Ibu yang mempunyai resiko tinggi terhadap kehamilan. C. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ) 1. Pengertian AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral (Lippes Loop) atau berbentuk lain (Cu T 380 A) yang terpasang didalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan (Saifuddin, 2006, p. MK-63). 2. Jenis-jenis AKDR Menurut (Sri Handayani, 2010) jenis AKDR dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut: a. AKDR Non Hormonal Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Bentuk terbuka (oven device) Misalnya: LippesLoop, CUT, Cu-7, Marguiles, sping Coil, Multiload, Nova-T
2) Bentuk tertutup (close device) Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring. b. AKDR yang mengandung Hormonal 1. Progestasert-T = Alza T a. Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam b. Mengandung 38 mg progesterone dan barium sulfat, melepaskan 65 mg progesteron per hari c. Tabung insersinya berbentuk lengkung d. Daya kerja 18 bulan e. Tehnik insersi : plunging (modified withdrawal) 2. LNG-20 a. Mengandung 46-60 mg Levonolgestrel, dengan pelepasan 20 mg per hari b. Sedang diteliti di Finlandia c. Angka kegagalan / kehamilan terendah yaitu <0,5 per wanita per tahun
d. Penghentian
pemakaian
oleh
karena
persoalan-persoalan
perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya, karena 25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat sedikit. 3. Cara Kerja Menurut saifuddin, (2006), MK-75 cara kerja AKDR yaitu sebagai berikut: a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ketuba falopii b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri c. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi. d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. 4. Indikasi Menurut Saifuddin, (2006), MK-76 Indikasi AKDR adalah sebagai berikut: a. Usia reproduktif b. Keadaan nulipara c. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang d. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
f.Setelah terjadi abortus dan tidak terlihat adanya infeksi g. Resiko rendah dari IMS h. Tidak menghendaki metode hormonal i. Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari 5. Kontra Indikasi Menurut Saifuddin, (2006), MK-77 kontra indikasi AKDR adalah sebagai berikut: a. Sedang hamil ( diketahui hamil atau kemungkinan hamil) b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui c. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis) d. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri e. Penyakit trofoblas yang ganas f.Diketahui menderita TBC pelvic g. Kanker alat genital h. Ukuran rongga rahim kurang dari 8cm 6. Keuntungan
Menurut Saifuddin, (2006,) MK-75 Keuntungan AKDR adalah sebagai berikut: a. Sebagai kontrasepsi efektifitasnya tinggi b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti) d. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat. e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual f.Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A) h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi) j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir ) k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat l. Membantu mencegah kehamilan ektopik 7. Kerugian Menurut saifuddin, (2006), MK-75 Kerugian dari AKDR adalah sebagai berikut : a. Efek samping yang mungkin terjadi 1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak 3. Perdarahan (spotting) 4. Saat haid lebih sakit b. Komplikasi lain 1. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan 2. Perdarahan
berat
pada
waktu
haid
atau
diantaranya
yang
memungkinkan penyebab anemi. 3. Perforasi dinding uterus ( sangat jarang bila pemasangannya benar) c. Tidak mencegah IMS d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yeng sering ganti pasangan e. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR f.Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut saat pemasangan g. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan h. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri i. AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui 8. Efek Samping Menurut Sarwono,(2007) efek samping AKDR adalah sebagai berikut : a. Nyeri pada waktu pemasangan b. Kejang rahim, terutama pada bulan-bulan pertama
c. Nyeri pelvik, pemberian spasmolitikum dapat mengurangi keluhan ini d. Pingsan dapat terjadi pada pasien dengan predisposisi, untuk keadaan ini dapat diberikan atropin sulfas sebelum pemasangan, untuk mengurangi frekuensi bradikardia dan reflek vasovagal e. Perdarahan diluar haid ( spotting ). f.Darah haid lebih banyak ( menoragia) g. Sekret vagina lebih banyak 9. Insersi atau pemasangan AKDR a. Insersi yang tidak baik dari IUD dapat menyebabkan : 1) Ekspulsi 2)
Kerja kontrasepsi tidak efektif
3)
Perforasi uterus
b. keberhasilan insersi tergantung pada beberapa hal, yaitu : 1) Ukuran dan macam IUD beserta tabung inseternya 2)
Makin kecil IUD, makin mudah inseternya, makin tinggi ekspulsinya.
3)
Makin besar IUD, makin sukar insersinya, makin rendah ekspulsinya.
c. Waktu atau saat insersi 1) Insersi interval Insersi ini dapat dilakukan setiap saat dari siklus haid asal kita yakin bahwa calon akseptor tidak dalam keadaan hamil.
2) Insersi post-partum Insersi IUD adalah aman dalam beberapa hari post-partum, hanya kerugian paling besar angka kejadian ekspulsi sangat tinggi. 3) Insersi post-abortus 4) Insersi post coital 5) Dipasang maksimal setelah 5 hari senggama tidak terlindungi. d. Teknik insersi ada tiga cara yaitu : 1) Teknik push out : mendorong Lippes loop (bahaya perforasi lebih besar) 2) Teknik withdrawal : menarik Cu IUD 3) Teknik plunging : mencelupkan (progestasert-T) e. Prosedur insersi IUD 1) Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan dan inform consent 2) Pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya 3) Persiapan alat a) Speculum atau cocor bebek b) Tenakulum (penjepit porsio) c) Sounde uterus (untuk mengukur kedalaman uterus) d) Korentang e) Gunting mayo f) Mangkok untik larutan antisepsic g) Sarung tangan steril atau sarung tangan DTT h) Cairan antisepstic
i) Kasa atau kapas j) Cairan DTT k) Sumber cahaya yang cukup untuk penerangan servik l) AKDR CuT-308 atau progestasert-T yang masih belum rusak atau terbuka m)Bengkok 4) Persiapan tenaga kesehatan 5) Atur posisi pasien di Gyn bed dan lampu penerang 6) Pakai sarung tangan steril 7) Periksa genetalia eksterna (ulkus, pembekakan kelenjar bartholini) 8) Lakukan pemeriksaan inspekulo: pasang spekulum dalam vagina dan perhatikan cairan vagina, sertivitis dan bila ada indikasi lakukan pemeriksaan pap smear 9) Lakukan pemeriksaan dalam bimanual untuk menentukan besar, bentuk, posisi, konsistensi dan mobilisasi uterus, serta untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi atau keganasan dari organ sekitarnya. 10) Lepaskan sarung tangan steril, masukkan ke larutan klorin 0,5% 11) Masukkan lengan AKDR Copper T 380 di dalam kemasan sterilnya 12) Pakai sarung tangan steril atau DTT 13) Pasang kembali spekulum dalam vagina dan lakukan desinveksi endoservik dan dinding vagina
14) Pasang tenakulum pada dinding servik atas lakukan tarikan ringan untuk meluruskan dan menstabilkan uterus (untuk mengurangi perdarahan dan resiko perforasi) 15) Lakukan pengukuran dengan sonde uterus untuk menentukan posisi dan kedalaman kavum uteri 16) Atur letak leher biru pada tabung inseter sesuai kedalaman kavum uteri 17) Masukkan tabung inseter dengan hati-hati sampai leher biru menyentuh fundus atau sampai terasa ada tahanan 18) Lepas lengan AKDR dengan menggunakan teknik menarik (Withdrawal technique). Tarik keluar pendorong, setelah lengan lepas, dorong secara perlahan-lahan tabung inseter kadalam kavum uteri sampai leher biru menyentuh servik. 19) Tarik keluar sebagian tebung inseter, potong benang AKDR kira-kira 3-4cm panjangnya. 20) Lepaskan tenakulum dan spekulum 21) Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi, lakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan. 22) Cuci tangan dibawah air yang mengalir 23) Ajarkan pada pasien bagaimana cara memeriksa benang 10. Prosedur pencabutan AKDR a. Jelaskan pada klien tentang prosedur yang akan dilakukan dan inform consent
b. Pastikan klien telah mengosongkan kandung kencing c. Persiapan alat 1) Spekulum 2) Korentang 3) Mangkuk untuk larutan antiseptik 4) Sarung tangan steril atau DTT 5) Cairan antiseptik 6) Sumber penerang 7) Tang buaya (tang pontang) 8) Klem lurus d. Persiapan tenaga kesehatan : cuci tangan e. Posisikan pasien di gyn bed dengan lampu penerang f. Pakai sarung tangan steril atau DTT g. Pasang speculum untuk untuk melihat servik dan benang h. Mengusap servik dan vagina dengan larutan antiseptic 2-3 kali i. Jepit benang dideket servik dengan menggunakan klem lurus atau lengkung dan tali benang ditarik pelan-pelan j. Tunjukkan IUD yang berhasil dicabut k. Beri antiseptik , apabila terdapat perdarahan maka pertahankan dengan deep selama 3 menit l. Lepaskan spekulum, bereskan alat, lepas hanscoon dan rendam dilarutan klorin 0,5%.
D. PERILAKU KESEHATAN 1. Pengertian Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2005, p.43) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua mahluk hidup termasuk binatang dan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia adalah sebagai salah satu mahluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan-jalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2, yakni : aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain dan aktivitas yang tidak diamati oleh orang lain (dari luar). 2. Faktor-faktor Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005, p.45) perilaku terbentuk didalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons merupakan faktor dari diri dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah: perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. 3. Perilaku Kesehatan Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2005,p.46) perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable),
yang berkaitan
dengan
pemeliharaan
dan
peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan bila sakit atau terkena masalah kesehatan. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu : a.Faktor Predisposisi ( predisposing factors) Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah ilmu pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi. Faktor predisposisi dalam penelitian ini adalah:
1) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga,
maupun
masyarakatnya.
Disamping
itu
pendidikan
kesehatan juga memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). 2) Tingkat Pengetahuan Pengetahuan adalah Hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Menurut Notoatmodjo (2010), Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : (a) Tahu (Know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. (b) Memahami ( Komprehension) Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. (c) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. (d) Analisis (analysis) Analisis
adalah
sebagai
kemampuan
seseorang
untuk
menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan
antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. (e) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. (f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi
berkaitan
dengan
kemampuan
seseorang
untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2003). 3) Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang temasuk kebutuhan sekunder. 4) Paritas Paritas adalah angka-angka yang menunjukkan jumlah anak yang dimiliki PUS yaitu ≥ orang anak. 5) Kepercayaan Kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa yang dipercayai itu benar. Kepercayaan disini terkait dengan mitos atau anggapan yang keliru dari ibu dan masyarakat tentang KB AKDR. 6) Nilai Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang dan diinginkan. 7) Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata contohnya : sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman
seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun (Notoatmodjo, 2003). b. Faktor Pendukung (enabling factors) Faktor pendukung adalah faktor untuk mendukung terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. prioritas dan komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan. Tersedia atau tidaknya sarana yang dapat dimanfaatkan adalah hal penting dalam munculnya perilaku seseorang dibidang kesehatan. Berapapun positifnya latar belakang, kepercayaan dan persiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu seseorang tidak akan dapat berbuat banyak dan perilaku kesehatan tidak akan muncul (Maryani,2006).
c. Faktor Pendorong (reinforcing factors) Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini adalah pendapat, dukungan,
kritik baik dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga dari petugas kesehatan itu sendiri. 1. Keluarga Menurut Bussard dan Ball (1966) Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Dikeluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, dan kebiasaanya dan berfungsi sebagai sanksi segenap budaya luar, dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya. Peran keluarga adalah suatu yang diharapkan secara normative dari seorang dalam situasi social tertentu agar dapat memenuhi harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individudalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain adalah:
a) Ayah
Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman dalam setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. b) Ibu Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anakanak, pelindung keluarga dan juga mencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. c) Anak Anak berperan sebagai perilaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungandukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung
Menurut Friedman (1998) dukungan suami dianggap melemahkan dampak stress dan secara langsung memperkokoh kesehatan mental individu dalam keluarga. Keberadaan dukungan suami yang adekuat terbukti berhubungan dengan status kesehatan yaitu timbulnya suatu motivasi bagi istri yang mengarah pada perilaku tertentu. Bentuk dukungan dari suami dapat berupa persetujuan suami pada istri untuk menggunakan AKDR. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Sedangkan seorang ibu yang tidak mau ikut KB, mungkin karena tidak ada minat dan niat terhadap KB (behavior intencional), atau barang kali tidak ada dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Mungkin juga karena kurang atau tidak memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessibility of information) atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan. Misalnya, harus tunduk kepada suaminya, mertua atau orang lain yang disegani (personal autonomy) ( Notoatmodjo, 2007, p-180). Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Wahyu
Nur
Musdhalifah (2010) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi AKDR dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang AKDR dengan pemilihan metode kontrasepsi AKDR. Dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2010) dengan judul Hubungan karakteristik, Dukungan suami dan pengetahuan ibu dengan perawatan BBL pada primipara dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu mendapatkan dukungan dari suami dalam perawatan bayi baru lahir. B. KERANGKA TEORI Faktor predisposisi Pendidikan Pengetahuan Ekonomi Paritas Kepercayaan Nilai Sikap
Faktor pendukung : Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan Keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan
Perilaku kesehatan yang mempengaruhi rendahnya Akseptor AKDR
Faktor pendorong Dukungan suami
Gambar 1 Kerangka Teori Sumber : Lawrence W. Green, Health Education Planninga Diagnostic Approach Mayfield Publishing, California, 1980 dalam Notoatmodjo 2007.
Keterangan : : diteliti : tidak diteliti C. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas
Variabel Terikat
Pengetahuan Rendahnya Akseptor AKDR Dukungan suami