BAB II TINJAUAN TEORI A. ASI Ekslusif 1. Pengertian ASI ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim (Roesli, 2008). ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman, kecuali apabila si bayi menderita sesuatu penyakit sehingga diperlukan pemberian obat yang sebagian besar terbuat dalam kemasan sirup. ASI eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan bayi (Depkes, 2001). 2. Manfaat ASI Manfaat ASI pada bayi yaitu zat-zat gizi yang ada pada ASI sesuai dengan kebutuhan bayi dan mudah dicerna oleh pencernaan bayi. ASI mengandung zat protektif guna meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit, ASI tidak menimbulkan alergi pada bayi, ASI mempunyai efek psikologis, ASI menjadikan pertumbuhan bayi dengan sempurna, ASI dapat mengurangi kariesdentis dan ASI dapat mengurangi kejadian moluklusi (Roesli, 2008). Manfaat ASI ditinjau dari beberapa aspek yaitu : a. Aspek gizi Dari segi gizi, ASI memiliki komponen nutrisi yang diperlukan bayi antara lain karbohidrat (6,5 –7,7%), protein (1-1,5%), lemak (3,5%), vitamin, mineral dan air. Kadar zat besi dalam ASI besarnya antara 0,30,7 mg/L dengan bioavailibilitas yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa kadar ini dapat mempertahankan status zat besi yang adekuat pada bayi sampai usia 6 bulan. Kandungan nutrisi dalam ASI lebih adaptif untuk pencernaan bayi sehingga seluruh komponen tersebut dapat digunakan untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan bayi.
10
11
b. Aspek kesehatan anak Dari segi kesehatan bayi, ASI mengandung sejumlah komponen imunoaktif yaitu IgA, lisosim, laktoferin, faktor bifidus dan makrofag yang berfungsi melindungi bayi dari infeksi gastrointestinal, infeksi saluran pernafasan, dan lain-lain. Pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih ternyata dapat melindungi bayi dari serangan otitis media tunggal ataupun berulang. Sifat protektif ini berasal dari IgA yang memblokir perlekatan Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza ke sel-sel retrofaringeal dan tingginya kadar prostaglandin yang berfungsi profilaksis terhadap otitis media. Selain itu IgA juga berperan terhadap antigen Shigela dan sel memori yang terbentuk dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun sehingga dapat melindungi bayi dari shigelosis. c. Manfaat pemberian ASI bagi ibu Manfaat pemberian ASI bagi ibu dengan memberikan ASI pada bayi dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, dan bagi ibu menyusui secara ekslusif dapat menunda kehamilan, dengan memberikan ASI mempengaruhi aspek psikologis pada ibu (Ambarwati dan Wulandari, 2009). Beberapa manfaat pemberian ASI bagi ibu yaitu dari segi aspek : 1) Aspek psikologis Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia. (Ambarwati danWulandari 2009). 2) Aspek kesehatan ibu Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis.oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma mammae pada
12
ibu yang menyusui lebih rendah disbanding yang tidak menyusui. Mencegah kanker hanya dapat diperoleh ibu yang menyusui anaknya secara eksklusif. Penelitian membuktikan ibu yang memberikan ASI secara eksklusif memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium 25 % lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara eksklusif. Dari segi kesehatan ibu, dengan menyusui akan mengurangi frekuensi terjadinya kanker payudara dan dapat menjarangkan kehamilan. Pemberian ASI juga menjalin hubungan psikologis yang erat antara ibu dan anak. 3) Aspek penurunan berat badan Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih cepat kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil. Pada saat hamil, badan bertambah berat, selain karena ada janin, juga karena penimbunan lemak pada tubuh, cadangan lemak ini sebetulnya memang disiapkan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan menyusui, tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan terpakai. Logikanya, jika timbunan lemak menyusut, berat badan ibu akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. 4) Aspek kontrasepsi Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang ujung syaraf sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk ke indung telur, menekan produksi estrogen akibatnya tidak ada ovulasi. Menjarangkan kehamilan, pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali. d. Manfaat ASI bagi keluarga Menurut Ambarwati & Wulandari (2009), Manfaat pemberian ASI pada keluarga antara lain yaitu :
13
1) Aspek ekonomi Secara ekonomis ASI lebih murah dan lebih praktis dibandingkan dengan pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI). ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat. 2) Aspek psikologi Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga. 3) Aspek kemudahan Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan serta minta pertolongan orang lain. e. Manfaat ASI bagi Negara Manfaat ASI bagi Negara, menurunkan angka kesulitan dan kematian dan mengurangi subsidi rumah sakit, mengurangi devisa untuk membeli susu formula dan meningkatkan sumber daya manusia (Ambarwati dan Wulandari, 2009). Masalah dalam menyusui pada masa antenatal yaitu a) kurang atau salah informasi; b) puting susu datar atau terbenam. Masalah menyusui pada masa nifas dini yaitu: a) Puting susu nyeri; b) Puting susu lecet; c) Payudara bengkak; d) Mastitis atau abses payudara. Masalah menyusui pada masa nifas lanjut yaitu: a) Sindrom ASI kurang; b) Ibu yang bekerja. Masalah menyusui pada keadaan khusus yaiyu; a) Ibu melahirkan dengan bedah sesar; b) Ibu sakit; c) Ibu yang memerlukan pengobatan; d) Ibu hamil. Masalah menyusui pada bayi yaitu: a) Bayi sering menangis; b) Bayi bingung puting; c) Bayi prematur dan bayi kecil (BBLR); d) Bayi kuning (ikterik); e) Bayi kembar; f) Bayi sakit; g) Bayi
14
sumbing; h) Bayi dengan lidah pendek; i) Bayi yang memerlukan perawatan (Ambarwati & Wulandari, 2009). 3. Komposisi ASI Menurut Proverawati (2010), susu menjadi salah satu sumber nutrisi bagi manusia, komponen ASI sangat rumit dan berisi lebih dari 100.000 biologi komponen unik, yang memainkan peran utama dalam perlawanan penyakit pada bayi. Meskipun tidak semua keuntungan dari semua komponen yang telah diteliti atau belum ditemukan, berikut daftar elemen penting dari ASI: a. Kolostrum Cairan susu kental yang berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu, sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan kemampuan ginjal pada bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan dalam volume besar. Jumlahnya tidak terlalu banyak tetapi kaya akan gizi dan sangat baik bagi bayi. Kolostrum mengandung karoten dan vitamin A yang sangat tinggi. Tetapi sayang, karena kekurangtahuan atau karena kepercayaan yang salah, banyak ibu yang baru melahirkan tidak memberikan kolostrumnya kepada bayinya. Kolostrum mengandung sel darah putih dan protein immunoglobulin pembunuh kuman dalam jumlah paling tinggi. Kolostrum dihasilkan pada saat sistem pertahanan tubuh bayi paling rendah. Jadi dapat dianggap bahwa kolostrum adalah imunisasi pertama yang diterima oleh bayi (Roesli, 2008). Disamping banyaknya zat antibodi yang terkandung, kolostrum juga mengandung banyak faktor imunosupresif yang mencegah terjadinya stimulasi berlebih akibat masuknya antigen dalam jumlah yang besar (Sumadiono, 2008). b. Protein Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan whey (protein yang mudah dicerna). ASI lebih banyak mengandung whey daripada casein sehingga protein ASI mudah dicerna.
15
c. Lemak Lemak ASI adalah penghasil kalori (energi) utama dan merupakan komponen zat gizi yang sangat bervariasi. Lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. ASI memasok sekitar 70-78% energi sebagai lemak yang dibutuhkan bukan saja untuk mencukupi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memudahkan penyerapan asam lemak esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lain, dan juga untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi lain tidak terpakai sebagai sumber energi. Setidaknya 10% asam lemak sebaiknya dalam bentuk tak jenuh ganda, yang biasanya dalam bentuk asam linoleat. Asam linoleat juga merupakan asam lemak esensial. Asam ini terkandung di dalam sebagian besar minyak tetumbuhan. Sayang sekali jumlah kebutuhan yang tepat belum diketahui dengan pasti. Dari air susu ibu, bayi menyerap sekitar 85-90% lemak. Enzim lipase di dalam mulut (lingual lipase) mencerna zat lemak sebesar 50-70% 24. d. Laktosa Merupakan karbohidrat
utama pada ASI. Fungsinya sebagai sumber
energi, meningkatkan absorbsi kalsium dan merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus. e. Vitamin A Konsentrasi vitamin A berkisar pada 200 IU/dl. f. Zat Besi Meskipun Asi mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter), bayi yang menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini karena zat besi pada ASI yang lebih mudah diserap. g. Taurin Berupa asam amino dan berfungsi sebagai neurotransmitter, berperan penting dalam maturasi otak bayi. Docosahexaenoic acid (DHA) dan asam arachidonat (ARA) merupakan bagian dari kelompok molekul yang dikenal sebagai omega fatty acids. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.
16
Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa efek defisiensi akan berakibat gangguan pada retina mata. Saat ini taurin banyak ditambahkan pada susu formula karena penelitian menunjukkan bahwa kadar taurin plasma yang rendah (50%) pada bayi dengan formula dibandingkan dengan bayi menyusui. h. Lactobacillus Berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E.Coli yang sering menyebabkan diare pada bayi. i. Lactoferin Sebuah besi-batas yang mengikat protein ketersediaan besi untuk bakteri dalam intestines, sertamemungkinkan bakteri sehat tertentu untuk berkembang. Memiliki efek langsung pada antibiotik berpotensi berbahaya seperti bakteri staphylococcus dan E.Coli. j. Lisozim Dapat memecahkan dinding usus sekaligus mengurangi insiden caries dentis dan maloklusi (kebiasaan lidah yang mendorong kedepan akibat menyusu dengan botol dan dot).lisozim menghancurkan bakteri berbahaya dan akhirnya mempengaruhi keseimbangan kehidupan bakteri yang menghuni usus yang sempurna. 4. Pengelompokan ASI Ada 3 stadium dalam pengelompokan ASI : a. ASI stadium I : ASI stadium I adalah kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai ke-3 setelah persalinan. Komposisi kolostrum berwarna kuning keemasan, yang disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usus segera bersih dan siap menerima ASI. b. ASI stadium II : ASI stadium II adalah ASI peralihan yang diproduksi pada hari ke-4 sampai hari ke-10. Komposisi protein makin rendah, sedangkan lemak
17
dan hidrat arang makin tinggi, dan volume ASI semakin meningkat. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu, keluhan nyeri sudah berkurang. Oleh karena itu, kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu perlu ditingkatkan. c. ASI stadium III : ASI stadium III adalah ASI matur yang disekresi dari hari ke-10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. 5. Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Pemberian ASI secara eksklusif sangat penting bagi pertumbuhan danperkembangan bayi, hal ini dikarenakan ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. Pemberian ASI eksklusif menurut Suraatmaja (1989), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perubahan sosisal budaya, kondisi fisik ibu, faktor psikologis ibu, dan faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapatkan penjelasan dan dorongan tentang manfaat pemberian ASI. Menurut Kemalasari (2009) dan Azwar (2002), faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi antara lain adalah faktor sosiokultural, psikososial, dan faktor karakteristik yang memberikan konstribusi
dalam
keberhasilan
menyusui.
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain yaitu: a. Motivasi ibu untuk menyusui bayi Ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya menyusui anaknya, terutama sebelum melahirkan. Apabila nilai menyusui hendak ditingkatkan pada masyarakat, maka pengertian tentang menyusui harus ditanamkan pada anak-anak gadis sejak usia muda, bahwa menyusui anak merupakan bagian dari tugas biologi seorang ibu (Abdullah, 2004). b. Perubahan sosial budaya 1) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya. Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam
18
segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui. 2) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol. Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan terentu bahwa susu botol sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu mau meniru orang lain, atau tanya untuk prestise. 3) Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan keluarnya. c. Faktor psikologis 1) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan. Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengubah payudara, walaupun menyusui atau tidak menyusui 2) Tekanan batin. Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan mengurangi menyusui. d. Faktor fisik ibu Alasan yang cukup sering bagi ibu untuk menyusui adalah karena ibu sakit, baik sebentar maupun lama. Tetapi, sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang mengharuskan berhenti menyusui, jauh lebih berbahaya untuk mulai memberi bayi makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit. e. Tingkat pendidikan ibu Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa juga mempengaruhi
pengambilan
keputusan,
dimana
semakin
tinggi
pendidikan semakin besar peluang untuk memberikan ASI (menyusui). Sebaliknya akses terhadap media berpengaruh negatif terhadap
19
pemberian ASI, dimana semakin tinggi akses ibu pada media semakin tinggi peluang untuk tidak memberikan ASI nya (Abdullah, 2004). f. Tingkat pendidikan keluarga Pendidikan pada setiap anggota keluarga berkaitan dengan pengetahuan setiap anggota keluarga, pengetahuan anggota keluarga yang baik berdampak terhadap perilaku anggota keluarga dalam mengasuh bayi jika ditinggalkan oleh ibu. Perkembangan zaman meuntut ibu untuk bekerja membantu perekonomian keluarga, sehingga banyak ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Adanaya pendidikan keluarga yang baik akan dapat memotivasi ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif. g. Status pekerjaan ibu Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak menyusui adalah kerena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja, terutama pada usia subur, sehingga selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi. Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan dilakukan di kantor, tapi bisa juga berarti bekerja di ladang, bagi masyarakat di pedesaan (Kristiyanasari, 2009). h. Sikap Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap positif ibu terhadap praktik menyusui tidak diikuti dengan pemberian ASI pada bayinya. Sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Terwujudnya sikap agar menjadi tindakan nyata diperlukan faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga kesehatan dan orangorang terdekat ibu. i. Pengetahuan Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang penting dalam kesuksesan proses menyusui. Thaib et al dalam Abdullah et al (2004) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, status
20
kerja ibu, dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh positif pada frekuensi dan pola pemberian ASI. j. Status sosial, ekonomi, paritas Status sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memproduksi dan atau membeli pangan. Ibu-ibu dari keluarga berpendapatan rendah kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan memiliki akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas dibanding ibu-ibu dari keluarga berpendapatan tinggi, sehingga pemahaman mereka untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayi menjadi rendah (Prasetyono, 2009). k. Dukungan keluarga/suami Keluarga merupakan unit terkecil dalam proses pelayanan kesehatan di masyarakat, dimana jika kesehatan keluarga baik akan mempengaruhi status kesehatan dalam masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan dukungan dari anggota keluarga. Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga yang paling berperan dalam keberhasilan ibu menyusui adalah peran dukungan suami. Hal ini karena suami merupakan orang terdekat bai ibu dan memberikan motivasi kepada ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif (Friedman, 1998).
B. Perilaku Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang tua atau
21
mertua sangat penting untuk mendukung (Notoatmodjo, 2007). Tingkatan – tingkatan praktik antara lain sebagai berikut: 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respon Terpimpin (Guided Respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (Mechanisme) Apabila seorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Menurut Green (1980) dalam Sarwono (2007), menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu : 1. faktor yang mempermudah (Predisposing Factor) a. Pengetahuan ibu tentang ASI Semakin luas pengetahuan seseorang semakin mudah orang melakukan perubahan dalam tindakannya sebagian besar manusia memperoleh pengetahuan melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan ibu tentang ASI akan berpengaruh terhadap kemauan ibu memberikan ASI kepada anaknya. Ibu dengan pengetahuan tentang ASI kurang, bisa jadi menganggap bahwa itu tidak penting, sehingga tidak ada kemauan untuk memberikan ASI kepada anaknya. Sebaliknya ibu yang pengetahuan tentang ASI luas, baik mengenai manfaat, tujuan, kapan dan sebagainya dengan sendirinya ia akan memberikan ASI kepada anaknya.
22
b. Sikap Sikap merupakan resppon evaluative, dimana respon akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Menurut Azwar (2000) respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positifnegatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian akan mengkristal. c. Tingkat pendidikan Asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah pula orang itu menerima rangsangan perubahan keadaan di sekitarnya. Tingkat pendidikan ibu sangat menentukan kemudahan dalam menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi pendidikan ibu maka akan makin cepat tanggap dengan perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti perubahan itu. Di samping itu semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin luas pengetahuan sehingga akan termotivasi menerima (Depkes RI, 2001). Perubahan
baru,
adanya
perbedaan
tingkat
pendidikan
mempengaruhi pengetahuan, yang menyebabkan perbedaan dalam tanggapan terhadap suatu masalah. Selain itu akan berbeda pula tingkat penangkapan terhadap penerimaan pesan yang disampaikan dalam hal ASI demikian pula halnya. Makin tinggi pendidikan ibu akan makin mudah pula menerima inovasi-inovasi baru yang dihadapinya termasuk ASI (Azwar, 2000). d. Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu norma yang diyakini oleh masyarakat sekitar tentang suatu hal ataupun peilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam suatu wilayah. Berdasarkan hal tersebut
23
maka kepercayaan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dilakukan oleh anggota masyarakat tentang pemberian ASI secara eksklusif. e. Pekerjaan Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan ASI ekslusif. Pengetahuan responden
yang bekerja lebih baik
jika dibandingkan dengan
pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja diluar rumah (sector formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang pemberian ASI ekslusif (Depkes RI, 2001) 2. faktor-faktor yang memungkinkan (Enabling Factor) a. Tersedianya fasilitas kesehatan Fasilitas kesehatan di suatu wilayah memberikan kontribusi dalam memberikan pelayanan maupun konseling tentang masalah kesehatan. Tersedianya fasilitas kesehatan membuat orang dapat mengakses informasi tentang kesehatan, sehingga seseorang dapat meningkatkan pengetahuan dan derajat kesehatan. b. Jarak dan keterjangkauan tempat pelayanan Tempat pelayanan yang jaraknya jauh bisa jadi membuat orang enggan
untuk
mendatanginya.
Jauhnya
tempat
pelayanan
bisa
menyebabkan membengkaknya akomodasi pelayanan, karena selain biaya pelayanan kesehatan ada biaya tambahan yaitu biaya transportasi. Bagi orang-orang yang hanya berfikir sederhana mungkin akan memutuskan untuk tidak datang ke sarana pelayanan kesehatan. Hal ini yang mungkin terjadi adalah ketidak terjangkauan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat. c. Kebijakan atau peraturan instansi Peraturan suatu instansi merupakan hal yang mengatur kegiatan, hak dan kewajiaban bagi karyawanya. Adanya fasilitas tempat dan peraturan yang memperbolehkan bagi karyawan yang memiliki bayi
24
untuk memberikan ASI pada jam tertentu akan meningkatkan pemberian ASI secara eksklusif pada bayi. 3. faktor yang memperkuat (Reinforcing Factor) a. Dukungan petugas kesehatan Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi ialah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi disegala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya merangsang saja. Untuk itu motivasi petugas kesehatan kepada masyarakat dalam bentuk pendidikan kesehatan sangat diperlukan Masyarakat awam biasanya akan percaya pada orang yang dianggapnya mempunyai pengetahuan luas. Petugas kesehatan yang ada di desa oleh masyarakat biasanya dianggap sebagai orang yang tahu segalanya tentang masalah kesehatan. Sehingga masyarakat akan percaya terhadap apa yang dikatakan petugas. b. Dukungan Suami Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri maupun luar individu tersebut, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia atau dengan kata lain bahwa perilaku dipengaruhi oleh dorongan baik yang berasal dari luar maupun dari dalam individu (suami). Perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja pada zaman sekarang sudah banyak berkurang, dimana makin banyak ibu berperan ganda dan semua itu guna menciptakan keluarga yang lebih mapan, akan tetapi juga menimbulkan pengaruh terhadap hubungan dengan anggota keluarga terutama pada balitanya. 1. Ibu tidak bekerja Seorang ibu yang tidak bekerja dapat memberikan ASI secara eksklusif tanpa MPASI dengan baik dibandingkan ibu yang bekerja karena alasan cuti terlalu sibuk, tidak ada waktu serta masa cuti yang telah habis dibandingkan
dengan
ibu
yang
bekerja.
Banyak
ibu-ibu
bekerja
mencarinafkah, baik untuk kepentingan sendiri maupun keluarga.Pada ibu
25
yang tidak bekerja akan tercipta suatu pola pengasuhan yangbaik, dimana pada ibu yang tidak bekerja akan mempunyai banyak waktu untuk mengasuh balitanya meliputi perhatian, kasih sayang dan waktu untuk menyediakan makanan yang baik (Pudjiadi, 2000). Pemberian ASI tanpa MPASI dimungkinkan dapat terpenuhi karena ibu tidak mempunyai kesibukan atau mempunyai banyak waktu dalam memberikan ASI kepada bayinya yang berpengaruh pada kondisi kesehatan bayinya (Supariasa, 2002). Faktor bekerja saja nampak belum berperan sebagai timbulnya suatu masalah pada pemberian ASI eksklusif, akan tetapi kondisi kerja yang menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan perawatan anak. Nampaknya ibu-ibu yang bekerja di luar rumah sudah membuat persiapan untuk merawat anaknya, meskipun kadang-kadang belum sesuai dengan kenyataan (Depkes, 2001). 2. Ibu bekerja Pada ibu yang bekerja akan terjadi penyediaan waktu yang terbatas atau sedikit, hal ini menjadi kendala bagi seorang balita untuk mendapatkan waktu, perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya. Kesibukan orang tua dapat berdampak pada status gizi balita dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Jika hal ini tidakditanggulangi secara serius dapat berlanjut menurunnya status gizi balita. Akibat dari kesibukan orang tua dapat berpengaruh pada pola pemberian makanan pada bayi selain ASI yaitu MPASI, yang tentunya tidak sesuai dengan usia bayi atau terlambat diberikan misalnya seorang balita dengan usia kurang dari 6 bulan yang hanya diberi ASI saja akan tetapi pada kenyataannya telah diberikan makanan lain selain ASI yaitu MPASI, hal ini dapat menganggu status kesehatan bayinya (Pudjiadi, 2000). a. Cara pemberian asi eksklusif pada ibu bekerja Pemerintah mengeluarkan peraturan yang bisa mendukung agar ibu terus memberikan ASI kepada bayinya. Bahkan hak menyusui pada wanita bekerja telah dijamin pada pasal 83 Undang-undang No 13 Tahun
26
2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa pekerja atau buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya, jika hal ini dilakukan selama waktu kerja (Tasya, 2008). Terdapat tujuh langkah yang sangat penting untuk keberhasilan pemberian ASI secara esklsuif terumata bagi ibu bekerja, yaitu (1) mempersiapkan payudara, (2) mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui, (3) menciptakan dukungan keluarga, (4) memilih tempat melahirkan yang sayang bayi, (5) memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara Eksklusif (6) mencari ahli persolan menyusui seperti klinik laksatasi untuk persiapan apabila mereka mengalami kesukaran, dan (7) menciptakan suatu sikap positif tentang ASI dan menyusui (Roesli, 2008) Menurut
Depkes
RI
(2007),
setiap
tempat
kerja
harus
mengupayakan fasilitas pendukung pemberian ASI bagi ibu yang menyusui seperti sarana ruang memerah ASI, perlengkapan untuk memerah dan menyimpan ASI, menyediakan materi penyuluhan ASI. Secara ideal setiap tempat kerja yang mempekerjakan perempuan hendaknya memiliki tempat penitipan bayi atau anak, sehingga ibu dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan menyusui setiap beberapa jam. Namun bila tidak memungkinkan karena tempat kerja jauh dari rumah, tidak memiliki kenderaan pribadi atau jemputan kantor, maka cara lain yang mudah adalah memberikan ASI perah (Roesli, 2008) Berikut langkah-langkah yang perlu disiapkan sebelum ibu bekerja yaitu (1) mempersiapkan ASI perah sekurang-kurangnya dua hari sebelum mulai bekerja, (2) perahlah ASI setiap 3 jam. Ingat, makin sering ASI dikeluarkan, produksi ASI akan makin melimpah, (3) jangan berikan dot atau empeng pada bayi, (4) siapkan pengasuh bayi yang terampil untuk memberikan ASI perah dengan sendok/cangkir, (5) susuilah bayi Ibu selama bayi bersama Ibu termasuk malam hari, (6)
27
banyak minum, atau minumlah bila haus, dan sebelum serta sesudah menyusui atau memerah ASI (Roesli, 2008). Alat yang digunakan harus dibersihkan untuk memeras ASI yaitu cangkir/gelas yang bermulut lebar, cucilah dengan sabun dan air bersih dan bilas dengan air hangat. Cara memerah ASI yaitu : (1) cuci tangan dengan sabun dan air bersih, (2) duduk dengan nyaman, (3) perah sedikit ASI dan oleskan ke puting, (4) taruh telunjuk, jari tengah dan ibu jari di aerola, dengan posisi jam 06.00 dan 12.00. Bisa juga memposisikan jari pada jam 09.00 dan jam 03.00, (5) tekan ketiga jari kearah dada tanpa bergeser (bukan diurut), kemudian lepaskan, (6) jangan menggosokgosok atau menekan payudara dengan jari, (7) lakukan untuk kedua payudara selama lebih kurang 20-30 menit (Roesli, 2008). ASI dapat disimpan di beberapa tempat dengan kriteria sebagai berikut: (1) dalam suhu ruang : tahan 4-6 jam, (2) dalam termos yang diisi es batu : tahan 24 jam, (3) dalam lemari es bagian bawah : tahan 2 x 24 jam, (4) dalam freezer pada lemari es 1 pintu : tahan 2 minggu, (5) dalam freezer pada lemari es 2 pintu : tahan 3 bulan. Meskipun dapat disimpan lama, disarankan agar tidak terlalu lama menyimpan ASI perah karena ASI diproduksi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak Untuk memberikan susu kepada bayi, keluarkan ASI perah dari lemari es, secara berurutan dari jam perah paling awal, diamkan dalam suhu ruang selama 10-15 menit, untuk ASI yang disimpan di freezer, disarankan untuk memindahkan ke lemari es bagian bawah selama 1 jam sebelum didiamkan dalam suhu ruang, hangatkan ASI dengan cara merendam botol berisi ASI perah dalam wadah yang diberi air hangat, jangan menghangatkan ASI dengan air mendidih atau merebus ASI karena akan merusak kandungan gizi, hangatkan dalam jumlah tertentu sesuai jumlah yang biasa diminum bayi (dalam sekali minum), siapkan cangkir dan sendok untuk meminumkan ASI perah kepada bayi.
28
ASI perah yang didiamkan cukup lama akan terpisah menjadi 2 lapisan, lapisan yang di atas biasanya lebih kental karena kaya akan lemak. Ini bukan berarti ASI telah basi. Kocoklah dengan perlahan hingga ASI menjadi larutan homogen kembali, ASI perah segar akan berbau/beraroma manis. Bila ASI beku yang setelah dicairkan beraroma seperti sabun, hal ini disebabkan perubahan struktur lemak dalam ASI akibat perubahan suhu yang mendadak sehingga proses kerja enzim lipase terganggu. Karena itu tidak disarankan menghangatkan ASI dengan air mendidih atau merebus ASI, atau membekukan kembali ASI yang telah dihangatkan, jika ASI perah berbau asam, maka bisa jadi ASI telah basi dan harus dibuang. Memberikan ASI perah dengan posisi duduk dengan nyaman, peganglah bayi tegak lurus/setengah tegak dipangkuan Ibu / pengasuh, peganglah sendok dan sentuhkan ke ujung bibir bayi. Untuk bayi yang telah bisa minum ASI dengan menggunakan sendok, dapat diganti dengan
menggunakan
gelas
berukuran
kecil,
bayi
akan
mengisap/menjilat ASI, tumpahkan sedikit demi sedikit ke mulut bayi, jangan menuang ASI ke mulut bayi, setelah bayi mendapat cukup ASI, pegang bayi dalam posisi tegak untuk disendawakan (Roesli, 2008).
C. Dukungan Suami Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara eksklusif. Bagian keluarga yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keberhasilan dan kegagalan menyusui yaitu suami. Masih banyak suami yang berpendapat salah, yang menganggap menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup jadi pengamat yang pasif saja. Untuk itu, keluarga atau suami perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga agar ibu berhasil menyusui secara eksklusif (Paramitha, 2007). Suami dapat berperan aktif dalam keberhasilan menyusui dengan jalan memberi dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya,
29
seperti menggantikan popok. Pengertian suami tentang peranannya sangat penting, ini merupakan langkah pertama dalam mendukung ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif dan hal ini merupakan investasi yang sangat berharga. Hubungan yang baik antara seorang ayah dengan bayinya merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dikemudian hari (Roesli, 2008). Keluarga khususnya ayah merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan praktik menyusui. Masih banyak pendapat yang salah bahwa ayah cukup menjadi pengamat yang pasif, padahal sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down refleks) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara emosional, pengahrgaan terhadap ibu menyusui, dukungan instrumental, serta dukungan informasi terhadap ibu menyusui (Purwanto, 2009). Proses menyusui dibutuhkan kesiapan mental ibu. Saat inilah, dukungan dari keluarga terutama suami sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan menyusui setelah melahirkan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami antara lain memberikan perhatian kepada istri, misalnya menyiapkan keperluan ibu untuk menyusui, dan memberikan pujian kepada istri atas kemauanya memberikan ASI kepada bayinya (Kristiyanasari, 2009). Menurut Paramitha (2007), dukungan suami sangat diperlukan agar pemberian ASI eksklusif bisa tercapai. Oleh karena itu, ayah sebaiknya jadi salah satu kelompok sasaran dalam kampanye pemberian ASI. Menurut Februhartanty (2008), mengungkapkan bahwa ada 6 pengelompokan tipe peran suami dalam praktek menyusui secara eksklusif dan peran-peran ini dianggap sebagai dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Tipe peran tersebut, yaitu: 1. Mencari informasi mengenai pemberian ASI dan pola pemberian makan bayi, yang terdiri dari: pernah mencari informasi mengenai pemberian ASI
30
dan pola pemberian makan bayi dan tetap meneruskan pencarian informasi mengenai kedua hal tersebut hingga saat ini. 2. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai cara pemberian makan saat ini. 3. Memilih tempat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan pemeriksaan pasca persalinan/imunisasi, yang terdiri dari: pemilihan tempat untuk pemeriksaan kehamilan, pemilihan tempat untuk bersalin, dan pemilihan tempat untuk pemeriksaan pasca persalinan/imunisasi. 4. Tingkat keterlibatan ayah selama kunjungan pemeriksaan kehamilan. 5. Memiliki sikap positif terhadap kehidupan pernikahan mereka. 6. Terlibat dalam berbagai kegiatan perawatan anak. Pendapat lain juga disampaikan oleh Meiliasari (2002), bahwa suksesnya pemberian ASI eksklusif adalah hasil kerja tim, yang beranggotakan paling sedikit dua orang, yaitu ayah dan ibu. Menurut Meiliasari (2002), ada 7 bentuk dukungan yang harus diberikan oleh suami pada ibu yang menyusui secara eksklusif, yaitu: 1. Sebagai motivator bagi istri Suami harus memberikan dukungan kepada ibu melalui kalimatkalimat pujian, maupun kata-kata penyemangat. Dengan hal ini ibu akan merasa sangat bangga dan senang dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Hal ini berkaitan dengan refleks oksitosin. Pernyataan yang mendukung juga disampaikan oleh Papu (2009), bahwa salah satu dukungan suami terhadap ibu menyusui adalah dengan tidak melontarkan kritik terhadap bentuk tubuh istri yang umumnya memang melar setelah melahirkan. 2. Membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI Tidak setiap ibu dapat memberikan ASI dengan lancar. Banyak ibu mengalami masalah, mulai dari ASI yang tak keluar, puting payudara lecet, pembengkakan, mastitis, stres, dll. Modal utama memecahkan keluhan secara benar adalah jika ayah/ibu menguasai teori manajemen menyusui. Ayah bisa ikut menginformasikan hal-hal yang diketahuinya, atau
31
menunjukkan referensi, atau turun tangan langsung mengatasinya. Misal, jika payudara istri harus dipijat, dikompres, jika harus berobat, bagaimana cara menyimpan ASI perah, dll. Untuk menguasai hal ini, sebaiknya ayah ikut pergi ke klinik laktasi sebelum program menyusui dimulai. 3. Ikut merawat bayi Suami dapat ikut serta dalam merawat bayi dengan membantu mengganti
popok
bayi,
menyendawakan
bayi
setelah
menyusui,
menggendong bayi, membantu memandikan bayi, dan bermain dengan bayi. Papu (2009), juga menyatakan bahwa ayah juga dapat membantu merawat anak-anak termasuk kakak si bayi. 4. Mendampingi ibu menyusui walaupun tengah malam Mendampingi, menemani, yang sedang menyusui pun merupakan bentuk dukungan yang besar artinya. Sebisanya, ikut bangun saat istri terbangun tengah malam. Atau jika tak bisa bangun malam, paling tidak jangan tunjukkan ekspresi kesal akibat tidur yang terganggu saat bayi menangis lapar di malam hari. Tapi ada sebuah rahasia kecil. Pemandangan suami yang terkantuk-kantuk saat menunggui istri menyusui, akan sangat menyentuh perasaan istri dan membuat cinta istri semakin dalam. 5. Melayani ibu menyusui Ayah tak bisa memberi makan bayi dengan air susu, tetapi ayah dapat 'memberi makan' bayi dengan jalan memberi makan ibu. Jadi jika ingin ambil bagian dalam aktivitas 'memberi makan' ini, layani istri saat dia kelaparan dan kehausan selagi menyusui. Karena menyusui sangat menguras energi, biasanya ibu butuh ekstra asupan kalori dan cairan sesudah menyusui. Ayah bisa membantu membuatkan susu hangat, telur dadar, dan camilan lain, atau potongan buah, tanpa perlu diminta, yang disajikan untuk istri. 6. Menyediakan anggaran ekstra Hal ini bisa diupayakan bersama istri sejak terjadi kehamilan. Menyusui membutuhkan ekstra dana paling tidak untuk makanan tambahan ibu, suplemen, dan peralatan menyusui lainnya (bra menyusui, alat-alat
32
menyimpan ASI perah, dll). Tetapi angkanya pasti jauh lebih kecil daripada bayi diberi susu formula. 7. Menjaga romantisme Diakui atau tidak, kehadiran anak akan sedikit mengusik keintiman suami-istri. Suami sesekali bisa merasa tersisihkan atau kehilangan romantisme karena istri sibuk menjalankan peran orang tua. Sebaliknya, kadang istri juga merasa dirinya kurang seksi dan kurang bergairah selagi menyusui, akibat kelelahan dan terlebih, bergesernya fungsi payudara dari organ seksual menjadi sumber makanan bayi. Jadi penting bagi suami untuk tidak berpaling dari istrinya yang sedang menyusui. Suami harus membantu istri menciptakan suasana romantis
atau hal-hal lain
yang bisa
menghangatkan hubungan. Dengan demikian kegiatan menyusui bayi secara eksklusif dapat dilaksanakan dengan baik.
D. Hubungan Dukungan Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif Di hari pertama setelah melahirkan, ibu pastilah mengalami kelelahan fisik dan mental. Akibatnya, ibu merasa cemas, tidak tenang, hilang semangat, dan sebagainya. Ini merupakan hal normal yang perlu diantisipasi suami maupun pihak keluarga. Namun dalam beberapa kasus, terutama pada anak pertama, banyak suami yang lebih sibuk dengan bayinya dari pada memperhatikan kebutuhan sang istri. Kondisi ini jika terus-menerus berlanjut maka ibu akan merasa bahwa perhatian suami padanya telah menipis sehingga muncul asumsi-asumsi negatif. Terutama yang terkait erat dengan penampilan fisiknya setelah bersalin. Tubuh yang dianggap tak lagi seindah dulu membuat suami lebih mencintai anak dari pada dirinya sebagai istri. Perasaan negatif ini akan membuat refleks oksitosin menurun dan produksi ASI pun terhambat, karena pikiran negatif ibu memengaruhi produksi ASI, maka dukungan suami sangat dibutuhkan. Pentingnya suami dalam mendukung ibu selama memberikan ASInya memunculkan istilah breastfeeding father atau suami menyusui. Jika ibu merasa didukung, dicintai, dan diperhatikan, maka akan muncul emosi positif
33
yang akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI menjadi lancar (Roesli, 2008). Dikatakan bahwa keberhasilan memberikan ASI eksklusif selain bergantung pada ibu juga sangat bergantung pada suami maka tidak terlepas kemungkinan keterkaitan antara karakteristik suami pada ibu menyusui dengan dukungan dalam pemberian ASI eksklusif dimana dukungan tersebut dipengaruhi oleh tingkat usia suami, tingkat pendidikan suami, jenis pekerjaan suami, tingkat penghasilan suami, tingkat pengetahuan suami tentang pemberian ASI Eksklusif dan sikap suami terhadap pemberian ASI eksklusif (Soetjiningsih, 2007).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2006), tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pada ibu pekerja buruh diwilayah perusahaan rokok sukun Kabupaten Kudus, dengan hasil bahwa praktik pemberian ASI pada ibu pekerja buruh sebanyak 42,7%, yang melakukan cara pembrian ASI dengan benar, 67,8% memberikan makanan dini pada balita, dan banyak yang menyapih balita <24 bulan yaitu sebanyak 59,3%. Ibu pekerja buruh yang mempunyai balita dimungkinkan kesulitan dalam mengatur pemberian ASI. Faktor yang berhubungan dengan cara pemberian asi adalah dukungan suami, pendidikan, pengetahuan, sikap, pendapatan perkapita. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitrianti (2008), tentang hubungan pengetahuan, sikap ibu dan dukungan suami terhadap pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 6 - 12 bulan di Desa Manguntoro Kecamatan Bakung, dengan hasil bahwa pemberian ASI eksklusif sebesar 45,7%, pengetahuan ibu sebesar 21,4% termasuk kategori tinggi, sebesar 52,9% kategori sedang dan sebesar 25,7 kategori rendah. Sikap ibu sebesar 65,7% masuk kategori baik, 32,9% kategori cukup baik dan sebesar 1,4% kategori kurang. Ibu yang dibantu oleh keluarga dalam merawat bayi sebesar 52,9%, dan yang mendukung untuk memberikan ASI eksklusif sebesar 40,3% dan dukungan yang paling banyak didapatkan dari suami yaitu sebesar 50 %.
34
E. Kerangka Teori Predisposisi 1. Kepercayaan 2. Pengetahuan 4. Sikap 5. Pendidikan 6. Pekerjaan
Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI 1. Kondisi fisik ibu 2. Faktor psikologis 4. Perubahan sosial budaya 5. Motivasi ibu 6. Status sosial ekonomi 7. tingkat pendidikan keluarga
Enabling 1. Tersedianya fasilitas kesehatan 2. Jarak sarana pelayanan kesehatan 3. Kebijakan/peraturan instansi
Pemberian ASI eksklusif pada karyawati
Reinforcing 1. Dukungan petugas kesehatan 2. Dukungan Suami a. Dukungan emosional b. Dukungan penghargaan c. Dukungan instrumental d. Dukungan informatif
Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber : (modifikasi Green, 1980 dalam Sarwono, 2007) F. Kerangka Konsep Variabel independent
Variabel dependent Pemberian ASI eksklusif pada karyawati
Dukungan suami
Gambar 2.2 Kerangka konsep. G. Variabel Penelitian Variabel adalah karakteristik objek penelitian yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ada dua yaitu: 1. Variabel bebas (independent variable) Variabel independent merupakan suatu variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependent dan bebas dalam
35
mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003). Variabel independent dalam penelitian ini adalah dukungan suami. 2. Variabel terikat (dependent variable) Variabel dependent merupakan variabel yang dapat dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel independent. Variabel ini dapat tergantung dari variabel independent terhadap perubahan (Hidayat, 2003). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif pada karyawati.
H. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif pada karyawati Rumah Sakit Bakti Wira Tamtama Semarang”.