BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Singarimbun (1995:37), “teori adalah seperangkat asumsi, konsep, kontrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara menghubungkan antar konsep”. Untuk mendukung dan membantu merumuskan pemikiran dalam penelitian mengenai Analisis Peran Stakeholders Dalam Program Dana Pembangunan Kelurahan di Kelurahan Kadipiro, akan digunakan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun teori-teori yang menjelaskan tentang Analisis Peran Stakeholders Dalam Program Dana
Pembangunan
Kelurahan
di
Kelurahan
Kadipiro
maka
peneliti
menggunakan teori tentang peran, pemangku kepentingan, collaborative governance, dan tinjauan tentang dana pembangunan kelurahan dapat dijelaskan sebagai berikut : A. TINJAUAN TENTANG PERAN Menurut Soekanto (2007:212-213) “peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status)”. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Lebih lanjut peranan sendiri mencakup tiga hal sebagai berikut ini :
12
13
a.
Peranan memiliki norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b.
Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c.
Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Adam mengemukakan bahwa : “One role that is typically ascribed be directors is control of the process by which top executives are hired, promoted, assesed and if necessary, dismissed.” (see. E.g,. Vancil 1987, for descriptive analysis & Naveen, 2006, for statistical evidence)(Adam, 2009:20) Pengertian
tersebut
menjelaskan
bahwa
seorang
pemimpin
mempunyai hak dan kewajiban untuk mengawasi tiap-tiap bagian yang bisa dikerjakan, mempromosikan, menilai maupun menberhentikan bawahannya untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang baik dan sesuai yang diharapkan. Darling et al, dalam American Journal of Community Psychology, Naturally Occuring Mentoring in Japan and the United States : Social Roles and Correlates Vol 30 Hal. 248 yang mengemukakan : “The term "role" has great utility because it designates the connection between an individual and the surrounding social system. Perhaps because of this utility, it has been defined in many different ways. Levinson (1959) helped to clarify the term by distinguishing three senses in which the concept of role has been used and argued for maintaining the distinctiveness of each sense. One sense of role is the
14
expectations or demands placed upon a person occupying a given position. Role demands are externally imposed. They define the behavior others expect of a person holding a given position, such as mother or teacher. The second sense of role is the conception held by a person of what part she or he plays in a given social system. A person's role conception is influenced by role demands but is internally based. Thus, two mothers may define that role differently. Third is role performance, a person's behavior within the social system. "Istilah" peran "memiliki utilitas yang besar karena menunjuk hubungan antara individu dan sistem sosial di sekitarnya. Mungkin karena utilitas ini, telah didefinisikan dalam berbagai cara. Levinson (1959) membantu untuk mengklarifikasi istilah dengan membedakan tiga pengertian di mana konsep peran telah digunakan dan berpendapat untuk mempertahankan kekhasan masing-masing akal. Satu rasa peran adalah harapan atau tuntutan ditempatkan pada orang yang menduduki posisi tertentu. Tuntutan peran secara eksternal dikenakan. Mereka mendefinisikan perilaku orang lain harapkan dari orang yang memegang posisi tertentu, seperti ibu atau guru. Rasa kedua peran adalah konsepsi yang dipegang oleh orang dari bagian mana dia atau dia bermain dalam suatu sistem sosial tertentu. Konsepsi peran seseorang dipengaruhi oleh tuntutan peran tetapi didasarkan internal seseorang. Dengan demikian, dua ibu dapat menentukan peran yang berbeda. Ketiga adalah kinerja peran, perilaku seseorang dalam sistem sosial. Sedangkan menurut Thoha (1997:80-82), “peranan adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang”. Pengharapan semacam itu merupakan suatu norma yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu peranan. Bagaimana seseorang berperilaku dalam peranan organisasi sangat ditentukan oleh tiga hal berikut ini : 1.
Karakteristik kepribadian.
2.
Pengertiannya tentang apa yang diharapkan orang lain kepadanya.
3.
Kemauan untuk menaati norma yang telah menetapkan pengharapan tadi.
15
Siagian (2005:132) menjelaskan bahwa peranan pada umumnya muncul dalam berbagai bentuk seperti “fungsi pengaturan, fungsi perumusan berbagai jenis kebijakan, fungsi pelayanan, fungsi penegakan hukum serta fungsi pemeliharaan ketertiban umum dan keamanan”. Dari pengertian para ahli di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa peranan memiliki kaitan yang sangat erat dengan status, yang merupakan halhal yang dialami manusia dalam kehidupan sehari-hari dimana tanpa adanya interaksi maka tidak akan ada peranan. Seseorang mempunyai hak dan kewajiban pun dikarenakan adanya interaksi, sehubungan dengan adanya orang lain disekitarnya. Peranan juga merupakan suatu pola perilaku, dan maka dari itu seseorang tersebut juga memiliki persepsi tersendiri dalam menjalankan peranannya, yakni persepsi yang datang dari dirinya sendiri dan juga masyarakat.
B. TINJAUAN
TENTANG
PEMANGKU
KEPENTINGAN
(STAKEHOLDER) Menurut Pendapat Gladwell dalam Bryson (2003), “Kata pemangku kepentingan sering dikaitkan dengan teori dan praktek manajemen publik dalam 20 tahun terakhir. Istilah ini mengacu pada orang, kelompok atau organisasi yang entah bagaimana harus diperhitungkan oleh para pemimpin, manajer, dan front-line staff”. Banyaknya penelitian dan penulisan terhadap stakeholder telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan
16
penggunaan istilah tersebut dan pengetahuan tentang peranannya di dalam praktek merubah istilah tersebut kedalam penggunaan yang umum. Gonsalves, et al. (dalam Iqbal, 2007) mendeskripsikan pemangku kepentingan adalah “siapa yang memberi dampak dan/atau siapa yang terkena dampak kebijakan, program dan aktivitas pembangunan”. Mereka bisa lakilaki atau perempuan, komunitas, kelompok sosial ekonomi, atau lembaga dalam berbagai dimensi pada setiap tingkat golongan masyarakat. Setiap kelompok ini memiliki sumber daya dan kebutuhan masing-masing yang harus terwakili dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan pembangunan. Perlu dicatat bahwa pengambilan keputusan tidak dapat dilaksanakan secara efektif oleh satu kelompok tertentu. Pemangku
kepentingan
dapat
dikategorikan
sebagai
pelaku,
sedangkan pertisipasi merupakan media dalam mencapai tujuan pelaksanaan kegiatan. Melalui partisipasi, pemangku kepentingan diharapkan mampu memformulasikan dan sekaligus mengimplementasikan aksi bersama. Menurut Allen dan Kilvington, 2004 (dalam Suharto, 2005:125), stakeholder / pemangku kepentingan adalah “orang-orang atau kelompokkelompok yang memiliki kepentingan dalam sebuah kebijakan, program atau proyek”. 1.
Partisipasi Stakeholder Pemangku kepentingan dapat dikategorikan sebagai pelaku, sedangkan partisipasi merupakan media dalam mencapai tujuan pelaksanaan kegiatan. Melalui partisipasi, pemangku kepentingan
17
diharapkan
mampu
memformulasikan
dan
sekaligus
mengimplementasikan aksi bersama. Selener (1997) mengklasifikasikan partisipasi atas dua tipe : “ Pertama, partisipasi teknis yang dapat mempengaruhi para pemegang kekuasaan untuk mengakomodasikan kebutuhan mereka. Partisipasi tipe ini relatif tidak bermuara pada pemberdayaan atau perubahan sosial masyarakat. Kedua, partisipasi politis yang memiliki kemampuan dalam pengambilan langkah pengawasan terhadap suatu kondisi dan situasi tertentu. Partisipasi tipe ini mampu meningkatkan aksi swadaya dalam pengembangan dan penguatan kelembagaan.”
Menurut pendapat Krishna dan Lovell dalam Iqbal (2007), Paling tidak ada empat alasan pentingnya partisipasi dalam menunjang keberhasilan suatu program/kegiatan. “Pertama, partisipasi diperlukan untuk meningkatkan rencana pengembangan program/kegiatan secara umum dan kegiatan prioritas secara khusus. Kedua, partisipasi dikehendaki agar implementasi kegiatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, partisipasi dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan program/kegiatan. Keempat, partisipasi dapat meningkatkan kesetaraan dalam implementasi kegiatan.” Oleh karena itu, partisipasi merupakan suatu tatanan mekanisme bagi para penerima manfaat dari suatu program/kegiatan.
2.
Analisis dan Pemetaan Stakeholder Menurut Pendapat Race dan Millar 2006 (dalam Iqbal 2007) “Analisis pemangku kepentingan bermanfat dalam pengidentifikasian komunitas atau kelompok masyarakat yang paling banyak kena pengaruh (dampak) dari suatu kegiatan pembangunan”. Analisis ini juga bermanfaat dalam menentukan prioritas mengenai komunitas atau
18
kelompok masyarakat yang dibutuhkan dalam implementasi kegiatan dan manfaat pembangunan bagi mereka. Suatu kegiatan dapat memberikan manfaat bagi sebagian masyarakat, namun dapat pula merugikan sebagian masyarakat lainnya. Oleh karena itu, analisis pemangku kepentingan biasanya berhubungan dengan beberapa elemen seperti eksistensi kelompok masyarakat, dampak, dan konsekuensi yang muncul dari pelaksanaan program pembangunan. Race dan Millar 2006 (dalam Iqbal 2007) menekankan ada beberapa intisari dalam analisis pemangku kepentingan yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu: “(1) Pemangku kepentingan itu sendiri (individu atau kelompok yang memiliki atau terkena pengaruh dari kegiatan pembangunan); (2) Partisipasi (keterlibatan); (3) Keterkaitan sebagai bentuk dari partisipasi yang bersifat lebih dari sekedar konsultasi.” Di samping itu, dalam analisis pemangku kepentingan perlu juga dipahami
alur
lingkaran
operasionalisasi
kegiatan
mengingat
implementasi program pembangunan umumnya memiliki dimensi sosial dalam setiap tahap pelaksanannya. Menurut pendapat Suharto (2005) dalam kaitannya dengan advokasi kebijakan, analisis stakeholder dapat digunakan sebagai : “(1) Mengidentifikasi karakteristik dan pengaruh orang-orang, kelompok dan lembaga yang akan terkait dengan proses advokasi kebijakan; (2) Mengidentifikasi konflik kepentingan, relasi dan kapasitas diantara stakeholder yang memungkinkan terciptanya partisipasi dan koalisi diantara mereka; (3) Mengembangkan strategi yang tepat untuk meningkatkan dukungan dan mengurangi hambatan sehingga alternatif-alternatif kebijakan yang diusulkan dapat diterima oleh sasaran kebijakan (policy audience).”
19
Analisis stakeholder sangat diperlukan karena dalam analisis peran stakeholder terdapat media yang menunjukkan partisipasi dan ketertlibatan yang berujung adanya suatu kolaborasi di tiap stakeholder. Identifikasi pemangku kepentingan merupakan hal mendasar yang harus dilakukan terlebih dahulu dalam analisis pemangku kepentingan terkait dengan implementasi program pembangunan. Menurut pendapat Neef (dalam Bryson 2003)
menyarankan
“untuk membuat urutan topik kegiatan sesuai dengan keberadaan pemangku kepentingan”. Analisis pemangku kepentingan yang dilakukan untuk suatu tujuan dan tujuan itu harus diartikulasikan sebelum analisis dimulai. Tujuan ini akan memandu pilihan tentang siapa yang harus terlibat dalam analisis, dan bagaimana. Biasanya, analisis stakeholder dilakukan sebagai bagian dari kebijakan, rencana, atau latihan perubahan strategi; atau upaya pengembangan organisasi. analisis yang berbeda akan dibutuhkan pada berbagai tahap dalam proses ini. Memutuskan siapa yang harus terlibat, bagaimana, dan kapan melakukan pemangku kepentingan analisis adalah pilihan strategis. Peranan stakeholder
dianalisis dengan menggunakan matrik
peran stakeholder kemudian tahapan selanjutnya dalam analisis stakeholder adalah menentukan peta tingkat power dan tingkat interest dari setiap stakeholder. Power versus interest grids merupakan matriks 2x2 yang menunjukkan letak kepentingan stakeholder dalam organisasi dan kekuatan pemangku kepentingan untuk mempengaruhi organisasi
20
sekarang atau di masa depan. Dalam matriks akan muncul Empat kategori stakeholder diantaranya: “Players, yang memiliki keduanya interest dan power yang signifikan; Subjects, yang memiliki interest, tetapi sedikit power; Contest Setters yang memiliki power, tapi interest/kepentingan langsung sedikit; dan Crowd, yang terdiri dari para pemangku kepentingan dengan interest dan power yang kecil atau sedikit.(Bryson, 2003).” Bentuk matriks Power versus interest grids dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 2.1 Matriks Power Versus Interest Grids
Berdasarkan penempatan stakeholder pada gambar atau matriks di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Subject Subject adalah organisasi yang mempunyai minat besar namun memiliki kekuasaan yang rendah. Subject bisa diartikan sebagai organisasi yang
peduli
terhadap
kegiatan
pembangunan
yang
mempunyai
21
kesungguhan lebih baik walaupun tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau membuat peraturan-peraturan. 2. Players Players adalah mereka yang mempunyai minat besar dan kekuasaan yang besar. Players bisa diartikan sebagai pemain utama. Instansi/lembaga ini mempunyai kekuasaan yang besar untuk melakukan sesuatu atau membuat aturan untuk pengelolaannya. 3. Contest Setter Kelompok ini mempunyai kekuasaan akan tetapi punya minat yang rendah. Pihak-pihak ini belum bisa menjadi leader dalam kegiatan ini. 4. Crowd Crowd adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan kekuasaan yang kecil. Pada kotak ini dimasukkan masyarakat atau lembaga yang kurang peduli atau minatnya kecil terhadap Dana Pembangunan Kelurahan.
C. DANA PEMBANGUNAN KELURAHAN Program Dana Pembangunan Kelurahan (DPK) di Kota Surakarta Tahun 2013 di oleh Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3-A Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Pembangunan Kelurahan Tahun Anggaran 2013. Dalam Pasal 2 Peraturan Walikota tersebut dijelaskan bahwa tujuan dari DPK adalah untuk :
22
1.
Meningkatkan kualitas dan percepatan pembangunan kelurahan;
2.
Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangka pembangunan di tingkat kelurahan;
3.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
4.
Mengatasi permasalahan masyarakat di bidang Pemerintahan Umum, Sosial Budaya, Ekonomi, dan Infrastruktur; dan
5.
Mendukung kegiatan pada urusan pemerintah daerah. Dari tujuan DPK tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat mulai
dilibatkan dalam proses pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemanfaatan hasil pembangunan sampai kesejahteraan masyarakat yang nantinya dapat menciptakan kemandirian masyarakat. Pendekatan
pembangunan
yang
memungkinkan
masyarakat
untuk
berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan menumbuhkembangkan sifatsifat kemandirian masyarakat. Penentuan DPK diawali dengan musyawarah tingkat Kelurahan untuk menentukan daftar skala prioritas pembangunan yang akan didanai oleh DPK. Program DPK diidealkan untuk merespon masalah di Kelurahan, seperti kemiskinan, ketertinggalan bidang pendidikan dan kesehatan. Proses Pengelolaan dan alokasi Dana Pembangunan Kelurahan diatur dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3-A Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Pembangunan Kelurahan Tahun Anggaran 2013 yang secara garis besar diawali dari proposal yang disusun oleh Panitia Pembangunan Kelurahan (PPK) berdasarkan hasil Musrenbangkel yang
23
dikonsultasikan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Surakarta. Proposal ditandatangani oleh Ketua Tim Perencanaan Kegiatan, Ketua PPK, diketahui Ketua LPMK, Lurah, dan Camat. Bagian Pemerintah Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Surakarta beserta Tim Kota memverifikasi proposal berdasarkan hasil berita acara verifikasi proposal DPK dan kemudian menerbitkan Keputusan Kepala Bagian Pemerintah Umum tentang Pencairan Dana Hibah Pemerintah Kota Surakarta kemudian kepala bagian pemerintahan umum membuat pengantar hasil verifikasi tentang permohonan pencairan DPK dan diajukan kepada Walikota Surakarta melalui Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan Dan Aset Daerah (DPPKAD). DPPKAD memproses pencairan DPK dan menyerahkannya kepada PPK sesuai mekanisme yang ditetapkan. Dalam proses tersebut melibatkan banyak stakeholders seperti, Pemerintah Kelurahan, LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan), Panitia Pembangunan Kelurahan, Tim verifikasi dan monitoring yang bekerja sesuai perannya masing-masing. Sebab, jika
stakeholders yang terkait tidak menjalankan
wewenang dan tanggungjawabnya dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut, kebijakan tersebut tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan yang ditentukan.
24
D. HASIL PENELITIAN TERDAHULU Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai program Dana Pembangunan Kelurahan, berikut diantaranya sebagai dasar pemikiran penelitian ini : 1.
Eka Rakhmawati dengan judul “Perencanaan Pembangunan Partisipatif (Studi tentang Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Proyek Dana Pembangunan Kelurahan di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2009)” Penelitian ini melihat Dana Pembangunan Kelurahan yang dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan program tersebut. Hasil dari penelitian tersebut ditemukan bahwa masyarakat kurang inisiatif dalam proses awal yaitu pada saat musrenbangkel, inisiatif masyarakat muncul setelah ada paksaan dari pemerintah yang berupa dana untuk di manfaatkan.
2.
Sutiknyo Endri Wibowo dengan judul “Pemberdayaan masyarakat melalui program dana pembangunan kelurahan (DPK) di kelurahan mojosongo kecamatan jebres kota surakarta tahun 2008” Penelitian ini membahas upaya pemberdayaan masyarakat melalui program DPK yang hasilnya bahwa masyarakat belum diberdayakan secara optimal melalui program DPK di Kelurahan Mojosongo pada tahun 2008. Hal ini disebabkan karena hal ini disebabkan karena masih besarnya biaya swadaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mendukung kelancaran program DPK serta aparatur pemerintahan
25
kelurahan tidak dapat memberikan solusi yang tepat ketika masyarakat susah di tarik iuran swadaya untuk mendukung kekurangan dana proyek DPK. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi Tim Panitia Pelaksana Program DPK untuk membuat laporan pertanggungjawaban, yang selanjutnya digunakan sebagai syarat permohonan pencairan dana DPK Termin II tahun 2008.
E. ASPEK KAJIAN Kajian ini membahas mengenai peranan yang dilakukan oleh masingmasing stakeholders dalam pelaksanaan program dana pembangunan kelurahan di Kelurahan Kadipiro. Peranan stakeholders ini menggunakan teori peranan Soekanto, adapun stakeholder yang terlibat sesuai dengan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3-A Tahun 2013, yaitu: a.
Panitia Pembangunan Kelurahan (PPK), Peranan yang dilakukan oleh Panitia Pembangunan Kelurahan (PPK) Kelurahan Kadipiro terkait dengan dana pembangunan kelurahan meliputi keseluruhan proses dari awal sampai akhir
mulai dari tahap perencanaan sampai dengan
pertanggungjawaban penggunaan dananya. b.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Peranan yang dilakukan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan adalah Monitoring dan Evaluasi di tingkat Kelurahan dan menjadi pendamping dalam proses perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban.
26
c.
Kelurahan Kadipiro, Peranan yang dilakukan oleh Kelurahan Kadipiro adalah Monitoring dan Evaluasi di tingkat Kelurahan dan menjadi fasilitator dan mendampingi PPK dalam proses perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban
d.
Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kota Surakarta, Peranan yang dilakukan oleh Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kota Surakarta adalah Monitoring dan Evaluasi di tingkat Kota dan menjadi verifikator dalam pengajuan proposal dana pembangunan kelurahan.
e.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Surakarta, Peranan yang dilakukan oleh Bappeda Kota Surakarta adalah bagian dari tim Monitoring dan Evaluasi di tingkat Kota dan menjadi konsultan dalam proses penyusunan proposal dana pembangunan kelurahan.
f.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Surakarta, Peranan yang dilakukan oleh DPPKAD Kota Surakarta adalah Monitoring dan Evaluasi di tingkat Kota, Pendidtribusian dana di tingkat kota, dan Pengawasan penggunaan dana pembangunan kelurahan.
g.
RT/RW, Peranan yang dilakukan oleh RT/RW di lingkungan Kelurahan Kadipiro adalah memfasilitasi masyarakat sekitar untuk mengajukan usulan dalam perencanaan,
dalam tahap pelaksanaan di lingkungan
RT/RW melakukan koordinasi dengan masyarakat sekitar.
27
h.
PKK, Peranan yang dilakukan oleh PKK adalah memfasilitasi anggota untuk mengajukan usulan dalam perencanaan dan menjalankan program pkk yang disetujui dalam proposal.
i.
Masyarakat, Peranan yang dilakukan oleh Kelurahan Kadipiro adalah berpartisipasi dalam program dana pembangunan kelurahan baik dalam tahap usulan perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan.
F. KERANGKA BERPIKIR Dalam kerangka pikir ini akan dijelaskan mengenai alur berfikir yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan berangkat dari Masalah dana pembangunan kelurahan di Kelurahan Kadipiro yaitu : 1.
inkonsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan proyek DPK;
2.
pelaksanaan DPK tidak selesai tepat waktu;
3.
DPK belum mampu mengoptimalkan swadaya masyarakat;
4.
dana stimulan pra koperasi belum mampu menggerakkan ekonomi rakyat;
5.
penerima bantuan dalam memberikan SPJ belum tepat waktu. Kemudian
pada
proses
implementasinya
dana
pembangunan
kelurahan mengacu pada Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3-A Tahun 2013. Implementasi dana pembangunan kelurahan tidak selalu berjalan mulus pasti terdapat hambatan-hambatan yang mempengaruhi baik dari faktor institusi, dari faktor politik, mupun faktor budaya. Peneliti disini melihat dari kacamata peran stakeholders dalam pelaksanaan program dana pembangunan
28
kelurahan di Kota Surakarta. Dalam analisis peran stakeholders juga terdapat sebuah bentuk hubungan yang terjadi antar stakeholder beserta hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan program dana pembangunan kelurahan di Kota Surakarta yang berkesinambungan satu dengan yang lainnya.
Gambar 2.2
Skema Kerangka Berpikir Masalah DPK di Kelurahan Kadipiro : 1.inkonsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan proyek DPK; 2.pelaksanaan DPK tidak selesai tepat waktu; 3.DPK belum mampu mengoptimalkan swadaya masyarakat; 4.dana stimulan pra koperasi belum mampu menggerakkan ekonomi rakyat; 5.penerima bantuan dalam memberikan SPJ belum tepat waktu.
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3-A Tahun 2013
Implementasi Program Dana Pembangunan Kelurahan
Peran stakeholders dalam Program Dana Pembangunan Kelurahan di Kelurahan Kadipiro
.
Hambatan Program Dana Pembangunan Kelurahan