BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:1998). Pustaka adalah kitap-kitap; buku; buku primbon (KBBI, 2003:912). Jadi tinjauan pustaka yaitu hasil meninjau, pandangan, pendapat terhadap buku-buku maupun jurnal-jurnal yang sudah diselidiki atau dipelajari sebelumnya. Rahma Safitri (2013), dalam skripsi yang berjudul: “Fungsi dan Makna Ornamen Pada Tiga Bangunan Vihara di Kota Binjai”. Skripsi ini mendeskripsikan tentang bagaimana fungsi dari tiga bangunan yang ada pada vihara di Binjai dan menganalisis setiap ornamen atau simbol-simbol yang ada pada tiga bangunan vihara tersebut. Skripsi ini menggunakan teori fungsionalisme untuk menganalisis fungsi bangunannya dan teori semiotik digunakan untuk menganalisis makna ornamen atau simbol bangnan vihara tersebut bagi masyarakat. Skripsi ini membantu penulis untuk mengetahui fungsi dan makna dari suatu bangunan sebagai tempat ibadah umat Buddha. Hemiyati (2013), dalam kertas karya yang berjudul: “The Pagoda’s Possibilities To Attract Tourisms”, menjelaskan tentang salah satu tempat ibadah yang ada di daerah Berastagi yaitu sebuah Pagoda yang ada di Taman Alam Lumbini, Berastagi, yang telah menjadi sebuah objek wisata di daerah tersebut. Penulis
Universitas Sumatera Utara
mengemukakan hal-hal apa saja yang menarik minat banyak masyarakat termasuk para wisatawan sehingga mengunjungi tempat ibadah bagi umat Buddha. Kertas karya ini banyak mendeskripsikan tentang bagaimana keberadaan bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi mulai dari deskripsi bangunan pagoda, deskripsi Taman Alam Lumbini, pasilitas, aktivitas yang berhubungan dengan pagoda tersebut sehingga banyak menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Kertas karya ini sangat membantu penulis untuk mengetahui keberadaan dari bangunan pagoda tersebut bagi masyrakakat Tionghoa.
2.2. Konsep Konsep dapat diartikan sebagai gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami halhal lain. Kejelasan tentang apa yang hendak diteliti sangat penting. Kejelasan yang hendak diteliti telah ditetapkan dalam bentuk kata-kata kunci penelitian, karena katakata kunci tersebut nantinya akan dijadikan konsep yang kemudian akan dicarikan rujukan teorinya. Konsep sangat penting bagi peneliti. Agar pembaca segera menangkap secara jelas tentang maksud peneliti sebenarnya, peneliti harus menjelaskan atau memberi penegasan arti atau pengertian kata-kata kunci dalam judul (Hamidi, 2010:41).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Bentuk Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999 : 135) Bentuk adalah bangun, rupa, wujud, sistem, susunan kalimat atau acuan. Bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wujud dan bagian-bagian bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi baik secara umum maupun lebih spesifik mulai dari luar bangunan, bentuk ruang, dan ukiran-ukiran pada bangunan pagoda.
2.2.2 Fungsi Menurut Budiono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:163), fungsi adalah manfat, guna, faedah. Setiap benda, pekerjan, kesenian dalam kebudayan memilki fungsi masing-masing menurut kegunaannya. Fungsi adalah sarana ritual upacara, pengungkapan kegembiran, pergaulan, sarana pertunjukan yang timbul dari perasan untuk memberikan hiburan, dan sarana pendidikan dalam bentuk pelestarian budaya atau kepuasan batin manusia (Soedarsono, 1985). Fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi menjadi sebuah sarana yang memberikan manfaat dan menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat.
2.2.3 Makna Menurut Boediono dalam KBBI (2009:384) “Makna adalah arti atau maksud yang penting di dalamnya”. Lebih lanjut Nursyrid (2002:109) mengemukakan :
Universitas Sumatera Utara
“Ada 6 pola makna esensial yang melekat dalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia, yaitu : simbol, empirik, estetika, sinoetik (perasaan yang halus), etik dan sinoptik (hubungan agama dan filsafat). Makna Simbolik meliputi bahasa, matematika, termasuk juga isyarat-isyarat, upacara-upacara, tanda-tanda kebesaran dan sebagainya. Makna Empirik mengembangkan kemampuan teoritis, generalisasi berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan yang biasa diamati. Makna Estetik meliputi seni musik, tari, sastra, dan lain-lain, berkenaan dengan keindahan dan kehalusan serta keunikan berdasarkan persepsi subyektif berjiwa seni. Makna Sinoetik berkenaan dengan perasaan, kesan, penghayatan dan kesadaran yang mendalam. Makna Etik berkenaan dengan aspek-aspek moral, akhlak, perilaku yang luhur, dan tanggung jawab. Makna Sinoptik berkenaan dengan pengertian-pengertian yang terpadu dan mendalam seperti agama, filsafat, pengetahuan alam yang menuntut nalar masa lampau dan hal-hal yang bernuansa spiritual”.
2.2.4 Pagoda Pagoda adalah menara seperti konstruksi bangunan yang terbuat dari marmer, batu bata yang mengkilap atau tidak, kayu besi atau perunggu, secara umum dipengaruhi oleh bentuk stupa di India (Mirams, 1940:81). Pagoda berkembang dan menyebar ke Asia. Di Cina bangunan pagoda sangat banyak di jumpai karena merupakan bagian tradisional dari arsitektur budaya Cina. Struktur bangunan berbentuk stupa secara bertahap menyatu dengan desain menara Cina kuno membentuk pagoda Cina. Pada dinasti Han bangunan pagoda di Cina terbuat dari kayu namun sekarang bangunan pagoda sudah terbuat dari bata. Hal yang paling khas dari bangunan pagoda Cina adalah atapnya. Atap pada bangunan pagoda Cina dibuat bertingkat-tingkat dan memiliki beberapa segi dan umumnya berbentuk lengkungan.
Universitas Sumatera Utara
Pagoda sangat erat kaitannya dengan agama Buddha. Pagoda juga dijelaskan dalam literatur Buddhis, yang mengatakan bahwa pagoda awalnya dibangun sebagai makam untuk tujuan melestarikan sisa-sisa atau peninggalan-peninggalan Sakyamuni, pendiri agama Buddha. Selain sebagai makam, pagoda dulunya juga dibangun di guagua atau di kuil untuk menawarkan atau menyajikan sesajen kepada nenek moyang. Bangunan pagoda berbentuk persegi, segi enam atau segi delapan, dan biasanya memiliki tingkatan yang ganjil dalam lima tingkat, tujuh tingkat, atau lebih dan mempunyai simbol atau patung pada bangunannya. Pagoda memiliki bentuk atap persegi yang menyerupai bunga teratai dan mempunyai atap pada tiap tingkatannya, namun ada juga bangunan pagoda yang memiliki atap yang menyerupai piramid atau kerucut. Puncak bangunan stupa pada pagoda disebut Joti yang berarti cahaya Budda suci yang tak terhingga, sedangkan puncak bangunan pagoda disebut Payung Tiga Tingkat yang melambangkan Tiratana , Buddha , Dhama, dan Shangha. Bentuk runcingan di atas pagoda merupakan simbol sifat dari konsentrasi pikiran dan meditasi. Fungsi dari bangunan pagoda sekarang ini berbeda-beda. Ada yang membangun bangunan ini hanya sebagai sebuah monumen dan ada juga yang membangun bangunan pagoda sebagai sebuah bangunan yang sakral dan berfungsi sebagai tempat ibadah.
2.3 Landasan Teori Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk mengkaji maupun menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam memecahkan masalah
Universitas Sumatera Utara
penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut maka di dalam sebuah penelitian membutuhkan landasan teori yang mendasarinya, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Fungsionalisme.
2.3.1 Teori Fungsionalisme Fungsi secara umum dapat pula diartikan sebagai kegunaan, serta cara untuk memenuhi keinginan yang timbul dari adanya kebutuhan-kebutuhan dalam hidup; untuk bertahan hidup dan berkembang. Fungsionalisme adalah sebuah studi tentang operasi mental, mempelajari fungsi - fungsi dalam menjembatani antara kebutuhan manusia dan lingkungannya. Fungsionalisme menekankan pada totalitas dalam hubungan pikiran dan perilaku. Dengan demikian, hubungan antara manusia dengan lingkungannya merupakan etnik manisfestasi dari pikiran dan perilaku (Lydia dan Maratus, 2009). Untuk melihat fungsi Pagoda Shwedagon di Berastagi penulis menggunakan teori fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaankebiasaan pada masyarakat tertentu. Pendekatan teori fungsionalisme dapat diterapkan dalam analisa mekanisme kebudayaan-kebudayaan secara tersendiri, namun teori ini tidak mengungkapkan dalil-dalil sendiri untuk menerangkan mengapa kebudayaan memiliki unsur-unsur
Universitas Sumatera Utara
budaya yang berbeda dan mengapa terjadi perubahan dalam kebudayaan. Salah satu yang mengembangkan teori fungsionalisme adalah seorang antropologi bernama Bronislaw Malionowski. Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of Culuture”. Menurut Malinowski (1984:216) : “pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi pemenuhan kebutuhan tak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dan dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan - tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya memunculkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut.”
Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan. Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni: “ (1) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan pangan dan prokreasi, (2) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan hukum dan pendidikan, (3) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan kesenian.” Selain itu, hal yang patut ada pada para peneliti menurut Malinowski adalah kemampuan keterampilan analitik agar dapat memahami latar dan fungsi dari aspek
Universitas Sumatera Utara
yang diteliti, adat dan pranata sosial dalam masyarakat. Konsep tersebut dirumuskan kedalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek kebudayaan, yakni : “ (1) saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap aspek lainnya, (2) konsep oleh masyarakat yang bersangkutan, (3) unsur - unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara fungsional, (4) esensi atau inti dari kegiatan / aktivitas tersebut tak lain adalah berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan dasar biologis manusia.”
Melalui tingkatan abstraksi tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan / aktivitas manusia dalam unsur - unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya merupakan kebutuhan manusia yang suka berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini berkembang dalam bentuk yang lebih solid dalam artian perkumpulan tersebut dilembagakan melalui rekayasa manusia. Dalam konsep fungsionalisme Malinowski dijelaskan beberapa unsur kebutuhan pokok manusia yang terlembagakan dalam kebudayaan dan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan - kebutuhan manusia. Seperti kebutuhan gizi (nutrition), berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body comforts), keamanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan (growth). Setiap lembaga sosial (Institution, dalam istilah Malinowski) memiliki bagian - bagian yang harus dipenuhi dalam kebudayaan (Ihroni, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Malinowski segala aktivitas dari unsur kebudayaan tersebut bermaksud untuk memenuhi kebutuhan manusia serta untuk memuaskan segala kebutuhan manusia. Bronislaw Malinowski (1984,217) mengajukan beberapa unsur pokok kebudayaan yang meliputi:
“ (1) Sistem normatif yaitu sistem norma - norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyatakat agar dapat menguasai alam di sekelilingnya, (2) Organisasi ekonomi, (3) Mechanism and agencies of education yaitu alat - alat dan lembaga - lembaga atau petugas untuk pendidikan. Misalnya keluarga, keluarga merupakan termasuk lembaga pendidik yang utama selain dari lembaga - lembaga resmi yang ada, (4) Organisasi kekuatan (the organization of force). Bronislaw Malinowski sebagai penganut teori fungsional selalu mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan untuk keperluan masyarakat.
Sesuai dengan teori fungsionalisme yang dikemukakan Malinowski bahwa kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, istrumental, dan integratif maka bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi juga memiliki fungsi biologis sebagai bangunan yang memenuhi kebutuhan kreasi masyarakat, instrumental sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat, dan integratif yang memenuhi kebutuhan agama atau religi masyarakat. Teori fungsionalisme Malinowski juga mengemukakan bahwa fungsi mengalami perubahan ke arah nilai-nilai dan dampak dari nilai tersebut akhirnya berubah menjadi makna yang disepakati bersama oleh masyarakat. Bangunan Pagoda Shwedagon di Berastagi juga memliki makna bagi masyarakat baik dari segi bangunan, alat-alat kebaktian, maupun relief bangunannya.
Universitas Sumatera Utara