BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep
Kegelisahan adalah perasaan gelisah; kekhawatiran; kecemasan. Konsep kegelisahan jiwa dalam penelitian ini berupa kecemasan neurosis tokoh.
Freud mengatakan (dalam
Suryabrata, 2002:139) kalau insting-insting tak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum disebut dengan kecemasan neurotik. Kecemasan ini akan tergambar melalui perasaan khawatir, gelisah, takut, cemas, dan bingung. Dan Sigmund Freud menggolongkan kecemasan ini menjadi tiga macam, yaitu obyektif, neurotik, dan moral.
Penelitian ini mengelompokkan tokoh dalam empat jenis, yakni: protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Menurut Harymawan (1993:22) tokoh protagonis adalah peran utama yang menjadi pusat cerita, tokoh antagonis adalah tokoh yang berperan sebagai lawan, sering juga menjadi musuh yang menyebabkan konflik, sedangkan tokoh tritagonis adalah tokoh penengah, bertugas sebagai penghubung antara tokoh protagonis dan antagonis. Peran pembantu adalah peran yang tidak secara langsung terlibat di dalam konflik, tetapi diperlukan guna penyelesaian cerita. Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu. 1. Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung. 2. Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Universitas Sumatera Utara
3. Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang. Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM (dalam Suyoto. http://agsuyoto.wordpress.com), ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu 1. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis. 2. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus. 3. Melalui penggambaran fisik tokoh. 4. Melalui pikiran-pikirannya 5. Melalui penerangan langsung. Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung. (http://agsuyoto.wordpress.com). Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Secara etimologi, drama berasal dari bahasaYunani, yaitu “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005:275), drama adalah 1) komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; 2) cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Dengan pementasan diharapkan penonton lebih mudah dalam memahami suatu peristiwa kehidupan, watak dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Unsur-unsur dalam drama secara garis besar hampir sama dengan genre sastra yang lain, hanya saja untuk drama mempunyai kekhasan dibanding genre sastra yang lain. Dalam drama lebih mementingkan pada dialog, jadi bukan prosa, lebih pada ujaran-ujaran yang langsung. Secara garis besar struktur naskah drama ada enam bagian penting yaitu plot atau kerangka cerita, penokohan atau perwatakan, dialog atau percakapan, setting atau landasan, tema atau nada dasar cerita, dan amanat atau pesan pengarang (Waluyo, 2002 : 6-28). Menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya. Secara etimologi, psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Banyak karya besar yang menyimpang dari standar psikologi, karena kesesuaian hasil karya dengan kebenaran psikologis belum tentu bernilai artistik. Pemikiran psikologi dalam karya sastra tidak hanya dicapai melalui pengetahuan psikologi saja. Namun pada kenyataannya atau pada kasus-kasus tertentu pemikiran psikologi dapat menambah nilai estetik atau keindahan karena dapat menunjang koherensi dan kompleksitas suatu karya. Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang manusia dan metode psikoterapi. Menurut pandangan psikoanalitiknya, Freud menawarkan beberapa konsep, seperti konsepnya tentang mengeksplorasi pikiran tak sadar, teori seksual dan libido, mencari identitas dewasa (id, ego, super ego), psikologi kesalahan, makna gejala, teori analitis, dan lain-lain (Syuropati, 2011 : 103).
Universitas Sumatera Utara
• id Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. • ego Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. • super ego Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah.
Teori sastra psikoanalisis menganggap bahwa karya sastra sebagai symptom (gejala) dari pengarangnya. Dalam pasien histeria gejalanya muncul dalam bentuk gangguangangguan fisik, sedangkan dalam diri sastrawan gejalanya muncul dalam bentuk karya kreatif. Oleh karena itu, dengan anggapan semacam ini, tokoh-tokoh dalam sebuah novel, misalnya akan diperlakukan seperti manusia yang hidup di dalam lamunan si pengarang. Konflik-konflik kejiwaan yang dialami tokoh-tokoh itu dapat dipandang sebagai pencerminan atau representasi dari konflik kejiwaan pengarangnya sendiri. Akan tetapi harus diingat, bahwa pencerminan ini berlangsung secara tanpa disadari oleh si pengarang novel itu sendiri dan sering kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi dengan mimpi. Dengan kata lain, ketaksadaran pengarang bekerja melalui aktivitas penciptaan novelnya. Jadi, karya sastra sebenarnya merupakan pemenuhan secara tersembunyi atas hasrat pengarangnya yang terkekang (terepresi) dalam ketaksadaran.
Universitas Sumatera Utara
Ilmu psikologi yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah psikologi kepribadian. Menurut Caplin (1999:362), psikologi kepribadian adalah segi pandangan yang menekankan hal penanaman dan peletakan tingkahlaku di dalam kepribadian individu. Menurut Alfred Alder dalam Calvin (1993:242) adalah ilmu perilaku tentang gaya hidup individu atau cara karakteristik seseorang dalam bereaksi dalam masalah-masalah dan tujuan hidup.
2.2.
Landasan Teori Landasan teori yang dipergunakan dalam pembahasan ini adalah teori struktural,
yaitu meneliti karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada karya itu, misalnya: tema, alur, perwatakan, latar, dan sudut pandang. Pendekatan struktural dapat dijadikan titik tumpu proses penelitian. Selanjutnya akan diterapkan teori psikoloanalisis untuk menelaah kejiwaan tokoh dalam karya sastra. Pendekatan struktural merupakan penelitian yang menganalisis suatu karya sastra secara keseluruhan, baik unsur-unsur di dalam karya sastra maupun unsur-unsur di luar karya sastra tersebut. A. Teew (1988 : 154) berpendapat bahwa analisis struktural merupakan langkah awal dalam proses pemberian makna, tetapi tidak boleh dimutlakkan dan juga tidak boleh ditiadakan. Teori dan dan metode dalam penelitian sastra disesuaikan dengan bahan yang ada. Pendekatan struktural itu terdiri atas beberapa macam teori, tetapi dalam hal ini dipergunakan teori menurut A.Teeuw dalam bukunya Sastra dan Ilmu Sastra. Menurut Teeuw (1984 : 135), pendekatan struktural mempunyai tujuan yaitu “Analisis Struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.” Selanjutnya penelitian ini diteruskan dengan analisis psikologi sastra. Dalam hal ini, peneliti menerapkan psikologi kepribadian terhadap setiap tokoh dalam drama Kejahatan
Universitas Sumatera Utara
Membalas Dendam. Psikologi kepribadian menurut Chaplin (1999:362) adalah segi pandangan yang menekankan hal penanaman dan peletakan tingkah laku di dalam kepribadian individu.
Menurut Alfred Alder (Calvin dan Gardner Linzey 1993:242)
psikologi kepribadian merupakan ilmu prilaku tentang gaya hidup individu atau cara karakteristik seseorang dalam bereaksi dalam masalah-masalah dan tujuan hidup. Penulis memilih analisis psikologi sastra karena dalam pendekatan psikologi identik dengan pendekatan ekspresif, yang menekankan pengekspresian ide-ide ke dalam karya sastra. Objek penelitian pendekatan melalui jiwa pengarangnya dan melalui tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam karya sastra itu.
Kejiwaan para tokoh dalam karya itu sekaligus
merupakan implementasi jiwa pengarangnya dan sekaligus merupakan gejala psikologis sosial dari masyarakatnya. Kejiwaan para tokoh dalam karya sastra itu sekaligus merupakan cerminan jiwa pengarangnya. Melalui pendekatan ekspresif akan tergambar atau tercermin kejiwaan pengarang. Hal ini dapat dilihat melalui seorang tokoh atau lebih ataupun melalui bahasa pengarang. Hubungan antara psikologi dengan sastra sebenarnya telah lama ada, semenjak usia ilmu itu sendiri. Akan tetapi penggunaan psikologi sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian sastra belum lama dilakukan. Menurut Robert Downs (1961 : 1949) dalam Abdurrahman, (2003 : 1), bahwa psikologi itu sendiri bekerja pada suatu wilayah yang gelap, mistik dan paling peka terhadap bukti-bukti ilmiah. Dan wilayah yang gelap itu memang ada pada manusia, dari wilayah yang gelap itulah kemudian muncul perilaku serta aktifitas yang beragam, termasuk perilaku baik, buruk, kreatif, bersastra dan lain-lain. Menurut Hardjana (1991 : 60) pendekatan psikologi sastra dapat diartikan sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan mensikapi kehidupan. Disini fungsi psikologi itu sendiri
Universitas Sumatera Utara
adalah melakukan penjelajahan kedalam batin jiwa yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra dan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk tindakan manusia dan reponnya terhadap tindakan lainnya. Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra dari sudut psikologi. Perhatian diarahkan kepada pengarang dan pembaca (sebagai psikologi komunikasi) atau kepada teks sastra itu sendiri. Wellek dan Austin Warren (1989 : 90) menyatakan bahwa istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca atau disebut psikologi pembaca. Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa empat model dalam psikologi sastra meliputi pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Psikologi sastra dengan demikian memiliki tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca. Fokus psikologi dalam psikologi karya sastra pada pengarang dan karya sastra, dibandingkan dengan pembaca. Untuk memahaminya harus dilihat bahwa pendekatan terhadap pengarang merupakan pemahaman atas ekspresi kesenimannya, karya sastra mengacu pada objektivitas karya, dan pembaca mengacu pada pragmatisme.
2.3.
Tinjauan Pustaka Penelitian dengan tinjauan psikoanalisis terhadap karya sastra sudah pernah
dilakukan oleh Lissa Ernawati mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Dengan objek kajian Novel Rojak karya Fira Basuki. Pada penelitiannya, Lissa Ernawati menelaah psikologis tokoh-tokoh dalam novel Rojak tersebut. Ia menganalisis unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dan memaparkan keadaan psikologis setiap tokohtokoh yang terdapat dalam Novel Rojak tersebut. Berdasarkan hasil penelitiannya, Lissa
Universitas Sumatera Utara
mengambil kesimpulan bahwa karakter manusia suatu saat dapat berubah apabila berada dalam keadaan emosi yang tidak stabil. Di mana perubahan karakter itu dapat membuat kita menjadi lebih baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Sebuah artikel berupa esai sastra karya Usman Rejo SS pada situs Jendela Sastra Media Sastra Indonesia dengan judul “Kecemasan Tokoh Utama dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwied Prasetyo (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)” juga meninjau unsur psikologi sebuah karya sastra. Dalam esainya, Usman Rejo SS memaparkan keadaan psikologis tokoh utama dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwied Prasetyo.
Ia memaparkan kecemasan-kecemasan yang dialami tokoh utama dengan
memaparkan kitipan-kutipan yang mengacu pada kecemasan tokoh utama. Dalam esainya, Usman Rejo SS memaparkan tiga bentuk kecemasan yang diamati dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwied Prasetyo ini yakni ada tiga macam bentuk kecemasan, yaitu; 1. Kecemasan realitas, 2. Kecemasan neurotis, dan 3. Kecemasan moral. Ramya Hayasrestha Sukardi dalam tesisnya yang berjudul “Kepribadian Tokoh Utama Anak Dalam Novel Anak Pink Cupcake Bersahabat Itu Menyenangkan Karya Ramya Hayasrestha Sukardi” menelaah monolog, dialog, dan narasi yang mengambarkan sifat, tingkah laku, perbuatan, dan perkataan yang berwujud paparan-paparan bahasa yang mendeskripsikan kepribadian tokoh utama anak dalam novel anak Pink Cupcake Bersahabat itu Menyenangkan . Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membaca, mengidentifikasi, dan mengklasifikasikan data yang mengandung aspek psikologis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa:
1. Struktur kepribadian tokoh bersifat dinamis. Ketiga unsur kepribadian tersebut, satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas, meskipun distribusi penggunaan energi terkadang tidak seimbang. Hubungan sastra dan psikoanalisis terletak pada kesamaan antara hasrat tersembunyi pada manusia yang menyebabkan kehadiran
Universitas Sumatera Utara
karya sastra mampu menyentuh perasaan, kesejajaran antara mimpi dan sastra, dan karya sastra mengandung keindahan serta mencerminkan ajaran moral. 2. Dinamika kepribadian tokoh terdiri dari (a) naluri, yaitu naluri hidup dan naluri mati. Naluri hidup berupa naluri lapar dan naluri sosial, sedangkan naluri mati diwujudkan dengan menyakiti orang lain; (b) distribusi penggunaan energi id ke ego, id ke superego, dan superego ke ego diwujudkan dalam bentuk persepsi, ingatan, dan berfikir ; (c) kecemasan, yaitu kecemasan riil, neurotik, dan moral yang diwujudkan dalam bentuk rasa takut terhadap dunia luar, takut pada hukuman, takut akan dosa, dan melihat penderitaan orang lain. Hubungan sastra dengan psikolanalisis, yaitu saat pengarang memunculkan naluri kehidupan dalam wujud karya sastra, proses pencitraan berhubungan dengan pikiran dan perasaan pengarang. 3. Fase perkembangan seksual tokoh melalui empat tahap, yaitu (a) identifikasi dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain; (b) pemindahan objek yang dilakukan tokoh menggunakan empat cara, yaitu kondensasi, kompromi, sublimasi, dan kompensasi; (c) mekanisme pertahanan ego tokoh dilakukan dengan cara pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi; (d) fase perkembangan seksual pada tokoh terjadi pada fase latenst. Hubungan psikoanalisis dengan kesusastraan muncul melalui proses sublimasi, pengarang dengan proses sublimasi dengan menulis karya sastra maupun menghasilkan karya lain yang dapat meningkatkan perkembangan kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara