BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Menurut Widodo dan Jasmadi (Lestari, 2013:1) bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasanbatasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Menurut Lestari (2013:2) bahan ajar adalah seperangkat materi pelajaran yang mengacu pada kurikulum yang digunakan dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Sementara
National
Centre
for
Competency
Based
Training
(Prastowo,2011:16) menuliskan, “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tak tertulis.” Sedangkan menurut Daryanto dan Dwicahyono (2014:171) bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur unruk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. bahan ajar bisa berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis sesuai dengan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tututan pemecahan masalah belajar.
12
13
Menurut Widodo dan Jasmadi dalam Lestari (2012:1) dampak positif dari bahan ajar adalah guru akan mempunyai lebih banyak waktu untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran, membantu siswa untuk memeperoleh pengetahuan baru dari segala sumber atau referensi yang digunakan dalam bahan ajar, dan peranan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan menjadi berkurang. Berdasarkan beberapa pendapat mengenai bahan ajar di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah suatu alat yang digunakan oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran baik tertulis maupun tidak tertulis sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 2.1.2 Jenis-Jenis Bahan Ajar Menurut Rudi dan Bretz (Ahmadi dkk, 2014:237) mengklasifiksikan bahan ajar menjadi tujuh kelompok, yaitu : 1.
bahan ajar visual gerak merupakan media yang paling lengkap yaitu menggunakan audio visual dan gerak.
2.
bahan ajar audio visual diam merupakan media yang memilki semua kemampuan pda golongan sebelumnya kecuali penampilan gerak
3.
bahan ajar audio semi gerak, memilki kemampuan menampilkan suara disertai gerak titik secara linear, jadi tidak dapat menampilkan gerakan nyata secara utuh.
4.
bahan ajar visual gerak, memilki kemampuan seperti golongan pertama kecuali penampilan suara
5.
bahan ajar visual diam, mempunyai kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak dapat menampilkan suara ataupun gerak.
14
6.
bahan ajar audio, media yang hanya memanipulasi kemampuan suara semata.
7.
bahan ajar cetak merupakan media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa huruf, angka dan simbol verbal tertentu Sedangkan menurut Prastowo (2011:40) terdapat beberapa kategori untuk jenis-
jenis bahan ajar. Beberapa kriteria yang menjadi acuan dalam membuat klasifikasi tersebut berdasarkan bentuknya adalah: bahan ajar cetak (printed), yakni sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran. Contohnya, handout, buku, modul, lembar kerja siswa. 1.
bahan ajar dengar atau program audio contohnya kaset, radio, piringan hitam dan compact disk audio.
2.
bahan ajar pandang dengar (audiovisual) contohnya, video compact disk.
3.
bahan ajar interaktif (interactive teaching materials), yakni kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi dan video) contohnya, compact disk interactive.
2.1.3 Karakteristik Bahan Ajar Sesuai dengan pedoman penulisan modul yang dikeluarkan oleh Direktorat Guruan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003 (Lestari, 2013:2), bahan ajar memilki beberapa karakteristik, Pertama, self instructional yaitu bahan ajar yang dapat membuat siswa mampu membelajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan. Di dalam bahan ajar harus terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas dan materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan yang
15
lebih spesifik. Kedua, self contained yaitu seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat didalam satu bahan ajar secara utuh. Ketiga, stand alone yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain. Keempat, adaptive yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya adatif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dan Kelima, user friendly yaitu setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai keinginan. 2.1.4 Keunggulan dan Keterbatasan Bahan Ajar Menurut Mulyasa (Lestari, 2013:8), ada beberapa keunggulan dari bahan ajar, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Berfokus pada kemampuan individual siswa, karena pada hakikatnya siswa memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
2.
Adanya kontrol terhadap hasil belajar mengenai penggunaan standar kompetensi dalam setiap bahan ajar yang harus dicapai oleh siswa.
3.
Relevansi kurikulum ditunjukan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya, sehingga siswa dapat mengetahui keterkaitan antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.
Sedangkan keterbatasan dari penggunaan bahan ajar antara lain : 1.
Penyusunan bahan ajar yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Sukses atau gagalnya bahan ajar tergantung pada penyususnannya. bahan ajar mungkin saja
16
memuat tujuan dan alat ukur berarti, akan tetapi pengalaman belajar yang termuat didalamnya tidak ditulis dengan baik atau tidak lengkap. bahan ajar yang demikian kemungkinan besar akan ditolak oleh siswa, atau lebih parah lagi siswa harus berkonsultasi dengan fasilitator. Hal ini tentu saja menyimpang dari karakteristik utama sistem bahan ajar. 2.
Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta membutuhkan manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari pembelajaran kovensional, karena setiap siswa menyelesaikan bahan ajar dalam waktu yang berbeda-beda, bergantung pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.
3.
Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya cukup mahal, karena setiap siswa harus mencarinya sendiri. Berbeda dengan pembelajaran konvensional, sumber belajar seperti alat peraga dapat digunakan bersama-sama dalam pembelajaran. Mulyasa (Lestari,2012:8)
2.2 Kajian Lembar Kerja Siswa (LKS) 2.2.1 Pengertian Lembar Kerja Siswa Menurut Diknas (Prastowo, 2011:203) lembar kegiatan siswa adalah lembaranlembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa yang biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. Sedangkan menurut Prastowo (2011:204) lembar kerja siswa (LKS) adalah suatu LKS cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.
17
Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan bahan ajar yang membantu siswa bekerja secara mandiri dalam menemukan konsep yang mengacu pada kurikulum yang berlaku. 2.2.2 Fungsi, Tujuan dan Manfaat Lembar Kerja Siswa (LKS) Berdasarkan pengertian dan penjelasan awal mengenai LKS, menurut Prastowo (2011:205) dapat diketahui bahwa LKS memiliki empat fungsi sebagai berikut: 1.
Sebagai LKS yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan siswa.
2.
Sebagai LKS yang mempermudah memahami materi yang diberikan.
3.
Sebagai LKS yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih siswa.
4.
Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa. Kemudian dalam penyusunan LKS menurut Prastowo (2011:206) ada empat
poin yang menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu: 1.
Menyajikan LKS yang memudahkan siswa berinteraksi dengan materi.
2.
Melatih kemandirian belajar siswa.
3.
Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada siswa.
4.
Menyajikan tugas-tugas yang dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Sedangkan menurut Daryanto dan Dwicahyono (2014:171) LKS disusun
dengan tujuan : 1.
Menyediakan
LKS
sesuai
dengan
tuntutan
kurikulum
dengan
mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni LKS yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa.
18
2.
Membantu siswa dalam memperoleh alternatif LKS disamping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3.
Memudahkan guru dalam melaksankan pembelajaran. LKS sebagai LKS memiliki banyak manfaat bagi guru dan siswa. Menurut
Daryanto dan Dwicahyono (2014:172) LKS disusun dengan manfaat : 1.
Manfaat bagi guru a. Diperoleh LKS yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan siswa; b. Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit diperoleh; c. Memperkaya
karena
dikembangkan
dengan
menggunakan
berbagai
referensi; d. Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis LKS; e. Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada gurunya; f. Menambah angka kredit DUPAK (Daftar Usulan Pengusulan Angka Kredit) jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan. 2.
Manfaat bagi siswa a. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik; b. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantugan terhadap kehadiran guru;
19
c. Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya. 2.2.3 Macam-Macam Bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS) Setiap LKS disusun dengan materi-materi dan tugas-tugas tertentu yang dikemas sedemikian rupa untuk tujuan tertentu, adapun macam-macam LKS sebagai berikut (Prastowo, 2011:209) : 1.
LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep. LKS yang memiliki ciri-ciri mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. LKS jenis ini memuat apa yang harus dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati dan menganalisis. Oleh karena itu, kita perlu merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa, kemudian kita minta siswa untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya. Selanjutnya, diberikan pertanyaan yang membantu siswa untuk mengaitkan fenomena yang mereka amati dengan konsep yang akan mereka bangun dalam benak mereka.
2.
LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan. Didalam sebuah pembelajaran, setelah siswa berhasil menemukan konsep, siswa selanjutnya kita telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Caranya dengan memberikan tugas kepada mereka untuk melakukan diskusi, kemudian meminta mereka untuk berlatih memberikan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab.
20
3.
LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar LKS bentuk ini berisi pertanyaan yang jawabannya ada didalam buku. Siswa akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika mereka membaca buku, sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu menghafal dan memahami materi yang terdapat di buku.
4.
LKS yang berfungsi sebagai penguatan LKS bentuk ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu.
5.
LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, kita dapat menggabungkan petunjuk praktikum kedalam LKS.
2.2.4 Komponen-Komponen Lembar Kerja Siswa (LKS) Menurut Prastowo (2011:208) dilihat dari strukturnya LKS lebih sederhana dari pada modul, namun lebih kompleks dari pada buku. LKS terdiri atas enam komponen utama yang meliputi: 1.
Judul Judul sering disebut kepala dari sebuah tulisan. Judul merupakan identitas atau cermin dari bahasan yang akan dipelajari. Pada lembar kerja siswa perlu dicantumkan judul materi tersebut, hal ini berguna untuk memberikan informasi kepada siswa materi yang akan dipelajari pada pertemuan tersebut.
2.
Petunjuk belajar Petunjuk adalah sesuatu tanda untuk menunjukkan atau memberi tahu atau memberi informasi. Petunjuk belajar adalah tanda atau perintah yang digunakan untuk memberi tahu atau memberi informasi saat proses belajar mengajar.
21
3.
Kompetensi yang akan dicapai Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Pada lembar kerja siswa dicantumkan kompetensi yang akan dicapai guna untuk memberikan pernyataan terhadap apa yang siswa harus lakukan saat mengikuti proses belajar pembelajaran untuk menunjukkan pengetahuannya, keterampilan dan sikap sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Pada bagian kompetensi yang akan dicapai ini meliputi, standar kompetensi, kompetensi dasar, Indikator, Tujuan dan Pengalaman belajar yang akan diperleh siswa dengan belajar Materi Teorema Pythagoras.
4.
Informasi pendukung Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar atau berita. Informasi juga merupakan keterangan atau bahan yang dapat mendukung dalam pengerjaan lembar kerja siswa. Informasi pendukung yang diharapkan dalam lembar kerja ini adalah informasi pendukung untuk membantu siswa mendapatkan apa yang sebenarnya harus di cari, difahami dan sebagainya. Pada Lembar Kerja Siswa yang dirancang informasi pendukung berupa peta konsep dari materi teorema pythagoras dimana adanya cakupan-cakupan materi yang akan dipelajari.
5.
Langkah-langkah kerja Langkah kerja adalah pedoman bagi siapa saja yang melakukan pekerjaan tersebut secara konsisten. Dalam konteks lembar kerja siswa ini langkah kerja yang dimaksud adalah pedoman yang digunakan siswa untuk dapat
22
menggunakan lembar kerja siswa tersebut secara tepat, benar dan konsisten, supaya apa yang diharapkan dari lembar kerja siswa tersebut dapat tercapai. 6.
Penilaian Penilaian adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran. Penilaian secara umum bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi siswa dan memperbaiki proses pembelajara, sedangkan tujuan penilaian secara khusus adalah untuk mengetahui kemajuan, hasil belajar siswa dan mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar dan penentuan kenaikan kelas. Dalam lembar kerja ini yang dinilai adalah bagaimana pemahaman siswa setelah menggunakan lembar kerja siswa yang sudah dirancang. Sedangkan jika dilihat dari formatnya, LKS memuat paling tidak delapan unsur,
yaitu judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan. 2.3. Pendekatan Saintifik 2.3.1 Pengertian Pendekatan Saintifik Menurut Hosnan (2014:34) Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
23
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkuran dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. 2.3.2 Karakteristik Pembelajaran Dengan Metode Saintifik Menurut Hosnan (2014:36) pembelajaran dengan metode saintifik memilki karakteristik sebagai berikut : 1.
Berpusat pada siswa.
2.
Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksikan konsep, hukum atau prinsip.
3.
Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
4.
Dapat mengembangkan karakter siswa. Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik Menurut Hosnan
(2014:36) didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. 1.
Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2.
Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
24
3.
Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahw belajar merupakan suatu kebutuhan.
4.
Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5.
Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
6.
Untuk mengembangkan karakter siswa. Adapula beberapa prinsip pendekatan saintifik Menurut Hosnan (2014:37)
dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut. 1.
Pembelajaran berpusat pada siswa.
2.
Pembelajaran membentuk student self concept.
3.
Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
4.
Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
5.
Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.
6.
Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
7.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.
8.
Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
2.3.3 Langkah – Langkah pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Hasil belajar melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Adapun
25
bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik menurut Hosnan (2014:39) dapat dilihat seperti tabel. Tabel 2.1 kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik Aktifitas belajar Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan Mengamati alat). Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis, Menanya diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan). Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, Pengumpulan data menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data. Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan Mengasosiasi data/kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data. Dimulai dari unistructured – multistructured – complicated structured. Menyampaikan hasil konseptualisai dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, Mengkomunikasikan bagan, gambar atau media lainnnya Kegiatan
Kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik menurut Kosasih (2014:72) dapat dilihat seperti tabel. Langkah Pembelajaran Mengamati
Tabel 2.2 kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik Kegiatan belajar membaca sumber-sumber tertulis, mendengarkan informasi lisan, melihat gambar, menonton tayangan, dan menyaksikan fenomena
Menanya
Mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak dipahami dari sesuatu yang diamatinya. Pertanyaan-pertanyaan itu bisa bersifat faktual ataupun problematis
Menalar
Mengumpulkan sejumlah informasi ataupun fakta-fakta dalam rangka menjawab pertanyaan permasalahan yang diajukan siswa sebelumnya. Caranya dengan membaca sejumlah referensi, melakukan wawancara, melakukan pengamatan lapangan, ataupun kegiatan penelitian di laboratorium. Mengolah informasi ataupun fakta-fakta yang telah dikumpulkan menjadi sebuah rumusan kesimpulan, sesuai dengan masalah yang diajukan pada langkah sebelumnya Menerapkan (mengembangkan, memperdalam) pemahaman atas sesuatu persoalan kepada persoalan lain yang sejenis atau yang berbeda Menyampaikan hasil kegiatan belajar kepada orang lain secara jelas dan komunikatif, baik lisan maupun tulisan.
Mengasosiasi Mengkomunikasikan
Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pendekatan saintifik meliputi : (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi/ mencoba; (4) mengolah
26
informasi/ menalar/ mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan/ membentuk jejaring. Berikut langkah-langkah pendekatan saintifik selengkapnya. 1) Mengamati (Observing) Metode observasi mengedepankan pengamatan langsung pada objek yang akan dipelajari sehingga siswa mendapatkan fakta berbentuk data yang objektif yang kemudian dianalisis sesuai tingkat perkembangan siswa. Item yang dianalisis siswa kemudian digunakan sebagai bahan penyusunan evaluasi bagi siswa. Dalam kegiatan pembelajaran; siswa mengamati objek yang akan dipelajari. Kegiatan belajarnya adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Dalam hal ini, guru menyajikan perangkat pembelajaran berupa media pembelajaran. Dalam kegiatan mengamati, guru menyajikan video, gambar, miniatur, tayangan, atau objek asli. Siswa bisa diajak untuk bereksplorasi mengenai objek yang akan dipelajari (Hosnan, 2014:39). Menurut Kosasih (2014:74) kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah berikut : a.
Menentukan objek pengamatan, sesuai dengan KD yang akan dipelajari.
b.
Menentukan aspek-aspek yang perlu diamati siswa, sesuai dengan indikator pembelajaran.
c.
Menuliskan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan siswa selama kegiatan pengamatan.
d.
Menyiapkan pengamatan.
skenario
pembelajaran
lanjutan
setelah
melakoni
proses
27
2) Menanya Kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah kreativitas rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Pada kegiatan pembelajaran ini, siswa melakukan pembelajaran bertanya. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan – pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai pada abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak (Hosnan, 2014:48). 3) Mengumpulkan Informasi/Mencoba Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, siswa dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi (Hosnan, 2014:57). Didalam Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan
28
alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan
guru,
dan
(8)
Guru
mengumpulkan
hasil
kerja
murid
dan
mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. 4) Mengasosiasi/Mengolah Informasi/Menalar Mengasosiasi/Mengolah Informasi/Menalar dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memilki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan
29
keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut (Hosnan, 2014:68). Kegiatan yang dilakukan siswa dalam tahap bernalar menurut Kosasih (2014:78) adalah sebagai berikut : a.
Membaca beragam referensi yang sekiranya dapat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
b.
Melakukan pengamatan lapangan, terutama untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang memerlukan data faktual
c.
Melakukan percobaan laboratorium untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan pembuktian ilmiah.
d.
Mewawancarai narasumber untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban yang berupa pendapat ahli Menurut Kosasih (2014:80) kegiatan belajar yang dilakukan adalah menambah
keluasaan dan kedalaman pemahaman siswa dengan mengaitkan pemahaman sebelumnya pada konteks pembelajaran yang sejenis atau bahkan yang bertentangan. Dengan kegiatan seperti itu, pemahaman siswa lebih luas dan mendalam, kebiasaannya tidak terpaku pada satu konteks. 5) Mengkomunikasikan/Membentuk Jejaring Pada tahapan ini kegiatan siswa untuk membentuk jejaring di kelas. Kegiatan belajarnya adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Siswa mempresentasikan kemampuan mereka mengenai apa yang telah dipelajari sementara siswa lain
30
menanggapi. Tanggapan siswa lain bisa berupa pertanyaan, sanggahan atau dukungan tentang materi presentasi. Siswa dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dan hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan
apa
yang
ditemukan
dalam
kegiatan
mencari
informasi,
mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut (Hosnan, 2014:75). Menurut Kosasih (2014:80) mengkomunikasikan berarti menyampaikan hasil kegiatan sebelumnya kepada orang lain, baik secara lisan maupun secaa tulisan. Kegiatan yang dimaksudkan bisa dengan cara-cara berikut. a.
Silang baca antar siswa.
b.
Memasukkan karya di blog (internet).
c.
Membacakan pendapat pribadi ataupun hasil diskusi kelompok untuk mendapatkan tanggapan dari siswa lainnya.
d.
Berpresentasi di depan kelas dengan menggunakan media tertentu, seperti LCD sehingga menyerupai kegiatan diskusi umum.
e.
Memajang karya di majalah dinding.
31
2.4 Taksonomi Structure of the Observed Learning Outcome (SOLO) 2.4.1 Pengertian Taksonomi Structure of the Observed Learning Outcome (SOLO) Taksonomi SOLO adalah model yang dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis pada tahun 1982. Hook & Milles (2011:5) berpendapat Taksonomi SOLO menyediakan cara sederhana dan kuat untuk menggambarkan bagaimana hasil belajar tumbuh dalam kompleksitas dari permukaan ke dalam pemahaman konseptual. Taksonomi SOLO adalah Sebuah langkah tepat dalam membantu siswa "belajar cara belajar". Model ini membantu sekolah mengembangkan pemahaman umum dan membantu guru dan siswa untuk memahami proses belajar dan pembelajaran hasil. Hook & Mills (2011:6) mengemukakan tingkatan klasifikasi taksonomi SOLO berdasarkan 5 tingkatan aslinya yaitu : (1) Prestruktural: hasil belajar menunjukkan informasi yang terkait, tidak ada organisasi, menyelesaikan tugas tidak tepat, karena penggunaan informasi yang tidak relevan. (2) Unistruktural: hasil belajar menunjukkan hubungan sederhana karena hanya mampu menggunakan satu aspek dari tugas sehingga pemahaman mereka terbatas. (3) Multistruktural: siswa mengunakan beberapa informasi dalam tugas, sehingga hasil belajarnya menunjukkan adanya hubungan yang dibuat. Tetapi hubungan yang diperoleh belum tepat atau tidak relevan. (4) Relational: hasil belajar menunjukkan hubungan yang didapat dari beberapa penggunaan informasi dalam tugas yang memberikan kontribusi pada pemahaman secara keseluruhan. (5) Extended Abstrack: Hasil belajar melampaui subjek,
menggunakan
kemampuan
menggeneralisasikan
secara
keseluruhan
32
hubungan informasi yang diperolehnya sebagai dasar memprediksi, refleksi dan menciptakan pemahaman baru.
Gambar 2.1 tingkatan kemampuan menurut Hooks & Mills dalam ilustrasi
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tiap tahap kognitif terdapat respon yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang abstrak. Teori yang dikenal dengan Structure of the Observed Learning Outcome (SOLO) yaitu struktur dari
hasil
belajar
yang
diamati.
Taksonomi
SOLO
digunakan
untuk
mengklasifikasikan kemampuan siswa dalam merespon suatu masalah menjadi lima level berbeda dan bersifat hirarkis yaitu prastruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan extended abstract. 2.4.2 Kualitas Respon Siswa Pada Taksonomi Structure of the Observed Learning Outcome (SOLO) Taksonomi SOLO memiliki 5 tingkatan yang didasarkan pada tingkat respon siswa dalam menjawab masalah yang diberikan, tingkatan didasarkan pada kemampuan berpikir siswa mulai dari tingkat terendah (prastruktural, unistruktural, multistruktural) sampai tingkat tinggi (relasional, abstrak diperluas). Indikator respon siswa dalam menjawab masalah matematika yang diberikan berdasarkan taksonomi SOLO adalah sebagai berikut :
33
1) Prestructural Siswa menggunakan data atau proses pemecahan yang tidak benar hingga kesimpulan yang diperoleh tidak tepat atau tidak relevan. Siswa hanya memiliki sedikit informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk suatu kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun. Siswa belum bisa mengerjakan tugas yang diberikan secara tepat artinya siswa tidak memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Bila dikaitkan dengan bangunan suatu rumah, maka semua bahan berserakan dan tidak dapat memulai membangun rumah tersebut (Hook & Milles, 2011:6). Menurut penelitian Ekawati (2013:105) pada level ini siswa belum dapat memahami masalah, sehingga jawaban yang ditulis tidak mempunyai makna/konsep apapun, sehingga respon siswa pada level prestructural : (1) siswa dapat menggunakan data/ informasi yang diperoleh dari soal/tugas tetapi proses yang digunakan tidak benar, (2) siswa tidak dapat membentuk kesatuan konsep dan tidak mempunyai makna apapun berdasarkan jawaban yang diberikan, (3) siswa tidak memiliki keterampilan yang digunakan untuk menyelesaikan tugas sehingga siswa belum bisa mengerjakan tugas dengan tepat, (4) siswa tidak memahami masalah sama sekali dan tidak memahami apa yang harus dikerjakan, siswa menggunakan sebagian atau seluruh data, membuat konsep/proses yang tidak memiliki makna apapun. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, siswa prastruktural tidak melakukan respons yang sesuai dengan sekumpulan pernyataan yang diberikan. Dia
34
tidak memahami masalah yang diberikan. Dia mengabaikan pernyataan-pernyataan atau informasi-informasi yang diberikan, atau bila memberikan respon maka respon tersebut tidak relevan dengan informasi-informasi yang diberikan. 2) Unistructural Pada tahap ini siswa hanya menggunakan sedikitnya satu informasi dan menggunakan satu konsep atau proses pemecahan. Siswa menggunakan proses berdasarkan data yang terpilih untuk penyelesaian masalah yang benar tetapi kesimpulan yang diperoleh tidak relevan (Hook & Milles, 2011:6). Menurut penelitian Ekawati (2013:105), indikator respon siswa pada level unistructural dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah yaitu: (1) siswa hanya menggunakan sedikitnya satu informasi dan menggunakan konsep atau proses pemecahan, (2) siswa hanya menggunakan satu konsep atau proses yang tepat tetapi kesimpulan yang diperoleh tidak relevan, (3) siswa menggunakan proses berdasarkan data yang terpilih yang benar tetapi kesimpulan yang diperoleh tidak relevan, (4) siswa tidak memahami masalah tetapi dapat melakukan satu proses yang tepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa pada level unistructural hanya memfokuskan pada satu konsep saja. Siswa hanya memberikan satu solusi, dan dia menyatakan solusinya hanya itu. 3) Multistructural Siswa menggunakan beberapa data/ informasi tetapi tidak ada hubungan diantara data tersebut sehingga tidak dapat menarik kesimpulan yang relevan. Siswa dapat membuat beberapa hubungan dari beberapa data/ informasi tetapi hubungan-
35
hubungan tersebut belum tepat sehingga kesimpulan yang diperoleh tidak relevan (Hook & Milles, 2011:6). Menurut penelitian Ekawati (2013:105), indikator respon siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah, menunjukkan bahwa respon siswa : (1) siswa dapat membuat beberapa hubungan dari beberapa data/informasi tetapi ada sedikitnya satu proses yang dilakukan salah sehingga kesimpulan yang diperoleh tidak relevan, (2) siswa menggunakan beberapa data/informasi tetapi tidak ada hubungan data tersebut sehingga tidak dapat menarik kesimpulan, (3) siswa sudah mampu memahami masalah dan merencanakan penyelesaian, tetapi proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah kurang tepat. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan merespon masalah dengan beberapa strategi yang terpisah. Banyak hubungan yang dapat mereka buat, namum hubungan-hubungan tersebut belum tepat. Respons yang dibuat siswa pada level ini didasarkan pada hal-hal yang konkret tanpa memikirkan bagaimana interrelasinya. 4) Relasional Siswa menggunakan beberapa data/informasi kemudian mengaplikasikan konsep/ proses lalu memberikan hasil sementara kemudian menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan. Siswa mengaitkan konsep/ proses sehingga semua informasi terhubung secara relevan dan diperoleh kesimpulan yang relevan (Hook & Milles, 2011:6).
36
Menurut penelitian Ekawati (2013:106), respon siswa yang berada pada level ini menunjukkan kemampuannya melaksanakan perencanaan dalam memecahkan masalah. Oleh sebab itu, indikator siswa yang berada pada level relational : (1) siswa dapat
menggunakan
beberapa
data/informasi
kemudian
mengaplikasikan
konsep/proses lalu memberikan hasil sementara kemudian menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan, (2) siswa mengaitkan konsep/proses sehingga semua informasi terhubung secara relevan dan diperoleh kesimpulan yang relevan, (3) siswa memahami masalah, merencanakan bagaimana menyelesaikan masalah dan melaksanakan perencanaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa pada level ini dapat mengaitkan hubungan antara fakta dan teori serta tindakan dan tujuan. Siswa mulai mengaitkan informasi-informasi menjadi satu kesatuan yang koheren, sehingga ia peroleh konklusi yang konsisten. Pemahaman siswa terhadap beberapa komponen terintegrasi secara konseptual. Siswa dapat menerapkan konsep untuk masalah yang familiar dan tugas situasional. Siswa dapat mengaitkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan. 5) Extended Abstract Siswa menggunakan beberapa data/ informasi kemudian mengaplikasikan konsep/ proses lalu memberikan hasil sementara kemudian menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan dan dapat membuat generalisasi dari hasil yang diperoleh. Siswa berpikir secara
37
konseptual dan dapat melakukan generalisasi pada suatu domain/ area pengetahuan dan pengalaman lain (Hook & Milles, 2011:6). Menurut penelitian Ekawati (2013:106), respon siswa yang berada pada level extended abstract memperlihatkan : (1) siswa menggunakan beberapa data/informasi kemudian mengaplikasikan konsep/proses lalu memberikan hasil sementara kemudian menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan dan dapat membuat generalisasi dari hasil yang diperoleh, (2) siswa berpikir secara konseptual dan dapat melakukan generalisasi pada suatu domain/area pengetahuan yang lain, (3) siswa meninjau kembali jawabannnya sesuai permintaan soal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa level extended abstract dapat memberikan beberapa kemungkinan konklusi. Prinsip abstrak digunakan untuk menginterpretasikan fakta-fakta konkret dan respons yang tepat yang terpisah dengan konteks. Hal ini dilakukannya secara konsisten. Adapun indikator respon siswa dalam menjawab masalah matematika yang diberikan berdasarkan taksonomi SOLO menurut Chick (Ekawati, 2013:103) adalah sebagai berikut : No (1) 1
Tabel 2.3 Indikator Respon Siswa Dalam Menjawab Masalah Matematika Level respon Indikator (2) (3) a) Siswa menggunakan data atau proses pemecahan yang tidak benar Prestruktural hingga kesimpulan yang diperoleh tidak tepat atau tidak relevan. b) Siswa hanya memiliki sedikit informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk, sehingga tidak membentuk suatu kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun. c) Siswa belum bisa mengerjakan tugas yang diberikan secara tepat artinya siswa tidak memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
38
(1) 2
(2) Unistruktural
a) b)
3
Multistruktural
a)
b)
4
Relasional
a)
b) 5
Abstrak diperluas
a)
b)
(3) Siswa hanya menggunakan sedikitnya satu informasi dan menggunakan satu konsep atau proses pemecahan Siswa menggunakan proses berdasarkan data yang terpilih untuk penyelesaian masalah yang benar tetapi kesimpulan yang diperoleh tidak relevan Siswa menggunakan beberapa data/ informasi tetapi tidak ada hubungan diantara data tersebut sehingga tidak dapat menarik kesimpulan yang relevan. Siswa dapat membuat beberapa hubungan dari beberapa data/ informasi tetapi hubungan-hubungan tersebut belum tepat sehingga kesimpulan yang diperoleh tidak relevan. Siswa menggunakan beberapa data/informasi kemudian mengaplikasikankonsep/ proses lalu memberikan hasil sementara kemudian menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulanyang relevan. Siswa mengaitkan konsep/ proses sehingga semua informasi terhubung secara relevan dan diperoleh kesimpulan yang relevan. Siswa menggunakan beberapa data/ informasi kemudian mengaplikasikan konsep/ proses lalu memberikan hasil sementara kemudian menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan dan dapat membuat generalisasi dari hasil yang diperoleh. Siswa berpikir secara konseptual dan dapat melakukan generalisasi pada suatu domain/ area pengetahuan dan pengalaman lain.
2.4.3 Pertanyaan Pada Tingkat Taksonomi Structure of the Observed Learning Outcome (SOLO) Tingkatan SOLO dari suatu pertanyaan (soal) dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat hasil jawaban siswa terhadap soal yang diberikan. Tingkatan pertanyaan yang diuraikan oleh Collis yang dikutip Asikin (2003) adalah sebagai berikut : 1.
Pertanyaan Prastruktural (P) : pertanyaan dengan kriteria menggunakan sebuah informasi yang jelas langsung dari soal. Pada soal terdapat satu informasi yang dengan mudah siswa dapat menemukan penyelesaiannya.
2.
Pertanyaan Unistruktural (U) : pertanyaan dengan kriteria menggunakan sebuah informasi yang jelas dari soal. Pada soal terdapat dua buah informasi yang
39
termuat dalam soal namun dalam mencari penyelesaian akhir hanya menggunakan sebuah informasi. 3.
Pertanyaan Multistruktural (M): pertanyaan menggunakan dua informasi atau lebih dan terpisah yang termuat dalam soal. Pertanyaan multistruktural mungkin memerlukan penggunaan rumus, pada soal ini terdapat dua informasi yang terpisah yang langsung dapat digunakan dalam penyelesaian soal.
4.
Pertanyaan Relasional (R): pertanyaan menggunakan suatu pemahaman dari dua informasi atau lebih yang termuat dalam soal. Semua informasi yang diberikan tetapi belum bisa segera digunakan untuk menyelesaikan soal. Dalam penyelesaian soal dibutuhkan informasi baru yang bila dihubungkan dengan informasi yang ada baru dapat menghasilkan penyelesaian.
5.
Pertanyaan Abstrak Diperluas (E) :pertanyaan menggunakan prinsip umum yang abstrak atau hipotesis yang diturunkan dari informasi dalam stem atau yang disarankan oleh informasi dalam soal. Perlu informasi baru yang harus disintesiskan dengan prinsip umum yang kemudian menghasilkan kesimpulan pemahaman baru sehingga dapat menyelesaikan soal.
Tabel 2.4 Level Pada Taksonomi Structure Of The Observed Learning Outcome (SOLO) Level Taksonomi No Ciri-ciri Respon Siswa Pertanyaan SOLO (1) (2) (3) (4) (5) 1 Menolak untuk Siswa merespon Prestruktural memberi jawaban, suatu tugas dengan tidak memahami menggunakan masalah dan pendekatan yang mengabaikan tidak konsisten. informasi-informasi Respon yang ditunjukkan berdasarkan rincian informasi yang tidak relevan
40
(1) 2
(2) Unistruktural
(3) Dapat menarik kesimpulan berdasarkan satu data yang cocok secara konkrit
(4) Menunjukkan respon sederhana berdasarkan satu konsep saja
3
Multistruktural
Dapat menarik kesimpulan berdasarkan dua data atau lebih atau konsep yang cocok, berdiri sendiri atau terpisah
Siswa merespon masalah dengan beberapa strategi yang terpisah
4
Relasional
Dapat berpikir secara induktif, dapat menarik kesimpulan berdasarkan data atau konsep yang cocok serta melihat dan mengadakan hubungan antara data atau konsep tersebut
5
Abstrak diperluas
Dapat berpikir secara induktif maupun deduktif serta dapat mengadakan atau melihat hubungan, membuat hipotesis, menarik kesimpulan dan menerapkannya pada situasi lain
Respon siswa mulai mengaitkan informasi-informasi menjadi satu kesatuan yang koheren, sehingga ia peroleh konkluasi yang konsisten. Siswa dapat menerapkan konsep untuk suatu masalah yang familiar dan tugas situasional siswa dapat mengaitkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan Respon siswa menggunakan faktafakta konkret untuk mengaitkan informasi-informasi yang ada dan menggunkan konsep lainnya untuk mmbuat hubungan sehingga dengan informasi baru yang diperoleh dapat menyelesaikan soal
(5) Diberikan sebuh informasi dan informasi itu digunakan untuk memperoleh penyelesaian Diberikan dua buah informasi atau lebih dan terpisah, informasi tersebut langsung digunakan untuk menyelesaikan masalah Diberikan dua buah informasi atau lebih, informasi tersebut digunakan untuk mencari informasi baru dan informasi baru digunakan untuk mencari Penyelesaian akhir
Diberikan sebuah informasi atah lebih. Sebuah informasi atau data memerlukan analisis untuk mengaitkannya sehingga memperoleh informasi baru dan infromasi tersebut digunakan untuk mencari penyelesaian.
41
2.5 Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Taksonomi SOLO dengan Pendekatan Saintifik Pengembangan LKS ini menggunakan langkah-langkah dalam penelitian dan pengembangan model 4D. Adapun langkah-langkah yang dilakukan yaitu define, design, develop, dan desseminte. LKS dalam bentuk Lembar kerja siswa (LKS) yang membantu siswa dalam menemukan konsep pada materi Teorema pythagoras dikembangkan sesuai dengan pembelajaran berdasarkan langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan saintifik,
meliputi
:
(1)
mengamati;
(2)
menanya;
(3)
mengumpulkan
informasi/mencoba ; (4) mengolah informasi/ menalar/ mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan/ membentuk jejaring. Adapun bentuk pengembangan yang dilakukan pada LKS tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Pengembangan Lembar Kerja Siswa matematika berbasis taksnomi SOLO dengan Pendekatan Saintifik Langkah Tahap SOLO pendekatan Integrasi Siswa saintifik (1) (2) (3) Mengamati Prestructural Siswa mengamati suatu masalah yang mengarahkan pada materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan ini respon siswa masih pada tahap prestructural, dimana siswa : a) Siswa menggunakan data atau proses pemecahan yang tidak benar hingga kesimpulan yang diperoleh tidak tepat atau tidak relevan. b) Siswa hanya memiliki sedikit informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk, sehingga tidak membentuk suatu kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun. c) Siswa belum bisa mengerjakan tugas yang diberikan secara tepat artinya siswa tidak memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Menanya Unistructural Melaui pengamatan permasalahan yang ada, siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan apa yang tidak dipahami dan guru juga dapat memberikan pertanyaan-
42
(1)
(2)
Mengumpulkan Informasi/ Mencoba
Multistructural
Mengolah Informasi/ Menalar/ Mengasosiasi
Relational
Mengkomunika sikan
Abstrak diperluas
(3) pertanyaan secara bertahap yang mengarah pada diperolehnya jawaban pertanyaan oleh siswa itu sendiri sehingga ada komunikasi antara guru dan siswa. Pada kegiatan ini respon siswa masih pada tahap unistructural, dimana siswa : a) Siswa hanya menggunakan sedikitnya satu informasi dan menggunakan satu konsep atau proses pemecahan b) Siswa menggunakan proses berdasarkan data yang terpilih untuk penyelesaian masalah yang benar tetapi kesimpulan yang diperoleh tidak relevan Pada LKS tersebut terdapat petunjuk-petunjuk yang mengarah pada penyelesaian permasalahan yang akan menuntun siswa untuk mengumpulkan informasi melaui kegiatan mencoba atau eksperimen. Pada kegiatan ini respon siswa masih pada tahap multitructural, dimana siswa : a) Siswa menggunakan beberapa data/ informasi tetapi tidak ada hubungan diantara data tersebut sehingga tidak dapat menarik kesimpulan yang relevan. b) Siswa dapat membuat beberapa hubungan dari beberapa data/ informasi tetapi hubunganhubungan tersebut belum tepat sehingga kesimpulan yang diperoleh tidak relevan. Mengolah informasi/ menalar/ mengasosiasi berdasarkan petunjuk yang ada, siswa bediskusi dalam kelompok dipandu oleh guru untuk bernalar menemukan sendiri konsep pembelajaran sehingga terjadi dialog dan siswa dapat berfikir kritis di antara anggota kelompok. Pada kegiatan ini respon siswa masih pada tahap relational, dimana siswa : a) Siswa menggunakan beberapa data/informasi kemudian mengaplikasikan konsep/ proses lalu memberikan hasil sementara kemudian menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan. b) Siswa mengaitkan konsep/ proses sehingga semua informasi terhubung secara relevan dan diperoleh kesimpulan yang relevan. Tahapan mengkomunikasikan untuk menerapkan serta memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari dan didapat pada tahapan sebelumnya bersama guru, siswa di berikan kesempatan mempresentasikan hasil diskusi secara lisan atau tulisan. Pada kegiatan ini respon siswa pada tahap abstrak diperluas, dimana siswa : a) Siswa menggunakan beberapa data/ informasi kemudian mengaplikasikan konsep/ proses lalu memberikan hasil sementara kemudian
43
(1)
Membentuk Jejaring
(2)
Unistructural Multistructural Relational Abstrak Diperluas
(3) menghubungkan dengan data dan atau proses yang lain sehingga dapat menarik kesimpulan yang relevan dan dapat membuat generalisasi dari hasil yang diperoleh. b) Siswa berpikir secara konseptual dan dapat melakukan generalisasi pada suatu domain/ area pengetahuan dan pengalaman lain. siswa mengerjakan soal-soal latihan yang telah disajikan pada LKS tersebut. Soal tersebut diberikan memperhatikan tingkat respon siswa dengan menggunakan struktur Taksonomi Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Soal yang dikembangkan nantinya akan memenuhi indikator : a) Unistruktural (Unistructural), Diberikan sebuh informasi dan informasi itu digunakan untuk memperoleh penyelesaian b) Multistruktural (Multistructural), Diberikan dua buah informasi atau lebih dan terpisah, informasi tersebut langsung digunakan untuk menyelesaikan masalah c) Relasional (Relational), Diberikan dua buah informasi atau lebih, informasi tersebut digunakan untuk mencari informasi baru dan informasi baru digunakan untuk mencari Penyelesaian akhir dan d) Abstrak yang diperluas (Extended abstract), Diberikan sebuah informasi atah lebih. Sebuah informasi atau data memerlukan analisis untuk mengaitkannya sehingga memperoleh informasi baru dan infromasi tersebut digunakan untuk mencari penyelesaian.
Dengan dikembangkan LKS berupa Lembar kerja siswa (LKS) akan memadukan pendekatan saintifik dan soal dengan struktur taksonomil SOLO tersebut diharapkan dapat dihasilkan LKS yang dapat membantu kemudahan belajar siswa dalam mempelajari matematika dan terampil dalam menerapkannya dalam kegiatan dan pemecahan masalah sehari-hari. Dalam LKS menggunakan pendekatan saintifik seorang pengajar mengajarkan siswanya tentang teorema Pythagoras dengan cara siswa dibiarkan
sendiri
menemukan teorema Pythagoras, sedangkan guru hanya membimbing dan memberi intruksi. Maka siswa itu diharapkan mampu menemukan dan menggunakan teorema
44
Pythagoras untuk menyelesaikan masalah lebih baik dari pada bila siswa diarahkan untuk mengingat generalisasi teorema-teorema dengan metode ceramah. Untuk menyelesaikan teorema-teorema dengan untuk menyelesaikan masalah tidak cukup hanya dihafalkan, melainkan yang paling utama adalah siswa dapat memahami teorema tersebut. 2.6 Kajian Kualitas Hasil Pengembangan Untuk memperoleh hasil pengembangan yang berkualitas diperlukan penilaian. Untuk menentukan kualitas hasil pengembangan perangkat pembelajaran umumnya diperlukan tiga kriteria: kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Ketiga kriteria ini mengacu pada kriteria kualitas produk yang dikemukakan oleh Nieveen. Nieveen (Rochmad, 68:2012) menyatakan bahwa dalam penelitian pengembangan model pembelajaran perlu kriteria kualitas yaitu kevalidan (validity), kepraktisan (practically), dan keefektifan (effectiveness). Nieveen (1999:126) menyatakan: “we have been referring to quality of educational products from the perspective of developing learning materials. However, we consider the three quality aspects (validity, practically and effectiveness) also to be applicable to a much wider array of educational product.”
Perlu menunjukkan mutu produk-produk pendidikan dari sudut pandang pengembangan materi pembelajaran. Tetapi perlu juga mempertimbangkan tiga aspek mutu (validitas, kepraktisan, dan keefektifan) untuk dapat digunakan pada rangkaian produk pendidikan yang lebih luas. Nieveen (1999:127) menjelaskan bahwa validnya sebuah produk pembelajaran (produk) harus memiliki indikator tertentu yang harus dicapai yaitu:
45
“First, as far as good quality material is concerned, the material itself (the intended curriculum) must be well considered. The components of the material should be based on state-of-the- art knowledge (content validity) and all components should be consistently linked to each other (construct validity). If the product meets these requirements it is considered to be valid.”
Pertama, sejauh materi berkualitas dipertimbangkan, materi tersebut (kurikulum yang bersangkutan) harus dipertimbangkan sebaik-baiknya. Komponenkomponen dari bahan (produk) harus berdasarkan kajian lebih lanjut (validitas isi) dan semua komponen haruslah terkait antara satu dan yang lainnya (validitas konstruk). Jika produk memenuhi dua syarat tersebut maka produk tersebut dapat dianggap valid. Maka pada penelitian ini, peneliti meminta pendapat ahli materi dan desain untuk memvalidasi produk bahan ajar yang dikembangkan. Nieveen (1999:127) juga menjelaskan bahwa Praktisnya sebuah produk pembelajaran (produk) harus memiliki indikator tertentu yang harus dicapai yaitu: “A second characteristic of high-quality materials is that teachers (and other experts) consider the materials to be usable and that it is easy for teachers and students to use the materials in a way that is largely compatible with the developers' intentions. This means that consistency should exist between the intended and perceived curriculum and the intended and operational curriculum. If both consistencies are in place, we call these materials practical.”
Ciri kedua dari produk yang berkualitas tinggi adalah guru (ataupun ahli lainnya) yang mampu untuk mempertimbangkan apakah produk tersebut dapat digunakan dan produk tersebut mudah digunakan oleh guru dan siswa dengan cara yang sebagian besar kompatibel dengan tujuan peneliti/ pengembang. Ini berarti bahwa konsistensi harus ada antara kurikulum yang ditambahkan terhadap kurikulum operasional. Jika kedua hal tersebut konsisten, maka produk dikatakan praktis. Hal ini sejalan dengan pendapat Rochmad (2012:70) menyatakan dalam penelitian pengembangan produk yang dikembangkan dikatakan praktis jika para ahli dan
46
praktisi menyatakan bahwa secara teoritis bahwa model dapat diterapkan di lapangan atau tingkat keterlaksanaannya model termasuk kategori ”baik” Nieveen (1999:126-127) juga menjelaskan bahwa efektifnya sebuah media pembelajaran (produk) harus memiliki indikator tertentu yang harus dicapai yaitu: A third characteristic of high quality materials is that students appreciate the learning program and that desired learning takes place. With such effective materials, consistency exists between the intended and experiential curriculum and the intended and attained curriculum.
Ciri ketiga dari produk yang berkualitas tinggi adalah siswa menerima produk (program) pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang diinginkan terjadi. Dengan adanya produk seefektif produk tersebut, tentu ada konsistensi antara pengalaman dan kurikulum yang diharapkan dan kurikulum yang dicapai. Dari uraian tersebut secara garis besar Nieveen mengemukakan bahwa produk dikatakan efektif jika: 1) Siswa menyukai produk (program) yang digunakan dalam proses pembelajaran yang dilihat dari angket respon siswa, 2) Produk memberikan tujuan pembelajaran yang diharapkan (dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang melebihi KKM dan adanya respon positive siswa yang dilihat dari lembar observasi aktivitas.