BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1.
Pengertian Aktiva Tetap Untuk mengoperasikan kegiatan usahanya, perusahaan menggunakan berbagai
macam peralatan, atau alat-alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional. Peralatan yang digunakan itu dapat berupa peralatan, mesin-mesin, bangunan, tanah, dan sebagainya yang disebut sebagai aktiva tetap. Untuk mengetahui aktiva tetap lebih jauh disini akan diuraikan mengenai pengertian aktiva tetap. Pengertian aktiva tetap yang dikemukakan oleh para pakar berbeda-beda, tetapi mempunyai tujuan yang sama. Berikut ini pengertian aktiva tetap dari beberapa pakar, yaitu menurut Niswonger (2000 : 400), adalah : “Aktiva tetap merupakan aktiva jangka panjang atau aktiva yang relatif permanen yang merupakan aktiva berwujud (tangible assets) yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual sebagai bagian dari operasi normal”. Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : hal 02), menyatakan bahwa: “Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digumakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun”.
6
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan defenisi menurut SAK di atas, maka aktiva tetap harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Berwujud, artinya mempunyai bentuk fisik, dengan kata lain dapat dilihat maupun dapat diraba oleh manusia. b. Digunakan dalam operasi perusahaan, artinya aktiva tetap tersebut benar-benar dipergunakan dalam operasi perusahaan. Oleh sebab itu aktiva yang mempunyai bentuk aktiva tetap, tetapi tidak dipergunakan dalam kegiatan normal perusahaan tidak dapat dikategorikan sebagai aktiva tetap. Misalnya, perusahaan memiliki sebidang tanah yang telah beberapa tahun belum dimanfaatkan (masih dalam keadaan kosong), dan dalam waktu dekat juga belum ada rencana untuk memanfaatkannya, maka tanah tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai aktiva tetap, tetapi dikelompokkan sebagai aktiva lain-lain. c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan, artinya bahwa aktiva tersebut dimaksudkan tidak untuk dijual kembali. Misalnya, membeli mobil untuk dijual kembali dengan tujuan memperoleh keuntungan, maka mobil tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai aktiva tetap, tetapi rumah yang dimiliki oleh perusahaan “real estate”, yang dipakai sebagai kantor merupakan aktiva tetap, dan rumah yang telah selesai dibangun tetapi belum terjual bukan kelompok aktiva tetap melainkan sebagai persediaan. d. Mempunyai masa manfaat lebih darin satu tahun, artinya berwujud tersebut digunakan lebih dari satu kali periode kegiatan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Aktiva tetap adalah jenis aktiva yang digunakan dalam operasi, namun keterlibatan atau peranan dari tiap-tiap perusahaan tidak sama. Keterlibatan aktiva tetap tergantung dari jenis dan sifat usahanya. Misalnya bangunan bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang perhotelan, merupakan aktiva tetap yang langsung berperan aktif dalam memberikan pendapatan. Tetapi bagi perusahaan angkutan, bangunan merupakan aktiva tetap yang bersifat sebagai sarana penunjang. Sebaliknya bagi perusahaan angkutan (bus, taksi, dan lain-lain) merupakan aktiva tetap yang berperan aktif (terlibat langsung) dalam rangka memperoleh pendapatan.
2. Jenis Aktiva Tetap Aktiva tetap sesuai dengan jenisnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Aktiva tetap tidak dapat disusutkan. Aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan adalah aktiva yang mempunyai umur atau masa kegunaannya yang tidak terbatas. Termasuk dalam aktiva jenis ini misalnya, tanah untuk bangunan kantor, atau untuk bangun pabrik. Harga perolehan tanah ini tidak perlu disusutkan karena masa penggunaanya tidak terbatas dan fungsi tanah ini untuk kegiatan perusahaan dimasa mendatang tidak akan mengalami penurunan dalam keadaan normal. 2. Aktiva tetap dapat disusutkan. Aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah aktiva tetap yang umur atau masa penggunaannya terbatas. Jenis aktiva tetap yang dapat disusutkan terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Aktiva tetap yang bila masa penggunaannya atau umurnya telah berakhir dapat diganti dengan aktiva sejenis. Aktiva semacam ini harga perolehannya dapat dialokasikan dengan cara menyusutkan (depresiasi). Jenis aktiva ini misalnya: bangunan, kendaraan, mesin-mesin pabrik, alat-alat perbengkelan, peralatan kantor, dan sebagainya. b. Aktiva tetap yang bila masa penggunaannya atau umurnya telah berakhir tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis. Jenis aktiva tetap ini harga perolehannya dapat dialokasikan dengan cara menyusutkan (depletion). Misalnya: tanah, tambang, hutan, dan lain sebagainya. Selanjutnya untuk melengkapi pernyataan Ikantan Akuntan Indonesia (2004:16.3) menyatakan “suatu aktiva dapat digolongkan sebagai aktiva tetap harus memenuhi kriteria-kriteria berikut: 1.
Besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian dimasa yang akan datang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir kedalam perusahaan.
2.
Biaya perolehan aktiva dapat diukur secara andal. Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan bermacam-macam jenisnya, tergantung dari
kegiatan dan luas operasi perusahaan tersebut. Untuk tujuan akuntansinya, maka aktiva tetap perlu digolongkan berdasarkan suatu aturan tertentu. Harahap (2002:22) mengelompokkan aktiva tetap berdasarkan jenisnya sebagai berikut: 1. Lahan Lahan adalah bidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang didirikan bangunan diatasnya harus dipisahkan pencatatannya dari lahan itu sendiri. Khusus bangunan yang dianggap sebagai bagian dari lahan tersebut atau yang dapat
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
4.
5.
6.
7.
meningkatkan nilai gunanya, seperti roil, jalan dan lain-lain maka dapat digabungkan dalam nilai lahan. Bangunan Gedung Bangunan adalah bangunan yang berdiri diatas bumi ini baik diatas lahan/air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung itu. Mesin Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan. Kendaraan Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkutan, truk, grader, tractor, mobil, kendaraan roda dua, dan lain-lain. Perabot Dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboraturium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan. Inventaris/peralatan Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboraturium, inventaris gudang dan lain-lain. Prasarana Di Indonesia adalah kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus prasarana seperti jalan, jembatan, riol, pagar dan lain-lain.
B. Pengertian Dan Tujuan Penyusutan Aktiva Tetap Bersamaan dengan berlalunya waktu, semua aktiva tetap kecuali tanah akan kehilangan kemampuan menghasilkan jasa. Dengan demikian harga perolehan aktiva ini harus dipindahkan keperkiraan biaya secara teratur selama umur manfaatnya yang diharapkan. Biaya yang timbul akibat penggunaan aktiva tetap tidak boleh dibebankan langsung ke dalam periode akuntansi bersangkutan, tetapi harus dialokasikan selama periode pemakaian aktiva tersebut. Alokasi biaya yang di taksir karena berkurangnya kemampuan aktiva dalam suatu jangka waktu tertentu dalam akuntansi disebut dengan penyusutan atau depresiasi.
Universitas Sumatera Utara
Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 17.1) menyatakan bahwa “Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi”. Peraturan pajak tidak memberikan pengertian yang jelas tentang penyusutan. Penjelasan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan hanya merujuk pada pengertian penyusutan menurut akuntansi, sehingga disimpulkan bahwa pengertian penyusutan menurut pajak diambil sesuai dengan pengertian penyusutan menurut Standar Akuntansi. Selanjutnya menurut IKAPI (2000 : 148) mengenai penyusutan menyatakan bahwa: “penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 11 atau pasal 11 A”. Tujuan penyusutan menurut perpajakan ada persamaan dengan konsep akuntansi keuangan yaitu untuk mengukur atau menentukan besarnya biaya atau beban penyusutan aktiva tetap, guna menentukan pendapatan kena pajak atas penghasilan pada suatu perusahaan didasarkan pada penghasilan bruto perusahaan dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta biaya-biaya yang diperkenankan dipotong menurut Undang-Undang pajak penghasilan tahun 2000. Jadi akuntansi penyusutan bertujuan untuk mendistribusikan biaya atau nilai lainnya dan harta tetap berwujud dikurangi dengan nilai sisa (jika ada), selama masa manfaat dari umur unit-unit harta tetap yang bersangkutan dengan cara sistematis dan rasional.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa defenisi di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa penyusutan merupakan alokasi yang sistematis dan rasional dalam membebankan biaya dan bukan merupakan pengumpulan dana untuk menggantikan aktiva tersebut, yang berarti bahwa seiring dengan jasa yang diberikan suatu aktiva terhadap proses produksi maka sangat perlu untuk mengalokasikan harga perolehannya melalui metode perhitungan yang sistematis. Menurut Baridwan (2004;309) cara pengalokasian harga perolehan aktiva dikenal dengan istilah-istilah sebagai berikut: 1. Depreciation (penyusutan) 2. Depletion (deplesi) 3. Amortization (amortisasi)
Ad 1. Depreciation (penyusutan) Istilah penyusutan digunakan sebagai alokasi periodik biaya atas aktiva tetap yang digunakan oleh manusia berulang kali untuk pendapatan periodik yang dihasilkan. Ad 2. Depletion (deplesi) Istilah deplesi digunakan sebagai alokasi periodik dari biaya sumber daya alam, seperti cadangan minyak dan kayu, terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. Aktiva ini tidak digunakan berulang-ulang karena sifat alamiahnya menjadi hasil produksi.
Universitas Sumatera Utara
Ad 3. Amortization (amortisasi) Istilah amortisasi digunakan sebagai alokasi periodik dari aktiva tak berwujud terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. Istilah amortisasi juga digunakan pada aktiva keuangan dan kewajiban, misalnya: patent, copyright, goodwill, dan biaya yang ditangguhkan.
Ada 4 (empat) faktor yang relevan dalam menentukan beban penyusutan periodik, yaitu: 1. Biaya Akuisisi Dan Biaya Setelah Akuisisi Yang Dikapitalisasikan. Biaya akuisisi (cost) suatu aktiva meliputi seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan perolehan dan penyiapannya untuk dapat digunakan. Biaya akuisisi ini dikurangi nilai residu (jika ada) kemudian ditambahkan pengeluaran-pengeluaran yang dikapitalisasi setelah perolehan aktiva tetap tersebut. Ada beberapa cara perolehan aktiva tetap menurut Harahap (2002 : 25), yaitu: -
pembelian kontan; pembelian secara kredit jangka panjang; pembelian dengan surat berharga; diterima dari sumbangan atau diketemukan sendiri; dibangun sendiri; tukar tambah.
2. Estimasi Nilai Residu. Estimasi nilai residu adalah nilai taksiran realisasi (penjualan tunai) bila aktiva tersebut
telah berakhir masa manfaatnya. Nilai residu ini dipakai sebagai
pengurangan harga perolehan aktiva tetap atau dengan kata lain nilai residu tidak
Universitas Sumatera Utara
turut dialokasikan. Estimasi nilai residu aktiva tetap tergantung pada kebijakan penghentian penggunaan yang diterapkan perusahaan. Dalam menentukan besarnya nilai residu ini perlu diperhatikan: a. Lama masa penggunaan aktiva. b. Harga aktiva tersebut di pasar bila masa penggunaan berakhir. c. Kebijaksanaan manajemen berdasarkan pengalaman atas penggunaan aktiva tersebut. 3. Estimasi Umur Manfaat Aktiva tetap, selain tanah memiliki umur manfaat. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 17.1) masa manfaat atau umur ekonomis dari aktiva tetap adalah: a. Periode suatu aktiva diharapkan digunakan oleh perusahaan, Atau b. Jumlah produksi serupa yang diharapkan diperoleh dari aktiva oleh perusahaan. Umur aktiva tetap dapat dipengaruhi oleh cara, sifat, dan pola pemakaian aktiva tetap tersebut. Ketepatan pemakaian umur tergantung pada kecermatan dalam melakukan estimasi atas penggunaan dimasa yang akan datang. Dalam penggunaan aktiva tetap ada 2 (dua) jenis umur, yaitu: a. Umur teknis, adalah umur potensial dari kondisi aktiva tetap atau kemampuan untuk dapat dipakai. b. Umur ekonomis atau umur produktif, adalah umur sesuai dengan kemampuan aktiva tetap untuk dimanfaatkan secara ekonomis. Biasanya umur teknis lebih
Universitas Sumatera Utara
lama dari umur ekonomis, tapi untuk keperluan penyusutan yang dipakai sebagai dasar adalah umur ekonomis. 4. Metode Penyusutan Penentuan metode penyusutan berhubungan dengan pola pemakaian aktiva tetap suatu perusahaan harus mempertimbangkan suatu metode penyusutan yang cocok dan sesuai dengan pola pendapatan yang bervariasi yang dihasilkan oleh suatu aktiva. Untuk
menerapkan suatu
metode penyusutan, diperlukan adanya
pertimbangan yang rasional dalam pemilihan salah satu metode. Penerapan suatu metode berhubungan dengan prinsip konsistensi, yaitu terus menerus dari suatu periode ke periode selanjutnya. Dengan adanya konsistensi metode maka dapat diukur peningkatan/penurunan pendapatan operasi.
C. Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Standar Akuntansi Keuangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur tentang aktiva tetap mencakup kerangka dasar penyusunan dan menyajikan laporan keuangan adalah PSAK No. 16, sedangkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur tentang pembebanan penyusutan aktiva yang dapat disusutkan terdapat pada PSAK No. 17 tentang akuntansi penyusutan. Tujuan PSAK tentang penyusutan ini adalah mengatur tentang pembebanan penyusutan aktiva yang dapat disusutkan. Masalah utama dalam penyusutan suatu aktiva adalah menetukan jumlah yang dapat disusutkan, metode penyusutan, dan penentuan masa manfaat keekonomian.
Universitas Sumatera Utara
Aktiva yang dapat disusutkan seringkali merupakan bagian signifikan aktiva perusahaan. Penyusutan yang terjadi karena hal ini dapat berpengaruh dalam menentukan dan menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable) suatu aktiva tetap harus dialokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaatnya. Manfaat keekonomian yang diwujudkan dalam suatu pos aktiva tetap dipergunakan oleh perusahaan sepanjang masa manfaat. Tetapi faktor lain seperti keusangan teknis dan aus serta rusak saat suatu aktiva menganggur juga dapat mengurangi manfaat keekonomian. Menurut
Ikatan
Akuntan
Indonesia
(2002
:
16.9),
faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat suatu aktiva adalah: 1. Penggunaan aktiva yang diharapkan oleh perusahaan. Penggunaan dinilai dengan pedoman kapasitas aktiva yang diharapkan atau output fisik. 2. Keusangan fisik yang diharapkan, yang tergantung pada operasional seperti jumlah penggantian dari perusahaan, dan perawatan aktiva pada saat menganggur (idle) 3. Keusangan teknis yang timbul dari perubahan atau perbaikan produksi, atau dan perubahan permintaan pasar untuk produk atau jasa yang dihasilkan oleh aktiva, dan 4. Pembatasan hukum atau yang serupa atas penggunaan aktiva, seperti habisnya waktu dari sewa guna usaha yang berkaitan.
Tanah dan bangunan harus diperlakukan sebagai aktiva yang terpisah untuk tujuan akuntansi, walaupun diperoleh secara sekaligus. Tanah biasanya memiliki usia tidak terbatas oleh karena itu tidak disusutkan, sedangkan bangunan memiliki usia terbatas, oleh karena itu disusutkan. Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aktiva ditentukan setelah mengurangi nilai sisa.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah yang dapat disusutkan dialokasikan ke setiap periode akuntansi masa manfaat aktiva dengan berbagai metode. Metode manapun yang dipilih, konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, sebagai penyedia daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke periode. Walaupun prinsip konsistensi tidak melarang adanya perubahan metode penyusutan apabila adanya perubahan ke metode yang baru dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih wajar dan dapat diandalkan. Metode penyusutan yang lazim digunakan dalam praktek akuntansi seperti halnya menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 17.1) menyatakan metode penyusutan dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut: (a) Berdasarkan Waktu (i). Metode garis lurus (straight line method) (ii). Metode pembebanan yang menurun a) Metode jumlah angka tahun (sum-of-the-years-digit-method) b) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double Declining method) (b) Berdasarkan penggunaannya. (i). Metode jam-jasa (service-hours method) (ii). Metode jumlah unit produksi (productive-output method) (c) Berdasarkan kriteria lainnya. (i). Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method) (ii). Metode anuitas (annuity method) (iii). Metode persediaan (inventory method)
Universitas Sumatera Utara
Ad 1. Berdasarkan Waktu. Adapun metode penyusutan berdasarkan waktu dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: − Metode Garis Lurus (Straight Line Method) Metode penyusutan aktiva ini merupakan metode yang paling sederhana dan paling umum dipakai. Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa sebuah aktiva tetap menurun kegunaannya dengan tingkat yang konstan. Dalam metode garis lurus, beban penyusutan setiap tahunnya merupakan fungsi dari lewatnya waktu dan bukan fungsi penggunaan aktiva. Juga dalam metode penyusutan ini, beban penyusutan tiap periodenya adalah sama tanpa memperdulikan tingkat penggunaan aktiva yang bersangkutan. Rumus untuk menghitung besarnya penyusutan menurut metode garis lurus adalah Beban penyusutan =
Atau
Biaya akuisisi – nilai residu Estimasi umur manfaat dalam tahun
100% , n = taksiran umur manfaat n
Contoh: Tanggal 1 September 2005 perusahaan membeli sebuah mesin dengan harga Rp 6.600.000,-. Diperkirakan nilai residu mesin ditaksir Rp 600.000,- dan taksiran umur penggunaannya 5 tahun. Hitunglah penyusutan mesin tersebut. Diketahui : Biaya akuisisi
= Rp 6.600.000,-
Nilai residu
= Rp
600.000,-
Universitas Sumatera Utara
Umur aktiva (n)
= 5 tahun, maka
Beban penyusutan = 6.600.000-600.000 5 = Rp 1.200.000,Atau 100%: 5 = 20%, maka tarif yang digunakan untuk menghitung biaya penyusutannya adalah 20%. Untuk melihat penyusutannya tiap tahun dapat dilihat dari table berikut. Tabel 2.1: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Garis Lurus Tahun Harga Beban penyusutan Akumulasi Nilai buku perolehan penyusutan 2005 Rp 6.600.000 6.600.000 2005 4/12x1.200.000 = 400.000 400.000 6.200.000 2006 12/12x1.200.000 = 1.200.000 1.600.000 5.000.000 2007 12/12x1.200.000 = 1.200.000 2.800.000 3.800.000 2008 12/12x1.200.000 = 1.200.000 4.000.000 2.600.000 2009 12/12x1.200.000 = 1.200.000 5.200.000 1.400.000 2010 8/12x1.200.000 = 800.000 600.000 6.600.000 Sumber : Harahap (2002)
− Metode Pembebanan Yang Menurun Metode beban yang menurun seringkali disebut juga dengan metode penyusutan dipercepat untuk menyediakan biaya penyusutan yang lebih tinggi pada tahun-tahun awal dan beban yang lebih rendah pada periode mendatang. Secara umum ada metode beban menurun yang digunakan, yaitu: -
Metode jumlah angka tahun (sum-of-the-years-digit-method) Metode ini menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan yang menurun dari biaya yang dapat disusutkan (biaya awal – nilai sisa). Setiap
Universitas Sumatera Utara
pecahan menggunakan jumlah angka tahun sebagai penyebut, misalnya umur ekonomis 5 tahun maka (5+4+3+2+4=15) 15 sebagai penyebut, atau n (n + 1)/2. Dan jumlah tahun estimasi umur yang tersisa pada awal tahun sebagai pembilang. Contoh : Seperti pada kasus terdahulu, harga perolehan Rp 6.600.000,- Nilai sisa Rp 600.000,-, dan umur penggunaan aktiva 5 tahun. Untuk menghitung penyusunan tiap tahunnya dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 2.2: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Jumlah Angka Tahun Tahun Harga Beban penyusutan Akumulasi Nilai perolehan penyusutan buku 2005 6.600.000,6.600.000 2005 5/15x4/12x6.000.000 = 666.667 666.667 5.933.333 2006 (5/15x8/12x6.000.000)+ (4/15x4/12x6.000.000) = 1.866.667 2.533.334 4.066.666 2007 (4/15x8/12x6.000.000)+ (3/15x4/12x6.000.000) =1.466.667 4.000.000 2.600.000 2008 (3/15x8/12x6.000.000)+ (2/15x4/12x6.000.000) =1.066.667 5.066.667 1.533.333 2009 (2/15x8/12x6.000.000)+ (1/15x4/12x6.000.000) = 666.667 5.733.334 866.666 2010 1/15x8/12x6.000.000 = 266.667 6.000.000 600.000 Sumber : Harahap (2002) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa beban penyusutan pada periode awal taksiran umur manfaat tinggi dan periode selanjutnya menurun. Pandangan yang dianut metode ini adalah bahwa aktiva pada umur awalnya dianggap memberikan performance yang lebih besar pada perusahaan sehingga penyusutannya pada awal pemakaiannya besar.
Universitas Sumatera Utara
-
Metode saldo menurun (declining-balance method) Metode ini sama halnya seperti metode jumlah angka tahun, dalam metode saldo menurun beban penyusutan secara periodik akan menurun selama taksiran umur aktiva. Hanya saja beban penyusutan dihitung dengan cara mengalikan suatu tariff persentase tertentu dengan nilai buku aktiva, Persentase tarif penyusutan dapat dihitung dengan rumus :
r −n S
C
Dimana : r (ratio)
= tarif penyusutan
S (solvage value)
= nilai residu
C (cost)
= harga perolehan aktiva
n
= taksiran umur manfaat
Contoh : Seperti kasus terdahulu, dimana: C = Rp 6.600.000,S = Rp 600.000,n = 5 tahun Maka r = 1− 5 600.000
6.600.000
= 1− 5 0.910 = 1- 0,6191 = 38,09%
Universitas Sumatera Utara
Beban penyusutan tiap tahunnya dapat dilihat melalui table berikut : Tabel 2.3: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Saldo Menurun Tahun Harga Beban penyusutan Akumulasi Nilai buku perolehan penyusutan 2005 6.600.000 6.600.000 2005 38,09%x4/12x6.600.000 = 837.980 837.980 5.762.020 2006 38,09%x8/12x6.600.000 = 1.675.960 2.513.940 4.086.060 38,09%x4/12x4.086.060 = 518.793 3.032.733 3.567.267 2007 38,09%x8/12x4.086.060 = 1.037.587 4.070.320 2.529.680 38,09%x4/12x2.529.680 = 321.185 4.391.505 2.208.495 2008 38.09%x8/12x2.529.680 = 642.370 5.033.875 1.566.125 38,09%x4/12x1.566.125 = 198.846 5.232.721 1.367.279 2009 38,09%x8/12x1.566.125 = 397.691 5.630.412 969.588 38,09%x4/12x 969.588 = 123.105 5.753.517 846.483 2010 38,09%x8/12x 969.588 = 246.211 6.000.000 600.000 Sumber : Harahap (2002)
-
Metode saldo menurun ganda (double-declining-balance method) Metode saldo menurun ganda menghasilkan beban penyusutan secara periodik semakin menurun sepanjang umur manfaat aktiva. Beban penyusutan diperoleh dengan mengalikan tarif penyusutan yang tiap periodenya tetap dengan nilai buku aktiva yang semakin menurun. Sama seperti perhitungan untuk menentukan beban penyusutan menurut metode saldo menurun, dalam metode ini nilai residu juga tidak diperhitungkan. Cara yang paling umum dan mudah untuk mendapatkan beban penyusutan dengan metode saldo menurun ganda adalah dengan melipatgandakan tarif penyusutan garis lurus. Misalnya, umur aktiva ditaksir adalah 4 tahun, beban penyusutan dasar garis lurus adalah 100% : 4 = 25%. Maka tarif beban penyusutan metode saldo menurun ganda adalah :
2 x 25% = 50%.
Universitas Sumatera Utara
Contoh: Seperti kasus terdahulu, maka depresiasi untuk hal diatas adalah: Depresiasi = 2x 100% n = 2x 100% = 40% 5 Beban penyusutan tiap tahunnya dihitung melalui table berikut:
Tabel 2.4: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Saldo Menurun Ganda Tahun Harga Beban penyusutan Akumulasi Nilai buku perolehan penyusutan 2005 6.600.000 6.600.000 2005 40%x4/12x6.600.000 = 880.000 880.000 5.720.000 2006 40%x8/12x6.600.000 = 1.760.000 2.640.000 3.960.000 40%x4/12x3.960.000 = 528.000 3.168.000 3.432.000 2007 40%x8/12x3.960.000 = 1.056.000 4.224.000 2.376.000 40%x4/12x2.376.000 = 316.800 4.540.800 2.059.200 2008 40%x8/12x2.376.000 = 633.000 5.174.400 1.425.600 40%x4/12x1.425.600 = 190.080 5.364.480 1.235.520 2009 40%x8/12x1.425.600 = 380.160 5.744.640 855.360 40%x4/12x 855.360 = 399.168 6.143.808 456.192 2010 40%x8/12x 855.360 = 228.096 6.371.904 228.096 Sumber : Harahap (2002) Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai residunya tidak sama dengan yang diperkirakan yaitu Rp 600.000,-. Ini dapat dialihkan penggunaan metode saldo menurun ganda ke metode garis lurus atau metode jumlah angka tahun, karena jumlah nilai residualnya melebihi dari penyusutan yang dihitung. Tujuan diubahnya metode adalah untuk mencapai nilai residual yang sama seperti taksiran pada awal perolehan aktiva tetap bersangkutan. Perubahan metode ini tidak memerlukan jurnal koreksi.
Universitas Sumatera Utara
Ad 2. Berdasarkan Penggunaan. Metode yang digunakan atas dasar penggunaan lebih memandang faktor berlalunya waktu daripada faktor penggunaan sebagai dasar penyusutan. Metode penyusutan berdasarkan faktor penggunaan memandang faktor teknis aktiva yang sangat berhubungan dengan tingkat pemakaian aktiva tersebut. Penyusutan berdasarkan penggunaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: (i). Metode Jam Jasa (Service-hours method) Metode jam jasa didasarkan suatu anggapan bahwa pembelian aktiva tetap adalah merupan pembelian sejumlah jam pemakaian/penggunaan jam kerja aktiva dikalikan dengan tarif penyusutan. Harga perolehan dikurangi dengan nilai residu (jika ada) dibagi dengan taksiran jam kerja produktif seluruhnya adalah merupakan tarif penyusutan. Dalam rumus dapat ditulis: Penyusutan perjam =
c−s n
Dimana: C (cost)
= harga perolehan aktiva
S (solvage value) = nilai residu n
= taksiran total jamkerja
Contoh: Seperti kasus terdahulu, harga perolehan mesin adalah Rp 6.600.000,-, nilai residu Rp 600.000,- bila estimasi umur pemakaiannya adalah 25.000 jam, maka penyusutan per jam dapat dihitung sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Penyusutan per jam =
6.600.000 − 600.000 25.000 jam
= Rp 240, perjam Untuk penyusutan berdasarkan metode jam jasa dapat disajikan melalui table berikut: Tabel 2.5: Perhitungan Beban Penyusutan Berdasarkan Metode Jam Jasa. Tahun Jam Penyusutan Akumulasi Nilai Buku Pemakaian Perhitungan Penyusutan Jumlah 2005 Rp 6.600.000 2005 4.000 4.000xRp240 Rp 960.000 Rp 960.000 Rp 5.640.000 2006 5.000 5.000xRp240 Rp 1.200.000 Rp 2.160.000 Rp 4.440.000 2007 6.000 6.000xRp240 Rp 1.440.000 Rp 3.600.000 Rp 3.000.000 2008 3.000 3.000xRp240 Rp 720.000 Rp 4.320.000 Rp 2.280.000 2009 7.000 7000xRp240 Rp 1.680.000 Rp 6.000.000 Rp 600.000 25.000 Rp 6.600.000 Sumber : Harahap (2002)
(ii). Metode Jumlah Unit Produksi (Productive-Output Method) Dengan metode ini beban penyusutan dihitung berdasarkan jumlah unit yang diproduksi dalam periode tersebut. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan membagi nilai perolehan dikurangi nilai residu (jika ada) dengan taksiran total unit yang diproduksi aktiva untuk periode tersebut. Rumus untuk menghitung penyusutan adalah : Penyusutan per unit =
C−S n
C = nilai perolehan aktiva S = nilai residu n = taksiran total unit produksi
Universitas Sumatera Utara
Jika dalam contoh kasus sebelumnya ditaksir bahwa mesin tersebut akan dapat menghasilkan 500.000 unit, maka penyusutan per unit produksi dihitung sebagai berikut: 6.600.000 − 600.000 500.000 = Rp 12
Penyusutan per unit =
Misalkan selama tahun pertama mesin tersebut diharapkan akan menghasilkan produksi 75.000 unit, tahun kedua 125.000 unit, tahun ketiga 100.000 unit, tahun keempat 150.000 unit dan tahun kelima 50.000 unit, maka daftar penyusutan untuk mesin tersebut dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2.6 : Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Jumlah Unit Produksi Tahun
2005 2005 2006 2007 2008 2009
Harga Perolehan
Tarif Peny (Rp)
Penyusutan Nilai Beban Barang Penyusutan yang Disusutkan
Akumulasi Penyusutan
6.600.000 12 12 12 12 12
x 75.000 x 125.000 x100.000 x150.000 x 50.000 500.000
= 900.000 = 1.500.000 = 1.200.000 = 1.800.000 = 600.000 6.000.000
900.000 2.400.000 3.600.000 5.400.000 6.000.000
Nilai Buku
6.600.000 5.700.000 4.200.000 3.000.000 1.200.000 600.000
Sumber : Harahap (2002)
Metode jumlah unit produksi sebaiknya dipakai bila aktiva tetap tersebut kondisinya menjadi menurun karena banyaknya pemakaian dan bukannya karena untuk memproduksi suatu barang, semakin banyak barang yang dihasilkan, semakin besar penyusutan yang akan dibebankan.
Universitas Sumatera Utara
Ad 3. Metode Berdasarkan Kriteria Lainnya. Dalam menentukan beban penyusutan dengan metode ini dapat dibedakan atas: (i). Metode berdasarkan jenis dan kelompok (Group And Compisite Method) - Metode berdasarkan jenis (group depreciation method) Untuk menghitung penyusutannya terlebih dahulu harus ditentukan tarif ratarata dari sekelompok aktiva tetap yang mempunyai jenis dan manfaat yang sama, sehingga biaya penyusutan adalah hasil kali antara tarif rata-rata tersebut dengan harga perolehan sekelompok aktiva tetap tersebut setelah dikurangi nilai sisanya. Contoh: Sepuluh buah peralatan sejenis mempunyai cost total Rp 15.000.000,ditaksir mempunyai masa manfaat rata-rata 5 tahun. Tiga buah peralatan tersebut akan berhenti dari operasinya pada akhir tahun ke-4, dan empat buah pada akhir tahun ke-5, dan sisanya akhir tahun ke-6. Dengan menggunakan group depreciation method, berdasarkan rata-rata umur tersebut 20% dari cost akan dibebankan sebagai penyusutan, ikhtisar penyusutan dibuat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Berdasarkan Jenis Akhir tahun
Biaya peny. 20% pertahun
1 2 3 4 5 6
400.000 400.000 400.000 400.000 280.000 120.000
Debet
Harga perolehan Kredit Saldo
2.000.000
600.000 800.000 600.000
2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.400.000 600.000 -
Akumulasi penyusutan Debet Kredit
600.000 800.000 600.000
400.000 400.000 400.000 400.000 280.000 120.000
Saldo
Nilai Buku
400.000 800.000 1.200.000 1.000.000 480.000 -
2.000.000 1.600.000 1.200.000 800.000 400.000 120.000 -
Sumber : Harahap (2002)
Maka pada akhir tahun ke-1, 2, 3, dan 4 dicatat penyusutan sebagai berikut: Beban penyusutan peralatan
Rp 400.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan
Rp 400.000,-
Pada akhir tahun ke-5 dan ke-6 akan dicatat biaya penyusutan masing-masing sebesar Rp 280.000,- dan Rp 120.000,-
-
Metode berdasarkan kelompok (Composite Depreciation Method) Jika dalam metode jenis aktiva yang dikelompokkan adalah sejenis, maka dalam metode ini aktiva yang dikelompokkan itu tidak sejenis, penyusutannya dihitung dengan cara mencari rate terlebih dahulu. Penyusutan harus dicatat dalam perkiraan tersendiri untuk setiap aktiva. Jika terjadi penarikan salah satu aktiva yang dikelompokkan maka dijurnal dengan mengkredit perkiraan aktiva itu dan mendebet
Universitas Sumatera Utara
perkiraan akumulasi penyusutan sebesar perbedaan harga pokok dengan nilai residu. Untuk menghitung tarif (rate) tersebut diperlihatkan melalui contoh berikut: Tabel 2.8: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Berdasarkan Kelompok Peralatan Harga Nilai Jumlah Taksiran Penyusutan Perolehan Residu Dapat Umur Pertahun Disusutkan A 200.000 50.000 150.000 20 7.500 B 120.000 20.000 100.000 10 10.000 C 80.000 10.000 70.000 8 8.750 D 50.000 5.000 45.000 5 9.000 450.000 85.000 365.000 35.250 Sumber : Harahap (2002)
Tarif penyusutan dihitung sebagai berikut: Tarif penyusutan =
=
total biaya penyusu tan x100% total h arg a perolehan 365.000 x100% 450.000
= 81,11% Tarif penyusutan tersebut dikenakan terhadap total harga perolehan untuk memperoleh biaya penyusutan setiap tahunnya yaitu: 81,11% x Rp 450.000,- = Rp 365.000,Biaya penyusutan dicatat sebagai berikut: Biaya penyusutan peralatan
Rp 365.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan
Rp 365.000,-
Universitas Sumatera Utara
(ii). Metode Anuitas (Anuity Method) Dalam metode ini aktiva tetap dianggap sebagai aktiva yang memberikan kontribusi selama umur teknisnya. Harga perolehanya dianggap sebagai present value yang didiskontokan dari jasa yang akan diberikannya secara merata selama umur teknisnya. Dalam metode ini, penyusutan dianggap sebagai angka bunga yang diperhitungkan atas harga pokok aktiva yang belum disusutkan ditambah akumulasi penyusutan. Rumus untuk mencari beban penyusutan dengan metode anuitas adalah: Penyusutan (d) =
C − NS PVIFni
Dimana: C = harga perolehan N = present value S = nilai residu n = umur aktiva i = bunga Contoh: Dalam contoh kasus sebelumnya, yaitu: C = Rp 6.600.000,S = Rp 600.000,n = 5 tahun i = 10% Maka penyusutannya adalah :
Universitas Sumatera Utara
d=
6.600.000 − ( PV5:10% x600.000) PVIF5:10%
d=
6.600.000 − (0.6209 x600.000) 3,7908
d=
6.600.000 − 372.540 3,7908
d = Rp. 1.642.782 Beban penyusutan pertahun adalah Rp 1.642.782,-. Angka tersebut akan didistribusikan sebagai Implicit Interest Revenue dan penyusutan, Interest revenue adalah 10% dari nilai buku. Tabel 2.9 : Perhitungan Beban Penyusutan Berdasarkan Metode Anuitas Tahun Penyusutan Implicit Akumulasi Akumulasi Nilai buku interest penyusutan penyusutan revenue pertahun 10% 0 Rp 6.600.000 1 Rp 1.642.782 Rp 660.000 Rp 982.782 Rp 982.782 5.617.218 2 1.642.782 561.721 1.081.061 2.063.843 4.536.157 3 1.642.782 453.615 1.189.167 3.253.010 3.346.990 4 1.642.782 334.699 1.308.083 4.561.093 2.038.907 5 1.642.782 203.890 1.438.392 5.999.985 600.000 Rp 8.213.910 Rp2.213.925 Rp5.999.485 Sumber : Harahap (2002)
(iii). Sistem Persediaan (Inventory System) Sistem persediaan adalah tipe sistem yang digunakan dalam situasi dimana jumlah aktiva itu besar dengan harga perolehan yang kecil-kecil, seperti peralatan untuk sebuah perusahaan industri atau perkakas untuk sebuah restauran. Metode ini cukup mudah di pakai tetapi tidak sistematis dan rasional karena ada unsur
Universitas Sumatera Utara
penafsiran yang dilakukan dalam perhitungan penyusutan, disamping itu juga sulit untuk menentukan nilai aktiva tersebut pada akhir periode. Dalam metode ini, penyusutan dihitung dengan menambahkan persediaan awal aktiva tetap yang tersedia dengan perolehan aktiva tetap selama periode berjalan, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir aktiva tetap tersebut.
D. Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Menurut Undang-Undang Perpajakan Pengaturan penyusutan menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan diatur dalam pasal 11 Undang-Undang No.17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Menurut Waluyo (2000 : 94) syarat aktiva tetap yang dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan meliputi : 1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud ; 2. Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun ; 3. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang pajak penghasilan secara khusus menetapkan saat dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan harus dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi karena hal-hal berikut : a. Harta / aktiva dalam pengerjaan b. Harta / aktiva dalam usaha leasing c. Wajib pajak yang mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Ad a. Harta / Aktiva Dalam Pengerjaannya Untuk Harta / aktiva tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut. Jadi walaupun pada umumnya penyusutan atas harta / aktiva dimulai pada tahun perolehan tetapi untuk harta / aktiva yang pengerjaannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesainya harta / aktiva yang bersangkutan.
Ad b. Harta / Aktiva Dalam Usaha Sewa Guna Usaha (Leasing) Penyusutan terhadap dalam usaha sewa guna (leasing) khususnya sewa guna usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewa-guna-usahakan.
Ad c. Persetujuan Direktur Jenderal Pajak Wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderalm Pajak, apabila tidak mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun harta / aktiva tersebut menghasilkan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem penyusutan menurut undang-undang PPh, semua aktiva tetap berwujud yang mempunyai syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : a. Harta berwujud kelompok bukan bangunan b. Harta berwujud kelompok bangunan. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) undang-undang PPh bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara dibebankan melalui penyusutan, hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara pengeluaran dan penerimaan. Dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak perlu diperhitungkan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi (komersial). Dalam arti metode dan dasar penyusutan yang dipakai tetap sama, sebagaimana tertera pada berikut ini menurut IKAPI (2000 : 148) Pasal 11 1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau pengubahan harta berwujud kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. 2. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat secara taat asa.
Universitas Sumatera Utara
3. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. 4. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, wajib pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai dihasilkan. 5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. 6. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut : Kelompok harta berwujud
1) Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 2) Bangunan Permanen Tidak Permanen
Masa Manfaat
Tariff penyusutan sebagaimana dimaksud dalam
Ayat 1
Ayat 2
4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun
25% 12,5% 6,25% 5%
50% 25% 12,5% 10%
20 tahun 10 tahun
5% 10%
-
7. Menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1), ketentuan tentang penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu, ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 8. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah sisa buku tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. 9. Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti dimasa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dibukukan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. 10. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dengan huruf b, yang berupa harta yang berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. 11. Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ayat 1 pasal 11 UU Pajak No.17 tahun 2000 dijelaskan pengeluaranpengeluaran yang dialokasikan melalui penyusutan yaitu pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat tersebut melalui penyusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bara. Yang dimaksud dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna dan hak pakai yang pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan. Hak guna usaha dan hak pakai diamortisasi selama jangka waktu hakhak tersebut. Dalam ayat 1 dan 2 pasal 11 UU Pajak No.17 tahun 2000 dijelaskan metode penyusutan menurut fiskal. Metode penyusutan yang dibolehkan dalam ketentuan ini adalah : 1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method) Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Contoh : Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,- dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutan setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000,- (Rp 100.000.000,- : 20) 2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method) Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan dengan syarat dilakukan secara taat azas. Contoh penggunaan metode saldo menurun adalah ; Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan sebesar Rp 150.000.000,- masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%, maka perhitungan penyusutan adalah sebagai berikut : Tahun
Tarif
Penyusutan
Nilai Sisa Buku
2000
Harga Perolehan
2000
50 %
Rp 75.000.000,-
Rp 75.000.000,-
2001
50 %
Rp 37.500.000,-
Rp 37.500.000,-
2002
50 %
Rp 18.750.000,-
Rp 37.500.000,-
2003
disusutkan sekaligus
Rp 18.750.000,-
0
Rp 150.000.000,-
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih penggunaan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Ayat 3 dan 4 pasal 11 UU Pajak No.17 tahun 2000 menjelaskan kapan dimulainya penyusutan. Penyusutan dimulai pada bulan pertama dilakukannya pengeluaran, atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro rata. Wajib Pajak diperbolehkan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta digunakan dalam proses produksi atau untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, atau pada saat harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Yang dimaksud menghasilkan dalam ketentuan fiskal ini dikaikan dengan saat dimulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. Untuk memberikan penjelasan yang lebih baik ada tiga contoh dari UU yang dikutip yaitu: Contoh 1. Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp 100.000.000,Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2000 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2001. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada saat bulan Maret tahun pajak 2001.
Universitas Sumatera Utara
Contoh 2. Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2000 dengan harga perolehan sebesar Rp 100.000.000,- masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut : Tabel 2.10: Pehitungan Penyusutan Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan. Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku 2000
Harga Perolehan
-
Rp 100.000.000,-
2000
6/12 X 50%
Rp 25.000.000,-
Rp 75.000.000,-
2001
50%
Rp 37.500.000,-
Rp 37.500.000,-
2002
50%
Rp 18.750.000,-
Rp 18.750.000
2003
50%
Rp 9.375.000,-
Rp
2004
Disusutkan sekaligus
Rp 9.375.000,-
9.375.000 -
Sumber : IKAPI (2000) Contoh 3. PT. X yang bergerak dibidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2000. Perusahaan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2000. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2001. Ayat 5 menyebutkan wajib pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan pemerintah, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. Misalnya karena adanya perkembangan harga yang mencolok
atau
perubahan
kebijakan
dibidang
moneter
dapat
menyebabkan
kekurangserasian antara pembiayaan dan penghasilan, yang dapat mengakibatkan timbulnya beban pajak yang kurang wajar. Dalam keadaan demikian, Menteri Keuangan
Universitas Sumatera Utara
diberi wewenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi) atau indeksasi biaya dan penghasilan. Untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, ayat 6 dari pasal 11 ini mengatur kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Table 2.11 : Tarif Penyusutan Aktiva Tetap Berdasarkan UU PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 11 Ayat 6 Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif penyusutan sebagaimana dimaksud Berwujud pada Ayat (1) Ayat (2) I. Bukan Bangunan Kelompok 1 4 tahun 25 % 50 % Kelompok 2 8 tahun 12,5 % 25 % Kelompok 3 16 tahun 6,25 % 12,5 % Kelompok 4 20 tahun 5% 10 % II. Bangunan Permanen Tidak permanen Sumber : IKAPI (2000)
20 tahun 10 tahun
5% 10 %
Bangunan tidak permanen maksudnya yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Ayat 7 menyebutkan dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidangbidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha tersebut yang ketentuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Ayat 8 dan 9 menjelaskan bahwa pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena peralihan atau penarikan harta menurut UU No.17 tahun 2000 pasal 4 ayat (1) huruf d adalah karena : a. Penjualan; b. Pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; c. Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota; d. Pengalihan karena likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; e. Pengalihan karena hibah, bantuan atau sumbangan. Apabila terjadi pengalihan harta atau penarikan harta maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan harta dikenakan pajak dalam tahun harta tersebut diahlikan. Apabila harta wajib pajak dijual, penerimaan netto dari penjualan harta tersebut dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan. Penerimaan netto adalah selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan. Nilai sisa buku dari harta wajib pajak dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Ayat 10 menyebutkan jika menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), dalam hal peralihan harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan. Ayat 11 menyebutkan dalam rangka memberikan keseragaman kepada wajib pajak untuk melakukan penyusutan, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan jenisjenis harta yang termasuk dalam setiap kelompok masa manfaat yang harus diikuti oleh wajib pajak. Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana yang dimaksud
diatas
ditetapkan
dengan
keputusan
Menteri
Keuangan
No.
520/KMK.04/2000, tanggal 14 Desember 2000 (terlampir).
E. Koreksi Terhadap Perhitungan Laba Usaha Dan Laba Fiskal Karena Perbedaan Penerapan Akuntansi Penyusutan Aktiva tetap Adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya antara akuntansi komersial dengan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal wajib pajak harus mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan harus disesuaikan/koreksi terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Menurut Gunadi dalam ketentuan dasar pajak penghasilan (2001:128), menyebutkan bahwa ada 2 koreksi yang ada, yaitu : a. Koreksi Fiskal Positif 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota.
Universitas Sumatera Utara
3. Pembentukan atau penumpukan dana cadangan, kecuali; a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi. b) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan (Wajib Pajak yang dipotang PPh pasal 21) 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali; 1) Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara bersama-sama. 2) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah terpencil. 3) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. 7. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah. 8. Pajak Penghasilan. 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang menjadi tanggungannya. 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota Persekutuan, Firma, atau Perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan. 12. Pajak masukan atau perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKJ/JKP) yang tidak dapat dikreditkan, kecuali : 1) Faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang PPN (faktur pajak standar cacat) 2) Pajak masukan atas perolehan BKP/JKP yang termasuk dalam Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 3) Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, yang pengenaan pajaknya bersifat final.
Universitas Sumatera Utara
4) Pajak penghasilan yang telah dipotong pemberi kerja, kecuali pajak penghasilan pasal 26, sepanjang pajak penghasilan tersebut ditambahkan sebagai dasar perhitungan untuk pemotongan pajak penghasilan pasal 26 tersebut. b. Koreksi Fiskal Negatif 1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; 3) Warisan; 4) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham /sebagai pengganti penyertaan modal; 5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; 6) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, dan asuransi beasiswa; 7) Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD yang menerima deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut; 8) Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja, maupun pegawai; 9) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi; 11) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha; 12) Penghasilan yang diterima atau diperolah perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
Universitas Sumatera Utara
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : a) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan b) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Dari uraian di atas , dapat diketahui bahwa jika timbul perbedaan perhitungan laba menurut akuntansi dengan perhitungan laba menurut perpajakan maka perusahaan harus melakukan penyesuaian atau koreksi fiskal untuk menghitung besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar. Menurut perpajakan perlu disusun suatu rekonsiliasi atas laporan keuangan yang telah disajikan berdasarkan standar akuntansi keuangan untuk memperoleh laba kena pajak berdasarkan fiskus. Bentuk rekonsiliasi yang disusun adalah dengan menyajikan data akuntansi (komersial), data fiskus dan perbedaan yang menyebabkan selisih laba akuntansi (komersial) dan laba fiskal. Setelah diadakan rekonsiliasi maka berikutnya adalah membuat jurnal koreksi yang membukukan perbedaan tersebut. Rekonsiliasi akibat perbedaan metode penyusutan menurut akuntansi dan fiskus disajikan dalam contoh berikut ini. Pt Murni berdiri pada tahun 2000 dan mulai menggunakan akuntansi pajak tangguhan pada tahun tersebut. Dibawah ini adalah perbedaan nilai tercatat aktiva tetap dengan DPPnya :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.12: Perbedaan Biaya Penyusutan Menurut Akuntansi Komersial Dan Akuntansi Fiskal. Akuntansi Uraian 2000 2001 2002 Komersial -harga perolehan Rp. 5.000.000 Rp. 7.000.000 Rp 9.000.000 -akumulasi penyusutan 1.000.000 2.500.000 4.200.000 -nilai buku 4.000.000 4.500.000 4.800.000 -beban penyusutan Rp 1.000.000 Rp 1.500.000 Rp 1.700.000 -harga perolehan -akumulasi penyusutan Fiskal -nilai buku -beban penyusutan Sumber : Gunadi (2001)
Rp 5.000.000 2.000.000 3.000.000 Rp 2.000.000
Rp 7.000.000 3.000.000 4.000.000 Rp. 1.000.000
Rp 9.000.000 5.000.000 4.000.000 Rp 2.000.000
2002 Rp1.700.000 2.000.000
Perhitungan dan Jurnal Perhitungan dari akun laba dan rugi : * Beban Penyusutan - Komersial -Fiskal
2000 Rp 1.000.000 2.000.000
2001 Rp1.500.000 1.000.000
Perbedaan Temporer Tarif Pajak Penghasilan/Beban Pajak Tangguhan Perhitungan Dari Akun Neraca : * Nilai Buku - Komersial - Fiskal Perbedaan Temporer Tarif Pajak Aktiva/Kewajiban pajak tangguhan
(Rp 1.000.000) 30% (Rp 300.000)
(Rp 500.000) 30% (Rp 150.000)
Rp. 4.000.000 3.000.000 (Rp 1.000.000) 30% (Rp 300.000)
Rp.4.500.000 Rp. 4.800.000 4.000.000 4.000.000 (Rp 500.000) (Rp 800.000) 30% 30% (Rp 150.000) (Rp 240.000)
(Rp. (Rp
300.000) 30% 90.000)
Pencatatan Jurnal : * 31 Desember 2000: Beban pajak tangguhan
Rp 300.000,-
Kewajiban pajak tangguhan * 31 Desember 2001: Kewajiban pajak tangguhan
Rp 300.000,-
Rp 150.000,-
Penghasilan pajak tangguhan * 31 Desember 2002: Beban pajak tangguhan
Rp 150.000,-
Rp 240.000,-
Kewajiban pajak tangguhan
Rp 240.000,-
Universitas Sumatera Utara
Dari penerapan metode penyusutan yang berbeda akan di dapat jumlah penyusutan yang berbeda setiap tahunnya, akan tetapi hal ini merupakan beda waktu (temporary) atau yang biasa disebut beda sementara saja yang pada akhirnya akuntansi penyusutan akan sama jumlahnya. Perbedaan ini mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Menurut SAK (2000:46.3, par 6) mengenai perbedaan temporer adalah “perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya (DPP)”. Perbedaan temporer dapat berupa: a) Perbadaan temporer kena pajak, adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva terpulihkan, contohnya beban-beban yang dibayar dimuka yang dikurangkan dalam laporan pajak pada periode pembayarannya. b) Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan laba rugi periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva terpulihkan. Contohnya penerimaan sewa dibayar dimuka. Dalam perpajakan selisih antara kedua metode penyusutan ini dapat diperlakukan sebagai penambahan atau pengurangan laba keuangan dalam mencarai jumlah laba kena pajak tahun berjalan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika penyusutan menurut keuangan lebih besar dari penyusutan menurut fiskal, maka jumlah selisih antara penyusutan menurut keuangan dengan menurut fiskal merupakan koreksi positif (penambahan) terhadap laba keuangan.
Universitas Sumatera Utara
1. Jika penyusutan menurut keuangan lebih kecil dari penyusutan menurut fiscal, maka jumlah selisih antara penyusutan menurut keuangan dengan menurut fiscal merupakan koreksi negative (pengurangan).
F. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Penelitian (Tahun Penelitian) MINARNI 2005
HAFISAH 2007
Tabel 2.13 Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Menurut SAK dan UU Perpajakan Serta Pengaruhnya Terhadap Laporan Keuangan Pada PT.(Persero) pelabuhan Indonesia I Medan
Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.16 Atas Aktiva Tetap dan No.17 Atas Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap Pada PT. Mopoli Raya
Hasil Penelitian Aktiva tetap perusahaan digolongkan sesuai dengan karakteristik aktiva tetap. Aktiva tetap yang dimiliki digunakan untuk kegiatan normal perusahaan, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan dibeli bukan dimaksudkan untuk dijual kembali. Dari hasil analisa dan evaluasi yang penulis lakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan atas perlakuan akuntansi aktiva tetap pada PT. Mopoli Raya yang telah diterapkan dengan baik, dengan alas an sebagai berikut: Pada prinsipnya, PT.Mopoli Raya mempunyai kebijakan akuntansi yang tidak menyimpang dari standar akuntansi keuangan, dalam hal ini PSAK No.16 dan 17.aktiva tetap yang dihentikan penggunaannya akan dihapuskan dari pembukuan perusahaan / dijual
Universitas Sumatera Utara
JUPITRA SEMBIRING 2006
Penyajian aktiva tetap dalam neraca menurut jenisnya, kemudian dikurangi dengan total dari akumulasi penyusutan aktiva tetap.
Penerapan PSAK No.16, 17 Mengenai Aktiva Tetap pada PDAM TIRTA MALEM Kabanjahe
PDAM Tirta Malem Kabanjahe dalam memperoleh aktiva tetap dilakukan dengan cara pembelian secara tunai, pembelian secara kontrak jangka panjang dan hadiah. PDAM Tirta Malem Kabanjahe dalam mencatat seluruh pengeluaranpengeluaran yang terjadi guna menambah masa manfaat aktiva tetap perusahaan dianggap sebagai pengeluaran yang langsung menjadi beban seharusnya seluruh pengeluaran-pengeluaran tersebut dianggap sebagai pengeluaran modal. PDAM Tirta Malem Kabanjahe telah menetapkan kebijaksanaan dalam menetukan metode penyusutan berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan.
Sumber : olahan penulis (2010)
Universitas Sumatera Utara
G. Kerangka Konseptual
Penerapan Penyusutan Aktiva Tetap PT. XL AXIATA ,Tbk
Peraturan Pajak
PSAK
Analisa
Kesimpulan
Gambar 1 : Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara