18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Jenis Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva Tetap Untuk mengoperasikan kegiatan usahanya, perusahaan menggunakan berbagai macam peralatan, atau alat-alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional.
Peralatan yang digunakan itu dapat berupa peralatan,
mesin-mesin, bangunan, tanah, dan sebagainya yang disebut sebagai aktiva tetap. Aktiva tetap merupakan salah satu dari komponen aktiva
(harta) milik
perusahaan yang umumnya paling dominan di dalam struktur neraca. Dari sudut nilai, ia selalu merupakan bagian terbesar dari seluruh aktiva. Sedangkan dari sudut penggunaannya, ia merupakan jenis aktiva yang paling lama digunakan di dalam perusahaan, karena ia memiliki umur pemakaian yang panjang. Untuk mengetahui aktiva tetap lebih jauh, disini akan diuraikan mengenai pengertian aktiva tetap. Menurut Mulyadi (2002:179) mengemukakan pengertian aktiva tetap sebagai berikut, ”Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual kembali”. Sesuai dengan defenisi diatas, maka aktiva tetap harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
18 Universitas Sumatera Utara
19
a. Berwujud, artinya mempunyai bentuk fisik, dengan kata lain dapat dilihat maupun dapat diraba oleh manusia. b. Digunakan dalam operasi perusahaan, artinya aktiva tetap tersebut benar-benar dipergunakan dalam operasi perusahaan.
Oleh sebab itu aktiva yang
mempunyai bentuk aktiva tetap, tetapi tidak dipergunakan dalam kegiatan normal perusahaan tidak dapat dikategorikan sebagai aktiva tetap. Misalnya, perusahaan memiliki sebidang tanah yang telah beberapa tahun belum dimanfaatkan (masih dalam keadaan kosong), dan dalam waktu dekat juga belum ada rencana untuk memanfaatkannya, maka tanah tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai aktiva tetap, tetapi dikelompokkan sebagai aktiva lainlain. c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan, artinya bahwa aktiva tersebut dimaksudkan tidak untuk dijual kembali. Misalnya, membeli mobil untuk dijual kembali dengan tujuan memperoleh keuntungan, maka mobil tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai aktiva tetap, tetapi rumah yang dimiliki oleh perusahaan ”real estate”, yang dipakai sebagai kantor merupakan aktiva tetap dan rumah yang telah selesai dibangun tetapi belum terjual bukan kelompok aktiva tetap melainkan sebagai persediaan. d. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, artinya berwujud tersebut digunakan lebih dari satu kali periode kegiatan perusahaan.
19 Universitas Sumatera Utara
20
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 16.2) definisi aktiva tetap adalah aset berwujud yang: 1.
dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
2.
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Aktiva tetap adalah jenis aktiva yang digunakan dalam operasi, namun
keterlibatan atau peranan dari tiap-taip perusahaan tidak sama.
Keterlibatan
aktiva tetap tergantung dari jenis dan sifat usahanya. Misalnya bangunan bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang perhotelan, merupakan aktiva tetap yang langsung berperan aktif dalam memberikan pendapatan. Tetapi bagi perusahaan angkutan, bangunan merupakan aktiva tetap yang bersifat sebagai sarana penunjang.
Sebaliknya bagi perusahaan angkutan (bus, taksi, dan lain-lain)
merupakan aktiva tetap yang berperan aktif (terlibat langsung) dalam rangka memperoleh pendapatan.
2. Jenis Aktiva Tetap Aktiva tetap yang dinilai perusahaan bermacam-macam jenisnya dan bersifat heterogen. Adapun ragam aktiva tetap pada setiap perusahaan adalah tergantung pada jenis kegiatan perusahaan itu sendiri dan luasnya operasi perusahaan tersebut. Untuk tujuan akuntansinya maka aktiva tetap dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
20 Universitas Sumatera Utara
21
a.
Aktiva tetap tidak dapat disusutkan. Aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan adalah aktiva yang mempunyai
umur atau masa kegunaannya yang tidak terbatas. Termasuk dalam aktiva jenis ini misalnya, tanah untuk bangunan kantor,atau untuk bangunan pabrik. Harga perolehan tanah ini tidak perlu disusutkan karena masa penggunaannya tidak terbatas dan fungsi tanah ini untuk kegiatan perusahaan di masa mendatang tidak akan mengalami penurunan dalam keadaan normal. b.
Aktiva tetap dapat disusutkan. Aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah aktiva tetap yang umur atau masa
penggunaannya terbatas. Jenis aktiva tetap yang dapat disusutkan terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu: 1). Aktiva tetap yang bila masa penggunaannya atau umurnya telah berakhir dapat diganti dengan aktiva sejenis.
Aktiva semacam ini harga
perolehannya dapat dialokasikan dengan cara menyusutkan (depresiasi). Jenis aktiva ini misalnya: bangunan, kendaraan, mesin-mesin pabrik, alat-alat perbengkelan, peralatan kantor, dan sebagainya. 2). Aktiva tetap yang bila masa penggunaannya atau umurnya telah berakhir tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis. Jenis aktiva tetap ini harga perolehannya dapat dialokasikan dengan cara menyusutkan (depletion). Misalnya: tanah,tambang, hutan, dan lain sebagainya.
21 Universitas Sumatera Utara
22
Aktiva tetap dapat digolongkan sebagai berikut: 1). Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas Jenis aktiva tetap sudah jelas relatif tidak berubah bentuk wujudnya, sehingga tidak perlu dilakukan penyusutan terhadap harga perolehan, misalnya tanah yang dimiliki oleh perusahaan yang dipergunakan sebagai lokasi kegiatan perusahaan seperti tanah untuk tempat perusahaan, pertanian dan peternakan. 2). Aktiva tetap yang umurnya terbatas, dapat dibagi atas: a). Aktiva tetap yang apabila habis masa manfaat harus diganti dengan aktiva sejenisnya, untuk aktiva tetap ini dilakukan penyusutan (depresiasi) terhadap harga perolehan. Jenis aktiva tetap ini misalnya bangunan, gedung, mesin, kendaraan, dan lain-lain. b). Aktiva tetap yang apabila habis masa manfaat tidak dapat diganti dengan aktiva tetap sejenisnya, untuk aktiva tetap tersebut dilakukan penyusutan yang disebut dengan istilah ”Deplesi”, misalnya sumber alam seperti lahan pertambangan, hutan, dan lain-lain.
B. Perolehan dan Pencatatan Aktiva Tetap Aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan dapat diperoleh perusahaan dengan berbagai cara sehingga harga aktiva tetap yang diakui oleh perusahaan juga dipengaruhi oleh bagaimana cara yang dilakukan untuk memperoleh aktiva tetap yang dimaksud. Sebagaimana halnya dengan aktiva yang lain, maka aktiva tetap ini akan dicatatkan sebesar harga perolehannya (cost).
22 Universitas Sumatera Utara
23
Menurut Soemarso (2005:20) harga perolehan adalah ”semua biaya yang terjadi untuk memperoleh suatu aktiva tetap sampai di tempat dan siap digunakan”. Dari defenisi diatas dapat dilihat bahwa harga perolehan suatu aktiva tetap tidak terbatas pada harga belinya saja. Termasuk dalam harga perolehan adalah biaya pengiriman, asuransi, pemasangan, dan bea balik nama. Hanya biaya yang bermanfaat
untuk
menyiapkan
aktiva
berumur
panjang
digunakan,yang termasuk ke dalam biaya aktiva tetap.
hingga
dapat
Biaya-biaya yang
dikeluarkan, tetapi tidak membuat aktiva tetap siap-pakai, tidak menambah manfaat dari aktiva tetap yang bersangkutan. Biaya-biaya semacam itu jangan dimasukkan sebagai bagian dari total biaya aktiva tetap.
Sebagai contoh,
biaya-biaya berikut harus didebit langsung ke dalam akun beban: •
Kerusakan akibatnya kekerasan
•
Kesalahan pemasangan
•
Pencurian yang tidak diasuransikan
•
Kerusakan selama masa bongkar pasang
•
Denda akibat tidak lengkapnya izin dari badan-badan pemerintah. Demikian juga bila dibeli aktiva tetap bekas, maka harga perolehan sampai
siap pakai, seperti pengeluaran untuk suku cadang baru, ongkos perbaikan. Di pihak lain, biaya yang berkaitan dengan pembelian aktiva tetap tidak dimasukkan dalam perkiraan aktiva tetap itu, sejauh biaya tersebut tidak meningkatkan kegunaan aktiva yang bersangkutan.
23 Universitas Sumatera Utara
24
Harga perolehan aktiva tetap merupakan dasar pencatatan suatu aktiva, harga perolehan tersebut mencakup seluruh biaya-biaya dalam rangka proses perolehan aktiva tetap.
Proses perolehan aktiva tetap dimulai dari survey,
pembelian, pengangkutan pemasangan sampai aktiva tetap tersebut siap digunakan. Dan menurut Sofyan Syafri (2002:25) ada beberapa cara memperoleh aktiva tetap yaitu: a. Pembelian kontan b. Pembelian secara kredit jangka panjang c. Perolehan dengan surat berharga d. Diterima dari sumbangan atau ditemukan sendiri e. Dibangun sendiri f. Tukar tambah Dibawah ini penulis akan menguraikan tiap cara dari perolehan aktiva ini, a.
Pembelian secara kontan Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara pembelian tunai akan memerlukan
uang kas. b.
Perolehan aktiva melaui pembelian secara kredit/angsuran Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara angsuran maka yang dibukukan
sebagai harga perolehannya adalah jumlah uang yang dibayarkan. c.
Perolehan aktiva tetap dengan pertukaran Sesuatu aktiva tetap yang diperoleh dengan cara pertukaran, maka harga
perolehannya dari aktiva tetap tersebut ditetapkan sebesar harga pasar dari aktiva tetap yang diserahkan.
24 Universitas Sumatera Utara
25
d.
Perolehan aktiva tetap dengan saham / obligasi Aktiva tetap tersebut harus dicatat sebesar harga pasar saham. Bila harga
pasar saham tidak diketahui, maka harganya ditetapkan sebesar harga pasar dari aktiva yang diperoleh. e.
Perolehan aktiva tetap dengan cara pemberian Dalam hal ini perolehan aktiva tetap yang diserahkan oleh pihak lain
(donasi) maka perusahaan harus mencatatnya sebesar harga pasar yang wajar dari aktiva tetap tersebut. Bila dalam hal ini ada dikeluarkan biaya tertentu, maka biaya tersebut haruslah dikurangkan ke nilai Modal Donasi. f.
Perolehan aktiva tetap dengan dibuat sendiri / dibangun sendiri Dalam hal ini harga perolehannya adalah seluruh pengorbanan yang
dikeluarkan dalam proses pembangunan itu. Bila dalam pembuatan itu terjadi pengeluaran biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan kalau dibeli dari pihak luar, maka kelebihan tersebut dibebankan dalam periode terjadinya, tetapi bila terjadi penghematan tersebut tidak boleh dinyatakan sebagai laba, melainkan tetap dianggap sebagai penghematan.
C. Pengertian dan Tujuan Penyusutan Aktiva Tetap Bersamaan dengan berlalunya waktu, semua aktiva tetap kecuali tanah akan kehilangan kemampuan menghasilkan jasa. Dengan demikian harga perolehan aktiva ini harus dipindahkan ke perkiraan biaya secara teratur selama umur manfaatnya diharapkan. Biaya yang timbul akibat penggunaan aktiva tetap tidak boleh dibebankan langsung ke dalam periode akuntansi bersangkutan, tetapi harus
25 Universitas Sumatera Utara
26
dialokasikan selama periode pemakaian aktiva tersebut.
Alokasi biaya yang
ditaksir karena berkurangnya kemampuan aktiva dalam suatu jangka waktu tertentu dalam akuntansi disebut dengan penyusutan atau depresiasi. Menurut Niswonger, Fess, Warren (1996:432), ”Penyusutan merupakan penurunan manfaat aktiva tetap secara periodik.” Defenisi diatas mengemukakan bahwa bersamaan dengan berlalunya waktu, semua aktiva tetap kecuali tanah akan kehilangan kemampuannya menghasilkan jasa. Beberapa faktor yang mempengaruhi menurunnya kemampuan ini adalah pemakaian,
keausan,
ketidakseimbangan
kapasitas
yang
tersedia
dan
keterbelakangan teknologi. Dan harga perolehan aktiva semacam ini harus dipindahkan ke perkiraan beban secara teratur selama umur manfaatnya yang diharapkan. Menurut Earl K. Stice, James D. Stice, K. Fred Skousen (2005:104) “Penyusutan adalah alokasi yang sistematis dari harga perolehan aktiva selama periode-periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan suatu aktiva.” Dari defenisi diatas menjelaskan akumulasi penyusutan bukanlah dana penggantian aktiva, melainkan jumlah seluruh harga perolehan aktiva yang telah dipergunakan selama periode-periode sebelumnya. Nilai buku (harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan) aktiva adalah harga perolehan aktiva yang tersisa yang akan diakumulasikan pada periode-periode yang akan datang tetapi bukan merupakan suatu perkiraan harga yang berlaku dari aktiva tersebut. Atau istilah penyusutan digunakan untuk menunjukkan alokasi harga perolehan
26 Universitas Sumatera Utara
27
aktiva tetap berwujud yang dapat diganti, seperti gedung, mesin, peralatan, dan lain-lain. Cara pengalokasian harga perolehan aktiva aktiva dikenal dengan istilahistilah sebagai berikut: 1. Depreciation (penyusutan) 2. Depletion (deplesi) 3. Amortization (amortisasi) Ad 1. Depreciation (penyusutan) Istilah penyusutan digunakan sebagai alokasi periodik biaya atas aktiva tetap yang digunakan oleh manusia berulang kali untuk pendapatan periodik yang dihasilkan. Ad 2. Depletion (deplesi) Istilah deplesi digunakan sebagai alokasi periodik dari biaya sumber daya alam, seperti cadangan minyak dan kayu, terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. Aktiva ini tidak digunakan berulang-ulang karena sifat alamiahnya menjadi hasil produksi. Ad 3. Amortization (amortisasi) Istilah amortisasi digunakan sebagai alokasi periodik dari aktiva tidak berwujud terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. Istilah amortisasi juga digunakan pada aktiva keuangan dan kewajiban, misalnya: patent, copyright, goodwill, dan biaya yang ditangguhkan.
27 Universitas Sumatera Utara
28
Menurut Warren, Reeve, Fess (2005:495) “Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan
kemampuan
aktiva
tetap
untuk
menyediakan
manfaat
bisa
diidentifikasi sebagai penyusutan fisik atau penyusutan fungsional”. Penyusutan Fisik (physical depreciation) terjadi dari kerusakan dan keausan ketika digunakan dan karena pengaruh cuaca. Penyusutan fungsional (functional depreciation) terjadi jika aktiva tetap yang dimaksud tidak lagi mampu menyediakan manfaat dengan tingkat seperti diharapkan. Sebagai contoh, PC yang dibuat tahun 1980-an tidak akan mampu menyediakan jasa internet.
Kemajuan teknologi selama abad ini telah
menyebabkan penyusutan fungsional menjadi sumber utama penyusutan. Dan menurut Niswonger, Fess, Warren (1996:432) mengemukakan: “Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan manfaat dapat dibagi dua kategori, yaitu penyusutan fisik, yang mencakup keusangan karena pemakaian dan keausan karena gerakan elemen-elemen, dan penyusutan fungsional, yang meliputi ketidaklayakan (inadequancy) dan ketinggalan zaman (absolesience)”. Dari definisi diatas mengemukakan bahwa suatu aktiva tetap dikatakan tidak layak lagi apabila kemampuannya untuk memenuhi permintaan peningkatan produksi tidak memadai lagi. Suatu aktiva tetap dikatakan ketinggalan zaman apabila aktiva tersebut menghasilkan barang yang tidak diminta lagi atau seperti sebuah mesin yang lebih baru dapat memproduksi barang dengan mutu yang lebih baik dan penghematan biaya dalam jumlah besar. Menurut Horngren, Harrison, Robinson dan Secokusumo (1997:506) untuk mengukur penyusutan dari suatu aktiva tetap, kita harus mengetahui:
28 Universitas Sumatera Utara
29
1. Harga perolehan 2. Umur kegunaan 3. Perkiraan nilai sisa dari aktiva tersebut Harga perolehan adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli aktiva tersebut sampai aktiva itu dapat digunakan oleh perusahaan. Perkiraan umur kegunaan adalah periode dimana perusahaan dapat memanfaatkan aktiva tetap tersebut. Umur kegunaan biasanya ditetapkan dalam jumlah tahun, jumlah unit produksi, jumlah kilometer yang ditempuh, dan ukuran-ukuran yang lain.
Misalkan penyusutan dari suatu bangunan dapat
didasarkan pada umur kegunaan dari bangunan tersebut, sedangkan mesin penjilid buku, penyusutannya dapat didasarkan pada jumlah buku yang dijilid, sedangkan truk dapat disusutkan berdasarkan jumlah kilometer jarak yang telah ditempuh. Perusahaan memperkirakan dasar penyusutan tersebut dari pengalamanpengalaman masa lalu, rata-rata pemakaian di industri dan lain-lain. Perkiraan nilai sisa yang nantinya akan kita sebut nilai sisa adalah nilai kas yang diharapkan dari aktiva tetap tersebut pada akhir masa kegunaannya. Misalkan suatu perusahaan mengharapkan akan dapat menggunakan suatu jenis mesin selama tujuh tahun. Setelah itu, perusahaan berharap dapat menjual aktiva tetap tersebut sebagai besi tua. Nilai penjualan yang diharapkan oleh perusahaan itu dinamakan dengan nilai sisa.
Dalam penyusutan, nilai sisa ini tidak
dimasukkan dalam nilai aktiva tetap yang disusutkan, karena nilai sisa tersebut diharapkan akan didapat oleh perusahaan melalui hasil penjualan aktiva tetapnya setelah masa penggunaan aktiva tetap tersebut. Seluruh harga perolehan dari
29 Universitas Sumatera Utara
30
suatu aktiva tetap akan disusutkan apabila nilai sisa yang diharapkan dari aktiva tetap tersebut adalah nol. Selisih antara harga perolehan aktiva tetap dengan nilai sisa dinamakan harga perolehan yang dapat disusutkan. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi penyusutan, hanya harga perolehan yang dapat diketahui secara pasti, sedangkan umur kegunaan dan nilai sisa harus diperkirakan oleh perusahaan. Dengan demikian jumlah penyusutan merupakan jumlah perkiraan. Beban penyusutan biasanya dicatat pada setiap akhir periode pembukuan biasanya akhir tahun buku, akhir semester, akhir tahun, atau pada saat terjadinya transaksi tertentu yang menyangkut aktiva tetap seperti pada saat penjualan atau penarikan. Jurnal pembebanan biaya penyusutan adalah sebagai berikut: Biaya penyusutanRp. xxx Akumulasi penyusutanRp xxx Biaya penyusutan dapat diklasifikasikan ke dalam biaya overhead, biaya penjualan atau biaya umum dan biaya administrasi, tergantung pada penggunaan aktiva tetap itu. Perkiraan akumulasi penyusutan merupakan perkiraan lawan terhadap harga pokok aktiva tersebut.
Pengurangan ini dimaksudkan untuk
menghitung nilai buku aktiva tetap yang bersangkutan. Dalam menghitung besarnya beban penyusutan setiap periode (tahun), ada beberapa metode yang dapat dipergunakan.
Metode penyusutan yang lazim
digunakan dalam praktek akuntansi seperti halnya menurut Ikatan Akuntan
30 Universitas Sumatera Utara
31
Indonesia (2004:17.3) menyatakan metode penyusutan dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut: a). berdasarkan waktu i). Metode garis lurus (straight-line method) ii). Metode pembebanan yang menurun: - metode jumlah-angka-tahun (sum-of-the-years-digit method); metode saldo-menurun/saldo-menurun-ganda (declining/double- declining balance method). b). berdasarkan penggunaan: i). Metode jam-jasa (service-hours method); ii). Metode jumlah unit produksi (productive-output method). c). berdasarkan kriteria lainnya: i). Metode berdasarkan jenis dan kelompok (grup and composite method); ii). Metode anuitas (annuity method); iii).Sistem persediaan (inventory systems). Ad a). Berdasarkan waktu Adapun metode penyusutan berdasarkan waktu dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: i). Metode Garis Lurus ( straight line method) Metode penyusutan aktiva ini merupakan metode yang paling sederhana dan paling umum dipakai. Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa sebuah aktiva tetap menurun kegunaannya dengan tingkat yang konstan. Dalam metode garis lurus, beban penyusutan setiap tahunnya merupakan fungsi dari lewatnya waktu dan bukan fungsi penggunaan aktiva .
Juga dalam metode penyusutan ini,
beban penyusutan tiap periodenya adalah sama tanpa memperdulikan tingkat penggunaan aktiva yang bersangkutan.
Rumus untuk menghitung besarnya
penyusutan menurut metode garis lurus adalah: Beban penyusutan= biaya akuisisi-nilai residu estimasi umur manfaat dalam tahun
31 Universitas Sumatera Utara
32
Atau 100% , n= taksiran umur manfaat n
Contoh: Tanggal 1 September 1999 perusahaan membeli sebuah mesin dengan harga Rp. 6.600.000,-.
Diperkirakan nilai residu mesin ditaksir Rp. 600.000,-
dan taksiran umur penggunaannya 5 tahun. Hitunglah penyusutan mesin tersebut. Diketahui: Biaya akuisisi= Rp. 6.600.000,Nilai aktva (n)= 5 tahun, maka Beban penyusutan= 6.600.000 – 600.000 5 = Rp. 1.200.000,Atau 100% : 5 = 20%, maka tarif yang digunakan untuk menghitung biaya penyusutannya adalah 20%. Untuk melihat penyusutannya tiap tahun dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Garis Lurus Tahun
Harga perolehan
1999 1999 2000 2001 2002 2003 2004
6.600.000
Beban penyusutan
4/12x1.200.000= 400.000 12/12x1.200.000=1.200.000 12/12x1.200.000=1.200.000 12/12x1.200.000=1.200.000 12/12x1.200.000=1.200.000 8/12x1.200.000= 800.000 6.600.000
Akumulasi penyusutan 400.000 1.600.000 2.800.000 4.000.000 5.200.000 6.000.000
Nilai buku 6.600.000 6.200.000 5.000.000 3.800.000 2.600.000 1.400.000 600.000
32 Universitas Sumatera Utara
33
ii). Metode Pembebanan Yang Menurun Metode beban yang menurun seringkali disebut juga dengan metode penyusutan dipercepat untuk menyediakan biaya penyusutan yang lebih tinggi pada tahun-tahun awal dan beban yang lebih rendah pada periode mendatang. Secara umum ada metode beban menurun yang digunakan, yaitu: -
Metode jumlah angka tahun (sum-of-the-years-digit method) Metode ini menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan
pecahan yang menurun dari biaya yang dapat disusutkan (biaya awal – nilai sisa). Setiap pecahan menggunakan jumlah angka tahun sebagai penyebut, misalnya umur ekonomis 5 tahun maka (5+4+3+2+1=15) 15 sebagai penyebut, atau n (n + 1)/2. Dan jumlah tahun estimasi umur yang tersisa pada awal tahun sebagai pembilang. Contoh: Seperti pada kasus terdahulu, harga perolehan Rp. 6.600.000,-. Nilai sisa Rp. 600.000,- dan umur penggunaan aktiva 5 tahun.
Untuk menghitung
penyusutan tiap tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Jumlah Angka Tahun Tahun 1999 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Harga Perolehan 6.600.000
Beban penyusutan 5/15x4/12x6.000.000 = 666.667 (5/15x4/12x6.000.000)+ (4/15x4/12x6.000.000)=1.866.667 (4/15x8/12x6.000.000)+ (3/15x4/12x6.000.000)=1.466.667 (3/15x8/12x6.000.000)+ (2/15x4/12x6.000.000)=1.066.667 (2/15x8/12x6.000.000)+ (1/15x4/12x6.000.000)= 666.667 (1/15x8/12x6.000.000)= 266.667
Akumulasi penyusutan 666.667
Nilai buku 6.600.000 5.933.333
2.533.334
4.066.666
4.000.000
2.600.000
5.066.667
1.533.333
5.733.334 6.000.000
866.666 600.000
33 Universitas Sumatera Utara
34
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa beban penyusutan pada periode awal taksiran umur mafaat tinggi dan periode selanjutnya menurun. Pandangan yang dianut metode ini adalah bahwa aktiva pada umur awalnya dianggap memberikan performance yang lebih besar pada perusahaan sehingga penyusutannya pada awal pemakaiannya besar. -
Metode saldo menurun (declining-balance method) Metode ini sama halnya seperti metode jumlah angka tahun, dalam metode
saldo menurun beban penyusutan secara periodik akan menurun selama taksiran umur aktiva. Hanya saja beban penyusutan dihitung dengan cara mengalikan suatu tarif persentase tertentu dengan nilai buku aktiva.
Persentase tarif
penyusutan dapat dihitung dengan rumus: r-
n
S /C
Dimana: r (ratio)= tarif penyusutan S (solvage value)= nilai residu C (cost)= harga perolehan aktiva n= taksiran umur manfaat Contoh : Seperti kasus terdahulu, dimana: C = Rp. 6.600.000,S = Rp. 600.000,N = 5 tahun
34 Universitas Sumatera Utara
35
Maka r = 1 -
5
600.000 / 6.600.000
=1-
5
0,910
= 1 – 0,6191 = 38.09%
Beban penyusutan tiap tahunnya dapat dilihat melalui tabel berikut: Tabel 3: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Saldo Menurun Tahun 1999 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Harga perolehan 6.600.000
Beban penyusutan 38.09%x4/12x6.600.000= 837.980 38.09%x8/12x6.600.000= 1.675.960 38.09%x4/12x4.086.060= 518.793 38.09%x8/12x4.086.060= 1.037.587 38.09%x4/12x2.529.680= 321.185 38.09%x8/12x2.529.680= 642.370 38.09%x4/12x1.566.125= 198.846 38.09%x8/12x1.566.125= 397.691 38.09%x4/12x 969.588= 123.105 38.09%x8/12x 969.588= 246.211
Akumulasi penyusutan 837.980 2.513.940 3.031.733 4.070.320 4.391.505 5.033.875 5.232.721 5.630.412 5.753.517 6.000.000
Nilai buku 6.600.000 5.762.020 4.086.060 3.567.267 2.529.680 2.208.495 1.566.125 1.367.279 6.969.588 846.483 600.000
- Metode saldo menurun ganda (double – declining – balance method) Metode saldo menurun ganda menghasilkan beban penyusutan secara periodik semakin menurun sepanjang umur manfaat aktiva. Beban penyusutan diperoleh dengan mengalikan tarif penyusutan yang tiap periodenya tetap dengan nilai buku aktiva yang semakin menurun.
Sama seperti perhitungan untuk
menentukan beban penyusutan menurut metode saldo menurun, dalam metode ini nilai residu juga tidak diperhitungkan. Cara yang paling umum dan mudah untuk mendapatkan beban penyusutan dengan metode saldo menurun ganda adalah dengan melipatgandakan tarif penyusutan garis lurus. Misalnya, umur aktiva ditaksir adalah 4 tahun, beban penyusutan dasar garis lurus adalah 100% : 4 = 25%. Maka tarif penyusutan metode saldo menurun ganda adalah: 2x25% = 50%.
35 Universitas Sumatera Utara
36
Contoh: Seperti kasus terdahulu, maka depresiasi untuk hal diatas adalah: Depresiasi = 2 x 100% n = 2 x 100% = 40% 5 Beban penyusutan tiap tahunnya dihitung melalui tabel berikut: Tabel 4: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Saldo Menurun Ganda. Tahun 1999 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Harga perolehan 6.600.000
Beban penyusutan 40%x4/12x6.600.000= 880.000 40%x8/12x6.600.000= 1.760.000 40%x4/12x3.960.000= 528.000 40%x8/12x3.960.000= 1.056.000 40%x4/12x2.376.000= 316.800 40%x8/12x2.376.000= 633.000 40%x4/12x1.425.600= 190.080 40%x8/12x1.425.600= 380.160 40%x4/12x 855.360= 399.168 40%x8/12x 855.360= 228.096
Akumulasi penyusutan 880.000 264.000 3.168.000 4.224.000 4.540.800 5.174.400 5.364.480 5.744.640 6.143.808 6.371.904
Nilai buku 6.600.000 5.720.000 3.960.000 3.432.000 2.376.000 2.059.200 1.425.600 1.235.520 855.360 456.192 228.096
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai residunya tidak sama dengan yang diperkirakan yaitu Rp. 600.000,-.
Hal ini dapat dialihkan penggunaan
metode saldo menurun ganda ke metode garis lurus atau metode jumlah angka tahun, karena jumlah nilai residualnya melebihi dari penyusutan yang dihitung. Tujuan diubahnya metode adalah untuk mencapai nilai residualnya yang sama seperti taksiran pada awal perolehan aktiva tetap bersangkutan.
Perubahan
metode ini tidak memerlukan jurnal koreksi. Ad b). Berdasarkan penggunaan Metode yang digunakan atas dasar penggunaan lebih memandang faktor berlalunya waktu daripada faktor penggunaan sebagai dasar penyusutan. Metode
36 Universitas Sumatera Utara
37
penyusutan berdasarkan faktor penggunaan memandang faktor teknis aktiva yang berhubungan dengan tingkat pemakaian aktiva tersebut. Penyusutan berdasarkan penggunaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: i). Metode Jam Jasa (service-hours method). Metode jam jasa didasarkan suatu anggapan bahwa pembelian aktiva tetap adalah merupakan pembelian sejumlah jam pemakaian/penggunaan jam kerja aktiva dikalikan dengan tarif penyusutan. Harga perolehan dikurangi dengan nilai residu (jika ada) dibagi dengan taksiran jam kerja produktif seluruhnya adalah merupakan tarif penyusutan. Dalam rumus dapat ditulis: Penyusutan perjam =
C−S n
Dimana: C (cost)= harga perolehan aktiva S (solvage value)= nilai reside N= taksiran total jam kerja Contoh: Seperti kasus terdahulu, harga perolehan mesin adalah Rp. 6.600.000,-, nilai residu Rp. 600.000,- bila estimasi umur pemakaiannya adalah 25.000 jam, maka penyusutan per jam dapat dihitung sebagai berikut: Penyusutan per jam =
6.600.000 − 600.000 25.000 jam
= Rp. 240, per jam Untuk penyusutan berdasarkan metode jam jasa dapat disajikan melalui tabel berikut:
37 Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 5: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Jam Jasa Tahun
Jam Pemakaian
1999 1999 2000 2001 2002 2003
4.000 5.000 6.000 3.000 7.000 25.000
Penyusutan Perhitungan Jumlah 4.000xRp. 240 5.000xRp. 240 6.000xRp. 240 3.000xRp. 240 7.000xRp. 240
Rp.
960.000 1.200.000 1.440.000 700.000 1.680.000 6.600.000
Akumulasi penyusutan Rp.
960.000 2.160.000 3.600.000 4.320.000 6.000.000
Nilai Buku 6.600.000 5.640.000 4.440.000 3.000.000 2.280.000 600.000
ii). Metode Jumlah Unit Produksi (Productive-Output Method) Dengan metode ini beban penyusutan dihitung berdasarkan jumlah unit yang diproduksi dalam periode tersebut. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan membagi nilai perolehan dikurangi nilai residu (jika ada) dengan taksiran total unit yang diproduksi aktiva untuk periode tersebut. Rumus untuk menghitung penyusutan adalah: Penyusutan per unit =
C−S n
C = nilai perolehan aktiva S = nilai residu N = taksiran total unit produksi Jika dalam contoh kasus sebelumnya ditaksir bahwa mesin tersebut akan dapat menghasilkan 500.000 unit, maka penyusutan per unit produksi dihitung sebagai berikut: Penyusutan per unit = =
C−S n 6.600.000 − 600.000 500.000
= Rp. 12
38 Universitas Sumatera Utara
39
Misalkan
selama tahun
pertama mesin
tersebut
diharapkan
akan
menghasilkan produksi 75.000 unit, tahun kedua 125.000 unit, tahun ketiga 100.000 unit, tahun keempat 150.000 unit dan tahun kelima 50.000 unit, maka daftar penyusutan untuk mesin tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Jumlah Unit Produksi Tahun
1999 1999 2000 2001 2002 2003
Harga perolehan
Tarif peny (Rp)
Penyusutan Nilai Beban barang penyusutan yang disusutkan
Akumulasi penyusutan
Nilai Buku
75.000 = 125.000 = 100.000 = 150.000 = 50.000 = 500.000 =
900.000 2.400.000 3.600.000 5.400.000 6.000.000
6.600.000 5.700.000 4.200.000 3.000.000 1.200.000 600.000
6.600.000 12 12 12 12 12
x x x x x
900.000 1.500.000 1.200.000 1.800.000 600.000 6.000.000
Metode jumlah unit produksi sebaiknya dipakai bila aktiva tetap tersebut kondisinya menjadi menurun karena banyaknya pemakaian dan bukannya karena untuk memproduksi suatu barang, semakin banyak barang yang dihasilkan, semakin besar penyusutan yang akan dibebankan. Ad c). Metode berdasarkan kriteria lainnya Dalam menentukan beban penyusutan dengan metode ini dapat dibedakan atas: i). Metode berdasarkan jenis (group depreciation method) Untuk menghitung penyusutannya terlebih dahulu harus ditentukan tarif rata-rata dari sekelompok aktiva tetap yang mempunyai jenis dan manfaat yang sama, sehingga biaya penyusutan adalah hasil kali antara tatif rata-rata tersebut setelah dikurangi nilai sisanya.
39 Universitas Sumatera Utara
40
Contoh: Sepuluh buah peralatan sejenis mempunyai cost total Rp. 15.000.000,ditaksir mempunyai masa manfaat rata-rata 5 tahun. Tiga buah peralatan tersebut akan berhenti dari operasinya pada akhir tahun k-4, dan empat buah pada akhir tahun ke-5, dan sisanya akhir tahun ke-6.
Dengan menggunakan group
depreciation method, berdasarkan rata-rata umur tersebut 20% dari cost akan dibebankan sebagai penyusutan, ikhtisar penyusutan dibuat tabel berikut: Tabel 7: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Berdasarkan Jenis Akhir tahun
Biaya peny. 20% pertahun
Debet
Harga Perolehan Kredit Saldo
2.000.000 1 2 3 4 5 6
400.000 400.000 400.000 400.000 280.000 120.000
600.000 800.000 600.000
2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.400.000 600.000 -
Debet
Harga Perolehan Kredit Saldo
600.000 800.000 600.000
400.000 400.000 400.000 400.000 280.000 120.000
400.000 800.000 1.200.000 1.000.000 480.000 -
Nilai Buku
2.000.000 1.600.000 1.200.000 800.000 400.000 120.000 -
Maka pada akhir tahun ke-1, 2, 3 dan 4 dicatat penyusutan sebagai berikut: Biaya penyusutan peralatan Rp. 400.000,Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 400.000,Pada akhir tahun ke-5 dan ke-6 akan dicatat biaya penyusutan masing-masing sebesar Rp. 280.000,- dan Rp. 120.000,-. i). Metode berdasarkan kelompok (composite depreciation method) Jika dalam metode jenis aktiva yang dikelompokkan adalah sejenis, maka dalam metode ini aktiva yang dikelompokkan itu tidak sejenis, penyusutan dihitung dengan cara mencari rate terlebih dahulu.
Penyusutan harus dicatat
40 Universitas Sumatera Utara
41
dalam perkiraan tersendiri untuk setiap aktiva. Jika terjadi penarikan salah satu aktiva yang dikelompokkan maka dijurnal dengan mengkredit perkiraan aktiva itu dan mendebet perkiraan akumulasi penyusutan sebesar perbedaan harga pokok dengan nilai residu. Untuk menghitung tarif (rate) tersebut diperlihatkan melalui contoh berikut: Tabel 8: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Berdasarkan Kelompok Peralatan
Harga Perolehan
A B C D
Nilai Residu
200.000 120.000 80.000 50.000 450.000
Jumlah Dapat Disusutkan
50.000 20.000 10.000 5.000 85.000
Taksiran Umur
150.000 100.000 70.000 45.000 365.000
20 10 8 5
Penyusutan Pertahun 7.500 10.000 8.750 9.000 35.250
Tarif penyusutan dihitung sebagai berikut: Total Biaya Penyusutan Tarif penyusutan =
x 100% Total harga perolehan 365.000
=
x 100% 450.000
= 81,11% Tarif penyusutan tersebut dikenakan terhadap total harga perolehan untuk memperoleh biaya penyusutan setiap tahunnya yaitu: 81,11% x Rp.450.000,- = Rp. 365.000,Biaya Penyusutan dicatat sebagai berikut: Biaya penyusutan peralatan Rp. 365.000,Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 365.000,-
41 Universitas Sumatera Utara
42
ii). Metode Anuitas (anuity method) Dalam metode ini aktiva tetap dianggap sebagai aktiva yang memberikan konstribusi selama umur teknisnya. Harga perolehannya dianggap sebagai present value yang didiskontokan dari jasa yang akan diberikannya secara merata selama umur teknisnya. Dalam metode ini, penyusutan dianggap sebagai angka bunga yang diperhitungkan atas harga pokok aktiva yang belum disusutkan ditambah akumulasi penyusutan. Rumus untuk mencari beban penyusutan dengan metode anuitas adalah:
penyusutan (d) =
C − NS PVIFm
Dimana: C= Harga perolehan N=Present value S= Nilai residu N= Umur aktiva I= Bunga Contoh: Dalam contoh kasus sebelumnya, yaitu: C
= Rp. 6.600.000,-
S
= Rp. 600.000,-
N
= 5 tahun
I
= 10%
42 Universitas Sumatera Utara
43
Maka penyusutannya adalah: (d) =
6.600.000 − ( PV5:10% x600.000) PVIF5:10%
(d) =
6.600.000 − (0.6209 x600.000) 3,7908
(d) = Rp. 1.642.782,Beban penyusutan pertahun adalah Rp. 1.642.782,-. Angka tersebut akan didistribusikan
sebagai
Implicit
Interest
Revenue
dan
penyusutan.
Interest revenue adalah 10% dari nilai buku. Tabel 9: Perhitungan Beban Penyusutan Menurut Metode Anuitas Tahun
0 1 2 3 4 5
Penyusutan
Implicit interest revenue 10%
Akumulasi penyusutan pertahun
Akumulasi penyusutan
Rp. 1.642.782 1.642.782 1.642.782 1.642.782 1.642.782 1.642.782
Rp. 600.000 561.721 453.615 334.699 203.890 Rp.2.213.925
Rp. 982.782 1.081.061 1.189.167 1.308.083 1.438.392 Rp.5.999.485
Rp. 982.782 2.063.843 3.253.010 4.561.093 5.999.985
Nilai buku
Rp. 6.600.000 5.617.218 4.536.157 3.346.990 2.038.907 600.000
iii). Sistem Persediaan (inventory system) Sistem persediaan adalah tipe sistem yang digunakan dalam situasi dimana jumlah aktiva itu besar dengan harga perolehan yang kecil-kecil, seperti peralatan untuk sebuah perusahaan industri atau perkakas untuk sebuah restauran. Metode ini cukup mudah dipakai tetapi tidak sistematis dan rasional karena ada unsur penafsiran yang dilakukan dalam perhitungan penyusutan, disamping itu juga sulit untuk menentukan nilai aktiva tersebut pada akhir periode. Dalam metode ini, penyusutan dihitung dengan menambahkan persediaan awal aktiva tetap yang
43 Universitas Sumatera Utara
44
tersedia dengan perolehan aktiva tetap selama periode berjalan, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir aktiva tetap tersebut.
D. Kebijakan Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap 1.
Undang-Undang Pajak No. 17 Pasal 11 Tahun 2000 Pengaturan penyusutan menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan
diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud kecuali tanah yang bersatatus Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Menurut Waluyo, Wirawan (2002:94) syarat aktiva tetap yang dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan meliputi: 1. harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud; 2. harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; 3. harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Undang-Undang Pajak penghasilan secara khusus menetapkan saat dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan.
Penyusutan harus dilakukan
44 Universitas Sumatera Utara
45
sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi karena hal-hal berikut: i. harta/aktiva dalam pengerjaan ii. harta/aktiva dalam usaha leasing iii. wajib pajak yang mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak. Ad i. Harta/Aktiva Dalam Pengerjaan Untuk harta/aktiva tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut.
Jadi walaupun pada umumnya
penyusutan atas harta/aktiva dimulai pada tahun perolehan tetapi untuk harta/aktiva yang pengerjaannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesainya harta/aktiva yang bersangkutan. Ad ii. Harta/Aktiva Dalam Usaha Sewa Guna Usaha (Leasing) Penyusutan terhadap dalam usaha sewa guna (leasing) khususnya sewa guna usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewa-guna-usahakan. Ad iii. Persetujuan Direktur Jenderal Pajak Wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak, apabila tidak mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun harta/aktiva tersebut menghasilkan. Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh, semua aktiva tetap berwujud yang mempunyai syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi 2 (dua) golongan, yaitu: a. Harta berwujud kelompok bukan bangunan. b. Harta berwujud kelompok bangunan.
45 Universitas Sumatera Utara
46
Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara dibebankan melalui penyusutan. Hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara pengeluaran dan penerimaan. Dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak perlu diperhitungkan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi (komersial). Dalam arti metode dan dasar penyusutan yang dipakai tetap sama, sebagaimana tertera dibawah ini menurut IKAPI (2000:148):
(1)
(2)
(3)
(4)
PASAL 11 Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat aktiva tetap tersebut. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) selain bangunan,dapat juga dilakukan dalam bagianbagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku,dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat secara taat asas. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
46 Universitas Sumatera Utara
47
(5) Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. (6) Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut : ----------------------------------------------------------
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif penyusutan dalam Ayat (1) Ayat (2) --------------------------------------------------------------------------------------I.Bukan bangunan Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% II.Bangunan Permanen 20 tahun 5% Tidak Permanen 10 tahun 10% --------------------------------------------------------------------------------------(7) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1), ketentuan tentang penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu, ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. (8) Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. (9) Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut. (10)Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. (11)Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
47 Universitas Sumatera Utara
48
Ad 1). Dalam IKAPI (2000:148) ayat 1 pasal 11 dijelaskan pengeluaranpengeluaran yang dialokasikan melalui penyusutan yaitu pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat tersebut melalui penyusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batubara. Yang dimaksud dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna dan hak pakai yang pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan.
Hak guna usaha dan hak pakai
diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak tersebut. 2. Metode Penyusutan Aktiva Tetap berdasarkan Undang-Undang Pajak No. 17 Pasal 11 Tahun 2000 Dalam ayat 1 dan ayat 2 pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 Tahun 2000 dijelaskan metode penyusutan menurut fiskal.
Metode penyusutan yang
dibolehkan dalam ketentuan ini adalah:
48 Universitas Sumatera Utara
49
a.
Metode Garis Lurus (Straight Line Method) Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan dalam bagian-bagian
yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. Contoh: Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp. 100.000.000,- dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutan setiap tahun adalah sebesar Rp. 5.000.000,- (Rp. 100.000.000,- : 20) b.
Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method) Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang
menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan dengan syarat dilakukan secara taat azas. Contoh penggunaan metode saldo menurun adalah: Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan sebesar Rp. 150.000.000,- masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun.
Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%, maka
perhitungan penyusutan adalah sebagai berikut: Tahun
Tarif Harga Perolehan
Penyusutan
2000
Nilai Sisa Buku Rp. 150.000.000,-
2000
50%
Rp. 75.000.000,-
Rp. 75.000.000,-
2001
50%
Rp. 37.500.000,-
Rp. 37.500.000,-
2002
50%
Rp. 18.750.000,-
Rp. 18.750.000,-
2003
disusutkan sekaligus
Rp. 18.750.000,-
0
49 Universitas Sumatera Utara
50
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Harta berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal wajib pajak memilih penggunaan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan wajib pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Ad 3,4). Ayat 3 dan 4 pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 tahun 2000 menjelaskan kapan dimulainya penyusutan.
Penyusutan dimulai pada bulan
pertama dilakukannya pengeluaran, atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro rata. Wajib Pajak diperbolehkan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta digunakan dalam proses produksi atau untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, atau pada saat harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Yang dimaksud menghasilkan dalam ketentuan fiskal ini dikaitkan dengan saat dimulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. Untuk memberikan penjelasan yang lebih baik ada tiga contoh dari Undang-Undang yang dapat dikutip yaitu: Contoh 1: Pengeluaran
untuk
pembangunan
sebuah
gedung
adalah
sebesar
Rp. 100.000.000,-. Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2000 dan selesai digunakan pada bulan Maret 2001. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimuali pada saat bulan Maret tahun pajak 2001.
50 Universitas Sumatera Utara
51
Contoh 2. Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2000 dengan harga perolehan sebesar Rp. 100.000.000,- masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun.
Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%
(lima puluh persen), maka perhitungannya adalah sebagai berikut: Tabel
10:
Tahun 2000 2000 2001 2002 2003 2004
Perhitungan Perpajakan Tarif Harga Perolehan 6/12 x 50% 50% 50% 50% Disusutkan sekaligus
Penyusutan
Berdasarkan
Penyusutan Rp. 25.000.000,Rp. 37.500.000,Rp. 18.750.000,Rp. 9.375.000,Rp. 9.375.000,-
Undang-Undang
Nilai Sisa Buku Rp. 100.000.000,Rp. 75.000.000,Rp. 37.500.000,Rp. 18.750.000,Rp. 9.375.000,-
Contoh 3. PT. X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 1999. Perusahaan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2000. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2000. Ad 5). Ayat 5 pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 tahun 2000 menyebutkan wajib pajak melakukan penilaian kembali aktiva setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
Misalnya karena adanya perkembangan harga yang
mencolok atau perubahan kebijakan di bidang moneter dapat menyebabkan kekurangserasian antara pembiayaan dan penghasilan, yang dapat mengakibatkan timbulnya beban pajak yang kurang wajar. Dalam keadaan demikian, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi) atau indeksasi biaya dan penghasilan.
51 Universitas Sumatera Utara
52
Ad 6). Untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, ayat 6 dari pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 tahun 2000 ini mengatur masa manfaat dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Tabel 11:
Perhitungan Penyusutan Aktiva Tetap Berdasarkan UndangUndang PPh No. 17 Tahun 2000 Pasal 11 Ayat 6
Kelompok Harta Berwujud I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II.Bangunan Permanen Tidak permanen
Masa Manfaat
Tarif penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Ayat (2)
4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun
25% 12.5% 6.25% 5%
20 tahun 10 tahun
5% 10%
50% 2.5% 12.5% 10%
Bangunan tidak permanen maksudnya yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Ad 7). Ayat 7 pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 tahun 2000 menyebutkan dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha tersebut yang ketentuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Ad 8,9). Ayat 8 dan 9 pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 tahun 2000 menjelaskan bahwa pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena peralihan
52 Universitas Sumatera Utara
53
atau penarikan harta menurut Undang-Undang No.17 tahun 2000 pasal 4 ayat (1) huruf d adalah karena: a. Penjualan; b. Pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; c. Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota; d. Pengalihan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha; e. Pengalihan karena hibah, bantuan atau sumbangan. Apabila terjadi pengalihan harta atau penarikan harta maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jumlah atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan harta dikenakan pajak dalam tahun harta tersebut dialihkan. Apabila harta wajib pajak dijual, penerimaan netto dari penjualan harta tersebut dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan. Penerimaan netto adalah selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan. Nilai sisa buku dari harta wajib pajak dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Contoh 1. Penarikan harta karena dijual menurut fiskal. Nilai sisa buku sebesar Rp. 10.000.000,- dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Keuntungan sebesar Rp. 5.000.000,-
53 Universitas Sumatera Utara
54
merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak PPh. Apabila transaksi ini dicatat maka ayat jurnalnya adalah sebagai berikut: Penerimaan Kas
Rp. 17.000.000,-
Akumulasi Penyusutan
Rp. 30.000.000,-
Mesin
Rp. 40.000.000,-
Biaya
Rp.
2.000.000,-
Laba
Rp.
5.000.000,-
Dalam prinsip akuntansi komersial ada tiga langkah yang harus ditempuh sehubungan dengan penarikan harta yaitu: 1. Menghitung besarnya akumulasi penyusutan sampai saat penarikannya. 2.
Menghapus rekening aktiva dan akumulasi penyusutan.
3. Menghitung rugi-laba penjualan. Contoh 2. Penarikan harta menurut akuntansi Pada awal 1996 Usaha Bersama menjual sebuah mesin dengna harga Rp. 4.500.000,- yang dibelinya pada tanggal 5 Januari 1990 dengan harga Rp. 10.000.000,-. tarif
penyusutan
Mesin disusutkan dengan metode garis lurus dengan 10%
setahun.
Transaksi
ini
dicatat
dengan
cara:
(1) mencatat penyusutan dalam tahun berjalan, dan (2) menghitung laba penjualan. Catatan 1. Membukukan biaya penyusutan sebagai beban tahun 1990 sebesar Rp. 1.000.000,- (Rp. 10.000.000,- x 10%) dengan ayat jurnal sebagai berikut:
54 Universitas Sumatera Utara
55
Biaya penyusutanRp. 1.000.000,Akumulasi penyusutanRp. 1.000.000,Catatan 2. Membukukan penerimaan kas Rp. 4.500.000,- menutup rekening aktiva mesin sebesar Rp. 10.000.000,- akumulasi penyusutan mesin Rp. 6.000.000,- dan laba penjualan Rp. 500.000,-. Transaksi tersebut dicatat dengan cara sebagai berikut: Kas Rp. 4.500.000,Akumulasi penyusutanRp. 6.000.000,Laba PenjualanRp.
500.000,-
Mesin Rp. 10.000.000,Apabila suatu harta milik wajib pajak terbakar atau karena sebab musibah lain, penggantian asuransi dibukukan sebagai penghasilan pada tahun diterimanya penggantian asuransi. Nilai sisa buku dari harta yang terbakar dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Proses pengurusan penggantian asuransi
dapat
memakan
waktu
yang
cukup
lama,
sehingga
penggantiannya kemungkinan tidak dapat diketahui dengan segera.
jumlah Apabila
jumlah penggantian asuransi yang akan diterima baru dapat diketahui pusat di masa kemudian, wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Meskipun demikian, penyusutan atas harta terbakar tersebut harus dihentikan. Pada dasarnya nilai sisa buku harta yang terbakar harus dianggap sebagai kerugian pada saat terjadinya kebakaran. Contoh: Penarikan Harta Karena Terbakar
55 Universitas Sumatera Utara
56
Suatu mesin terbakar pada pertengahan tahun 1995 dengan keterangan sebagai berikut: Nilai Perolehan
Rp. 50.000.000,-
Akumulasi Penyusutan
Rp. 30.000.000,- -
Nilai Sisa Buku
Rp. 20.000.000,-
a. Jumlah
penggantian
asuransi
diterima
pada
tahun
1995
sebesar
Rp. 19.000.000,-. b. Jumlah penggantian belum dapat diketahui dan penundaan pembebanan kerugian tidak diajukan kepada Dirjen Pajak. c. Jumlah penggantian asuransi belum dapat diketahui, karena itu penundaan kerugian diajukan untuk ditunda kepada Dirjen Pajak. Sesuai dengan ketentuan fiskal maka penarikan harta terbakar dicatat sebagai berikut: 1. Nilai sisa buku mesin Rp. 20.000.000,- dicatat sebagai kerugian sedangkan penerimaan penggantian asuransi Rp. 19.000.000,- dicatat sebagai penghasilan dalam tahun yang bersangkutan. Karena nilai sisa buku lebih besar dari pada penggantian asuransi maka wajib pajak menderita rugi Rp. 1.000.000,- yakni (Rp. 20.000.000 – Rp. 19.000.000). Akuntansi mencatat transaksi dengan ayat jurnal: Kas
Rp. 19.000.000,-
Akumulasi penyusutan
Rp. 30.000.000,-
Kerugian
Rp. 1.000.000,-
Mesin
Rp. 50.000.000,-
56 Universitas Sumatera Utara
57
2. Jumlah penggantian belum dapat diketahui, karena ini kerugian sebesar nilai sisa buku Rp. 20.000.000,- harus segera dibebankan sebagai kerugian pada tahun yang bersangkutan, kejadian ini dapat dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut: Akumulasi penyusutan mesin Rp. 30.000.000,Kerugian
Rp. 20.000.000,-
Mesin
Rp. 50.000.000,-
3. Wajib pajak tidak perlu mencatat kerugian dalam tahun terjadinya kebakaran. Namun penyusutan mesin harus dihentikan. Ad 10). Ayat 10 pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 tahun 2000 menyebutkan jika menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), dalam hal peralihan harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan. Ad 11). Ayat 11 pasal 11 Undang-Undang Pajak No. 17 tahun 2000 menyebutkan dalam rangka memberikan keseragaman kepada wajib pajak untuk melakukan penyusutan, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk dalam setiap kelompok masa manfaat yang harus diikuti oleh wajib pajak. Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana yang dimaksud
diatas
ditetapkan
dengan
keputusan
Menteri
Keuangan
No.
520/KMK.04/2000, tanggal 14 Desember 2000 (terlampir).
57 Universitas Sumatera Utara
58
3. Penyajian Penyusutan Aktiva Tetap dalam Laporan Keuangan Sebagaimana tujuan dari laporan keuangan yaitu memberikan informasi yang
akurat
kepada
pemakai
informasi
maka
penyajian
aktiva
tetap
dan penyusutannya harus dapat menggambarkan kondisi aktiva tetap dan dapat dimengerti oleh pemakai laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil tidak salah. Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005:517) ”Jumlah beban penyusutan dan amortisasi dalam suatu periode harus dilaporkan secara terpisah dalam laporan laba rugi atau diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan”. Aktiva tetap dinilai sebesar nilai bukunya, yaitu harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan yang disajikan di dalam neraca. Dalam laporan keuangan, aktiva tetap dirinci menurut jenisnya, seperti tanah, gedung, mesinmesin, peralatan, kendaraan, dan lain-lain. Akumulasi penyusutan disajikan sebagai pengurang terhadap aktiva tetap, baik secara sendiri-sendiri menurut jenisnya atau secara keseluruhan.
Apabila di neraca akumulasi penyusutan
dikurangkan secara keseluruhan, maka dalam catatan atas laporan keuangan perlu dibuatkan rincian harga perolehan masing-masing jenis aktiva serta masingmasing penyusutannya. Metode penyusutan yang dianut oleh perusahaan serta taksiran masa manfaat juga perlu dijelaskan dalam laporan keuangan.
58 Universitas Sumatera Utara