BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Defenisi Ayam (Ayam Broiler, Ayam Ras Petelur, dan Ayam Buras) Ayam dibagi dalam dua jenis yaitu ayam buras dan ayam ras. Ayam Buras atau ayam Bukan Ras yang biasanya juga disebut ayam kampung merupakan plasma nutfah ayam asli Indonesia. Ayam ras terbagi atas dua yaitu ayam ras pedaging dan ayam ras petelur. Istilah ayam broiler ditujukan untuk ayam pedaging yang unggul (Rasyaf,M., 2004). Sebenarnya ayam broiler ini baru dikenal menjelang periode 1980-an, sekalipun galur murninya sudah diketahui pada tahun 1960-an ketika peternak mulai memeliharanya. Akan tetapi, ayam broiler komersil seperti sekarang ini baru populer pada periode 1980-an. Sebelumnya ayam yang untuk dipotong adalah ayam petelur seperti ayam white leghorn jengger tunggal. Tidak heran pada saat itu banyak orang yang antipati terhadap dagin,g ayam ras sebab ada perbedaan yang sangat mencolok antara daging ayam broiler dan ayam ras petelur, terutama pada struktur pelemakan di dalam serat-serat dagingnya. Antipati masyarakat yang saat itu sudah terbiasa dengan ayam kampung terus berkembang hingga pemasaran ayam broiler semakin sulit. Peternak ayam broiler yang baru membuka usahanya menjadi prihatin dan terpuruk kerugian. Pada akhir periode 1980-an
itulah pemerintah mencanangkan penggalakan konsumsi daging ruminansia yang saat itu semakin sulit keberadaannya. Kondisi pun membaik, kini banyak peternakan ayam broiler bangkit dan peternak musiman muncul. Dari sinilah ayam broiler komersil atau ayam broiler final stock mulai dikenal dan secara perlahan mulai diterima orang (Rasyaf,M., 2004). Ayam broiler umumnya dipelihara dalam waktu 5-6 minggu sejak doc (bibit ayam) dengan bobot tubuh antara 1,4-1,6 kg per ekor. Akan tetapi, kini ayam broiler dengan bobot lebih dari itu diterima konsumen, misalnya bobot tubuh antara 1,8-2 kg per ekor. Ayam seberat ini memerlukan masa pemeliharaan antara 6-7 minggu (Rasyaf,M., 2004). Ayam buras atau biasa disebut dengan ayam kampung adalah ayam jinak yang telah terbiasa hidup di tengah masyarakat. Di daerah yang padat penduduknya, seperti di Pulau Jawa, ayam buras berkeliaran di berbagai tempat. Daya adaptasinya sangat tinggi, karena ayam itu mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, lingkungan, dan iklim yang ada (Sarwono,B., 1997). Ada beberapa manfaat dalam beternak ayam antara lain: 1) Penyediaan kebutuhan protein hewani 2) Pengisi waktu luang dimasa pensiun 3) Pendidikan dan latihan (diklat) keterampilan dikalangan remaja 4) Tabungan di hari tua 5) Mencukupi kebutuhan keluarga (profit motif)
2.1.2. Permasalahan yang Dihadapi Peternak Ayam di Indonesia Pada kenyatannya, peternak, khususnya peternak ayam ras di Indonesia, mempunyai posisi yang cukup rawan dalam percaturan bisnis unggas yang secara statistik sangat pesat. Hal penting yang harus dibahas tentu saja langkah yang perlu diambil agar posisi rawan itu dapat berubah menjadi posisi strategis yang menguntungkan. Untuk menuju ke posisi tersebut, perlu diketahui permasalahanpermasalahan yang dihadapi peternak ayam Indonesia. Menurut Suharno,B. (1999), permasalahan tersebut yaitu: 1) Permintaan fluktuatif Berbeda dengan masyarakat di negara maju yang menggunakan komoditas peternakan dalam menu makanan sehari-hari, tidak semua masyarakat di Indonesia dapat mengkonsumsi daging dan telur ayam setiap hari dalam menu makanannya. Di berbagai daerah, daging dan telur ayam masih dianggap
sebagai
makanan
mewah
dan
mahal.
Masyarakat
mengkonsumsinya di saat-saat tertentu, seperti lebaran, tahun baru, dan bulan-bulan tertentu. Keadaan tersebut sangat menyulitkan program produksi ayam. Para peternak mencoba melakukan program peningkatan produksi jika lebaran tiba. Namun, kesulitannya jika usai lebaran permintaan langsung anjlok, sedangkan produksi tidak dapat dihentikan karena barang hidup. Harga pun langsung merosot tajam. 2) Pasarnya masih tradisional Jika permintaan terhadap komoditas ayam benar fluktuatif seperti disebut di atas, maka logikanya pasokan ayam diatur dengan menggunakan
teknologi penyimpanan. Dengan cara ini, permintaan daging dan telur ayam dapat diramalkan jumlahnya untuk waktu setahun. Dengan produksi ayam stabil, sementara permintaan fluktuatif, pasokan ayam ke konsumen dapat diatur sesuai dengan irama permintaan konsumen. Jadi, untuk kondisi tersebut, teknologi pascapanen harus dikembangkan. Namun, kenyataannya pasar ayam Indonesia masih bersifat tradisoinal. Kondisi ini menyebabkan masalah fluktuasi makin menjadi-jadi dialami oleh peternak. Fluktuasi ini juga akan selalu terjadi berulang-ulang setiap tahun. 3) Konsumen belum tahu persis tentang ayam Ketidaktahuan konsumen secara pasti tentang ayam menjadi satu masalah yang cukup merepotkan. Di beberapa media massa pernah terjadi pemberitaan mengenai ayam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Namun, karena masyarakat lebih percaya pada media massa maka konsumen dapat selalu mencurigai baik buruknya daging ayam. 4) Kebijaksanaan pemerintah belum sepenuhnya dilaksanakan Dalam upaya mengembangkan peternakan ayam ras milik rakyat, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan. Namun demikian, dalam prakteknya peraturan itu tidak dapat berjalan mulus di lapangan. Perusahaan
peternakan
harus
memenuhi
syarat-syarat
berdirinya
perusahaan, yakni ada izin usaha, sedangkan peternakan rakyat tidak memerlukan
izin
usaha.
Untuk
peternakan
rakyat
hanya
perlu
mendaftarkan saja kepada Dinas Peternakan setempat. Peraturan ini membuat usaha peternakan berkembang sangat pesat, melebihi 10% per
tahun. Namun, terjadi kemelut mengenai peternakan rakyat yang seolaholah ditinggalkan begitu saja. Masyarakat peternak banyak yang merasakan bahwa peraturan itu hanya memungkinkan perusahaanperusahaan skala besar saja yang dapat terus berkembang, sementara peternak kecil menagalami kesulitan. Sebagian di antaranya bangkrut karena tidak dapat bersaing dengan peternakan yang besar. 5) Organisasi bidang peternakan belum tangguh Di Indonesia
belum ada asosiasi peternak yang tangguh dan mampu
mendata secara baik anggota-anggotanya sekaligus melakukan pembinaan agar lebih profesional. Organisasi-organisasi yang ada masih berkutat pada masalah kekurangan dana untuk menjalankan roda organisasi. Hal ini menyebabkan para peternak belum merasa terlindungi oleh kehadiran organisasi. 6) Penguasaan teknologi masih perlu ditingkatkan Banyak peternak merasa bahwa beternak itu gampang, hanya urusan membeli bibit, memberikan pakan dan obat-obatan, serta selanjutnya tinggal memanen. Ayam ras merupakan jenis ayam hasil teknologi pemuliabiakan peternakan yang mempunyai mutu genetik tinggi, jadi perlu perlakuan manajemen yang tinggi pula. Dalam pemeliharaannya diperlukan pakan yang baik, diberi vitamin, antibiotik, dan vaksin agar dapat hidup hingga panen. Itu pun harus didukung dengan sanitasi yang ketat.
2.1.3. Pertumbuhan Populasi dan Perusahaan/Usaha Ternak Ayam Populasi sebagian jenis ternak ayam di Sumatera Utara tumbuh positif (Tabel 1). Laju pertumbuhan yang cepat dialami oleh ternak ayam ras pedaging (broiler) dan ayam ras petelur. Cepatnya laju pertumbuhan ini menurut Hermanto,dkk (1992) antara lain disebabkan oleh semakin terfokusnya perhatian pemerintah pada pengembangan kedua jenis ayam tersebut. Pertimbangannya antara lain bahwa protein hewani pada unggas jauh lebih murah dibandingkan dengan kelompok lain dan secara operasional pengembangan ternak ayam lebih mudah dibandingkan dengan pengembangan ternak besar, ternak kecil, dan perikanan. Tabel 1. Pertumbuhan populasi ternak ayam di Sumatera Utara (ekor) Jenis Ternak
2000
2001
2002
2003
2004
2005
16.863.4 36
13 825 929
14.128. 403
14.436. 402
13.826.9 70
6 190 175
Ayam broiler
26.893.1 65
27.565. 494
38.809.1 73
49.218.1 25
38.045.26 0
35 568 236
Ayam buras
20.532.9 60
21.361. 054
22.222. 545
23.118. 780
23.128.1 48
21 280 380
Ayam petelur
ras
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2007 Pada Tabel 1, dapat dilihat populasi ternak ayam mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang drastis pada ayam broiler, yaitu sebesar 10.408.952 ekor. Akan tetapi pada tahun 2004 populasi ayam broiler mangalami penurunan yang drastis pula, yaitu sebesar 11.172.865 ekor. Proyeksi trend pertumbuhan populasi ternak ayam di Kabupaten Deli Serdang akan dianalisis dengan analisis regresi linier sederhana. Beberapa model regresi
linier sederhana yang dapat dibentuk untuk dapat mengetahui proyeksi trend pertumbuhan ternak ayam di Kabupaten Deli Sedang adalah sebagai berikut: a. Ayam Ras Petelur Y = a + bX Keterangan: Y = Jumlah populasi ayam petelur (ekor) a = Intercept b = Koefisien regresi X = waktu yang dinotasikan dalam angka b. Ayam Broiler Y = a + bX Keterangan: Y = Jumlah populasi ayam broiler (ekor) a = Intercept b = Koefisien regresi X = waktu yang dinotasikan dalam angka c. Ayam Buras Y = a + bX Keterangan:
Y = Jumlah populasi ayam broiler (ekor) a = Intercept b = Koefisien regresi X = waktu yang dinotasikan dalam angka Pada saat krisis terjadi sekitar tahun 1998, populasi semua jenis ternak menurun. Penurunan paling drastis dialami oleh ayam broiler dan ayam ras petelur hingga hampir mencapai 45% karena banyak perusahaan yang bangkrut yang disebabkan oleh naiknya harga pakan dan doc yang terlalu tinggi. Hal ini membuktikan bahwa usaha peternakan ayam ras adalah yang paling rentan terhadap gejolak perekonomian nasional, seperti melambungnya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Pada tahun 2000, populasi unggas sudah tumbuh positif, terutama ayam broiler dan ayam petelur yang tumbuh luar biasa, yaitu masing-masing diatas 60% dan diatas 50%. Ini juga menunjukkan usaha ternak ayam ras mempunyai daya pulih (recovery) yang sangat cepat.Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis trend pertumbuhan populasi ayam petelur, ayam broiler, dan ayam buras secara regresi linier sederhana. Produksi ternak ayam broiler menurun tajam dengan persentase minus 11,07 persen jika dilihat produksi tahun 2004 sebesar 38.045.260 dibanding produksi tahun 2005 sebesar 35.568.236. Anjloknya produksi ternak akibat flu burung ini menyebabkan kinerja peternakan Sumut minus sepanjang tahun 2005. Kinerja seperti ini menggangu perekonomian Sumut baik dari pengusaha maupun peternak sendiri. Dikatakan, dampak wabah flu burung juga menurunkan konsumsi produk peternakan (Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2005).
Hal ini juga dialami di Pulau Jawa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suseno (2007), dapat dilihat bahwa perkembangan ayam broiler di Pulau Jawa selama periode 2001 sampai dengan 2006 sangat berfluktuasi, seiring dengan merebaknya kasus flu burung di tanah air. Pada tahun 2004, populasi ayam broiler sempat mengalami kenaikan yang sangat tinggi, yaitu naik sebesar 119,75%. Memasuki tahun 2005 populasinya mengalami penurunan sebesar 47,59%, kondisi ini disebabkan oleh merebaknya kasus flu burung di berbagai wilayah di Indonesia. Namun dengan adanya berbagai upaya pemerintah memberantas penyakit tersebut ternyata mampu mengembalikan keyakinan masyarakat untuk mengkonsumsi ayam broiler. Hal ini terlihat dari naiknya populasi ayam broiler sebesar 13,30% pada tahun 2006. Untuk lebih meningkatkan konsumsi ayam broiler di masyarakat serta agar para pengusaha ayam lebih bergairah dalam berusaha maka penanganan flu burung harus benar-benar tepat dan benar. Salah satu upaya adalah dengan memberikan penjelasan bagaimana cara beternak ayam yang baik kepada masyarakat, agar terhindar dari penyakit. Menurut Priyadi,dkk (2004), dalam jurnalnya mengatakan bahwa usaha peternakan ayam ditinjau dari aspek finansial merupakan salah satu usaha di bidang agribisnis yang memberikan keuntungan. Dalam menjalankan usaha ayam terdapat 2 jenis pengelolaan, yakni dikelola secara mandiri (peternak mandiri) dan dikelola dalam bentuk plasma-inti (peternak plasma inti). Dalam pengelolaan sistem plasma-inti, pihak peternak sebagai plasma, sementara perusahaan pakan dan perusahaan yang bergerak pada pemasaran doc dan pakan ayam umumnya
sebagai inti. Pada sisi lain para peternak mandiri dalam menjalankan usahanya segala aktivitasnya dibiayai dengan menggunakan modal sendiri. 2.2. Landasan Teori Usaha pengembangan ternak ayam di Indonesia memiliki prospek yang cukup baik, terutama bila ditinjau dari aspek masyarakat akan kebutuhan gizi. Sesuai standar nasional, konsumsi protein per hari per kapita ditetapkan 55 gr yang terdiri dari 80% protein nabati dan 20 % protein hewani. Pemenuhan gizi ini, khususnya protein hewani dapat diperoleh dari protein daging dan telur. Sehingga dengan demikian, usaha ternak ayam memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan (Sudarmono,A.S.,2003). Pemulihan populasi ayam ras dan buras baik pedaging maupun petelur yang sangat cepat disebabkan oleh sangat cepatnya proses regenerasi jenis ternak ini. Hal ini juga mencerminkan respon produksi ternak ini yang sangat cepat terhadap pulihnya permintaan pasar sebagai akibat membaiknya kondisi perekonomian masyarakat. Perkembangan ekonomi masyarakat ini mengakibatkan tingginya permintaan akan ayam ras. Untuk itu populasi ayam ras jumlahnya perlu ditingkatkan untuk memenuhi permintaan masyarakat tersebut. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan permintaan suatu produk, pada tingkat harga tertentu adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah besar menunutun ke arah meningkatnya permintaan beberapa jenis barang. Jumlah penduduk sebanyak 150 juta orang misalnya, mempunyai permintaan pangan, sandang, sepatu, mobil, popok bayi dan sebagainya lebih banyak daripada
penduduk yang berjumlah 50 juta orang, dengan asumsi hal-hal lainnya tetap (ceteris paribus) (Sicat, 1991). Teori Malthus (1706) menyebutkan bahwa penduduk cenderung bertambah dengan cepat menurut deret ukur, sedangkan persediaan pangan bertambah menurut deret hitung. Artinya, bila pada suatu saat terjadi kelebihan jumlah penduduk, maka penduduk akan memperebutkan jumlah pangan yang sedikit itu. Implikasinya adalah kesejahteraan masyarakat akan menurun, status kesehatan memburuk, dan lingkungan menjadi rusak. Akibatnya angka kematian dan angka kelahiran menurun. Bertambahnya jumlah penduduk bersamaan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan terhadap produk-produk pertanian, baik dalam jumlah maupun kualitas. Dari segi jumlah, total permintaan merupakan perkalian antara jumlah penduduk dengan tingkat konsumsi per kapita (Husodo, 2004). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Sumatera Utara, pada tahun 2000 trend pertumbuhan populasi ternak ayam broiler meningkat sebesar 17,13% per tahun.. Akan tetapi, produksi ternak ayam broiler menunjukkan trend yang menurun sebesar 11,07%. Jika dilihat produksi ayam broiler pada tahun 2004 sebesar 38.045.260 ekor dibanding produksi tahun 2005 sebesar 35.568.236 ekor, hal ini menunjukkan terjadi trend yang menurun pada produksi ayam broiler. Berdasarkan penurunan trend pertumbuhan populasi ayam, maka diperlukan proyeksi untuk mengetahui pertumbuhan populasi ayam dan usaha ternaknya di masa yang akan datang untuk dapat memenuhi permintaan dan kebutuhan
masyarakat. Proyeksi tersebut diteliti melalui suatu metode proyeksi berdasarkan analisis trend terhadap pertumbuhan populasi ayam tersebut. Trend adalah salah satu peralatan statistik yang dapat digunakan untuk memperkirakan keadaan dimasa yang akan datang berdasarkan pada data masa lalu. Tren juga merupakan gerakan dan data deret berkala selama beberapa tahun dan cenderung menuju pada suatu arah, dimana arah tersebut bisa naik, turun maupun mendatar. Perhitungan trend linear menggunakan analisis regresi linier sederhana, yang dapat dinyatakan dalam bentuk : Y = a+b(x). Proyeksi menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Tren linear dilihat melalui garis lurus pada grafik trend yang dibentuk berdasarkan data proyeksi. Penyimpangan trend menunjukkan besarnya kesalahan nilai proyeksi dengan data yang aktual (Ibrahim, 2009). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Irsalina (2010), trend pertumbuhan luas lahan sawah yang menunjukkan trend menurun sebesar 11.44 % per tahun dalam kurun waktu 1998-2008. trend tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis trend melalui regresi linier sederhana dengan formulasi Y = a+b(x), dimana Y adalah luas lahan yang akan dianalisis trendnya, dan X adalah waktu yang dinotasikan dengan angka. Menurut
Ibrahim
(2009),
analisis
tren
memperlihatkan
kecenderungan
pertumbuhan populasi ayam dan perusahaan/usaha ternak ayam di masa yang akan datang. Hasil proyeksi ini dapat memperkirakan kebutuhan pangan yang bersumber dari hewani. Melalui proyeksi ini dapat diperkirakan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang apabila tidak ada intervensi terhadap kecenderungan pada saat ini. 2.3. Kerangka Pemikiran Pangan merupakan kebutuhan hidup manusia yang utama. Ketersediaan akan pangan tersebut sangat tergantung oleh jumlah produksi dan jumlah permintaan. Dimana, jumlah permintaan tersebut akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan populasi penduduk. Seperti yang diberitakan sebelumnya, hingga 2015 kebutuhan daging dan susu di Indonesia mencapai 253,6 juta ton. Namun laju pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan pangan asal ternak untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih defisit sekitar 333.573 ton dan 1.041.213 ton. Ayam merupakan salah satu sumber pangan hewani yang terbesar. Ayam memiliki kandungan protein yang besar yaitu sekitar 21% dari berat tubuhnya. Sesuai dengan standar nasional, konsumsi protein perhari perkapita ditetapkan 55 gr yang terdiri atas 80% protein nabati dan 20% protein hewani. Pemenuhan gizi ini, khususnya protein hewani dapat diperoleh dari protein daging ayam. Sehingga dengan demikian usaha ternak ayam baik ayam broiler, ayam ras petelur maupun ayam buras memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Akan tetapi, sekitar tahun 2004 wabah flu burung melanda Indonesia. Penyakit ini menyerang sebagian besar ternak ayam di Sumatera Utara. Wabah flu burung sampai Agustus 2006 sudah menyerang 16 dari 25 kabupaten/kota di Sumut dan Kabupaten Deli Serdang yang paling banyak terserang penyakit ini. Dampaknya, selain menimbulkan kepanikan bagi 12 juta lebih warga daerah ini, juga
menyebabkan meruginya peternak akibat anjloknya produksi sehingga banyak usaha ternak menutup usahanya. Populasi ayam ini mempengaruhi kebutuhan pangan yang bersumber dari hewan. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang terbesar dalam memproduksi ayam. Tingkat pemenuhan kebutuhan pangan hewani di Sumatera Utara sangat tergantung pada daerah tersebut. Jumlah permintaan terhadap ayam broiler, ayam ras petelur, dan ayam buras erat kaitannya dengan jumlah penduduk. Dalam teori permintaan, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak pula permintaan terhadap suatu produk. Perkembangan usaha ternak dan populasi ayam juga bergantung kepada jumlah penduduk dan permintaan terhadap ayam tersebut. Maka daripada itu, kita perlu menganalisis bagaimana trend populasi dan usaha ternak ayam (ayam broiler, ayam ras petelur, dan ayam buras) dari beberapa tahun yang lalu, kemudian akan dapat di proyeksikan populasi usaha ternak ayam tersebut untuk waktu yang akan datang, yakni tahun 2010-2020 berdasarkan jumlah penduduk dan permintaan terhadap ayam tersebut. Sehingga dapat diketahui kondisi dari keadaan pangan hewani Kabupaten Deli Serdang pada masa mendatang.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar skema kerangka pemikiran berikut:
Laju Pertumbuhan Usaha Ternak Ayam (1998-2008)
Laju Pertumbuhan Populasi Ayam (1998-2008)
Trend Usaha Ternak Ayam (1998-2008)
Trend Populasi Ayam (1998-2008)
Proyeksi Usaha Ternak Ayam (2010-2020)
Proyeksi Populasi Ayam (2010-2020)
Kondisi Kebutuhan Pangan Hewani Pada Masa Mendatang
Jumlah Penduduk
Jumlah Permintaan Ayam
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran
Keterangan: = Pengaruh = Hubungan
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan beberapa hipotesis yang akan diuji sebagai berikut: 1) Terdapat trend usaha ternak ayam ras dan buras 2) Terdapat trend populasi ayam broiler 3) Terdapat trend populasi ayam ras petelur 4) Terdapat trend populasi ayam buras 5) Berdasarkan trend analisis pertumbuhan ayam broiler, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: a. Proyeksi trend populasi ayam broiler dalam kurun waktu 2010-2020 adalah menurun b. Proyeksi trend usaha ternak ayam broiler dalam kurun waktu 2010-2020 adalah menurun 6) Berdasarkan trend analisis pertumbuhan ayam ras petelur, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: a. Proyeksi trend populasi ayam ras petelur dalam kurun waktu 2010-2020 adalah meningkat b. Proyeksi trend usaha ternak ayam ras petelur dalam kurun waktu 20102020 adalah menurun 7) Berdasarkan trend analisis pertumbuhan ayam buras, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: a. Proyeksi trend populasi ayam buras dalam kurun waktu 2010-2020 adalah menurun
b. Proyeksi trend usaha ternak ayam buras dalam kurun waktu 2010-2020 adalah meningkat 8) Terdapat hubungan yang nyata antara jumlah penduduk dengan permintaan ayam (ayam broiler, ayam ras petelur, dan ayam buras) di Kabupaten Deli Serdang.