BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
untuk
melaksanakan
pembangunan
nasional.
Undang-undang
No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan mengamanatkan, bahwa Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kesediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi (Lubis dkk, 2008).
Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa definisi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman (Tulung dkk., 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pangan meliputi produk serealia, kacang-kacangan, minyak nabati, sayur-sayuran, buah-buahan, rempah, gula, dan produk hewani. Karena porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, yaitu sekitar separuh dari kebutuhan energi per orang per hari, maka yang digunakan dalam analisa kecukupan pangan yaitu karbohidrat yang bersumber dari produksi pangan pokok serealia (Hoddinott dan Yohannes, 2002).
2.1.2 Pengertian Akses dan Ketersediaan Pangan Ketahanan pangan mengandung dua unsur utama yaitu ketersediaan pangan dan akses masyarakat (sampai ke tingkat rumah tangga) terhadap pangan. Meskipun akses rumah tangga terhadap pangan merupakan unsur yang sangat penting dalam menentukan tingkat ketahanan pangan, namun ketersediaan pangan di tingkat nasional merupakan syarat utama untuk mencapai ketahanan pangan. Ketahanan pangan di tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memupuk ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Sedangkan ketahanan pangan di tingkat nasional atau regional dapat dimonitor dari indikator penawaran, permintaan stok, dan perdagangan pangan (Suryana, 2004).
Ketersediaan pangan merupakan jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan domestik, stok/cadangan pedagang dan pemerintah, impor dan ekspor pangan di wilayah bersangkutan.
Akses pangan tingkat rumah tangga ialah kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan rumah tangga,
Universitas Sumatera Utara
jual-beli,
tukar-menukar/barter,
pinjam-meminjam,
dan
pemberian,
atau
bantuan pangan. Akses pangan merupakan salah satu dimensi dari 3 dimensi
ketahanan
pangan, selain
ketersediaan
pangan
dan
penyerapan
pangan, dan dikategorikan menjadi akses fisik, akses ekonomi dan sosial (Badan Ketahanan Pangan, 2008).
2.1.3 Program Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat, yang diwakili oleh parlemen dan organisasi non-pemerintah, sepakat bahwa ketahanan pangan harus menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Paling tidak ada tiga alasan penting yang melandasi kesadaran semua komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan. Pertama, akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak azasi manusia. Kedua, konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketiga, ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional suatu negara berdaulat (Suryana, 2004).
Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Hal ini diwujudkan dengan bekerjanya subsistem
ketersediaan,
subsistem
distribusi
dan
subsistem
konsumsi
(Anonimous1, 2012). Tujuan program ketahanan pangan adalah : 1) Meningkatnya ketersediaan pangan. 2) Mengembangkan diversifikasi pangan.
Universitas Sumatera Utara
3) Mengembangkan kelembagaan pangan. 4) Mengembangkan usaha pengelolaan pangan.
Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah : 1) Tercapainya ketersediaan pangan di tingkat regional dan masyarakat yang cukup. 2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan meningkatnya
keanekaragaman
konsumsi
pangan
masyarakat
dan
menurunnya ketergantungan pada pangan pokok beras melalui pengalihan konsumsi non beras.
Pelaksanaan program peningkatan ketahanan pangan ini dioperasionalkan dalam bentuk 4 (empat) kegiatan pokok sebagai berikut : 1) Peningkatan mutu intensifikasi yang dilaksanakan dalam bentuk usaha peningkatan produktivitas melalui upaya penerapan teknologi tepat guna, peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam rangka penerapan teknologi spesifik lokasi. 2) Peluasan areal tanam (ekstensifikasi) yang dilaksanakan dalam bentuk pengairan serta perluasan baku lahan dan peningkatan indeks pertanaman melalui percepatan pengolahan tanah, penggarapan lahan tidur dan terlantar. 3) Pengamanan produksi yang ditempuh melalui penggunaan teknologi panen yang tepat, pengendalian organisme pengganggu tanaman dan bantuan sarana produksi terutama benih, pada petani yang lahannya mengalami puso.
Universitas Sumatera Utara
4) Rehabilitas dan konservasi lahan dan air tanah, dilaksanakan dalam bentuk upaya perbaikan kualitas lahan kritis/marginal dan pembuatan terasering serta embung dan rorak/jebakan air.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Akses Pangan Aksesibilitas (accessibility) didefinisikan sebagai tingkat kemampuan untuk mencapai atau mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan. Akses adalah tingkat kesulitan atau kemudahan penduduk untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. Ketahanan pangan di suatu wilayah dan masyarakat dicerminkan oleh kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau, yang prosesnya dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung baik langsung maupun tidak langsung. Peran akses pangan cukup strategis, hal ini dikarenakan ketahanan pangan tidak hanya tercermin oleh ketersediaan pangan yang cukup, namun juga oleh terpenuhinya akses pangan baik
secara
fisik, ekonomi maupun sosial dimana saja dan kapan saja
(Badan Ketahanan Pangan, 2008).
2.2.1.1 Akses Fisik Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangan sesuai norma gizi. Jumlah pangan yang cukup dapat berasal dari kegiatan fisik melalui produksi sendiri atau pun dengan membeli. Persediaan pangan wilayah yang mencukupi kecukupan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut
Universitas Sumatera Utara
sangat dibutuhkan untuk menjamin akses pangan wilayah tersebut. Pangan harus dapat tersedia secara fisik untuk seluruh anggota keluarga. Pangan juga harus tersedia secara terus-menerus dalam suatu pasar/warung dimana rumah tangga tidak dapat memproduksi sendiri pangan yang dibutuhkannya (Sharma, 1992).
Ketersediaan pangan adalah satu hal yang penting, meskipun faktor ini saja tidak
cukup
untuk
menggambarkan
akses
pangan
di
suatu
wilayah.
Ketersediaan pangan tidak hanya diperoleh dari produksi pangan biji-bijian di suatu wilayah saja, tetapi juga berasal dari kondisi netto ekspor dan impor yang diperoleh melalui berbagai jalur. Meskipun demikian, pada tingkat mikro, misalnya tingkat kabupaten/kota dan tingkat yang lebih rendah,
sangat
sukar
sekali
untuk
mengetahui
arus
pemasukan
dan
pengeluaran pangan biji-bijian tersebut. Oleh sebab itu, sebagai indikator ketersediaan pangan ini, menggunakan proporsi konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar yang layak dikonsumsi manusia (Badan Ketahanan Pangan, 2011).
Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsi akan dapat ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh tersedianya sarana fisik yang cukup dalam memperoleh pangan. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh sarana fisik seperti tersedianya sarana pasar yang cukup dalam mempermudah memperoleh pangan. Pasar adalah tempat para pembeli dan penjual bertemu untuk berdagang. Transaksi yang terjadi khususnya antara orang-orang yang belum dikenal, dan dilakukan secara tunai. Pasar timbul setelah terjadi proses ekonomi yang didasari oleh perencanann yang
Universitas Sumatera Utara
bersifat kekeluargaan. Pasar pada saat ini berkembang jauh lebih luas dan lebih penting sebagai faktor penentu bagi produksi dan distribusi. Selain sarana pasar, akses jalan yang lebih baik akan mendukung perbaikan kondisi ekonomi di suatu daerah, melalui peningkatan akses infrastruktur dasar seperti sekolah, rumah sakit, pasar, dll. Indikator jumlah desa dalam suatu wilayah yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat dan desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat ke pasar lebih dari 3 km digunakan sebagai indikator pada akses fisik untuk infrastruktur (Badan Ketahanan Pangan, 2011).
2.2.1.2 Akses Ekonomi Kegiatan ekonomi suatu keluarga dalam pemenuhan pangan adalah mendapatkan, menghasilkan atau menerima uang, pangan, dan yang lainnya; mengkonsumsi, membelanjakan, memberi atau mengumpulkan uang, pangan dan aset/harta lain; dan mengutang serta membayar kembali hutang tersebut. Berdasarkan matapencahariannya, suatu keluarga dapat mempunyai satu atau lebih sumber pangan dan sumber pendapatan untuk membeli pangan dan keperluan-keperluan lain, memelihara (menjaga, meningkatkan) aset-aset produktifnya, dan memenuhi kewajiban-kewajiban
sosial
di
dalam
masyarakat
(World Food Programme, 2009).
Mata pencaharian berhubungan erat dengan akses pangan yang meliputi produksi rumahtangga dan alat untuk memperoleh pendapatan. Mata pencaharian meliputi suatu kemampuan rumah tangga, aset-aset dan aktivitas yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan). Suatu mata pencaharian dapat terus-menerus jika dapat dengan
Universitas Sumatera Utara
sukses
mengaturnya
dan
mengurangi
tekanan-tekanan/masalah
eksternal,
memelihara atau meningkatkan aset-asetnya, dan menghidupi generasi-generasi masa depan (World Food Programme, 2009).
Fungsi dari akses terhadap sumber nafkah adalah daya beli rumah tangga, berarti akses pangan terjamin seiring terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang, keterjangkauan pangan bergantung pada kesinambungan sumber nafkah. Rendahnya pendapatan seseorang merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Jumlah orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak punya akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut. Menurut FAO, penduduk dikatakan miskin apabila pendapatannya < 2$ per hari (World Food Programme, 2009).
Rumah tangga dapat dikatakan tahan pangan apabila tercukupinya permintaan akan pangan. Pengukuran operasional atas permintaan akan pangan tersebut dalam jangka waktu pendek dapat dipakai untuk memonitor akses ekonomi rumah tangga akan pangan, yaitu pendapatan/pengeluaran (Sharma, 1992).
2.2.1.3 Akses Sosial Akses sosial rumah tangga terhadap pangan merupakan suatu akses/cara untuk mendapatkan pangan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangannya melalui berbagai dukungan sosial, seperti bantuan/dukungan sosial dari keluarga/kerabat, tetangga, serta teman. Bantuan/dukungan dari saudara/kerabat, tetangga, atau teman dapat berupa bantuan pinjaman uang/pangan, pemberian
Universitas Sumatera Utara
bantuan pangan, pertukaran pangan, dan lain sebagainya. Selain dari dukungan sosial, kerawanan pangan berdasarkan akses sosial dapat dilihat dari tingkat pendidikannya (MacArthur dan John, 1998).
2.2.2 Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya (World Food Programme, 2009).
Menurut Thomas Robert Malthus menyebutkan dalam teorinya bahwa pertumbuhan penduduk akan selalu mengikuti deret ukur, sedangkan ketersediaan pangan akan mengikuti deret hitung. Teori tersebut terkenal dengan teori ledakan penduduk di suatu wilayah yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan (Wicaksono, 2011).
Teori Malthus menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk, sehingga berdasarkan pada teori ini dapat diprediksikan bahwa suatu saat lahan pertanian akan hilang. Disebabkan karena adanya perkembangan yang pesat pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk (Kompasiana, 2012).
Ketersediaan pangan harus dikelola dengan baik, sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah pangan yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana, 2004).
2.2.3 Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dalam pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Secara nasional ketahanan pangan tidak identik dengan ketahanan rumah tangga sebab tanpa memperhatikan unsur-unsur produksi, distribusi, harga dan pendapatan, mustahil ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat terwujud. Sungguhpun demikian, rumah tangga sebagai unit masyarakat terkecil, merupakan penguat utama pilar ketahanan pangan nasional. Karenanya, membangun ketahanan pangan
merupakan
bagian
penting
dari
program
ketahanan
pangan
(Badan Ketahanan Pangan, 2012).
Ketahanan pangan terwujud bila dua kondisi terpenuhi yaitu : (1) setiap saat tersedia pangan yang cukup (baik jumlah maupun mutu), aman, merata dan terjangkau dan (2) setiap rumah tangga, setiap saat, mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat dan produktif. Konsep ketahanan pangan nasional tersebut, memberi penekanan pada akses setiap rumah tangga dan individu terhadap pangan yang cukup, bermutu, bergizi dan berimbang, dan harganya terjangkau, meskipun begitu setiap individu yang menjadi anggota keluarga dalam suatu rumah tangga mendapat akses pangan yang sama sesuai kebutuhan individu tersebut (Anonimous2, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Ketidakmampuan daerah tertentu dalam memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya termasuk dalam kasus golongan rawan pangan. Situasi seperti ini menunjukkan bahwa daerah ataupun wilayah tersebut berada dalam kelompok yang mempunyai ketahanan pangan rendah. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan faktor ketersediaan pangan yang ada di daerah tersebut. Ketersediaan pangan merupakan suatu ukuran pangan dimana pangan tersebut secara fisik sudah atau akan tersedia selama satu periode (Soetrisno, 1996).
2.3 Kerangka Pemikiran Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan mengandung dua unsur utama yaitu ketersediaan pangan dan akses masyarakat (sampai ke tingkat rumah tangga) terhadap pangan. Meskipun akses rumah tangga terhadap pangan merupakan unsur yang sangat penting dalam menentukan tingkat ketahanan pangan, namun ketersediaan pangan di tingkat nasional merupakan syarat utama untuk mencapai ketahanan pangan.
Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangan sesuai norma gizi. Jumlah pangan yang cukup dapat berasal dari kegiatan fisik melalui produksi sendiri atau pun dengan membeli. Persediaan pangan wilayah yang mencukupi kecukupan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut sangat dibutuhkan untuk menjamin akses pangan wilayah tersebut. Akses pangan terdiri dari akses fisik (rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih
Universitas Sumatera Utara
pangan pokok, persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat, persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat pasar lebih dari 3 km), akses ekonomi (persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, persentase penduduk yang bekerja kurang dari 36 jam per minggu, nilai PDRB ekonomi kerakyatan per kapita) dan akses sosial (persentase penduduk yang tidak tamat SD).
Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, serta bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: (+) Produksi pangan (+) Stok pangan (+) Impor dan Ekspor pangan (-) Konsumsi pangan
RP < 0,8
Ketersediaan Pangan
Rawan Pangan 0,8 < RP < 1,2
Ketahanan Pangan
Tahan Pangan (Rentan) RP > 1,2 Tahan Pangan
Akses Pangan Akses fisik : • Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok • Persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat • Persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat pasar lebih dari 3 km Akses ekonomi : • Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan • Persentase penduduk yang bekerja kurang dari 36 jam per minggu • Nilai PDRB ekonomi kerakyatan per kapita Akses sosial : • Persentase penduduk yang tidak tamat SD
Keterangan : : Menyatakan hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Akses pangan di Provinsi Sumatera Utara dilihat dari akses fisik memiliki rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok cukup tinggi dengan nilai sebesar 0,75 - <1, persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat cukup tinggi dengan nilai sebesar 15% - <20%, persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat pasar lebih dari 3 km cukup tinggi dengan nilai sebesar 25% - <37,5%. Dilihat dari akses ekonomi memiliki persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan cukup tinggi dengan nilai sebesar 15% - <20%, persentase penduduk yang bekerja kurang dari 36 jam per minggu cukup tinggi dengan nilai sebesar 20% - 30%, nilai PDRB ekonomi kerakyatan per kapita cukup tinggi dengan nilai sebesar 1095$ - <1460$. Dilihat dari akses sosial memiliki persentase penduduk yang tidak tamat SD cukup tinggi dengan nilai sebesar 20% - 30%. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut : “Akses pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir termasuk dalam kondisi akses pangan cukup tinggi.” 2) Berdasarkan analisis ketersediaan pangan yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 diperoleh hasil bahwa ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara secara umum cukup tersedia. Ketersediaan beras, jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, cabe merah, minyak goreng, gula pasir, daging sapi, daging ayam, dan telur termasuk dalam kondisi surplus. Sedangkan ketersediaan bawang merah dan
Universitas Sumatera Utara
ikan termasuk dalam kondisi defisit. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut: “Ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi surplus pangan.” 3) Ketahanan pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi tahan pangan terjamin dengan nilai sebesar RP > 1,2. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut: “Ketahanan pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi tahan pangan terjamin.”
Universitas Sumatera Utara