BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Perkembangan teori tentang sikap sudah sangat maju. Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, dimana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan (affect) dan kognitif, prilaku, serta lingkungan. Model Fishbein yang merupakan kombinasi dari kepercayaan dari beberapa model kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahwa prilaku dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif (Anonime, 2011).
David L.Louden dan Albert J. Della Bitta mendefinisikan perilaku konsumsi sebagai suatu proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Sementara itu, pendapat Nessim Hanna dan Richard Wozniak bahwa perilaku konsumen merupakan suatu bagian dari aktivitas-aktivitas manusia, termasuk segala sesuatu yang teringat olehnya akan barang atau jasa yang dapat diupayakan sehingga ia akhirnya menjadi konsumen (Umar, 2003).
Perilaku konsumen berusaha memahami bagaimana konsumen mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa. Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk dan merek pada setiap periode tertentu. Berbagai macam keputusan mengenai aktivias kehidupan seringkali harus dilakukan oleh setiap konsumen pada setiap hari. Konsumen melakukan keputusan setiap hari atau setiap periode tanpa menyadari bahwa mereka mempelajari bagaimana konsumen mengambil keputusan dan memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
dan
terlibat
dalam
pengambilan
keputusan
tersebut
(Sumarwan, 2004). Konsumen tentunya ingin mendapatkan produk dan jasa-jasa pemuas kebutuhan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Banyak konsumen di Indonesia yang menjadi masyarakat konsumsi tinggi dalam membeli barang/produk bahkan ada yang membeli suatu produk sampai ke luar negeri hanya untuk mendapatkan produk tersebut, itulah sebagian besar masyarakat yang mempunyai dana lebih dan berprilaku sedemikian rupa, tapi ada juga masyarakat yang biasa-biasa saja, mereka membeli produk cukup di dalam negeri, membeli barang disesuaikan dengan kebutuhan hidup dari dana yang dimilki dan juga mencari produk yang walaupun harganya murah tapi dapat mencukupi kebutuhan mereka. Inilah sebagian besar prilaku konsumen di Indonesia yang perlu dikaji lebih dalam lagi, serta meneliti konsumen di Indonesia yang masyarakatnya sebagian besar hidup disektor pertanian dan usaha kecil dalam memenuhi kebutuhan dan berprilaku sesuai dengan kenyataan hidup (Setiadi, 2003).
Sub-budaya atau sub-kultur pada dasarnya adalah sekelompok orang tertentu dalam sebuah masyarakat yang sama-sama memiliki makna budaya yang sama untuk respon afektif dan kognitif (reaksi emosional, kepercayaan, nilai, pencapaian tujuan), perilaku (kebiasaan/tradisi, sikap dan ritual, norma perilaku) dan faktor lingkungannya (kondisi tempat tinggal, lokasi geografis, objek yang penting). Walaupun kebanyakan sub-budaya sama-sama memiliki makna budaya yang sama dengan masyarakat secara keseluruhan, beberapa makna sub-budaya bisa unik dan sangat berbeda (Setiadi, 2003). Untuk merencanakan program pemasaran, yaitu mulai dari merancang produk, mengkomunikasikan produk kepada konsumen dan mendistribusikan produk kepada pemakai akhir, pemasar dapat menggunakan faktor kepribadian dan gaya hidup. Penggunaan aspek gaya hidup dapat dilakukan dengan sikap, ketertarikan dan pendapat
konsumen. Jadi, sikap tertentu yang dimilki oleh konsumen
terhadap suatu obyek tertentu (misalnya merek produk) bisa mencerminkan gaya hidupnya. Gaya hidup seseorang juga bisa dilihat pada apa yang disenangi dan disukainya. Gaya hidup seseorang juga bisa ditunjukkan dengan melihat pada pendapatnya terhadap obyek tertentu (Setiadi, 2003). Meskipun pemasaran selalu menggunakan emosi untuk pedoman pemosisian produk atau “product positioning”, persentase dan iklan pada suatu tingkat intuitif atau “the deliberate” , suatu sistematis tentang emosi yang relevan dalam strategi pemasaran, secara relatif merupakan hal baru. Sebagai contoh, tenaga penjual dan penyedia jasa sering harus bertaruh dengan konsumen dengan menunjukkan suatu rentetan emosi. Baru akhir-akhir ini pemasar mengembangkan pemahaman yang
cukup untuk menciptakan program pelatihan yang sistematis terkait dengan respon terhadap konsumen yang emosional (Limakrisna dan Supranto, 2007). Citra merek ialah apa yang konsumen pikir atau rasakan ketika mereka mendengarkan atau melihat nama suatu merek atau pada intinya apa yang konsumen telah pelajari tentang merek sedangkan brand equity merupakan nilai yang ditentukan oleh konsumen pada suatu merek di atas dan di luar karakteristik/atribut fungsional dari produk. Brand equity didasarkan pada posisi produk dari merek. Seorang konsumen yang percaya bahwa suatu merek menunjukkan penampilan/ kinerja superior, sangat menyenangkan untuk dipergunakan dan diproduksi oleh perusahaan yang sangat memperhatikan masalah sosial, kemungkinan besar akan bersedia membayar harga yang tinggi (premium price), bisa menjadi loyal dengan membeli berkali-kali, mengajak orang lain membeli dan memberitahukan kepada orang lain tentang kebaikan merek tersebut. Jadi salah satu sumber nilai ekonomi dari citra merek yang positif sebagai akibat perilaku konsumen terhadap item yang tersedia dengan nama merek yang terkenal. Total Buyers Satisfied buyers Repeat Purchasers Commited Custumers
Gambar 1. Creating Commited Customers is Increasingly the Focus of Marketing Strategy.
Gambar 1 mengilustrasikan komposisi pembeli sejenis merek pada suatu waktu tertentu. Dari seluruh pembeli, beberapa persen akan dipuaskan dalam pembelian. Pemasar telah mengeluarkan banyak uang dan tenaga untuk persentase ini sebesar mungkin. Alasannya ialah, sementara banyak konsumen yang tidak puas akan beralih/ berganti merek, konsumen yang puas kemungkinan besar akan tetap tinggal atau melakukan pembelian berkali-kali (berulang-ulang) dari pada konsumen yang tidak puas. Pembeli yang berulang-ulang melanjutkan membeli merek yang sama walaupun mereka kurang mempunyai keterkaitan emosional dengan pembelian itu. Loyal kepada jasa dan toko juga didefinisikan seperti di atas (sama). Jadi konsumen yang loyal kepada suatu merek (toko/jasa) atau konsumen yang berkomitmen (Commited Customers) mempunyai suatu ikatan emosional pada merek atau perusahaan. Konsumen yang menyenangi merek agak mirip dengan pertemanan atau “friendship”. 2.2 Landasan teori Teori yang berkaitan dengan kepuasan konsumen sudah sangat banyak berkembang, salah satu teori dari Paul J. Peter dan Jerry C. Olson dalam Gary Armstrong dan Philip Kotler (2009) mengungkapkan bahwa: In theory, if consumers are satisfied with a product, service, or brand, they will be more likely to continue to purchase it and tell others about their favorable experience with it. (Secara teori, jika konsumen merasa puas dengan produk, layanan, atau merek, mereka akan lebih cenderung untuk terus membeli dan
memberitahu orang lain tentang pengalaman yang menguntungkan mereka dengan produk tersebut.)
Gary Armstrong dan Phillip Kotler pun sependapat dengan Peter dan Olson. Pendapat mereka yakni : Customer form expectations about the value and satisfaction that various market offerings will deliver and buy accordingly. Satisfied customers buy again and tell others about their good experience. (Pelanggan yang harapannya tentang nilai dan kepuasan mengenai berbagai macam pasar akan memesan dan membeli secara langsung. Pelanggan yang puas akan membeli lagi dan memberitahu orang lain tentang pengalaman baik mereka.)
Kedua teori diatas, menyatakan bahwa pelanggan yang puas terhadap suatu produk, dipastikan pelanggan itu akan melakukan pembelian ulang dan hal lain yang dilakukan oleh pelanggan yang merasa puas ini adalah pemasaran dari mulut ke mulut mengenai pengalaman yang memuaskan dirinya.
Perlu diperhatikan pula bagaimana konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian produk pada suatu gerai kopi tertentu. Dalam Engel, et al (1995), terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen yaitu, pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan hasil penilaian konsumen terhadap produk yang telah dibeli.
Pengena -lan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca pembelian
Gambar 2. Tahapan-tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Proses pembelian selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan, yaitu persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Konsumen yang telah mengenali kebutuhannya akan terlibat dalam pencarian informasi yang merupakan tahapan
kedua dari proses pengambilan keputusan. Pencarian informasi
didefinisikan sebagai aktivitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan atau perolehan informasi dari lingkungan. Evaluasi alternatif didefinisikan sebagai proses dimana alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Tindakan pembelian merupakan tahap besar terakhir dari proses keputusan pembelian, dimana akan membeli dan bagaimana membayar. Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu niat dan pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu. Setelah pembelian terjadi, konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang dilakukannya. Hasil evaluasi pasca pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya.
Pemasaran dalam suatu perusahaan menghasilkan kepuasan pelanggan serta kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang sebagai kunci untuk memperoleh profit. Hal ini berlaku bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri jasa maupun industri non-jasa. Walaupun terdapat kesamaan tujuan pada kedua jenis industri tersebut, diperlukan strategi pemasaran yang berbeda untuk masingmasing jenis industri. Perbedaan strategi tersebut dipengaruhi oleh ciri-ciri dasar yang berbeda dari jenis produk yang dihasilkan (Hurriyati, 2007). Kotler (2005) mengemukakan definisi bauran pemasaran (marketing mix) sebagai berikut: “Marketing Mix is the set of marketing tools that the firm uses to persue its marketing objective in the target market”. Bauran pemasaran adalah sekumpulan alat pemasaran (marketing mix) yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran . Zeithaml dan Bitner mengemukakan definisi bauran pemasaran sebagai berikut: Marketing mix defined as the elements an organizations controls that can be used to satisfy or communicate with customers. These elements appear as core decisions variables in any marketing text or marketing plan. Hal ini berarti bauran pemasaran adalah elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumen dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen. Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa marketing mix merupakan unsur-unsur pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisir dan digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran dengan efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Konsep bauran pemasaran tradisional
(traditional marketing mix) terdiri dari 4p, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat/lokasi) dan promotion (promosi). Penelitian Terdahulu Penelitian ini tentu mempunyai acuan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu yang dapat dilihat dari Tabel 3. Tabel 3. Ringkasan Penelitian Terdahulu Tahun Penulis Judul 2005 Setyani Pengaruh Kualitas Sri Pelayanan dan Haryanti Bauran Pemasaran dan Ida Terhadap Loyalitas Dwi Nasabah dengan Hastuti Kepuasan Nasabah sebagai Variabel Intervening 2008 Usman Analisis Kepuasan Firdaus Konsumen de Excelso Mall Kelapa Gading 3, Jakarta
2009
Ivan Stanley
2009
Alfa Febrianto
Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen coffeeshop Warung Kopi serta Implikasinya terhadap Strategi Pemasaran. Analisis Sikap Konsumen Terhadap Kopi Bubuk Keong Emas di Kec. Bogor Selatan
Metode Sem (Structural Equation Modeling)
Hasil Masing-masing variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel lain.
SEM (Structural Equation Modeling) dan CSI (Costumer Satisfaction Index)
Tingkat kepuasan konsumen dalam tingkatan puas, 90% konsumen mempunyai keinginann untuk merekomendasi dan untuk strategi adalah strategi produk Atribut yang dipertahankan adalaha cita rasa, aroma, kehigenisan, perlengkapan, kesigapan pramusai, keramahan dan kesopanan, kecepatan. Atribut analisis sikap konsumen terhadap kopi bubuk yang paling penting adalah harga, merek, ketersediaan, kekentalan dan aroma.
Deskriptif, CSI (Costumer Satisfaction Index) dan Impostance Performance Analysis. Analisis Deskriptif dan Model Multi Atribut Fishbein.
Perbedaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada perusahaan dan produk yang diteliti. Meskipun beberapa penelitian sebelumnya menggunakan alat analisis yang sama, tetapi terdapat perbedaan dilihat dari kondisi penelitian. Penelitian ini juga akan sampai pada implikasi manajemen berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Variasi karakteristik konsumen akan berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dari konsumen yang meliputi tahapan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian hingga prilaku pasca pembelian. Lalu dapat dinilai tingkat kepuasan konsumen terhadap gerai kopi berdasarkan indikator dari komponen bauran pemasaran.
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran dalam memenuhi target pasarnya. Bauran pemasaran memiliki empat variabel yang dikenal dengan istilah “4 P” (place, price, product and promotion) yang saling berkaitan satu sama lain. Indikator untuk tempat adalah lokasi, fasilitas, pelayanan serta kebersihan dan kenyamanan. Indikator harga adalah kesesuaian harga dibandingkan dengan kualitas, kesesuaian harga dibandingkan dengan fasilitas dan kesesuaian harga dibandingkan dengan gengsi/image. Indikator untuk produk adalah cita rasa, kekentalan, variasi menu, dan aroma. Indikator promosi adalah papan nama/billboard, media lain selain papan nama/billboard dan brand.
Variabel-variabel bauran pemasaran tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menetapkan suatu strategi dalam usaha untuk mendapatkan posisi yang kuat di pasar. Dalam pelaksanannya, bauran pemasaran tersebut harus dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada atau bersifat fleksibel. Setelah menjadi sebuah strategi dalam pemasaran gerai kopi, bauran pemasaran juga dapat dijadikan indikatorindikator dalam penilaian tingkat kepuasan konsumen gerai kopi tersebut di Kota Medan. Tingkat kepuasan konsumen akan mempengaruhi prilaku konsumen pasca pembelian, dalam penelitian ini keinginan merekomendasi gerai kopi tersebut kepada orang lain menjadi variabel prilaku pasca pembelian.
Bauran Pemasaran : -Lokasi -Harga -Produk -Promosi
Tingkat Kepuasan Konsumen gerai kopi
Rekomendasi oleh Konsumen
Keterangan:
menyatakan kontribusi
Gambar 3: Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian 1.
Tingkat kepuasan konsumen gerai kopi di Kota Medan berada pada tingkatan sangat puas.
2.
Bauran
pemasaran
berupa
tempat,
harga,
produk
dan
promosi
mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen secara signifikan. 3.
Tingkat kepuasan konsumen mempengaruhi keinginan merekomendasi oleh konsumen gerai kopi.