BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Botani Kopi Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang, dan tingginya dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daunnya tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan ranting (Najiyati, 2008). Kopi jenis Arabika sangat baik dibudidayakan di daerah yang berketinggian 1.000 – 2.100 m dpl. Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, citarasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Karena itu, perkebunan Kopi Arabika hanya terdapat di beberapa daerah tertentu (di daerah yang memiliki ketinggian di atas 1.000 m) (Panggabean, 2011). Pada umumnya buah kopi mengandung 2 butir biji, tetapi terkadang hanya mengandung 1 butir atau bahkan tidak berbiji (hampa), karena bakal biji tidak berkembang secara sempurna. Biji terdiri dari kulit biji dan lembaga. Lembaga merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi (Najiyati, 2008). Kopi Arabika sudah dapat berproduksi pada umur 2,5 – 3 tahun. Biasanya jumlah buah kopi yang bisa dipetik pada panen pertama sangat sedikit. Jumlah tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun dan mulai mencapai puncaknya setelah berumur 7 – 9 tahun. Pada umur 7 – 9 tahun ini, produksi Kopi Arabika rata – rata mencapai 5 – 7 ku/ha/tahun (Najiyati dkk, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbaik di dunia, khususnya untuk kopi jenis Arabika. Hal ini dapat dilihat dari jumlah ekspor dari Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan eksportir komoditas kopi. Beberapa tahun terakhir, berbagai perusahaan asing telah melakukan ekspansi besar besaran untuk mendapatkan Kopi Arabika di Sumatera Utara, Aceh Tenggara, dan Sulawesi Selatan (Panggabean, 2011). Menurut Panggabean (2011), jenis kopi yang tumbuh di sebagian besar Provinsi Sumatera Utara adalah Kopi Arabika. Berbagai klon unggulan dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI), diantaranya AB3, S795, USDA 762, Kartika 1, Kartika 2, Andungsari 1, dan BP 416. Kabupaten penghasil Kopi Arabika terbaik dari Indonesia berada di Kabupaten Tapanuli Utara - Kopi Lintong, Kabupaten Mandailing - Kopi Mandheling, dan Kabupaten Gayo - Kopi Gayo. Untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik setelah betul - betul matang yaitu saat kulit buahnya sudah berwarna merah. Untuk mencapai tahap matang, kopi memerlukan waktu dari kuncup bunga 8-11 bulan untuk Robusta dan 6-8 bulan untuk Arabika (Najiyati dkk, 1997). Menurut Najiyati dkk (1997), kopi yang telah dipetik harus disortasi terlebih dahulu sebelum kopi dipasarkan, baik pemasaran dalam negeri maupun pemasaran luar negeri. Biji kopi yang disortasi menurut standar mutu yang telah ditetapkan. Standar mutu kopi ini disusun oleh Departemen Perdagangan untuk memenuhi tuntutan perkembangan pemasaran kopi dengan memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
standar mutu kopi dari berbagai negara penghasil kopi dan konsumen kopi di dunia (Najiyati dkk, 1997). Mutu kopi yang baik diperoleh dari buah kopi yang telah matang dan proses pengolahan yang tepat. Pemanenan buah kopi yang matang mempengaruhi 50% mutu kopi. Sementara itu, pengolahan pascapanen yang tepat mempengaruhi 50% mutu kopi. Karena itu, penanganan pada masing - masing proses tersebut harus dikerjakan secara tepat dan diawasi kualitasnya (Panggabean, 2011). Menurut Panggabean (2011), untuk jenis Kopi Arabika yang baik biasa disebut DP (dalam perdagangan lokal). Dalam perdagangan lokal, sebagian besar dibedakan menjadi 3 kelompok sebagai berikut grade 1 (DP) – grade 6, grade asalan, dan grade cabutan. Mutu atau Grade Kopi Arabika dapat dilihat dalam Tabel 6.
Tabel 6. Mutu Berdasarkan Nilai Cacat Mutu atau Grade Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4 Grade 5 Grade 6 Grade Cabutan Grade Asalan
Nilai Cacat 0 – 11 12 – 25 26 – 44 45 – 80 81 – 150 151 – 225 >225 Semuanya cacat
Untuk grade 1 – 6 merupakan standar internasional dari International Coffee Organization (ICO) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2907-2008 dari AEKI. Dalam perdagangan kopi lokal, terdapat istilah grade cabutan dan asalan (pexel). Grade cabutan merupakan sampah dan kotoran dari penyortiran
Universitas Sumatera Utara
grade 1 (standar ekspor). Sementara itu, kopi grade asalan merupakan sampah dari semua biji kopi dengan kondisi rusak (pecah, hitam, kisut, kecil, kulit ari, kulit tanduk, dan terdapat kotoran) (Panggabean, 2011). Dalam sejarahnya, Indonesia bahkan pernah menjadi produsen Kopi Arabika terbesar di dunia, walaupun tidak lama akibat munculnya serangan hama karat daun. Serangan hama yang disebabkan cendawan Hemileia vastatrix tersebut menyerang tanaman kopi di Indonesia sekitar abad ke-19. Meskipun demikian, sisa tanaman Kopi Arabika masih dijumpai di kantong penghasil kopi di Indonesia, antara lain dataran tinggi Ijen (Jatim), tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian atas pegunungan Bukit Barisan (Sumatera), seperti Mandailing, Lintong, dan Sidikalang (Sumut) serta dataran tinggi Gayo (DI Aceh) (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Pada tahun 2007, sejumlah petani, pengolah, eksportir, pemanggang, dan pengecer memutuskan untuk membentuk Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI), untuk memajukan dan meningkatkan kualitas kopi Arabika yang ditanam di Indonesia. Keanggotaan SCAI terbuka untuk semua orang atau organisasi yang menangani kopi Arabika asal Indonesia. Termasuk didalamnya petani perorangan, kelompok tani, pembeli, pemanggang, eksportir, pengecer, dan siapun yang bertujuan sama (Anonimus3, 2011). Kopi merupakan minuman atau bahan penyegar yang banyak dikonsumsi masyarakat, dari yang miskin sampai yang kaya. Kopi mengandung kafein, yang dalam dosis rendah (dekafein) dapat mengurangi rasa lelah dan membuat pikiran jadi segar (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Kegiatan Ekspor Di dunia perdagangan, beberapa varietas kopi yang diinginkan konsumen yaitu Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Namun, permintaan Kopi Arabika lebih tinggi dibandingkan Kopi Robusta karena rasa dan aromanya lebih unggul (Panggabean, 2011). Perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara juga berkaitan dengan corak pergeseran struktur ekonominya. Sedangkan corak pergeseran struktur ekonomi ditentukan oleh perubahan komposisi produksi (primary oriented), sektor industri (industry oriented), atau keseimbangan kedua sektor tersebut. Corak pergeseran struktur ekonomi juga ditentukan oleh perbedaan faktor timing dimana pergeseran struktur ekonomi berlangsung. Dengan demikian, terlihat adanya hubungan yang relatif erat antara pergeseran struktur ekonomi dengan corak perdagangan suatu negara (Anonimus1, 2010). Semua transaksi antar penduduk dari berbagai negara bisa digolong golongkan menjadi tiga, yakni perdagangan barang/jasa dengan barang/jasa, perdagangan barang/jasa dengan aset (berbagai macam surat berharga termasuk uang), dan perdagangan aset dengan aset. Setiap negara setiap saat melakukan ketiga macam perdagangan ini, yang masing - masing mengandung berbagai peluang keuntungan (Krugman dkk, 1994).
2.1.3 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berjudul “Analisis Dayasaing Komoditas Kopi Arabika Indonesia di Pasar Internasional” yang dilakukan oleh Jimmy Andar Siahaan (2008). Penelitian ini menjelaskan bahwa Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diekspor ke pasar dunia. Harga Kopi Arabika di pasar
Universitas Sumatera Utara
internasional jauh lebih baik dibandingkan Kopi jenis Robusta. Berdasarkan analisis kualitatif, yaitu menggunakan Teori Berlian Porter, maka dapat diketahui kondisi internal dan eksternal dalam pengusahaan Kopi Arabika. pasar internasional Kopi Arabika antar negara mengarah ke bentuk oligopoli. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata Herfindahl Index sebesar 0,15 dan CR4 sebesar 64 persen dari tahun 1996-2006. Berdasarkan hasil analisis nilai RCA, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam perdagangan Kopi Arabika di pasar internasional. Penelitian yang berjudul “Strategi Pengembangan Manggis (Garcinia mangostama L.) di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat” yang dilakukan oleh Ning Wisma Utami (2008) dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa analisis lingkungan strategis (faktor internal dan faktor eksternal) dan analisis SWOT yang dilakukan, strategi prioritas Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang dapat dilakukan saat ini adalah memanfaatkan potensi daerah (lahan dan SDM) untuk meraih peluang pasar manggis dan mengalokasikan anggaran APBN dan APBD untuk mengeliminir kelemahan guna meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Penelitian yang dilakukan oleh Tiur Mariani Sihaloho (2009) berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara”. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, yang meliputi analisis internal dan eksternal (IFE dan EFE Matriks), analisis SWOT dan analisis QSPM, maka menghasilkan beberapa alternatif strategi yaitu: 1) meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan dan memperluas usahatani kopi yang berkualitas dan jaringan pemasaran, 2)
Universitas Sumatera Utara
membentuk dan membina lembaga penelitian untuk R&D serta mendukung asosiasi kopi, 3) menguatkan modal untuk usaha agribisnis dan memperluas jaringan pemasaran kopi, 4) mengembangkan kopi organik, meningkatkan mutu kopi melalui pasca panen yang baik, dan membuat peraturan bagi mitra usaha, 5) melakukan pembinaan, pengembangan pemberdayaan kelembagaaan dan manajemen usahatani, 6) memperbaiki rantai pemasaran kopi melalui lembaga yang terkait, dan 7) menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor. Elza Maisiana (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Strategi Pemasaran dan Prospek Pengembangan Usaha Produk Beras PT Bintang Sejahtera Buana (BSB) Jakarta” yang menggunakan salah satu alat analisis yaitu analisis SWOT. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa nilai IFE yang diperoleh dari PT BSB sebesar 2,803 dan nilai EFE sebesar 3,518. Perpaduan dari kedua nilai tersebut dalam matriks IE menunjukkan bahwa strategi pemasaran terletak pada kluster II, yaitu sel tumbuh dan bina. Penelitian yang berjudul “Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Medan” yang dilakukan oleh Eko Ariston Manik (2010) dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT dan melakukan pembobotan dengan cara tehnik komparasi berpasangan dengan memakai pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1991) pada menggunakan model AHP (Analytical Hierarchy Process) yaitu membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu tingkat hirarki berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Strategi Perusahaan dan Keunggulan Kompetitif Perkembangan ekonomi, teknologi, dan persaingan meningkatkan keunggulan kompetitif yang dapat diperoleh perusahaan agar dapat mengenali dan mendayagunakan antarhubungan (interrelationship) diantara sejumlah bisnis berbeda tetapi berkaitan. Perusahaan dapat mencapai pertumbuhan dengan tetap konsentrasi pada bisnisnya yang sekarang melalui strategi integrasi yaitu strategi vertikal dan strategi horizontal. Strategi horizontal adalah konsep kelompok, sektor, dan perusahaan berdasarkan keunggulan bersaing, bukan pertimbangan keuangan atau persepsi pasar saham (Porter, 1992). Contoh strategi horizontal yaitu dampak AEKI (Asosiasi Eksportir & Industri Kopi Indonesia) terhadap perkembangan ekspor kopi. AEKI menjadi sangat penting keterkaitannya dengan pemerintah, terutama dengan Disperindag. Beberapa program telah dilaksanakan bersama - sama pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas dan kualitas kopi pada perkebunan rakyat guna memperbaiki citra perkopian Indonesia di dunia perdagangan. AEKI berfungsi untuk menjembatani antara pembuat kebijakan pemerintah dengan pihak swasta sebagai pelaksana usahanya. Strategi vertikal terjadi jika perusahaan mengambil alih fungsi yang sebelumnya disediakan oleh supplier (backward integration-hulu) atau oleh distributor (forward integration-hilir). Langkah strategi merupakan strategi yang masuk akal bagi perusahaan yang mempunyai posisi bersaing kuat (pangsa pasar yang kuat) dalam industri yang tumbuh dengan cepat (higly attractive industry) (Simbolon, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Contoh strategi vertikal yaitu eksportir mengambil kopi dari petani dan pengolah. Eksportir mencari petani yang memiliki usahatani Kopi Arabika, dengan harga yang rendah sehingga akan mampu memberikan konstribusi laba yang diharapkan. Definisi strategi generik menurut Porter (1992) adalah suatu pendekatan strategi perusahaan dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri sejenis, dengan alasan untuk memenangkan persaingan. Walaupun produk yang dihasilkan sejenis, tetapi antar perusahaan menginginkan produk mereka yang unggul di pasaran. Tiga pilihan strategi generik yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. a.
Keunggulan biaya Strategi penekanan harga menitikberatkan pada upaya perusahaan untuk
menekan ongkos produksi serendah mungkin sebagai basis persaingan. Strategi keunggulan biaya, dimana perusahaan memilih para pemasok yang paling efisien atau yang menawarkan produk yang tidak terlalu mahal, untuk menekan biaya produksi, promosi maupun riset. b.
Diferensiasi Perusahaan melakukan diferensiasi dengan sendirinya jika perusahaan
tersebut dapat memiliki keunikan produk dibandingkan para pesaingnya yang dinilai penting oleh pembeli. Diferensiasi yang dilakukan perusahaan akan menarik sekelompok besar pembeli pada industri bersangkutan atau hanya kepada sekelompok kecil pembeli yang memiliki kebutuhan khusus. Misalnya: adanya Kopi
Arabika
specialty
menarik
perhatian
pembeli
(buyer)
karena
keistimewaannya terdapat pada rasa dan aroma yang khas. Kopi Arabika specialty
Universitas Sumatera Utara
hanya dimiliki oleh Indonesia, sehingga komoditi ini menjadi komoditi unggulan di pasar internasional. Komoditi unggulan memiliki daya saing yang tinggi, dilihat dari mutu, harga, dan daya tahan sesuai dengan selera dan daya beli importir. c.
Fokus Strategi fokus mempunyai dua varian., yaitu fokus biaya dan fokus
diferensiasi. Dalam fokus biaya perusahaan berusaha mencapai keunggulan biaya dalam segmen targetnya, sedangkan dalam fokus diferensiasi perusahaan berusaha mencapai diferensiasi dalam segmen targetnya. Fokus biaya memanfaatkan perbedaan perilaku biaya pada segmen tertentu, sedangkan fokus diferensiasi memanfaatkan kebutuhan khusu pembeli pada segmen tertentu. Perusahaan pesaing mungkin kurang mampu memenuhi kebutuhan khusus bagian tertentu, dan ini membuka peluang bagi perusahaan untuk melakukan fokus diferensiasi.
2.2.2 Matriks SWOT Strategi merupakan respon secara terus - menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Strategi dapat dikatakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing (Rangkuti, 2008). Matriks SWOT adalah suatu alat yang dapat menunjukkan keadaaan suatu perusahaan dan kedudukannya dalam persaingan. Matriks ini digunakan sebagai alat bantu dalam merumuskan siasat - siasat berdasarkan peluang - peluang, ancaman - ancaman, kekuatan - kekuatan, dan kelemahan - kelemahan yang sudah ditetapkan melaui kajian SWOT (Pardede, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Matriks SWOT adalah teknik popular yang bersejarah dimana manajer menciptakan situasi strategis perusahaan. Itu diasumsikan bahwa strategi efektif berasal dari kecocokan antara kemampuan internal perusahaan (strength dan weakness) dan situasi eksternalnya (opportunity dan threat) (Pearce II dkk, 2009). Menurut Rangkuti (2008), analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing - masing. Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu : 1.
Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini.
2.
Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini.
3.
Opportunity (O), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan.
4.
Threat (T), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa depan. Menurut Rangkuti (2008), hasil analisis pada tabel matriks faktor strategis
internal dan faktor strategis eksternal dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut : 1. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan sumbu vertikal (y) menunjukkan peluang dan ancaman.
Universitas Sumatera Utara
2. Posisi perusahaan ditentukan dengan hasil sebagai berikut : a. Kalau peluang lebih besar daripada ancaman, maka nilai y>0 dan sebaliknya kalau ancaman lebih besar daripada peluang maka nilainya y<0. b. Kalau kekutan lebih besar daripada kelemahan, maka nilai x>0 dan sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan maka nilai x<0.
Faktor Eksternal Y (+) Kuadran I Strategi Agresif
Kuadran III Y Strategi Turn - Around (+) X (–) X(-)
X (+)
X(+)
Kuadran IV Strategi Defensif
F a k t o r I n t e r n a l
Kuadran II Strategi Diversifikasi
Y (–)
Gambar 1. Matriks Posisi dalam SWOT
Kuadran I •
Merupakan posisi menguntungkan.
•
Perusahaan
mempunyai
peluang
dan
kekuatan
sehingga
ia
dapat
memanfaatkan peluang secara maksimal.
Universitas Sumatera Utara
•
Seyogiayanya dapat menerapkan strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
Kuadran II •
Meskipun
menghadapi
berbagai
ancaman,
perusahaan
mempunyai
keunggulan sumber daya. •
Perusahaan-perusahaan pada posisi seperti ini menggunakan kekuatannya untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
•
Dilakukan dengan penggunaan diversifikasi produk atau pasar.
Kuadran III •
Perusahaan menghadapi peluang besar tetapi sumber dayanya lemah, karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal fokus strategi perusahaan pada posisi seperti inilah dapat meminimalkan kendala-kendala internal perusahaan.
Kuadran IV •
Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan
•
Perusahaan menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumberdaya yang dimiliki mempunyai banyak kelemahan
•
Strategi yang diambil: defensif, penciutan dan likuidasi. Menurut Jatmiko (2004), matriks SWOT adalah suatu alat yang penting
untuk membantu para pemimpin mengembangkan tipe strateginya yang terdiri dari 4 kemungkinan yaitu strategi Kekuatan – Peluang (SO), strategi Kelemahan – Peluang (WO), strategi Kekuatan – Ancaman (ST), dan strategi Kelemahan –
Universitas Sumatera Utara
Ancaman (WT). Matriks TOWS atau matriks SWOT (Strength (S), Weakness(W), Opportunity (O), Threat (T)) dapat dilihat dalam Tabel 7.
Tabel 7. Matriks SWOT Kekuatan Strength (S)
Kelemahan Weakness (W)
Strategi SO
Strategi WO
Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada
Memperkecil kelemahan agar dapat memanfaatkan peluang yang ada
Strategi ST
Strategi WT Memperkecil kelemahan untuk menghindari ancaman
IFAS EFAS
Peluang Opportunity (O)
Ancaman Threat (T)
Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Menurut Rangkuti (2008), matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, yaitu : a. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar - besarnya. b. Strategi ST Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
d. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
2.3 Kerangka Pemikiran Kopi Arabika merupakan salah satu varietas kopi yang dibudidayakan di seluruh dunia, yang sangat diminati di kalangan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri dengan keunggulannya dalam rasa dan aroma yang nikmat. Kini Kopi Arabika telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia. Salah satu Kopi Arabika yang terkenal di pasar dunia adalah Kopi Arabika Sumatera Utara. Permintaan pasar dunia terhadap Kopi Arabika Sumatera Utara mendorong peningkatan jumlah eksportir kopi di Sumatera Utara. Eksportir eksportir kopi berpeluang memenuhi permintaan pasar, baik konsumsi lokal maupun ekspor. Namun, kopi tersebut lebih banyak diekspor ke luar negeri karena dipengaruhi oleh volume ekspor dan pasar tujuan ekspor. Oleh karena itu, ekspor Kopi Arabika perlu dikembangkan dengan memperhatikan faktor - faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Namun tahun ini, timbul permasalahan permintaan Kopi Arabika Sumatera Utara yang menurun dari luar negeri. Potensi perusahaan yang belum dimaksimalkan dan diiringi dengan permasalahan yang muncul menjadi salah satu alasan untuk menyusun strategi pengembangan ekspor. Strategi pengembangan ekspor ini dianalisis dengan menggunakan matriks SWOT dan melihat posisi eksportir melalui matriks posisi.
Universitas Sumatera Utara
Secara ringkas dapat dilihat dalam Gambar 2.
Kopi Arabika Sumatera Utara
Eksportir Kopi Arabika Sumatera Utara
Konsumsi Lokal
Ekspor
Pengembangan Ekspor • Volume Ekspor • Pasar Tujuan Ekspor
Faktor Internal
Kekuatan (Strength)
Kelemahan (Weakness)
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunity)
Ancaman (Threat)
Strategi Pengembangan Ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara • Matriks SWOT • Matriks Posisi
Keterangan : : Menyatakan hubungan Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara