BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka Perikanan ialah segala usaha penangkapan, budidaya ikan serta pengolahan sampai pemasaran hasilnya. Penangkapan adalah kegiatan menangkap atau mengumpulkan ikan/binatang air lainnya/tanaman liar yang hidup di laut/perairan umum secara bebas dan bukan/milik perseorangan. (Mubyarto, 1994). Perikanan berdasarkan tempat ekosistemnya terbagi 2 yaitu; perikanan laut (bersifat ekstraktif) dan perikanan darat di air tawar (bersifat budidaya). Pada perikanan darat ini ada juga yang bersifat ekstraktif yaitu penangkapan di perairan umum. (Tarigan K. dan Lily Fauzia, 2006).
2.1.1. Tinjauan Biologi Ikan bilih atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat. (Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A.S, 2008).
Gambar 1. Ikan Bilih Segar dari Danau Toba
18
Bentuk badan ikan bilih sangat mirip dengan kerabatnya, ikan genggehek (Jawa Barat) atau wader (Jawa Tengah dan Timur), yaitu Mystacoleucus marginatus yang banyak terdapat di perairan umum Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan ini juga mirip dengan ikan wader cakul (Jawa Tengah dan Timur), beunteur (Jawa Barat) atau pora-pora (Sumatera Utara), yaitu Pontius binotatus. Oleh karena sejak tahun 1990-an, ikan pora-pora di Danau Toba tidak pernah tertangkap lagi, maka masyarakat sekitar Danau tersebut menyebut ikan bilih sebagai ikan porapora yang sebenarnya adalah ikan bilih terus melekat dan populer sampai sekarang. (Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A.S, 2008).
Ikan bilih melakukan reproduksi atau pemijahan dengan cara menyongsong aliran air di sungai yang bermuara di danau. Induk jantan dan betina berruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus air ke arah sungai berkisar antara 0,3-0,6 m/detik dan dangkal dengan kedalama air antara 10-20 cm. Habitat pemijahan ikan bilih adalah perairan sungai yang jernih dengan suhu air relatif rendah, berkisar antara 24,0-26,0°C, dan dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir. Dalam hal ini, faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampainya di habitat pemijahan tersebut, ikan bilih betina melepaskan telur dan bersamaan dengan itu juga ikan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur tersebut. Telur ikan bilih yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam berada di dasar sungai untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau. (Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A.S, 2008).
19
Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi pada suhu air antara 27,0-28,0°C dan larvanya berkembang di danau menjadi dewasa. Populasi ikan bilih memijah setiap hari sepanjang tahun, mulai dari sore hari sampai dengan pagi hari. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari mulai jam 5.00 sampai 9.00, seperti diperlihatkan dengan banyaknya telur yang dilepaskan. Pemijahan ikan bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu periode pemijahannya. Jumlah telur yang dikeluarkan (fekunditas) ikan bilih berkisar antara 3.654-14.561 butir telur dengan rata-rata 7.580 butir per induk. (Kartamihardja, E.S., 2009)
Masalah Penanganan Ikan Segar Proses kerusakan ikan berlangsung cepat di daerah beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi. Proses tersebut makin dipercepat dengan praktekpraktek pemanenan yang tidak baik, cara penanganan yang kurang tepat, sanitasi dan higiena yang tidak memadai, terbatasnya sarana distribusi dan sistem pemasaran, dan sebagainya. Masalahnya, di negara-negara berkembang tropis seperti Indonesia, seringkali ikan ditangkap dan didaratkan tanpa pemberian es yang memadai. (Wibowo, S. 2009).
2.1.2. Tinjauan Ekonomi Sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan adalah sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi. Hal ini dapat dicirikan dengan efisiensi yang tinggi mampu merespon perubahan pasar secara cepat dan efisien, menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, menggunakan inovasi teknologi sebagai sumber
20
pertumbuhan dan produktivitas dan nilai tambah. Hal ini dapat disikapi dengan pembangunan industri hulu dan industri hilir pertanian yang dapat memperbaiki sistem dan prospek pertanian ke arah yang berpotensi positif. (Daniel, 2002).
Menurut Sunarno, MD. (2008), pentingnya ikan bagi manusia, yaitu: − Ketahanan Pangan, a. Ikan mengandung protein tinggi (40-70%) dan kolesterol rendah. b. Ikan mudah diperoleh karena kelayakan air melimpah di negara tropis − Mata pencaharian masyarakat, − Pendapatan masyarakat dan pemerintah, a. Kebutuhan manusia kompleks dan perlu adanya transaksi antar individu atau kelompok, − Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Diversifikasi pemanfaatan ikan bilih perlu dilakukan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Tak hanya sekedar dipasarkan dalam bentuk basah atau dikeringkan saja, tetapi dapat juga diolah menjadi berbagai produk lain. Teknologi yang diperlukan cukup sederhana dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Jika produk-produk semacam ini dapat dikembangkan, maka dapat dijadikan produk spesifik dan andalan daerah. Terlebih Danau Toba adalah daerah wisata yang sangat terkenal di dalam maupun di luar negeri. (Purnomo, K., 2009).
Menurut Wibowo, S (2009) ada beberapa cara pengolahan yang dapat dilakukan pada ikan bilih, antara lain: a. Pengeringan ikan bilih (pengasinan) b. Pengolahan dendeng ikan bilih
21
c. Pengolahan bakso ikan bilih d. Pengolahan kerupuk ikan bilih e. Pengolahan ikan bilih.
2.2. Landasan Teori Usahatani adalah kegiatan mengorganisasi (mengelola) aset dan cara dalam pertanian. Usaha pertanian lebih diartikan sebagai suatu modal besar dan mempunyai tenaga administrasi disamping membutuhkan atau membayar tenaga kerja lapangan. Kegiatan ini dikelola dengan tujuan utama mencari keuntungan semaksimal mungkin. (Daniel, 2002).
Menurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. TR = Y . Py Dimana :
TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh Py = Harga jual Y
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pd = TR-TC Dimana:
Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu : biaya tetap (fixed cost dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun
22
produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi, besar biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap ini beragam dan kadangkala tergantung dari peneliti apakah mau memberlakukan variabel itu sebagai biaya tetap atau biaya variabel. Disisi lain, biaya variabel biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. (Soekartawi, 1995).
Untuk mengetahui kelayakan usaha penangkapan ikan bilih ini dianalisis dengan metoda analisis R/C. Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang kadang-kadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan si peneliti. (Soekartawi, 2002).
Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis anggaran parsial. Indikator analisis yang dipakai adalah R/C yang merupakan singkatan dari Return Cost Ratio. Soekartawi (1995) menyebutkan bahwa R/C ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut : Py . Y RC Ratio = TC R = Py.Y TC = FC + VC
Keterangan : R = Penerimaan
Y
= Jumlah Produksi/tangkapan
TC = Biaya Total
FC
= Biaya tetap (fixed cost)
Py = Harga
VC
= Biaya tidak tetap (variabel cost)
23
Kriteria : a > 1 maka dikatakan layak, a < 1 maka dikatakan tidak layak dan a = 1 maka dikatakan impas (tidak untung maupun merugi) Strategi pengembangan perikanan yang berwawasan agribisnis pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis, merupakan suatu upaya sangat penting untuk mencapai tujuan, yaitu : a. Menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor perikanan. b. Menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien, efektif dan fleksibel. c. Menciptakan nilai tambah. d. Menciptakan penerimaan devisa. e. Menciptakan lapangan kerja. (Pusat Riset Perikanan Budidaya, 2000).
Menurut Kartamihardja, E.S. (2009), ada beberapa alasan mengapa ikan bilih hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena: a. Di danau toba tersedia makanan ikan bilih yang berupa pankton, detritus dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain, b. Ikan bilih termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthic) maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagic). c. Ikan bilih tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain di danau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya. d. Menggantikan ikan pora-pora yang populasinya sudah menurun/tidak tertangkap lagi sejak 1990.
24
e. tempat hidup ikan bilih 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak. f. Tempat pemijahan ikan bilih yang berupa sungai yang masuk ke Danau Toba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau Singkarak (6 sungai).
Menurut Purnomo, K. (2009), ikan bilih pada umumnya ditangkap di daerah sekitar muara-muara sungai, misalnya: sungai Sipiso-piso (Tongging), sungai Naborsahan (Ajibata), sungai Sisodang (Tomok), sungai Simangira dan sungai Silang (Bakara), sungai di Hatinggian (Balige) dan sungai di daerah Silalahi II.
Menurut Purnomo, K. (2009) juga, ada beberapa alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan bilih yaitu; gillnet/jaring insang/doton (ukuran mata jaring 1,25 inci), bubu, jala, pancing, bagan/sulangat, setrum, racun/tuba, bahan peledak/bom dan lainnya. Adapun tujuan pengelolaan perikanan tangkap adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi dalam keadaan mantap yaitu mendekati tingkat potensi produksi ikannya dan melestarikan lingkungan sumber daya ikan.
Ada beberapa teknik dalam pengelolaan perikanan tangkap di Danau Toba menurut Purnomo, K (2009), yaitu : a. Penetapan suaka perikanan di muara-muara sungai seperti Sungai Sipangolu, Sungai Sipiso-piso, Sungai Sisodang dan Sungai Naborsahan untuk melindungi ikan bilih yang memijah. b. Pengaturan alat tangkap baik jenis maupun jumlahnya c. Pengaturan ukuran ikan bilih yang tertangkap, misal tidak boleh berukuran lebih kecil dari 8 cm.
25
d. Pengembangan penanganan hasil tangkapan untuk meningkatkan nilai tambah produk dan pemasaran. e. Pengembangan kelembagaan kelompok nelayan.
Menurut Purnomo K (2009), pengaturan penangkapan yang ramah lingkungan di Danau Toba meliputi : a. Pembatasan ukuran mata jaring (minimal 2 inci) yang bertujuan agar tangkapan maksimum dan kelestarian stok ikan terjamin, b. Pelarangan waktu dan lokasi penangkapan (kaitannya dengan musim pemijahan kebanyakan ikan dan daerah perlindungan yang merupakan tempat pemijahan ikan), c. Penerapan sistem lisensi (perjanjian menggunakan alat tangkap), d. Pemasangan alat tangkap harus sesuai dengan tata ruang pemanfaatan perairan (misalnya: jangan memasang alat tangkap doton dan bagan di jalur transportasi yang telah ditetapkan, dekat lokasi wisata/hotel), e. Tidak boleh menggunakan alat tangkap yang sifatnya mencegat secara total ruaya ikan bilih ke hulu, f. Tidak boleh menangkap ikan memakai alat setrum/aliran listrik, racun/tuba dan bahan peledak, g. Tidak boleh memasang doton dan atau bagan dengan mata jaring kurang dari 2 inci, h. Jangan menangkap ikan di daerah suaka.
26
2.3. Kerangka Pemikiran Analisis usaha penangkapan ikan bilih di Danau Toba adalah analisis mengenai kelayakan
pengelolaan
perikanan
tangkap
untuk
meningkatkan
dan
mempertahankan produksi dalam keadaan baik yaitu mendekati tingkat potensi produksi ikannya dan melestarikan lingkungan sumber daya ikan. Usaha penangkapan ikan bilih ini cukup prospektif, karena merupakan primadona baru dalam dunia perikanan di Danau Toba yang memiliki nilai jual yang istimewa. Hal ini didukung karena kini ikan ini sudah langka di daerah asal.
Karena dianggap datangnya tiba-tiba, produksi ikan bilih melejit pada tahun 2005 ikan bilih ini dianggap sebagai ikan ”anugerah” yang tumbuh menjadi salah satu penopang utama ekonomi masyarakat. Masalah pun muncul seiring dengan upaya eksploitasibesar-besaran yang dilakukan oleh nelayan tanpa mengindahkan kelestariannya. (Wibowo, S. 2009).
Adapun tujuan pengelolaan perikanan tangkap adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi dalam keadaan baik yaitu mendekati tingkat potensi produksi ikannya dan melestarikan lingkungan sumber daya ikan.
Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2 yang ada di bawah ini.
27
Ikan Bilih
Sistem Penangkapan Ikan Bilih
Tingkat Produksi Tangkapan Ikan Bilih
Harga
Pasar
Penerimaan Ikan Bilih
Biaya Penangkapan
Pendapatan Ikan Bilih
Kelayakan Usaha: (Analisis R/C)
Layak
Keterangan :
Kontribusi terhadap Total Pendapatan Keluarga (%)
Tidak Layak
menyatakan hubungan/pengaruh
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran
28
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan identifikasi masalah-masalah penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu: 1. Usaha penangkapan ikan bilih layak dijalankan di daerah penelitian. 2. Kontribusi pendapatan ikan bilih cukup besar terhadap pendapatan keluarga.
29