BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja yang digunakan, (4) banyaknya pupuk yang digunakan, (5) banyaknya pestisida yang digunakan, (6) keadaan pengairan, (7) tingkat pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, (8) tingkat kesuburan tanah, (9) iklim atau musim, dan (10) modal yang tersedia (Tohir, 1991). Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar atau perkebunan, kehutanan, peternakan, dan sebagainya. Pembedaan ini penting karena apayang dikenal sebagai tenaga kerja dalam usahatani tidak sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian tenega kerja dalam perusahaan-perusahaan perkebunan (skala besar). Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan (Mubyarto, 1991). Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya
8
penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk (Suratiyah, 2009). Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah : 1. Tersedianya tenaga kerja Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja. 2. Kualitas tenaga kerja Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alatalat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
3.
Jenis kelamin Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4. Tenaga kerja musiman Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman. (Soekartawi, 2003). Produktivitas tenaga kerja yang tinggi akan menunjukkan penekanan input produksi yang efisien bagi usahatani karena tingkat produksi yang tinggi akan dicapai tenaga kerja. Efisiensi kerja dipengaruhi oleh luas areal, cara budidaya, pendidikan, keterampilan, dan pola konsumsi. Makin luas usahatani, maka pengelolaan kerja dapat diusahakan seoptimal mungkin (Daniel, 2002). Penelitian tentang optimasi penggunaan tenaga kerja dan uji beda penggunaan tenaga kerja dalam dan tenaga kerja luar keluarga pada komoditas usaha tani lainnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti penelitian pada tanaman padi yang dilakukan oleh Jones T. Simatupang (2006). Di dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada penelitian tersebut sudah berlebihan (tidak optimum), maka diperlukan pengurangan tenaga kerja agar memperoleh pendapatan bersih (keuntungan) yang maksimum bagi
petani padi pada penelitian tersebut. Selain itu, pencurahan tenaga kerja dalam keluarga secara nyata lebih besar daripada pencurahan tenaga kerja luar keluarga.
2.2. Landasan Teori
Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja yang digunakan, (4) banyaknya pupuk yang digunakan, (5) banyaknya pestisida yang digunakan, (6) keadaan pengairan, (7) tingkat pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, (8) tingkat kesuburan tanah, (9) iklim atau musim, dan (10) modal yang tersedia (Tohir, 1991). Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar atau perkebunan, kehutanan, peternakan, dan sebagainya. Pembedaan ini pentingkarena apayang dikenal sebagai tenaga kerja dalam usahatani tidak sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian tenega kerja dalam perusahaan-perusahaan perkebunan (skala besar). Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan (Mubyarto, 1991). Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, dengan tidak atau menerima upah. Tenaga kerja ini
merupakan faktor yang penting dalam usahatani, khususnya tenaga kerja petani dan anggota keluarganya (Tohir, 1983). Tenaga kerja dalam usaha pertanian rakyat harus dibedakan dengan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian. Dalam usaha pertanian rakyat, tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah, istri, dan anak-anak. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang. Tohir (1983) menyatakan bahwa tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja keluarga banyak dipakai dalam usaha tani skala kecil, pembagian kerja dalam keluarga didasarkan atas tradisi dan perbedaan-perbedaan fisik. Pemakaian tenaga kerja luar keluarga berkaitan erat dengan besarnya usaha. Setiap usaha pertama-tama mengerahkan tenaga kerja keluarga, setelah dirasa tidak mencukupi maka diambil tenaga kerja luar keluarga.
Hernanto (1989)
menyatakan bahwa tenaga kerja luar hanya sebagai bantuan, khususnya untuk kegiatan atau pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih dari potensi tenaga kerja yang dimiliki petani. Menurut Teori Skala Produksi (Theory of Scale), semakin besar skala pertanian, maka akan semakin efisien usahatani tersebut. Pengukuran skala usahatani salah satunya adalah penguasaan lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi. Sehingga dalam teori ini, semakin sempit lahan usaha maka akan semakin kurang efisiensi usahatani tersebut (Daniel, 2002).
Pada umumnya dalam proses produksi terutama produksi biologis tunduk kepada suatu hukum yang disebut The Law of Diminishing Return (LDR) atau hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang, yang berbunyi “Bila satu faktor produksi ditambah terus dalam suatu proses produksi, cateris paribus, maka mula-mula akan terjadi kenaikan hasil, kemudian angka kenaikan hasil itu menurun, lalu kenaikan hasil nol dan akhirnya kenaikan hasil negatif”. Hukum ini dalam fungsi produksi tergolong single variable atau jumlah variabel X adalah satu. LDR berlaku di sektor pertanian dan luar pertanian (Tarigan, 2007). Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi non-linier (Soekartawi,1990). Optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Efisiensi penggunaan tenaga kerja dapat diperhitungkan sebgai upaya penggunaan input tenaga kerja yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Kondisi efisien menghendaki NPMx sama dengan harga tenaga kerja per HKP (Px), atau dapat dituliskan: NPMx = Px NPMx =1 Px
Dimana NPMx adalah nilai produk marginal tenaga kerja (Soekartawi, 2002). Untuk menguji perbedaan pencurahan tenaga kerja dalam keluarga dan pencurahan tenaga kerja luar keluarga digunakan analiss uji beda rata-rata sampel bebas (satu pihak), atau dapat ditulis:
th =
X1 − X 2 S1 / n1 + S 2 / n2 2
2
(Sudjana, 2005)
2.3. Kerangka Pemikiran
Dalam mengelola usahatani, kesediaan faktor produksi yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen sangat diperlukan untuk dapat menentukan lancar atau tidaknya suatu usahatani tersebut. Dalam hal ini, penelitian hanya dibatasi pada faktor produksi tenaga kerja yang pada prakteknya diperlukan tenaga kerja yang produktif dalam mengelola usahatani. Di dalam pencurahan tenaga kerja terdapat dua jenis pencurahan tenaga kerja, yaitu pencurahan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan pencurahan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dari dua jenis pencurahan tenaga kerja tersebut penulis menggunakan analisis uji beda untuk mengetahu pencurahan tenaga kerja yang nyata lebih besar. Dalam menjalankan usahataninya, petani harus dapat mengalokasikan tenaga kerja yang tersedia dengan sebaik dan seefisien mungkin dengan tujuan untuk
menghasilkan produksi yang optimal. Optimalisasi tenaga kerja di sini artinya adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh petani untuk menemukan kombinasi tenaga kerja yang baik sehingga diperoleh produksi yang maksimal sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja tersebut. Dalam penelitian ini, usaha tani kopi Arabika dibagi menjadi 2 bagian yaitu usaha tani skala sempit ( < 1 ha lahan) dan usaha tani skala luas ( > 1 ha lahan). Untuk mengusahakan tanaman kopi Arabika, petani menggunakan tenaga kerja. Dari penggunaan tenaga kerja ini, petani membayar upah yang kemudian dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja. Dalam usaha tani kopi Arabika, penggunaan tenaga kerja dalam jumlah tertentu menghasilkan produksi kopi Arabika. Setelah produksi dikalikan dengan harga output (kopi Arabika), maka petani memperoleh penerimaan. Setelah penerimaan dikurangi dengan biaya tenaga kerja dan biaya lainnya, akan diperoleh pendapatan bersih. Dari pendapatan bersih ini, akan dilihat tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja apakah sudah optimal atau belum. Tingkat optimasi tenaga kerja akan tercapai pada saat produk marginal sama dengan produk rata-rata, sehingga elastisitas produksi (EP) = 1. Tingkat optimasi tenaga kerja maksimal apabila nilai produk marginal sama dengan nilai input produksi. Nilai NPM lebih besar daripada Px, maka penembahan tenaga kerja masih menguntungkan, sebaliknya apabila NPM lebih kecil daripada Px maka penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi. Secara singkat optimalisasi tenaga kerja pada usahatani kopi Arabika dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran berikut ini:
Usahatani Kopi Arabika
Usahatani Skala sempit
Usahatani Skala luas
TKLK Tenaga Kerja TKDK Tingkat Optimasi
Melebihi Optimal
Optimal
Belum Optimal
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : : Menyatakan hubungan : Menyatakan pengaruh
Hipotesis Penelitian
1. Pencurahan tenaga kerja dalam keluarga secara nyata lebih besar daripada pencurahan tenaga kerja luar keluarga. 2. Tingkat optimasi tenaga kerja di daerah penelitian < 1. 3. Tingkat optimasi tenaga kerja di daerah penelitian pada petani yang berusahatani kopi Arabika skala luas lebih besar dari usahatani kopi Arabika berskala kecil.