BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Menurut Agus Harjito dan Martono (2010:4) mengemukakan bahwa Manajemen Keuangan adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola aset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Selanjutnya Sartono (2010:6) menyatakan bahwa manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen baik yang berkaitan dengan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan adalah bagaimana perusahaan memperoleh dana dan mengalokasikan dana secara efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan berhubungan dengan bermacam-macam keputusan, seperti mencari dana, mngelola dana dalam bentuk investasataupun dalam menentukan berapa besar dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Menurut Agus Harjito dan Martono (2010:4) terdapat tiga fungsi manajemen keuangan yaitu:
10 Universitas Sumatera Utara
1.
Keputusan Investasi (Investment Decision)
Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aktiva apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi ini merupakan keputusan yang paling penting di antara ketiga fungsi lainnya. Hal ini karena keputusan investasi berpengaruh secara langsung terhadap besaranya investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu yang akan datang. Rentabilitas investasi (Return On Investment) merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba yang dihasilkan oleh suatu investasi. 2.
Keputusan Pendanaan (Financing Decision)
Keputusan pendanaan menyangkut beberapa hal. Pertama, keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal sendiri. Kedua, penetapan perimbangan pembelanjaan yang terbaik atau sering disebut struktur modal yang optimum. Oleh karena itu perlu ditetapkan apakah perusahaan menggunakan sumber modal ekstern yang berasal dari hutang dengan menerbitkan obligasi, atau menggunakan modal sendiri dengan menerbitkan saham baru sehingga beban biaya modalyang ditanggung perusahaan minimal. 3.
Keputusan Pengelolaan Aser (Asset Managing Decision)
Manajer keuangan bersama manajer-manajer lain di perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai tingkatan operasi dari aset-aset yang ada. Pengalokasian dana yang digunakan untuk pengadaan dan pemanfaatan aset menjadi tanggung jawab manajer keuangan.
11 Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Tujuan Manajemen Keuangan
Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan nilai kekayaan para pemegang saham, yang berarti meningkatkan nilai perusahaan yang merupakan ukuran nilai objektif oleh publik dan orientasi pada kelangsung hidup perusahaan. Nilai kekayaan dapat dilihat melalaui perkembangan harga saham (common stock) perusahaan di pasar. (Harmono, 2011:1) Menurut Agus Harjito dan Martono (2010:3) tujuan perusahan terbagi menjadi 3 macam, yaitu: 1.
Mencapai atau memperoleh laba maksimal untuk kemakmuran pemilik
perusahaan. 2.
Menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going concern)
3.
Mencapai kesejahteraan masyarakat sebagai tanggung jawab sosial
perusahaan 2.2 Obligasi 2.2.1 Pengertian Obligasi Obligasi merupakan sertifikat atau surat berharga yang berisi kontrak antara investor sebagai pemberi dana dengan penerbitnya sebagai peminjam dana (Tandelilin, 2010:40). Sedangkan menurut Jogiyanto (2010:152) obligasi (bond) dapat didefinisikan sebagai utang jangka panjang yang akan dibayar kembali pada saat jatuh tempo dengan bunga yang tetap jika ada. Obligasi memiliki empat karakteristik utama yaitu nilai pari, tingkat bunga kupon, tanggal jatuh tempo, dan provisi penebusan (Brigham dan Houston, 2006: 347). Investasi obligasi tidak terlepas dari risiko. Menurut Sutedi (2009:79), terdapat delapan risiko dalam investasi obligasi meliputi risiko suku bunga, risiko
12 Universitas Sumatera Utara
reinvestasi, default risk, call risk, risiko inflasi, risiko kurs valuta asing, risiko likuiditas, dan event risk. 2.2.2 Karakteristik Obligasi Menurut Keown et al. (2011: 236) beberapa karakteristik dari obligasi yang biasa didengar adalah sebagai berikut: 1. Klaim Terhadap Aset-aset dan Penghasilan Perusahaan Obligasi juga mempunyai klaim terhadap penghasilan yang akan datang atas saham biasa dan saham preferen. Secara umum, jika bunga obligasi tidak dibayar, badan pengawas obligasi dapat menggolongkan perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang tidak mampu membayar hutang dan terpaksa perusahaan tersebut menjadi bangkrut. Dengan demikian, klaim pemegang obligasi terhadap penghasilan lebih cenderung dilunasi daripada saham biasa dan saham preferen yang devidennya dibayar terserah pada manajemen perusahaan. Nilai Nominal Nilai nominal suatu obligasi adalah nilai yang tertera pada lembar obligasi yang akan dikembalikan kepada pemegang obligasi pada saat jatuh tempo. 3.
Suku Bunga Kupon Suku bunga kupon pada obligasi menunjukkan besarnya persentase bunga
terhadap nilai nominal obligasi yang akan dibayar setiap tahun. Menurut Brigham dan Houston (2006: 347), Tingkat bunga kupon obligasi dapat dibedakan menjadi: a.
Obligasi dengan tingkat bunga kupon mengambang yaitu obligasi yang
tingkat suku bunganya turun dan naik dengan mengikuti perubahan yang terjadi pada tingkat suku bunga secara umum.
13 Universitas Sumatera Utara
b.
Obligasi dengan kupon nol yaitu obligasi yang tidak membayarkan bunga
tahunan tetapi dijual dengan diskon dibawah harga yang ditetapkan, sehingga memberikan keringanan kepada para investornya. c.
Obligasi dengan diskon penerbitan awal yaitu semua obligasi yang pada
awalnya ditawarkan dengan harga di bawah nilai parinya. 4.
Batas Waktu (Maturity)
Batas waktu dari obligasi menunjukkan lamanya waktu sampai penerbit obligasi mengembalikan nilai obligasi ke pemegang obligasi dan berakhirnya atau ditebusnya obligasi tersebut 5.
Indenture
Indenture merupakan kesepakatan hukum antara perusahaan penerbit obligasi dan perwalian obligasi yang mewakili pemegang obligasi. Surat perjanjian menyediakan term spesifik mengenai persetujuan pinjaman, yang mencakup uraian dari obligasi, hak pemegang obligasi, hak perusahaan penerbit obligasi, dan tanggung jawab perwalian. 6.
Tingkat Penghasilan Lancar Tingkat penghasilan lancar obligasi mengacu
pada keuntungan yang diperoleh oleh pihak yang membeli obligasi dari bunga yang telah ditetapkan terhadap harga obligasi di pasaran. 7.
Peringkat Obligasi Peringkat obligasi mencakup penilaian tentang potensi
risiko masa depan dari suatu obligasi 2.2.3
Jenis-jenis Obligasi Korporasi
Menurut Tandelilin (2010:247) ada beberapa jenis obligasi perusahaan dengan masing-masing karakteristiknya yang berbeda, yaitu:
14 Universitas Sumatera Utara
1.
Obligasi dengan jaminan (mortgage bonds) adalah obligasi yang
diterbitkan oleh perusahaan dengan menggunakan jaminan suatu aset real, sehingga jika perusahaan gagal memenuhi kewajibannya maka pemegang obligasi berhak untuk mengambil alih aset tersebut. 2.
Obligasi tanpa jaminan (debentures atau unsecured bond) adalah obligasi
yang diterbitkan tanpa menggunakan suatu jaminan aset real tertentu. 3.
Obligasi konversi, merupakan obligasi yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk mengkonversikan obligasi tersebut dengan sejumlah saham perusahaan pada harga yang telah ditetapkan, sehingga pemegang obligasi mempunyai kesempatan untuk memperoleh capital gain. Disisi lain, perusahaan emiten akan memperoleh keuntungan karena umumnya obligasi konversi memberikan tingkat kupon yang relatif lebih rendah dibanding obligasi biasa. 4.
Obligasi yang disertai dengan warrant. Pemegang obligasi mempunyai
hak untuk membeli saham perusahaan pada harga yang telah ditentukan. Pemegang obligasi dengan waran akan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan capital gain jika harga saham mengalami kenaikan. 5.
Obligasi tanpa kupon (zero coupon bond) adalah obligasi yang tidak
memberikan pembayaran bunga. Obligasi tanpa bunga umumnya ditawarkan pada harga dibawah nilai parnya, sehingga investor akan memperoleh keuntungan dari nilai perbedaan harga pasar dan nilai par obligasi pada saat obligasi tersebut dibeli.
15 Universitas Sumatera Utara
6.
Obligasi dengan tingkat suku bunga mengambang (floating rate bond)
adalah obligasi yang memberikan tingkat bunga yang besarnya disesuaikan dengan fluktuasi tingkat bunga pasar yang berlaku. 7.
Putable bond adalah obligasi yang memberikan hak kepada pemegang
obligasi untuk menerima pelunasan obligasi sesuai dengan nilai par sebelum waktu jatuh tempo. Putable bond akan melindungi pemegang obligasi terhadap fluktuasi tingkat bunga yang terjadi. Jika tingkat bunga mengalami kenaikan dan harga obligasi akan mengalami penurunan maka pemegang obligasi mempunyai hak untuk meminta pelunasan perusahaan. 8.
Junk bond adalah obligasi yang memberikan tingkat keuntungan (kupon)
yang tinggi, tetapi juga mengandung risiko yang sangat tinggi pula 9.
Sovereign bonds adalah obligasi yang diterbitkan oleh suatu negara dalam
mata uangnya sendiri, tetapi dijual dinegara lain dalam mata uang negara tersebut. 2.3 Yield Obligasi Imbal hasil obligasi merupakan pendapatan obligasi yang dapat diperoleh dari hasil obligasi dan bunga obligasi. Analis dan investor menggunakan beberapa ukuran yield untuk menentukan imbalan atas investasi obligasi. 2.3.1 Pengukuran Yield Obligasi Menurut Tandelilin (2010: 257) beberapa ukuran yield obligasi yang dapat digunakan oleh investor, yaitu:
16 Universitas Sumatera Utara
1.
Nominal Yield dan Current Yield
Nominal yield atau lebih dikenal dengan sebutan tingkat kupon adalah penghasilan bunga kupon tahunan yang dibayarkan pada pemegang obligasi. tingkat bunga kupon dinyatakan sebagai persentase nilai nominal.
Current Yield adalah penghasilan bunga kupon tahunan dibagi dengan harga pasar obligasi.
2.
Yield To Maturity (YTM)
Yield To Maturity bisa diartikan sebagai tingkat return majemuk yang akan diterima investor jika pembeli obligasi pada harga pasar saat ini dan menahan obligasi tersebut hingga jatuh tempo. yield to maturity merupakan ukuran yield yang banyak digunakan karena yield tersebut mencerminkan return dengan tingkat bunga majemuk (compounded rate of return) yang diharapkan investor, jika dua asumsi yang diisyaratkan itu bisa terpenuhi. Jogiyanto, (2010:164) menyatakan bahwa Yield To Maturity dapat didefinisikan sebagai tingkat return majemuk yang akan diterima investor jika membeli obligasi pada harga pasar saat ini dan menahan obligasi tersebut hingga jatuh tempo. Yield to maturity adalah nilai yang dicari dengan menggunakan data harga obligasi saat ini, waktu jatuh tempo, kupon dan nilai par obligasi yang diketahui dengan cara mencoba-coba memasukkan nilai yang paling mendekati dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Tandelilin, 2010:260):
17 Universitas Sumatera Utara
Dimana: YTM=
X 100%
YTM = Nilai yield to maturity (YTM) yang mendekati P
= Harga obligasi pada saat ini
n
= Jumlah tahunan sampai dengan jatuh tempo obligasi
Ci
= Pembayaran kupon untuk obligasi i setiap tahunnya
Pp
= Nilai par dari obligasi
3.
Yield To Call (YTC)
Yield to call (YTC) adalah yield yang diperoleh pada obligasi yang bisa dibeli kembali (callable). Obligasi yang callable berarti bahwa emiten bisa melunasi atau membeli kembali obligasi yang telah diterbitkannya dari tangan investor yang memegang obligasi tersebut, sebelum jatuh tempo. Umumnya obligasi yang mempunyai peluang besar untuk dilunasi sebelum jatuh tempo adalah obligasiobligasi yang dijual pada harga premi (misalnya obligasi yang kuponnya tinggi dan mempunyai harga pasar diatas nilai parinya). Yield to call (YTC) dihitung sama dengan menghitung Yield To Maturity (YTM) hanya saja variabel nilai pari diganti dengan call price. 4.
Realized (horizon)
Yield Realized (horizon) yield Atau yield yang terealisasi (horizon) adalah tingkat return harapan investor dari sebuah obligasi, jika obligasi tersebut dijual kembali oleh investor sebelum waktu jatuh temponya. Di samping itu, yield yang teralisasi (horizon) dapat juga digunakan untuk mengestimasi tingkat return yang dapat diperoleh
investor
dengan
menggunakan
strategi
perdagangan
tertentu.
Menghitung realized (horizon) Yield yang mendekati juga digunakan perhitungan
18 Universitas Sumatera Utara
sama seperti untuk menghitung perkiraan Yield to Call dan Yield to Maturity hanya saja Nilai Pari atau nilai Call Price diganti dengan Harga Obligasi dimasa mendatang. 2.4 Peringkat Obligasi Rating atau peringkat obligasi memiliki peran penting baik bagi perusahaan maupun bagi investor karena: (1) rating obligasi merupakan indikator resiko kegagalan (default risk) dari suatu obligasi dan secara langsung dapat mengukur pengaruh terhadap tingkat bunga obligasi dan biaya modal suatu perusahaan; (2) kebanyakaan obligasi dibeli oleh investor institusi daripada investor individu dan banyak dari investasi institusi tersebut hanya diperbolehkan untuk melakukan investasi pada sekuritas yang aman (Brigham dan Houston, 2006: 290). Menurut Moechdie dan Ramelan (2012: 310), penerbitan obligasi tidak harus menggunakan agunan khusus seperti kalau meminjam ke bank. Ini merupakan potensi risiko bagi pemodal. Bagaimanapun juga, pemodal memerlukan tidak saja kesanggupan, tetapi juga kemampuan emiten membayar imbalan dan pokok pinjaman. Karena alasan ini, sejak 1994, setiap obligasi yang akan dicatatkan di Bursa Efek Domestik wajib diperingkat oleh lembaga pemeringkat yang sudah memperoleh lisensi dari BAPEPAM-LK. Dalam
pemeringkatan
ini
sebuah
obligasi
dikelompokkan
berdasarkan
kemampuan membayar kewajibannya. Pemeringkatan obligasi dilakukan sebelum obligasi tersebut ditawarkan kepada pemodal tetapi, karena sebuah obligasi mungkin belum akan ditebus atau jatuh tempo beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun kedepan, maka pemeringkatan dilakukan setahun sekali.
19 Universitas Sumatera Utara
Dalam Keown et al. (2011:237) dinyatakan, John Moody pertama kali membuat peringkat obligasi pada tahun 1909. Sejak saat itu ada tiga agensi yakni Moody’s, Standard and Poor’s, dan Fitch Investor Service membuat peringkat pada perusahaan obligasi. Peringkat obligasi mencakup penilaian atas risiko obligasi yang mungkin terjadi kemudian. Faktor historikal memainkan peran penting dalam menentukan peringkat obligasi. Peringkat obligasi secara umum dipengaruhi oleh: 1.
Proporsi modal terhadap hutang
2.
Tingkat profitabilitas perusahaan
3.
Tingkat kepastian dalam menghasilkan pendapatan
4.
Besar kecilnya perusahaan
5.
Sedikit penggunaan hutang subordinat
Peringkat obligasi juga akan mempengaruhi tingkat pengembalian obligasi yang diinginkan oleh investor. Semakin buruk peringkat suatu obligasi, maka akan semakin tinggi tingkat pengembalian hasil yang dituntut atas suatu obligasi. Peringkat ini menjadi sangat penting artinya bagi para manajer keuangan karena merupakan indikator atas risiko sebuah obligasi yang akhirnya memperngaruhi tingkat pengembalian yang harus dibayarkan atas dana pinjaman. 2.4.1 Kategori Peringkat Obligasi Situs
resmi
PEFINDO
(www.pefindo.com)
menyatakan
bahwa
sebuah
rating PEFINDO bukan merupakan rekomendasi untuk membeli, menjual, atau menahan surat hutang tertentu yang diterbitkan oleh perusahaan, karena tidak mengomentari harga pasar atau kesesuaian untuk investor tertentu. Peringkat
20 Universitas Sumatera Utara
obligasi didasarkan pada informasi saat ini yang dilengkapi oleh emiten atau diperoleh oleh PEFINDO dari sumber lain yang dianggap dapat diandalkan. PEFINDO dapat mengubah, menangguhkan, atau menarik rating kredit akibat dari perubahan materi dalam kapasitas melayani pengembalian utang. Rating obligasi PEFINDO dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut: Table 2.1 Peringkat Obligasi berdasar PEFINDO Peringkat AAA
AA
A
BBB
BB
B
Keterangan Efek Utang dengan peringkat idAAA merupakan Efek Utang yang didukung oleh kemampuan Obligor yang superior relatif dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Efek Utang dengan peringkat idAA memiliki kualitas kredit sedikit di bawah peringkat tertinggi, didukung oleh kemampuan Obligor yang sangat kuat untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, relatif dibandingkan ekuitas Indonesia lainnya. Efek Utang dengan Peringkat idA memiliki dukungan kemampuan Obligor yang kuat dibandingkan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, namun cukup peka terhadap perubahan keadaan yang merugikan Efek Utang dengan peringkat idBBB didukung oleh kemampuan obligor yang memadai relatif dibandingkan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, namun kemampuan tersebut dapat diperlemah oleh perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan. Efek Utang dengan peringkat idBB menunjukkan dukungan kemampuan Obligor yang agak lemah relatif dibandingkan entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, serta peka terhadap keadaan bisnis dan perekonomian yang tidak menentu dan merugikan. Efek utang dengan peringkat idB menunjukkan parameter perlindungan yang sangat lemah. Walaupun obligor masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka panjangnya, namun adanya perubahan keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan akan memperburuk kemampuan tersebut untuk memenuhi kewajiban finansialnya.
21 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Peringkat
Keterangan Hutang dengan peringkat ini rentan terhadap non-payment, dan tergantung pada bisnis yang menguntungkan dan kondisi keuangan bagi obligor untuk CCC memenuhi hutang jangka panjangnya. Keamanan hutang pada peringkat ini dalam gagal bayar, atau gagal memenuhi kewajiban, terjadi secara otomatis pada kewajiban nonpayment yang pertama D kali. Pengecualian dibenarkan bila pembayaran bunga lewat dari tanggal jatuh tempo yang dilakukan dalam masa tenggang. Sumber: www.pefindo.com
Pada Tabel 2.1 terlihat peringkat obligasi yang mencerminkan kualitas dari obligasi yang diterbitkan perusahaan. Peringkat obligasi memiliki hubungan yang negatif dengan yield to maturity. Perusahaan dengan peringkat obligasi yang tinggi umumnya menawarkan yield yang rendah sebaliknya perusahaan dengan peringkat obligasi yang rendah akan memiliki yield to maturity yang tinggi untuk menarik minat investor membeli investasi. Brigham dan Houston, (2010:375). Menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki peringkat obligasi yang rendah tentunya akan menawarkan obligasi dengan imbal hasil yang tinggi untuk lebih menarik minat dari investor demikian sebaliknya, obligasi dengan peringkat tinggi akan menawarkan yield obligasi yang lebih rendah. 2.5 Tingkat Suku Bunga 2.5.1 Pengertian Suku Bunga Menurut Kasmir (2008: 131), bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh pihak bank yang berdasarkan prinsip konvensional terhadap nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bank juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada para nasabah (nasabah yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang
22 Universitas Sumatera Utara
memperoleh pinjaman). Dalam kegiatan perbankan terdapat dua macam bunga yang diberikan kepada nasabah, yaitu sebagai berikut: 1.
Bunga simpanan.
Bunga simpanan merupakan bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga
yang
harus
dibayar
bank
kepada
nasabahnya.
Contohnya
yaitu
bunga tabungan, jasa giro, dan bunga deposito. 2.
Bunga pinjaman.
Yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh Kedua
nasabah macam
peminjam
kepada
bunga
merupakan
ini
bank.
Contoh
komponen
yaitu
utama
bunga
faktor
kredit.
biaya
dan
pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masingmasing saling
mempengaruhi
satu
sama
lainnya.
Sebagai
contoh
seandainya bunga
simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya. 2.5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Menurut Kasmir (2008: 131), faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut:
1.
Kebutuhan dana
Apabila bank mengalami kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan menaikkan suku bunga simpanan. Dengan naiknya suku bunga simpanan maka akan menarik nasabah untuk menyimpan dana nya di bank dan
23 Universitas Sumatera Utara
kebutuhan dana dapat terpenuhi. Namun apabila dana simpanan banyak sementara permohonan pinjaman sedikit maka bank akan menurunkan bungan simpanan sehingga mengurangi minat nasabah untuk menyimpan dana nya, atau dengan cara menurunkan bunga kredit sehingga dapat meningkatkan permohonan kredit. 2.
Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama bagi pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16% pertahun, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan diatas bunga pesaing, misalnya 16,5%. Namun untuk bunga pinjaman harus berada dibawah bunga pesaing. 3.
Kebijakan pemerintah
Dalam kondisi tertentu pemerintah dapat menentukan batas maksimal atau minimal suku bunga, baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman. Dengan ketentuan batas minimal atau maksimal tidak boleh melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. 4.
Target laba yang diinginkan
Target laba yang diinginkan merupakan besarnya keuntungan jumlah laba yang diinginkan oleh bank. Jika laba yang diinginkan besar, maka bunga pinjaman ikut besar dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu pihak bank harus hatihati dalam menentukan persentase laba atau keuntungan yang diinginkan.
24 Universitas Sumatera Utara
5.
Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko di masa mendatang dan demikian pula sebaliknya. 6.
Hubungan baik
Pihak bank biasanya menggolongkan nasabahnya menjadi dua yaitu nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan pada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa. Tingkat suku bunga memiliki hubungan yang positif terhadap yield to maturity. Hal ini karena jika suku bunga bank meningkat, maka investor akan lebih tetarik berinvestasi dalam bentuk deposito daripada membeli obligasi sehingga permintaan terhadap obligasi akan menurun yang mengakibatkan menurunnya harga obligasi, menurunnya harga obligasi akan mendorong meningkatnya yield to maturity untuk menarik investor berinvestasi pada obligasi.
Jogiyanto,
(2010:176) menyatakan bahwa hubungan antara tingkat suku bunga dengan harga obligasi adalah negatif dan hubungan antara harga obligasi dengan Yield To Maturity adalah juga negatif. Apabila tingkat suku bunga meningkat maka akan lebih menguntungkan berinvestasi pada deposito, sehingga harga obligasi di pasar akan mengalami penurunan yang akan mengakibatkan Yield To Maturity obligasi mengalami kenaikan.
25 Universitas Sumatera Utara
2.6 Ukuran Perusahaan 2.6.1 Pengertian Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008: 313) adalah besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan, atau nilai aktiva. Menurut Sawir (2004: 101) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total aktiva yang merupakan variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi. 2.6.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke dalam kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut: 1.
Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah
26 Universitas Sumatera Utara
usaha. Untuk kriteria usaha mikro asset yang harus dimiliki maksimal 50 juta dan omzet maksimal yang dicapai 300 juta. 2.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usaha kecil asset yang harus dimiliki 50 juta sampai 500 juta dan omzet yang dicapai 300 juta sampai 2,5 miliar.
3.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usaha menengah asset yang harus dimiliki 500 juta sampai 10 miliar dan omzet yang dicapai 2,5 miliar sampai 50 miliar.
4.
Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
27 Universitas Sumatera Utara
besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. 2.6.3 Rasio Ukuran Perusahaan Ukuran Perusahaan (size) bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Jogiyanto (2007: 282) mengemukakan bahwa Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva.
Sedangkan Prasetyantoko (2008: 257) menyatakan bahwa total asset
dapat menggambarkan ukuran perusahaan, semakin besar aset biasanya perusahaan tersebut makin besar.
Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk
menentukan ukuran perusahaan digunakan ukuran aktiva. Ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperkecil aset tersebut yang sangat besar dibanding variabel keuangan lainnya. Riyanto (2008: 299), menyatakan bahwa suatu perusahaan yang besar di mana sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya kontrol dari pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya perusahaan yang kecil di mana sahamnya hanya tersebar di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
28 Universitas Sumatera Utara
kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka pada perusahaan yang besar di mana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. Perusahaan yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Oleh karena itu, semakin besar ukuran suatu perusahaan maka tingkat YTM yang disyaratkan akan semakin rendah sebaliknya perusahaan yang lebih kecil umumnya tingkat YTM yang disyaratkan tinggi. 2.7 Rasio Leverage 2.7.1 Pengertian Rasio Leverage Fakhrudin (2008: 109) menyatakan bahwa leverage merupakan jumlah utang yang digunakan untuk membiayai atau membeli aset-aset perusahaan. Perusahaan yang memiliki utang lebih besar dari equity dikatakan sebagai perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi. Menurut Sugiono dan Untung (2008: 64) rasio leverage bertujuan untuk menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan modal serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya.
29 Universitas Sumatera Utara
Rasio leverage terdiri dari debt ratio, financial ratio, fixed charge coverage ratio, dan cash flow coverage. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Leverage mencerminkan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Rodoni dan Ali, 2010: 123). Menurut Kasmir (2009: 158) leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam membayarkan seluruh kewajibannya (baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang). Menurut Atmaja (2008: 271) leverage (rasio hutang) menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang. Dari uraian pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio leverage menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal sendiri maupun aktiva. Dengan rasio ini kita bisa melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal sendiri atau aktiva. Selanjutnya menurut Brigham dan Houston (2006: 101) seberapa jauh perusahaan menggunakan utang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting yaitu: a.
Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan,
30 Universitas Sumatera Utara
b.
Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi kreditor.
c.
Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage)
2.7.2 Jenis-jenis Rasio Leverage Rasio Leverage menurut Darsono (2005: 54) beberapa alat ukur yang digunakan dalam rasio leverage adalah sebagai berikut: a.
Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusaaandalam mengaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari ressiko pada kreditor (Darsono 2005: 54). DAR dapat dihitung dengan rumus:
b.
Debt Equity Ratio (DER)
Rasio ini merupakan persentase penyediaan dana oleh para pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
31 Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan kewajiban agar untuk membayar hutang dengan ekuitas (modal sendiri). Debt to equity ratio memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang perusahaan dijamin oleh modal sendiriSemakin tinggi rasio menunjukkan semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh para pemegang saham (Darsono 2005: 54). DER dapat dihitung dengan rumus:
c.
Long term Debt to Equity Ratio (LTDE)
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan pengembalian jangka panjang pula. Rasio ini dihitung dengan rumus:
Menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 200), debt to equity ratio adalah rasio utang dengan ekuitas menunjukan sejauh mana pendanaan dari utang digunakan jika dibandingkan dengan pendanaan equitas.
Rasio pendanaan yang diukur
dengan indikator Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Debt to Equity Ratio (DER) memiliki hubungan yang positif dengan Yield to Maturity (YTM) karena semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan dikhawatirkan perusahaan akan mengalami kesulitan melunasi kewajibannya. Halim (2006:75) menyatakan bahwa penggunaan leverage yang tinggi akan meningkatkan modal perusahaan dengan cepat. Sebaliknya, apabila leverage
32 Universitas Sumatera Utara
menurun maka modal perusahaan akan menurun dengan cepat pula, sehingga hal ini akan memberikan beban tersendiri karena investor merasa terbebani dengan besarnya hutang yang dimiliki perusahaan. DER yang semakin besar akan mengakibatkan risiko financial perusahaan yang semakin tinggi. Dengan penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang (Indra, 2006). Semakin besar tingkat risiko maka semakin besar keuntungan yang diisyaratkan (Sartono, 2001). Dengan demikian semakin besar hutang (DER) maka YTM yang diisyaratkan juga semakin besar. 2.8 Penelitian Terdahulu Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
33 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti/Tahun Sari dan Abudanti (2015)
Judul Penelitian Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Yield Obligasi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel Penelitian Dependen: Yield to Maturity Independen: 1. Tingkat Inflasi 2. Tingkat Suku Bunga 3. Umur Obligasi 4. Peringkat Obligasi 5. Growth 6. ROA
Hasil Penenlitian 1. Tingkat berpengaruh signifikan YTM.
Inflasi negatif terhadap
2. Peringkat berpengaruh signifikan YTM.
Obligasi negatif terhadap
3. Suku berpengaruh signifikan YTM.
Bunga positif terhadap
4. Umur berpengaruh signifikan YTM.
Obligasi positif terhadap
5. Growth berpengaruh tidak signifikan terhadap Yield to Maturity. 6. ROA berpengaruh tidak signifikan terhadap YTM.
Lanjutan Tabel 2.2 No 2
Peneliti/Tahun Hapsari (2013)
Judul Penelitian Kajian Yield to Maturity (YTM) Obligasi Pada Perusahaan Korporasi
Variabel Penelitian Dependen: Yield to Maturity Independen: 1. GCG 2. Ukuran Perusahaan 3. DER
Hasil Penenlitian 1. GCG berpengaruh tidak signifikan terhadap Yield to Maturity. 2. Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap Yield to Maturity. 3. Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif signifikan terhadap Yield to Maturity.
3
Indarsih (2013)
Pengaruh tingkat Suku Bunga SBI, Rating, Likuiditas, dan Maturitas Terhadap
Dependen: Yield to Maturity Independen:
1. Suku bunga berpengaruh positif signifikan terhadap
34 Universitas Sumatera Utara
Yield to Obligasi
Maturity
1. 2. 3. 4.
Tingkat Suku Bunga Peringkat Obligasi Likuiditas Maturitas
Yield to Maturity. 2. Maturitas berpengaruh positif signifikan terhadap Yield to Maturity. 3. Peringkat Obligasi berpengaruh tidak signifikan terhadap Yield to Maturity. 4. Likuiditas berpengaruh tidak signifikan terhadap Yield to Maturity.
4
Surya (2011)
Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Exchange Rate, Ukuran Perusahaan, Debt To Equity Ratio dan Bond terhadap Yield Obligasi Korporasi di Indonesia
Dependen: Yield to Maturity Independen: 1. Tingkat Suku Bunga 2. Exchange Rate 3. Ukuran Perusahaan 4. DER 5. Bond Rating
1. Suku Bunga berpengaruh positif signifikan terhadap Yield to Maturity. 2. Exchange Rate berpengaruh positif signifikan terhadap Yield to Maturity. 3. Ukuran Perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap Yield to Maturity. 4. Debt to Equity Ratio berpengaruh tidak signifikan terhadap Yield to Maturity. 5. Bond Rating berpengaruh negatif signifikan terhadap Yield to Maturity.
35 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.2 No 5
Peneliti/Tahun Ibrahim (2008)
Judul Penelitian Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Peringkat Obligasi, Ukuran Perusahaan, dan DER Terhadap Yield to Maturity Obligasi Korporasi Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2006”, Tesis Program Studi Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang
Variabel Penelitian Dependen: Yield to Maturity Independen: 1. Tingkat Suku Bunga 2. Peringkat Obligasi 3. Ukuran Perusahaan 4. DER
Hasil Penenlitian 1. Suku Bunga berpengaruh positif signifikan terhadap Yield to Maturity. 2. Peringkat Obligasi berpengaruh negatif signifikan terhadap Yield to Maturity. 3. Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap Yield to Maturity. 4. Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif signifikan terhadap Yield to Maturity.
2.9 Kerangka Konseptual 2.9.1
Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Yield to Maturity Obligasi
Korporasi Hubungan
antara
tingkat
suku
bunga
dengan
harga
obligasi
adalah
negatif dan hubungan antara harga obligasi dengan Yield To Maturity adalah juga negatif (Jogiyanto, 2010:176). Apabila tingkat suku bunga meningkat maka akan lebih menguntungkan berinvestasi pada deposito, sehingga harga obligasi di pasar akan mengalami penurunan yang akan mengakibatkan Yield To Maturity obligasi mengalami kenaikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor atau Yield To Maturity obligasi juga akan mengalami kenaikan atau keduanya berkorelasi positif. Saat tingkat suku bunga meningkat,
36 Universitas Sumatera Utara
maka investor lebih menyukai investasi deposito di bank daripada sekuritas obligasi karena lebih menguntungkan sehingga permintaan obligasi menurun yang menyebabkan menurunnya harga obligasi sehingga investor akan meningkatkan Yield To Maturity yang diisyaratkannya 2.9.2
Pengaruh Peringkat Obligasi Terhadap Yield to Maturity Obligasi
Korporasi Rating atau peringkat obligasi memiliki peran penting baik bagi perusahaan maupun bagi investor karena: (1) rating obligasi merupakan indikator resiko kegagalan (default risk) dari suatu obligasi dan secara langsung dapat mengukur pengaruh terhadap tingkat bunga obligasi dan biaya modal suatu perusahaan; (2) kebanyakaan obligasi dibeli oleh investor institusi daripada investor individu dan banyak dari investasi institusi tersebut hanya diperbolehkan untuk melakukan investasi pada sekuritas yang aman (Brigham dan Houston, 2006:29 Peringkat obligasi juga merupakan ukuran default yang berpengaruh langsung dan terukur terhadap biaya modal perusahaan serta tingkat bunga obligasi (Brigham dan Houston, 2010:375). Perusahaan yang memiliki peringkat obligasi yang rendah tentunya akan menawarkan obligasi dengan imbal hasil yang tinggi untuk lebih menarik minat dari investor demikian sebaliknya, obligasi dengan peringkat tinggi akan menawarkan yield obligasi yang lebih rendah. 2.9.3
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Terhadap Yield to Maturity
Obligasi Korporasi Riyanto (2008: 313) menyatakan ukuran perusahaan adalah besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan, atau nilai aktiva
37 Universitas Sumatera Utara
Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi minat investor untuk membeli obligasi yang diterbitkan perusahaan. Perusahaan besar umumnya akan lebih dipercaya dibanding perusahaan berskala kecil karena dinilai lebih mampu dalam membayar hutang obligasi saat jatuh tempo. Menurut Riyanto (2008: 299), suatu perusahaan yang besar di mana sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya kontrol dari pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya perusahaan yang kecil di mana sahamnya hanya tersebar di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka pada perusahaan yang besar di mana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. Dengan demikian, semakin besar ukuran suatu perusahaan kemungkinan akan mampu menghasilkan tingkat return yang tinggi sehingga tingkat pengembalian dari investasi yang dilakukan diperusahaan besar akan lebih terjamin dibanding perusahaan kecil. Oleh karena itu, semakin besar ukuran suatu perusahaan makan tingkat YTM yang disyaratkan akan semakin rendah sebaliknya perusahaan yang lebih kecil umumnya tingkat YTM yang disyaratkan tinggi.
38 Universitas Sumatera Utara
2.9.4
Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Yield to Maturity Obligasi
Korporasi Debt to Equity Ratio (DER).
Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajibannya dengan menggunakan modal sendiri (ekuitas) semakin tinggi rasi DER menunjukkan tingginya hutang dibanding modal. Perusahaan dengan nilai DER yang tinggi dianggap beresiko dalam melunasi kewajibannya sebaliknya perusahaan dengan nilai DER yang rendah akan lebih dipercaya oleh investor. Halim (2000:75)
menyatakan bahwa penggunaan leverage yang tinggi akan
meningkatkan modal perusahaan dengan cepat. Sebaliknya, apabila leverage menurun maka modal perusahaan akan menurun dengan cepat pula, sehingga hal ini akan memberikan beban tersendiri karena investor merasa terbebani dengan besarnya hutang yang dimiliki perusahaan. DER yang semakin besar akan mengakibatkan risiko financial perusahaan yang semakin tinggi. Dengan penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang (Indra, 2006). Semakin besar tingkat risiko maka semakin besar keuntungan yang diisyaratkan (Sartono, 2001). Dengan demikian semakin besar hutang (DER) maka YTM yang diisyaratkan juga semakin besar. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka konseptual penelitian digambarkan sebagai berikut:
39 Universitas Sumatera Utara
Tingkat Suku Bunga
Peringkat Obligasi Yield to Maturity Ukuran Perusahaan
Debt to Equity Ratio Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.10 Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka, penelitian terdahulu dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Tingkat Suku Bunga berpengaruh signifikan terhadap Yield to Maturity Obligasi Korporasi di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014.
2.
Peringkat Obligasi berpengaruh signifikan terhadap Yield to Maturity Obligasi Korporasi di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014.
3.
Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Yield to Maturity Obligasi Korporasi di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014.
4.
Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Yield to Maturity Obligasi Korporasi di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014.
40 Universitas Sumatera Utara