BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika SMP a. Belajar Salah satu aktivitas yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia adalah belajar. Kegiatan belajar meliputi segala aktivitas yang menyebabkan
seseorang
mengalami
perubahan
berdasarkan
yang
dialaminya. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam keseluruhan proses pendidikan. Menurut Moller, Huett, & Harvey (2009: 6) Learning is fundamentally about change – change in attitudes, behavior, beliefs, capabilities, mental models, skills, or a combination of these. Pernyataan tersebut bermakna belajar pada dasarnya merupakan perubahan, perubahan dalam sikap, perilaku keyakinan, kemampuan, model mental, keterampilan, atau kombinasi dari semua. Belajar merupakan proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh
suatu
perubahan
tingkah
laku
baik
dalam
bentuk
pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Menurut Ambrose (2010: 3) bahwa Learning is a process thet leads to change, which occurs as a result ofexperience and increases the potential for improved performance and future learning.
11
Pernyataan tersebut bermakna belajar adalah proses untuk mendorong perubahan, yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan peningkatan potensi untuk meningkatkan kinerja dan pembelajaran masa depan. Ada 3 komponen dalam definisi tersebut: 1) Belajar adalah proses, bukan sebuah produk jadi. Namun, karena proses ini berlangsung dalam pikiran, kita hanya bias menyimpulkan bahwa prose situ telah terjadi dari produk siswa. 2) Belajar melibatkan perubahan dalam pengetahuan, keyakinan, perilaku atau sikap. Perubahn ini terungkap dari waktu ke waktu, tidak cepat berlalu melainkan memiliki dampak pada bagaimana siswa berpikir dan bertindak. 3) Belajar bukanlah sesuatu yang dilakukkan kepada siswa, melainkan siswa sendiri yang melakukannya, sebagai akibat langsung dari siswa menanggapi pengalaman-pengalamannya. Berdasarkan pendapat para ahli sebelumnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan dalam sikap, perilaku, kemampuan yang terjadi ketika siswa terlibat dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan pengalaman-pengalamannya. b. Pembelajaran Istilah belajar memiliki keterkaitan erat dengan pembelajaran. Belajar selalu dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran dalam kegiatan formal di bidang pendidikan. Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007: 137) pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh
12
individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya, menurut Hammond & Bransford (2005: 103) yaitu: “A major role of instruction is to build students strorehouse of experience so that they can build their cognitive capacity”. Pernyataan tersebut bermakna peran utama dari pembelajaran adalah untuk membangun gudang pengalaman siswa sehingga mereka dapat membangun kapasitas kognitif mereka. Gudang pengalaman disini maksudnya adalah pengalaman sebelumnya dari siswa sehingga apabila siswa mendapatkan tugas maka dari pengalaman sebelumnya siswa dapat mengerjakannya. Pendapat lain menurut Nitko & Brookhart (2011: 18) menyebutkan bahwa aktifitas pembelajaran melibatkan tiga hal penting, yaitu: “1) Deciding what students are to learn, 2) Carrying out the actual anstruction, 3) Evaluating the learning”. Aktifitas pertama meliputi bagaimana cara guru memikirkan agar siswa paham dengan apa yang telah diajarkan. Aktivitas kedua, guru menyediakan kondisi dan aktifitas bagi siswa untuk belajar. Aktivitas ketiga yaitu mengevaluasi apakah pembelajaran yang berlangsung menggunakan penilaian sumatif. Berdasarkan definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk
13
memperoleh suatu perubahan perilaku untuk membangun kapasitas kognitif sebagai hasil dari pengalaman yang dimiliki. c. Matematika SMP Proses pembelajaran di sekolah berfungsi untuk membelajarkan suatu konsep yang terkandung dalam berbagai subjek atau mata pelajaran, diantarnya adalah matematika. Freudenthal (1973: 134) berpendapat bahwa “mathematics is human activity”. Pernyataan tersebut bermakna matematika merupakan suatu aktivitas manusia dan hasil dari aktifitas ini dapat dirasakan secara obyektif oleh manusia itu sendiri. Sejalan dengan itu, Sriraman & English (2010: 214) menjelaskan bahwa: “Mathematics is human activity and an outcome of this activity is the feeling of objectivity that mathematical object posess”. Matematika merupakan suatu aktivitas manusia (human activity) dan akibat dari aktifitas itu dapat dirasakan secara objektif dari setiap objek matematika. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dan dari akibat aktivitas ini, objek matematika bias dirasakan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Menurut Clara (Noyes, 2007: 35): “Mathematics is a journey, understanding one step leads to another, and each step relies on the exetence of the porevious one”.
14
Pernyataaan tersebut bermakna matematika adalah sebuah perjalanan, memahami satu langkah mengarah ke yang lain, dan setiap langkah bergantung pada keberadaan sebelumnya. Konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya. Selanjutnya Van de Walle, Karp, & Bay-William (2013: 13) mengemukakan bahwa: “Mathematics is the science of concepts and processes that have a pattern of regularity and logical order”.
Matematika merupakan ilmu dari konsep dan proses yang memiliki pola umum dan susunan logika. Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang merupakan representasinya untuk membuat generalisasi. Kesimpulan dari pendapat sebelumnya, matematika adalah siatu aktivitas atau hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan kesistematisan langkah yang tergantung pada konsep sebelumnya yang diperoleh berdasarkan susunan logika. d. Pembelajaran Matematika SMP Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa, menurut Niss (Sutarto Hadi, 2005: 3) adalah untuk memberikan kepada setiap individu pengetahuan yang dapat membantu mereka untuk mengatasi bebagai hal dalam kehidupan, seperti pendidikan dan pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan social, dan kehidupan sebagai warga Negara. Dari
15
pendapat tersebut pembelajaran matematika perlu memperhatikan prinsipprinsip dari pembelajaran matematika. Menurut NCTM (2000: 11) matematika sekolah mempunyai enam prinsip, yaitu: 1) Keunggulan dalam pendidikan matematika membutuhkan harapan tinggi dan dukungan yang kuat untuk semua siswa. 2) Kurikulum lebih dari kumpulan kegiatan: harus koheren, terfokus pada matematika penting, dan diatikan dengan baik di seluruh tingkat. 3) Mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman apa yang siswa ketahui dan perlu belajar dan kemudian menantang dan mendukung mereka untuk belajar dengan baik. 4) Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. 5) Penilaian harus mendukung pembelajaran matematika yang penting dan memberikan informasi yang berguna untuk para guru dan siswa. 6) Teknologi sangat penting dalam proses belajar mengajar matematika; mempengaruhi matematika yang diajarkan dan meningkatkan belajar siswa. Selanjutnya Subanji (2013: 220) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses yang dirancang secara sistematis yang diwujudkan dengan langkah-langkah membelajarkan siswa tentang materi matematika. Lebih lanjut NCTM (2000: 17) berpendapat bahwa: Teaching mathematics well is a complex endeavor, and there are no esay recipes for helping all students learn or for helping all teacher become effective. Mengajar matematika dengan baik adalah usaha yang kompleks, dan tidak ada resep mudah untuk membantu semua siswa belajar atau untuk membantu semua guru menjadi efektif. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses yang dirancang secara
16
sistematis yang diwujudkan dengan langkah-langkah membelajarkan siswa tentang materi matematika untuk membangun pemahaman siswa akan suatu konsep matematika. Penelitian ini rencananya ditujukan untuk kelas VIII SMP N 1 Pajangan pada pembelajaran matematika yang menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada KTSP ini terdapat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan dalam penelitian ini: Tabel 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Penelitian (KTSP, 2006: 350) Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 4. Menentukan unsur, bagian 4.1.Menentukan unsure dan lingkaran serta ukurannya bagian-bagian lingkaran 4.2.Menghitung keliling dan luas lingkaran 2. Metode Guided Teaching Menurut Hamzah B. Uno (2009: 2-3), metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu. Metode pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran atau dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran mengandung arti yang lebih luas dari metode. Strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode yang digunakan selama proses pembelajaran. Menuurut Zaini (2008:37) dalam metode Guided Teaching, guru bertanya kepada peserta didik satu atau dua pertanyaan untuk mengetahui
17
tingkat pemahaman peserta didik atau untuk memperoleh hipotesis atau kesimpulan kemudian membaginya ke dalam kategori-kategori. Metode Guided Teaching merupakan suatu perubahan dari ceramah seacara langsung dan memungkinkan anda mempelajari apa yang telah diketahui dan dipahami para peserta didik sebelum mebuat poin-poin pengajaran. Dalam teknik ini, guru menanyakan satu atau lebih pertanyaan untuk membuka pengetahuan mata pelajaran atau mendapatkan hipotesis atau kesimpulan meraka dan kemudian memilahnya dalam kategori-kategori (Silberman, 2007:106). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode Guided Teaching adalah rangkaian penyampaian materi ajar yang diawali dengan suatu pertanyaaan yang dijadikan dasar menyampaikan materi berikutnya, hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman atau kemampuan siswa. Kemudian guru memperoleh kesimpulan dan membaginya kedalam kategori-kategori tertentu dan bertujuan memungkinkan guru untuk mempelajari apa yang telah diketahui dan dipahami para peserta didik sebelum membuat poin-poin pengajaran. Berdasarkan pengertian metode Guided Teaching di atas, peneliti dapat menarik beberapa ciri-ciri metode Guided Teaching, yaitu: a. Pertanyaan yang digunakan oleh guru, diberikan sebelum kegiatan inti pembelajaran. b. Pertanyaan yang diberikan mempunyai beberapa alternatif jawaban. c. Sangat efektif ketika digunakan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar.
18
d. Mencari jawaban dengan diskusi. e. Jawaban dipresentasikan oleh salah satu anggota kelompok di depan kelas. f. Membuat poin-poin jawaban. g. Menggunakan ceramah interaktif. h. Siswa mencatat perbandingan yang ada pada poin-poin jawaban dengan keterangan guru. Adapun langkah-langkah dalam metode Guided Teaching menurut Silberman (2007:106) adalah: 1) Tentukan sebuah pertanyaan atau sejumlah pertanyaan yang membuka pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki peserta didik. Pergunakan pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai beberapa kemungkinan jawaban, seperti “Bagaimana anda menceritakan kecerdasaan seseorang?” 2) Berilah peserta didik beberapa saat dengan berpasangan atau bersub kelompok untuk mempertimbangkan respon-respon mereka. 3) Gabungkan kembali seluruh kelas dan catatlah gagasan-gagasan peserta didik. Jika memungkinkan, pilihlah respon-respon mereka kedalam daftar terpisah yang berkaitan dengan kategori-kategori atau konsep yang berbeda yang anda coba untuk diajarkan. Dalam pertanyaan contoh tersebut, anda mungkin mencatat ide-ide seperti “kemampuan membangun kembali suatu mesin” dibawah kategori kecerdasan kinestetik jasad. 4) Sampaikan poin-poin pembelajaran utana yang ingin anda ajarkan. Suruhlah peserta didik menggambakan bagaimana respon ereka cocokdengan poin-poin ini. Catatlah ide-ide yang menambah poin-poin pembelajaran dari materi yang anda berikan.
19
Menurut Agus Suprijono (2009: 121) langkah-lngkah metode pembelajaran Guided Teaching adalah: a) Sampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui pikiran dan kemampuan yang meraka miliki. Gunakan pertanyaanpertanyaan yang mempunyai beberapa kemungkinan jawaban. b) Berikan waktu beberapa menit untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan. Ajukan kepada mereka untuk bekerja berdua atau dalam kelompok kecil. c) Mintalah kepada siswa untuk menyampaikan hasil jawaban mereka dan catat jawaban-jawaban yang mereka sampaikan. Jika memungkinkan tulis di papan tulis dengan mengelompokkan jawaban mereka dalam kategori-kategori yang nantinya akan anda sampaikan dalam pembelajaran. d) Sampaikan poin-poin utama dari materi anda dengan ceramah yang interaktif. e) Mintalah kepada siswa untuk membandingkan jawaban mereka dengan poin-poin yang telah anda sampaikan. Catat poin-poin yang dapat memperluas bahasan materi anda. Sedangkan menurut Zaini (2008:37) langkah-langkah pembelajaran Guided Teaching antara lain: (1) Sampaikan beberapa pertanyaan kepada peserta didik untuk mengetahui pikiran dan kemampuan yang mereka miliki. Gunakan pertanyaanpertanyaab yang mempunyai beberapakemungkinan jawaban. (2) Berikan waktu beberapa menit untuk member kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaaan. Anjurkan kepada mereka untuk bekerja berdua atau dalam kelompok kecil. (3) Mintalah kepada peserta didik untuk menyampaikan hasil jawaban mereka dan catat jawaban-jawaban yang meraka sampaikan. Jika memungkinkan tulis dipapan tulis dengan mengelompokkan jawaban mereka dalam kategori-kategori yang nantinya akan Aanda sampaikan dalam kegiatan belajar. (4) Sampaikan poin-poin utama dari materi Anda dengan ceramah yang interktif. (5) Minta peserta didik untuk membandingkan jawaban mereka dengan poinpoin yang telah Anda sampaikan. Catat poin-poin yang dapat memperluas bahasan materi Anda.
20
Berdasarkan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah yang akan digunakan untuk metode Guided Teaching adalah: (a) Buatlah beberapa pertanyaan untuk membuka pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki siswa. (b) Sampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui pemikiran dan pengetahuan yang mereka miliki. (c) Berilah waktu beberapa menit kepada siswa untuk menjawab pertanyaan. Anjurkan kepada mereka untuk bekerja berdua atau dalam kelompok kecil. (d) Mintalah kepada siswa untuk menyampaikan hasil jawaban mereka dan cacat jawaban-jawaban yang mereka sampaikan. Jika memungkinkan tulis dipapan tulis dengan mengelompokkan jawaban mereka dalam kategorikategori yang nantinya akan disampaikan dalam pembelajaran. (e) Sampaikan poin-poin utama dari materi dengan ceramah yang interaktif. (f) Mintalah kepada siswa untuk membandingkan jawaban mereka dengan poin-poin yang telah disampaikan. Catatlah untuk memperluas materi. (g) Buatlah kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilalui. (h) Penutup. 3. Metode Pembelajaran Konvensional Metode pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang paling banyak dilakukan oleh guru selama ini. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa pembelajaran ini adalah pembelajaran ala kadarnya. Menurut Jamarah (Iyas, 2010: 1) mengemukakan bahwa metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga
21
dengan metode ceramah, karena sejak dulu model ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru degan siswa dalam proses belajar dan pembelajaran. Selanjutnya, Sutarto Hadi (2005: 11-12) mengemukakan beberapa hal yang menjadi ciri praktik pendidikan di Indonesia selama ini adalah pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori, sementara siswa mencatatnya pada buku catatan. Dalam proses metode pembelajaran konvensional, guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Hal tersebut serpa dengan pendapat Aziz & Hossain (2010: 53-62) bahwa: Conventional method of theaching where theachers are the active participants in the classeooms while the stundents are passine recipients of knowledge. Pernyataan tersebut bermakna metode pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dimana guru adalah partisipan aktif dalam kelas sedangkan siswa sebagai penerima pasif dalam pembelajaran. Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada para siswa. Siswa diangap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu menyampaikan kembali fakta-fakta tersebut kepada orag lain. Guru merasa belum mengajar apabila belum menjelaskan materi pelajaran kepada siswa.
22
Sementara itu menurut Sembiring, Sutarto Hadi, & Dolk (2008: 927939) yakni In their daily practice, theachers perfom their lesson following this sequence: opening-example-exercise-closing. Their lesson structure was dominated by traditional chalk dan talk that put intellectual authority in the hands of teachers, and limited students’ activities to note taking. Pernyataan tersebut bermakna dalam praktek sehari-hari mereka, guru melakukan pengajaran dengan urutan sebagai berikut: pembukaan, pemberian contoh, latihan, penutup. Struktur pelajaran mereka didominasi oleh kapur dan bicara (tradisional) yang menempatkan otoritas intelektual di tangn guru, dan kegiatan siswa terbatas untuk mencatat. Materi pelajaan disampaikan di awal pelajaran kemudian member contoh soal dimana siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan cara pasif, mencatat dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar. Menurut Brooks & Brooks (Muijs & Reynolds, 2011: 83) mengenai pembelajaran tradisonal yang berbunyi Activities rely mainly on textbooks, presentation of material start with the parts then moves on to whole, emphasizes following fixed curriculum, teacher presents information to pupils, teacher tries to get pupils to give the right answer, assessment is seen as a separate activity and occurs through testing. Pernyataan tersebut bermakna kegiatan pembelajaran mengandalkan pada buku teks, presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian kemudian pindah ke seluruh, menekankan kurikulum yang berlaku, guru menyajikan informasi kepada siswa, guru mencoba untuk mendapatkan siswa untuk memberikan jawaban yang benar, penilaian dipandang sebagai kegiatan yang
23
terpisah dan terjadi melalui pengujian. Sejalan dengan Armstrong (2009: 56) bahwa: In the traditional classroom, the teacher lectures while standing at the front of the classroom, writes on the blackboard, ask students questions about the assigned reading or handouts, and waits while students finish their written work. Dalam kelas tradisional, guru mengajar sambil berdiri di depan kelas, menulis di papan tulis, meminta siswa bertanya tentang bacaan atau handout yang ditugaskan, dan guru menunggu semntara siswa menyelesaikan karya tulis mereka. Maksud dari kalimat ini adalah pemeblajaran tradisional hanya mengandalkan buku, siswa hanya melihat dan mendengar guru mengajar secara procedural matematika dan akhirnyya siswa mengerjakan latihan, serta hasil belajar hanya diukur dengan tes tulis pada akhir kegiatan. Menurut Sutarto Hadi (2005: 21) pendekatan mekanistik atau pembelajaan tradisional bersifat algoritmik dan cenderung menjadikan proses pembelajaran menggunakan metode ceramah dan latihan menggunakan rumus-rumus dan hukum-hukum matematika. Sejalan dengan itu menurut Ahmad Fauzan & Yerizon (2013) pendekatan mekanitik atau pembelajaran tradisional merupakan proses pembelajaran yang dimulai dari guru menerangkan algoritma disertai contoh, kemudian siswa mengerjakan latihan sesuai dengan contoh yang diberikan guru. Guru lebih menfokuskan siswa mengingat cara-cara yang mereka ajarkan dalam memecahkan soal atau menyelesaikan masalah daripada menstimulasi mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan. Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh siswa kurang bermakna dan cepat terlupakan.
24
Pendapat guru konvensional menurut Reynolds, (2002: 185) yaitu The conventional teacher’ did not avoid challenges, but she preferred teaching activities and educational programmes which made it possible for her to stick to her routimes. Pernyataan tersebut bermakna guru konvensional tidak menghadiri tantangan, tapi dia lebih suka kegiatan mengajar dan program-program pendidikan yang memungkinkan baginya tetap berpegang pada rutinitas. Guru yang konvensional bukan berarti tidak suka tantangan dalam mengajar, tetapi lebih suka mengajar dengan kegiatan yang memungkinkan guru pada rutinitasnya dan dapat menyesuaikan pengajaran dengan kondiri siswa di kelas. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berorientasi pada guru, aktivitas pada pembelajaran ini dimulai dari: 1. Guru memberi informasi berupa contoh-contoh soal dan menerangkan konsep yang ada di buku pelajaran. 2. Guru mengutaman praktik latihan soal baik secara individu maupun kelompok. 3. Siswa mengerjakan kembali di papan tulis atau mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. 4. Guru menilai hasil kerja individu ata kelompok 5. Guru memberikan tugas rumah kepada siswa untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
25
4. Kemampuan Representasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Goldin (salkind, 2007: 2) menyatakan bahwa: “ A representation is a configuration that can represent something else in some manner”. Representasi adalah sebuah konfigurasi atas wujud yang dapat menyajikan sesuatu yang lain dalam beberapa cara. Seseorang mengembangkan representasi
untuk
menafsirkan
dan
mengingatkan
pengalaman-
pengalaman mereka dalam usaha memahami. Sedangkan menurut Bruner (salkind, 2007) menemukan tiga cara yang berbeda seserang menyajikan pemahaman dunia, yaitu (1) melalui aksi, (2) melalui gambar visual, (3) melalui kata-kata dan bahasa. Tiga cara ini dikenal dengan enaktif, ikonik, dan simbolik. Tiga cara ini juga disebutkan oleh Kennedy, Tipps, & Johnson (2008:50). Tahap pertama dari representasi adalah enaktif yan menunjukkan peran benda fisik dalam belajar. Tahap kedua adalah ikonik yang mengacu pada garis dan gambar. Tahap ketiga adalah simbolik yang menggunakan kata-kata, angka-angka, dan simbol lain untuk mewakil ide, benda, dan aksi. Dauglas (Brumbaugh, Moch & Wilkinson, 2005: 229) menyatakan bahwa The term represention refers both to process and product-in other words, to the act of capturing a mathematical concept or relationship in some form and to the form itself.
26
Istilah representasi menganggap antara proses dan hasil, dengan kata lain mengarah pada tindakan menyerap konsep atau hubungan matematis dalam beberapa bentuk dan pembentukan dirinya sendiri. Goldin & Shteingold (panasuk, 2010: 237) menyatakan bahwa The firs and foremost is that external sisem representation and internal system of representation and their interaction are essential to mathematics teaching and learning”. Yang pertama dan paling utama dalam representasi adalah represenasi sistem eksternal dan representasi system internal dan interaksi diantaranya adalah penting untuk belajar dan mengajar matematika. Representasi sistem eksternal meliputi representasi konvensional yang biasanya berupa simbol, sedangkan representasi sistem internal diciptakan didalam pikiran seseoarang dan digunakan untuk menunjukkan makna matematis. Sistem numerasi, persamaan matematika, ungkapan aljabar, grafik, gambar goemetri, dan garis bilangan merupakan contoh dari representasi eksternal. Representasi eksternal juga meliputi bahasa yang ditulis dan diucapkan. Contoh dari representasi internal meliputi sistem notasi perseorangan, bahasa asli, perumpamaan visual, dan strategi pemecahan masalah (Salkind, 2007: 4) Lesh, Landan dan Hamilton (Salkind, 2007) menemukan lima macam representasi yang bermanfaat untuk pemahaman matematis, yaitu: (1) pengalaman hidup nyata, (2) model manipulasi, (3) gambar atau diagram, (4) kata-kata yang diucapkan, dan (5) simbol-simbol tertulis.
27
Gambar lima representasi untuk pemahaman matematis terlihat seperti pada gambar 1 berikut. Gambar
Simbol tertulis
Model manipulasi
Pengalaman hidup nyata
Kata yang diucapkan
Gambar 1. Lima macam representasi yang bermanfaat untuk pemahaman matematis (Reys, 2009: 101) Sedangkan standar representasi menurut NCTM (2000: 280) yaitu sebagai berikut: 1) Membangun dan menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematis, 2) Memilih, mempergunakan, dan menterjemahkan antara representasi matematis untuk memecahkan masalah, 3) Menggunakan representasi untuk dimodelkan dan menginterprestasi fenomena fisika, social, dan matematika. Berdasarkan
beberapa
penjelasan
tentang
representasi
yang
dikemukakan sebelumnya, kemampuan representasi matematis adalah kemampuan untuk
mengungkapkan ide-ide
matematika (masalah,
pernyataa, dan lai-lain) ke dalam beberapa cara (gambar, diagram grafik, atau tabel, bahasa/kata-kata, simbol-simbol tertulis. Representasi juga
28
untuk memodelkan dan menginterprestasi fenomena fisika, sosial, dan matematika. b. Jenis-Jenis Representasi Matematika Hiebert dan Carpenter (Ardiyaningrum, 2012: 53) mengemukakan bahwa pada dasarnya representasi dapat dinyatakan sebagai representasi internal dan representasi eksternal. Berpikir tentang ide matematika yang kemudian dikomunikasikan memerlukan representasi eksternal yang wujudnya antara lain: verbal, gambar dan benda konkrit. Berpikir tentang ide matmatika yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut merupakan representasi internal. Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam pikirannya (minds-on). Tetapi representasi internal seseorang itu dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya dalam berbagai kondisi, misalnya dari pengungkapan melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, table ataupun melalui alat peraga. Dengan kata lain, terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu masalah. Menurut Cai, Lane, dan Jacaberin (Ardiyaningrum, 2012: 54) menyatakan bahwa ragam representasi yang sering digunakan dalam mengkomunikasikan matematika antara lain: tabel, gambar, grafik, pernyataan matematika, teks tertulis, ataupun kombinasi semuanya. Shield & Galbraith (Ardiyaningrum, 2012: 55) menyatakan bahwa siswa dapat
29
mengkomunikasikan
penjelasan-penjelasan
mereka
tentag
strategi
matematika atau solusi dalam bermacam cara, yaitu secara simbolis (numerik dan/atau simbol aljabar), secara verbal, dalam diagram, grafik, atau dengan table data. Menurut Ardiyaningrum (2012: 56), indikator yang digunakan dalam menilai kemampuan representasi matematis siswa adalah seperti tampak pada tabel berikut. Tabel 3 Indikator Kemampuan Representasi Matematis No Representasi Bentuk-Bentuk Operasional . 1. Representasi Visual a. Diagram, garfik, atau Menyajikan kembali data atau informasi tabel dari masalah metematik ke representasi diagram, grafik, atau tabel. Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah b. Gambar Membuat gambar Membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi 2. Persamaan atau ekspresi Membuat persamaan atau model matematis matematika dari representasi lain yang diberikan Membuat konjektur dari suatu pola hubungan. Menyelesaikan masalah yang melibatkan ekspresi matematika. 3. Kata-kata atau teks tertulis Membuat situasi masalah berdasarkan data-data atau representasi yang diberikan. Menuliskan interpretasi dari suatu representasi. Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematis dengan kata-kata. Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan. Menjawab soal dengan menggunakan katakata atau teks tertulis.
30
Berdasarkan tabel 3, maka peneliti hanya akan menggunakan 4 (empat) indikator yaitu: 1) Menyajikan kembali data atau informasi dari masalah dalam bentuk gambar. 2) Membuat persamaan atau model matematika dari representasi yang diberikan. 3) Menuliskan interprestasi dari suatu representasi. 4) Menyusun masalah yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan. Beberapa manfaat atau nilai tambah yang diperoleh guru atau siswa sebagai hasil pembelajaran yang melibatkan representasi matematika adalah sebagai berikut: a) Pembelajaran yang menekankan representasi akan menyediakan suatu konteks yang kaya untuk pembelajaran guru. b) Meningkatkan pemahaman siswa. c) Menjadikan representasi sebagai alat konseptual. d) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan representasi matematik dengan koneksi sebagai alat pemecahan masalah. 5. Kemampuan Penalaran Adaptif Penalaran adaptif merupakan salah satu kecakapan yang harus dimiliki oleh siswa untuk menunjukkan kemampuan belajarnya. Adapun menurut Killpatrick, Swafford dan Findell (2001: 5) dalam bukunya Adding It Up, penalaran adaptif adalah kapasitas untuk berpikir secara logis, memperkirakan
31
jawaban, memberikan penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan dan menilai kebenarannya secara matematika. Kecakapan matematis ini bukanlah kecakapan bawaan dari siswa semata, melainkan gabungan pengetahuan serta kemampuan dan keyakinan yang diperoleh siswa dengan bantuan guru dan lingkungan belajar lainnya. Kilpatrick (2001: 129) mengemukakan bahwa penalaran adaptif tidak hanya mencakup penalaran deduktif saja yang hanya mengambil kesimpulan berdasarkan pembuktian formal secara deduktif, tetapi penalaran adaptif juga mencakup intuisi dan penalaran induktif dengan pengambilan kesimpulan berdasarkan pola, analogi, dan metafora. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran adaptif memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan penalaran pada umumnya yang hanya mencakup penalaran induktif dan deduktif saja, karena dalam prosesnya penalaran adaptif juga melibatkan proses intuisi. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati, sedangkan penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang telah disepakati. Menurut Copi (Siti, 2015: 13), penalaran deduktif merupakan proses penalaran dalam penarikan kesimpulan yang diturunkan secara mutlak menurut pernyataan yang tidak dipengaruhi oleh faktor lain. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif diantaranya adalah: a. Menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat yang besifat khusus yang kemudian diterapkan pada kasus khusus yang lainnya.
32
b. Penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. c. Penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati. d. Memperkirakan jawaban. e. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada. f. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur. Sementara kegiatan yang tergolong penalaran deduktif diantaranya adalah: 1) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. 2) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argument, membuktikan, dan menyusun argument yang valid. 3) Meyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika. Menurut Siti (2015: 14), istilah intuisi atau intuitif adalah kognisi yang ditangkap secara langsung tanpa atau sebelumnya membutuhkan pembenaran atau interpretasi. Pengetahuan intuitif adalah jenis pengetahuan yang tidak didasarkan pada bukti empiris yang cukup atau argument logis yang ketat dan meskipun seperti itu tetap diterima dengan yakin dan jelas. Sementara pemahaman intuitif terjadi jika seseorang dapat memperkirakan atau menduga kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu dan tanpa terlebih dahulu menganalisis secara
analitik.
Berdasarkan
beberapa
pendapat
sebelumnya,
dapat
disimpulkan bahwa kemampuan intuitif adalah proses atau kegiatan untuk
33
menduga, menetapkan sesuatu tanpa terlebih dahulu melakukan pembukti atau penjelasan secara formal. Ada beberapa hal yang dijadikan ciri-ciri atau karakteristik intuitif, diantaranya: a) Self evident, karakteristik ini merupakan karakteristik yang mendasar atau sangat penting dari intuisi. Konklusi yang diambil secara intuitif dianggap benar dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran suatu konklusi secara intuitif diterima berdasarkan feeling dan cenderung tidak memerlukan pembenaran lebih lanjut. b) Intrinsic certainty, kepastian konklusi berasal dari dalam diri dan bersifat mutlak yang tidak perlu ada dukungan eksternal baik secara formal ataupun empiris untuk memastikan kebenarannya. c) Perseverance, menunjukkan bahwa intuisi yang dibangun memiliki kekokohan atau bisa dikatakan stabil. Artinya bahwa intuisi merupakan strategi penalaran individual yang bersifat kokoh dan tidak mudah berubah. d) Coerciveness, intuisibersifat memaksa. Hal ini memiliki arti bahwa seseorang cenderung menolak representasi atau interpretasi alternatif yang berbeda dengan keyakinannya. e) Theory status, intuisi bukan hanya teori saja melainkan teori yang dapat diungkapkan dalam sebuah representasi tertentu. f) Extrapolativeness, intuisi dihasilkan berdasarkan meramal, menduga, memperkirakan. Artinya bahwa melalui intuisi, seseorang menangkap secara universal suatu prinsip, suatu relasi, suatu aturan melalui realitas
34
khusus. Dengan kata lain bahwa intuisi yang bersifat extrapolativeness juga dapat dipahami bahwa kognisi intuitif mempunyai kemampuan untuk meramalkan, menerka, menebak makna di balik fakta pendukung empiris. g) Globality, intuisi bersifat global, utuh, bersifat holistik yang terkadang berlawanan dengan kognisi yang diperoleh secara logika, tidak selalu berurutan dan berpikir analitis. Dalam sifat ini, orang yang berpikir intuitif lebih memandang keseluruhan objek dari pada bagian-bagian dan terkesan kurang detailnya. h) Implicitness, intuisi bersifat tersembunyi, tidak tampak, berada dibalik fakta. Artinya dalam membuat interpretasi, keputusan atau konklusi tertentu atau dalam menyelesaikan masalah bersifat implisit dan tidak dinyatakan melalui langkah demi langkah seperti aturan inferensi dalam logika. Dalam kognisi intuitif terdapat beberapa model yang disebut model intuitif. Model intuitif ini digunakan sebagai alat yang esensial untuk membantu seseorang memahami dan menyelesaikan suatu permasalahan secara intuitif. Adapun model intuitif menurut Fischbein, diantaranya: (1) Model Diagramatik Model ini menganggap bahwa diagram atau grafik merupakan representasi dari suatu fenomena dan keterkaitannya. Sebagai contoh yang memenuhi kategori ini adalah diagram venn, diagram pohon, histogram yang digunakan untuk representasi statistik. Dalam hal ini diagram dipandang memiliki peran penting bagi munculnya intuisi seseorang, hal tersebut
35
disebabkan karena intuisi mengarahkan sipnotik sebagai representasi global dari struktur atau proses dan berkontribusi terhadap karakteristik global dan mempercepat proses pemahaman, selain itu diagram adalah alat yang ideal atau sangat baik untuk menjembatani antara interpretasi konsep dan ekspresi praktis dalam realita tertentu, atau dengan kata lain bahwa diagram merupakan sintesis dari suatu representasi antara simbolik dan iconic. (2) Model Paradigmatik Suatu model yang terdapat subkelas dari sistem yang di modelkan. (3) Model Analogi Suatu model yang digunakan untuk dua konsep yang berbeda, namun sistem konsep yang satu juga dimiliki oleh sistem yang lain. (4) Model eksplisit dan implisit Suatu model yang digunakan seseorang untuk mencari dan menentukan model untuk memudahkan atau mengarahkan dalam menyelesaikan masalah. Sebagai contoh menggunakan bantuan grafik diagram dan histogram. Sebagaimana penjelasan beberapa model yang terdapat dalam kognisi intuitif di atas maka grafik, diagram, gambar dan model representasi lainnya dapat dijadikan alat bantu seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematis, tetapi tetap tidak melupakan bahwa intuisi adalah kegiatan memperkirakan kebenaran tanpa ragu-ragu dengan tidak menganalisis secara analitik dalam menemukan dan menyelesaikan suatu permasalahan matematis.
36
Penalaran adaptif secara khusus dibagi menjadi dua aspek yaitu penalaran induktif intuitif dan deduktif intuitif. Penalaran induktif intuitif merupakan proses penarikan kesimpulan dari khusus ke umum yang melibatkan proses intuisi. Dapat dikatakan bahwa penalaran induktif intuitif adalah proses berfikir berupa penarikan kesimpulan yang bersifat umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal-hal khusus (fakta) yang melibatkan proses intuisi. Artinya, dari fakta-fakta yang diperoleh kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Sedangkan, penalaran deduktif intuitif merupakan proses penarikan kesimpulan dari umum ke khusus berdasarkan aturan yang disepakati, melalui kegiatan yang melibatkan proses intuisi. Penalaran adaptif (Kilpatrick, 2001: 129-130) adalah sebuah kapasitas untuk berpikir secara logis tentang hubungan konsep dan situasi. Didalam proses pembelajaran matematika, penalaran adaptif berperan sebagai perekat yang menyatukan kompetensi siswa, sekaligus menjadi pedoman dalam mengarahkan pembelajaran. Salah satu kegunaannya adalah melihat melalui berbagai macam fakta, prosedur, konsep, dan metode pemecahan untuk melihat bahwa segala sesuatu tepat dan masuk akal. Tidak sebatas bisa menentukan benar atau salah suatu penyelesaian permasalahan matematika, tetapi siswa dituntut untuk mengajukan pembenaran terhadap suatu permasalahan jika terjadi kesalahan. Dengan mengajukan pembenaran yang disertai bukti siswa juga lebih memahami jalan pikirannya dan jalan pikiran orang yang diperiksa pekerjaannya.
37
Berdasarkan uraian sebelumnya, penalaran adaptif tidak hanya menekankan siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan, tetapi siswa dituntut untuk berpikir secara logis yaitu masuk akal dan menggunakan penalarannya secara benar. Hal tersebut berdasarkan fakta yang diketahui sebelumnya,
dan
benar-benar
mempertimbangkan
bahwa
prodesur
penyelesaiannya memang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Siswa dapat menunjukkan penalaran adaptif mereka ketika menemui tiga kondisi, yaitu: (a) Mempunyai pengetahuan dasar yang cukup. (b) Tugas yang dapat dipahami atau dimengerti dan dapat memotivasi siswa. (c) Konteks yang disajikan telah dikenal dan menyenangkan bagi siswa. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat dirumuskan bahwa kemampuan penalaran adaptif matematis siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk berpikir secara logis mengenai hubungan antara konsep dan situasi melalui penalaran induktif intuitif dan deduktif intuitif. Kemampuan intuitif dan penalaran baik induktif atau deduktif bukanlah suatu urutan, sehingga kemampuan intuitif bisa berada pada bagian apapun dalam proses penalaran induktif atau deduktif. Penalaran induktif intuitif adalah pengambilan kesimpulan dari khusus ke umum yang melibatkan proses intuisi. Penalaran deduktif intuitif adalah pengambilan kesimpulan dari umum ke khusus yang melibatkan proses intuisi. Proses intuisi adalah proses atau kegiatan
untuk
menduga,
menetapkan
sesuatu
dengan
atau
tanpa
menggunakan bantuan representasi tetapi tanpa terlebih dahulu melakukan
38
pembukti atau penjelasan secara formal. Akan tetapi dalam penelitian ini difokuskan pada dua indikator, yaitu: Tabel 4 Indikator Kemampuan Penalaran Adaptif No Penalaran 1 Induktif intuitif
Bentuk-bentuk Operasional Kemampuan memberikan dugaan
2
Kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati Kemampuan memberikan dugaaan
Deduktif intuitif
Kemampuan menarik kesimpulan logis
B. Kerangka Berpikir Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kita jumpai masalah-masalah yang berkaitan dengan matematika, misalnya penawaran dalam perdagangan, koperasi, dan sebagainya. Di dalam penyelesaian matematika ada kemampuan yang harus yaitu
kemampuan
representasi
dan
penalaran
adaptif.
Kemampuan
representasi matematis ini merupakan kemampuan siswa untuk menyajikan suatu soal matematika dengan seurut mungkin. Hal ini melatih siswa untuk membentuk
karakter
siswa
dengan
ketelitian,
kesabaran,
sistematis.
Sedangkan, penalaran adaptif adalah kemampuan untuk berpikir secara logis tentang hubungan antar konsep dan situasi, kemampuan untuk menjelaskan, dan kemampuan untuk memberikan pembenaran dari suatu permasalahan. Selama proses berpikir, kemampuan penalaran sangat diperlukan siswa untuk mengajukan dugaan. Kemampuan mengajukan dugaan salah satu indikator
39
dari kemampuan adaptif. Kemampuan penalaran adaptif sangat diperlukan dalam memahami suatu konsep materi pokok. Tanpa adanya kemampuan penalaran
adaptif,
maka
siswa
akan
mengalami
kesulitan
dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Jika siswa sudah melaksanakan kemampuan representasi dan penalaran adaptif dengan baik, maka siswa memahami konsep matematika dengan baik pula. Proses pembelajaran dilakukan dengan berbagai metode/pendekatan pembelajaran. Salah satunya metode yang digunakan adalah Guided Teaching. Metode Guided Teaching ini merupakan pembelajaran aktif yang dapat melatih keberanian siswa untuk menyampaikan pendapatnya, sehingga kemampuan representasi dan penalaran adaptif siswa dapat meningkat dan pembelajaran menjadi bermakna.
Gambar 2. Alur kerangka berpikir
40
C. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang hasilhasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nining Nuartika yang berjudul “Penerapan Metode Guided Teaching Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Mekanika Teknik Siswa Kelas XI TGB SMK N 2 Surakarta” (2012: 67). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna metode Guided Teaching dapat memperbaiki atau meningkatkan: 1) Hasil belajar (nilai kognitif) siswa kelas XI TGB SMK Negeri 2 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada mata pelajaran Mekanika Teknik dengan kompetensi dasar menghitung gaya luar dan gaya dalam pada konstruksi statika (statis tertentu). Ketuntasan hasil belajar ranah kognitif pada tahap pra siklus 55,88%, tahap siklus I 158,82%, dan ranah siklus II 85,29%. 2) Efektivitas pembelajaran mengalami peningakatan pada setiap siklus baik dari ranah afektif maupun psikomotorik, dari ranah afektif pada tahap pra siklus sebesar 47,06%, tahap siklus I sebesar 55,88%, dan tahap siklus II sebasar 82,35%, sedangkan ranah psikomotorik pada tahap pra siklus sebesar 50%, tahap siklus I sebesar 55,88%, dan tahap siklus II sebesar 79,41%. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa: penerapan metode Guided Teaching
dapat
meningkatkan
prestasi
belajar
dan
efektivitas
pembelajaran mengalami peningkatan yaitu dengan adanya peningkatan
41
dari setiap siklus baik dari ranah afektif maupun psikomotorik, sehingga penerapan metode Guided Teaching terbukti efektif. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Leo Adhar Effendi yang berjudul “Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP” (2012: 8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal matematis siswa. Siswa memiliki sikap positif terhadap matematika dan pembelajaran
dengan
metode
penemuan
terbimbing.
Berdasarkan
penelitian ini disimpulkan bahwa: secara keseluruhan peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika siwa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Diena Frentika yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Penalaran Adaptif dan Sikap Peduli Lingkungan Melalui Pembelajaran Matematika Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir” (2014: 248). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kemampuan penalaran adaptif siswa memperoleh pembelajaran matematika kontekstual berbasis potensi pesisir meningkat dengan tidak terdapat perbedaan secara signifikan antar siswa berkemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah), berdasarkan nilai sig 0,646 (KAM PAN) dan 0, 730 (KAM PAP)
42
pada uji Anova begitupun dengan sikap peduli lingkungan dengan nilai sig 0, 411 (KAM PAN) dan 0, 851 (KAM PAP) pada uji Anova. 2) Peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika kontekstual berbasis potensi pesisir lebih tinggi secara
signifikan
dibandingkan
dengan
siswa
yang memperoleh
pembelajaran konvensional, berdasarkan nilai sig 0, 032 (KAM PAN) dan 0, 034 (KAM PAP) pada uji Anova dan sig (1-tailed) = 0, 0015. Sedangkan peningkatan sikap peduli lingkungan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika konstektual berbasis potensi pesisir tidak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, berdasarkan nilai sig 0, 603 (KAM PAN) dan 0, 902 (KAM PAP) pada uji Anova. 3)Ttidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran adaptif berdasarkan nilai sig 0, 534 (KAM PAN) dan 0, 902 (KAM PAP) pada uji Anova, begitupun dengan interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan sikap peduli lingkngan
berdasarkan nilai sig 0,448 (KAM
PAN) dan 0,551 (KAM PAP) pada uji Anova. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: adanya perbedaan peningkatan kemampuan penalaran adaptif yang signifikan antara siswa yang memperoleh pembelajaran matematika kontekstual berbasis potensi pesisir dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika konvensional.
43
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran Guided Teaching berpengaruh terhadap kemampuan representasi matematis dan kemampuan penalaran adaptif siswa di kelas VIII SMP N 1 Pajangan. 2. Metode pembelajaran konvensional berpengaruh terhadap kemampuan representasi matematis dan kemampuan penalaran adaptif siswa di kelas VIII SMP N 1 Pajangan. 3. Pengguaan metode pembelajaran Guided Teaching lebih berpengaruh daripada
penggunaan
metode
pembelajaran
konvensional
terhadap
kemampuan representasi matematis dan penalaran adaptif siswa di kelas VIII SMP N 1 Pajangan.
44