BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar 1. Pengertian Belajar Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan. Berhasil tidaknya proses pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik. Oleh karena itu, kegiatan belajar haruslah mendapat perhatian lebih dan diupayakan semaksimal mungkin, agar tujuan dari proses pendidikan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak sekali para ahli yang menerjemahkan pengertian dari belajar. Diantara para ahli yang menerjemahkan arti belajar yaitu: a. James O. Wittaker mengatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. (Ahmadi, 2004: 126) b. Cronbach
dalam
bukunya
yang
berjudul
Education
Psychology
mengatakan bahwa “Learning is shown by change in behavior as a result of experience”. (Ahmadi, 2004: 127) c. Howard L. Kingsley mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. (Ahmadi, 2004: 127)
9
10
d. Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. (Purwanto, 2004: 84) e. Witherington dalam bukunya Educational Psychology mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. (Purwanto, 2004: 84) f. Gagne mengatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman. (Suharwanto, 2006: 10) Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Ngalim Purwanto (2004: 85) mengemukakan beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu: 1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. 2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan dianggap sebagai hasil dari belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. 3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang. 4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
11
2. Tahapan Belajar Setiap individu haruslah melewati beberapa tahapan dalam prose belajar, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Robert M. Gagne (Suharwanto, 2006: 10) mengurutkan delapan tipe belajar di dalam suatu hierarkis hubungan yang didasarkan pada pandangan bahwa tahap belajar yang lebih tinggi berdasarkan atas tahapan yang lebih rendah. Kedelapan tipe belajar itu adalah: a. Belajar isyarat, yaitu belajar yang paling sederhana dengan cara memberikan reaksi terhadap rangsangan/stimulus. b. Belajar stimulus respon, yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang terhadap suatu stimulus. c. Belajar rangkaian, yaitu menghubungkan dua atau lebih stimulus dan respon yang dirangkaikan menjadi satu kesatuan (rangkaian) yang berarti. d. Asosiasi verbal, yaitu dengan cara memberikan reaksi verbal (katakata/bahasa) terhadap suatu rangsangan. e. Belajar diskriminasi, yaitu dengan cara memberikan reaksi yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang mempunyai kesamaan/hampir sama. f. Belajar konsep, yaitu dengan menempatkan objek-objek ke dalam kelompok klasifikasi tertentu. g. Belajar aturan, yaitu dengan menghubungkan dua atau lebih konsepkonsep dengan aturan-aturan. h. Pemecahan masalah, yaitu dengan menggabungkan/mengkombinasikan beberapa aturan sehingga menghasilkan aturan yang berbeda.
12
3. Hasil Belajar Dalam setiap kegiatan belajar, selalu ada tujuan yang yang ingin dicapai, yaitu adanya suatu perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Gagne (Suharwanto, 2006: 13) mengemukakan ada lima hasil belajar. Tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu bersifat psikomotor. Kelima hasil belajar itu adalah: a. b. c. d. e.
Keterampilan intelektual Strategi-strategi kognitif Informasi verbal Sikap-sikap Keterampilan-keterampilan motorik
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya proses dan hasil belajar, yaitu: a. Faktor Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Yang termasuk ke dalam faktor intern adalah: 1) Kematangan/pertumbuhan fisik. Kita tidak dapat memaksakan untuk mengajarkan sesuatu kepada anak yang belum matang, seperti memaksakan bayi yang baru berumur enam bulan untuk belajar berjalan atau memaksakan anak SMP untuk belajar filsafat. 2) Kecerdasan/intelegensi.
Setiap
orang
mempunyai
tingkat
kecerdasan/intelegensi yang berbeda satu sama lain. Sehingga terdapat orang yang cepat dan lambat dalam proses belajarnya. 3) Latihan dan ulangan. Latihan dan ulangan dapat membuat seseorang memiliki kecakapan dan pengetahuan yang mendalam.
13
4) Motivasi, merupakan dorongan yang datang dari dalam diri individu untuk belajar. 5) Sifat-sifat pribadi seseorang. Setiap orang memiliki sifat-sifat pribadinya masing-masing. Ada yang memiliki sikap keras hati, tekun, kerja keras, dan ada pula yang memiliki sifat yang sebaliknya yang akan turut mempengaruhi kegiatan belajarnya. b. Faktor Ekstern, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu, yaitu: 1) Keadaan keluarga. Keadaan keluarga akan turut mempengaruhi proses dan hasil belajar. Ada keluarga yang kaya, terpelajar, rukun, dan ada pula yang sebaliknya. 2) Guru dan cara mengajar, sangat berpengaruh terutama dalam pembelajaran kelas. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru tersebut mengajarkan pengetahuan yang dimilikinya turut mencapai hasil belajar yang dapat dicapai anak. 3) Alat-alat pelajaran. Alat-alat pelajaran akan mempermudah proses pembelajaran yang berlangsung dan membuatnya menjadi lebih menarik. 4) Motivasi sosial, yaitu motivasi yang diberikan oleh orang-orang yang berada di sekitar peserta didik, seperti orang tua, guru, teman, dan sebagainya.
14
5) Lingkungan dan kesempatan. Lingkungan dan kesempatan yang baik akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar yang terjadi.
B. Ketuntasan Belajar Siswa Ketuntasan
belajar
merupakan
patokan
yang
digunakan
untuk
menetukan apakah hasil belajar yang diperoleh peserta didik sudah mencapai standar ketercapaian minimal yang diharapkan atau belum. Ketuntasan belajar peserta didik ditentukan oleh pencapaian tingkat penguasaan kompetensi minimal yang dipersyaratkan untuk dinyatakan menguasai (mastery). Jadi peserta didik hanya boleh pindah ke kompetensi berikutnya, jika kompetensi yang sedang dipelajarinya telah dikuasai secara tuntas sampai standar minimal yang dipersyaratkan Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya. Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah “Mastery Learning”. Mastery Learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, dan (5) waktu yang tersedia
15
untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran tuntas terdapat dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial dan layanan program pengayaan. Pertama, layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (1) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (2) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (3) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang belum dikuasai siswa. Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (1) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (2) pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (3) memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (4) membantu guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (5) materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, dan (6) program pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan
16
dan teknologi merupakan batas ambang kompetensi. Nilai ketuntasan belajar untuk aspek kompetensi pengetahuan dan praktik dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat, dengan rentang 0 -100. Biasanya setiap satuan pendidikan menetapkan KKM yang berbeda terhadap setiap mata pelajaran dengan berbagai pertimbangan. Penetapan KKM dilakukan oleh dewan pendidik pada awal tahun pelajaran melalui proses penetapan KKM setiap Indikator, KD, SK menjadi KKM mata pelajaran, dengan mempertimbangkan, hal-hal sebagai berikut. 1. Tingkat kompleksitas (kesulitan dan kerumitan) setiap KD yang harus dicapai oleh peserta didik. 2. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah yang bersangkutan. 3. Kemampuan
sumber
daya
pendukung
dalam
penyelenggaraan
pembelajaran pada masing-masing sekolah. Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masingmasing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria
17
ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal.
C. Pengajaran Remedial Gagne (Suharwanto, 2006: 10) memberikan pengertian belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan menurut Mohammad Surya (Suharwanto, 2006: 19), pembelajaran adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses untuk merubah tingkah laku, sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan pengertian diatas, ada beberapa prinsip yang mendasari proses pembelajaran, yaitu: 1. Pembelajaran sebagai suatu usaha untuk memperoleh perubahan prilaku. 2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan prilaku secara keseluruhan. 3. Pembelajaran sebagai suatu proses. 4. Pembelajaran terjadi karena adanya dorongan tujuan yang ingin dicapai. 5. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Sedangkan kata pengajaran sendiri dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berasal dari kata “ajar” dengan konfiks “peng-an” yang berarti “barang apa yang dikatakan orang supaya diketahui dan dituruti” (Nurhayati,
18
2008: 9). Sedangkan menurut Ramayulis (Nurhayati, 2008: 9) pengajaran berasal dari kata “ajar” ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” sehingga menjadi kata “pengajaran” yang berarti proses penyajian atau bahan pelajaran yang disajikan. Menurut Hasan Langgulung (Nurhayati, 2008: 9) mengatakan bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. Menurut Ki Hajar Dewantara pengajaran adalah pendidikan dan pengetahuan serta memberi kecakapan pada anak yang keduanya dapat bermanfaat bagi hidup baik lahir maupun batin (Aqtoris, 2008: 13). Sedangkan menurut Ahmad Tafsir (Aqtoris, 2008: 13) pengajaran adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotorik semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis serta objektif, serta terampil dalam mengerjakan sesuatu. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan dan pemindahan pengetahuan tersebut dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar mengajar. Dalam Kamus Bahasa Inggris, kata Remedial berarti: yang berhubungan dengan perbaikan. Menurut Alit Meriana (Suharwanto, 2006: 21), remedial berarti bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau membuat menjadi lebih baik. Sedangkan menurut Mc. Ginnis dan Smith (Suharwanto, 2006: 21), remedial adalah tindakan mendiagnosis. Demikian juga menurut Tarigan
19
(Suharwanto, 2006: 21), dalam kata remedial tercakup pengertian-pengertian diagnosis, penanggulangan dan perbaikan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Pengajaran Remedial adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat perbaikan, atau pengajaran yang membuat menjadi baik. Dalam belajar mengajar guru melakukan pengajaran dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara optimal. Namun jika ternyata terdapat siswa yang lamban dalam belajar dan prestasi belajarnya rendah maka diperlukan suatu proses belajar mengajar yang dapat membantu siswa agar tercapai hasil yang diharapkan. Pengajaran Remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yang berfungsi untuk mengatasi masalah-masalah dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Pengajaran Remedial dilaksanakan setelah diadakan pengajaran biasa (klasikal), dimana siswa yang belum memenuhi standar minimal yang telah ditentukan pada topik/kompetensi tertentu, dikumpulkan tersendiri untuk mendapatkan pengajaran kembali. Dalam Pengajaran Remedial yang diperbaiki adalah keseluruhan proses belajar mengajar seperti cara mengajar, metode pengajaran, materi pelajaran, alat belajar, dan lingkungan belajar. Dalam Pengajaran Remedial terjadi proses penyembuhan (terapi) pada siswa, jika sudah sembuh maka akan dikembalikan lagi ke kelas semula. Anonim (1999:34) menyatakan bahwa pengajaran remedial berbeda dengan proses belajar mengajar biasa dalam segi:
20
1. Tujuan Pengajaran biasa diarahkan pada penguasaan bahan ajar secara tuntas sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai secara maksimal. Sedangkan Pengajaran Remedial lebih diarahkan pada peningkatan penguasaan bahan ajar, sehingga sekurang-kurangnya siswa yang bersangkutan dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang mungkin diterima. Secara umum tujuan Pengajaran Remedial tidak berbeda dengan pengajaran biasa, yaitu dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun secara khusus tujuan Pengajaran Remedial ini adalah agar siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan sekolah melalui proses perbaikan. Menurut User Usman dan Lilis Setiawati secara terperinci tujuan pengajaran remedial adalah: a. Siswa memahami dirinya khususnya yang menyangkut prestasi belajar yang meliputi kelebihan dan kelemahannya, jenis dan sifat kesulitan yang dihadapi. b. Siswa dapat mengubah atau memperbaiki cara belajar ke arah yang lebih baik sesuai dengan kesulitan belajar yang dihadapi. c. Siswa dapat mengatasi hambatan belajar yang menjadi latar belakang kesulitannya. d. Siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi kesulitan belajar. e. Siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan baru yang dapat mendorong tercapainya prestasi belajar yang lebih baik.
21
f. Siswa dapat mengerjakan tugas lebih baik. 2. Strategi Strategi belajar remedial sifatnya sangat individual dalam arti tergantung pada letak masalah yang dihadapi setiap siswa. Metode penyampaian harus bervariasi dan diharapkan disusun secara sistematis dari materi/tugas yang mudah menuju tugas yang sukar. 3. Bahan Bahan
pengajaran
remedial
biasanya
dengan
penggolongan-
penggolongan yang lebih kecil daripada bahan yang dikembangkan untuk pengajaran biasa. Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (2000:114) merinci perbedaan antara Pengajaran Remedial dengan Pengajaran Biasa sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Pengajaran Biasa Dengan Pengajaran Remedial No 1
Pengajaran Biasa Sebagai program belajar di kelas dengan semua siswa turut berpartisipasi. Bertujuan untuk mencapai TIK (indikatora) yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum berlaku untuk semua siswa. Dilaksanakan oleh guru kelas atau guru bidang studi.
No 1
4
Pendekatan dan teknik lebih bersifat umum dan sama.
4
5
Evaluasi menggunakan alat yang bersifat seragam dan kompak.
5
2
3
2
3
Pengajaran Remedial Dilakukan setelah diketahui kesulitan belajar yang kemudian diberikan pelayanan khusus sesuai dengan jenis, sifat, dan latar belakang. TIK (indikator) disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Dilaksanakan melalui kerjasama berbagai pihak, guru, pembimbing, counselor dan sebagainya. Pendekatan dan teknik lebih diferensial artinya disesuaikan dengan keadaan siswa. Alat evaluasi yang digunakan disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
22
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan mengenai perbedaan proses belajar mengajar biasa dengan pengajaran remedial. Pengajaran biasa bertujuan untuk pencapaian hasil belajar secara maksimal, sedang Pengajaran remedial bertujuan untuk penguasaan bahan bagi siswa yang mengalami kesulitan pada materi tertentu. Strategi belajar mengajar pada pengajaran biasa yaitu pengajaran klasikal dimana siswa berkumpul dalam satu kelas untuk mendapat pengajaran dengan metode yang sama untuk semua siswa, pendekatan dan teknik yang sama, serta pemberian evaluasi menggunakan alat yang sama (seragam) untuk semua siswa. Sedang pada pengajaran remedial strategi yang diberikan bersifat individual sesuai indikator yang mana yang sulit dan belum dituntaskan oleh siswa dan metode penyampaiannya tidak sama antar satu siswa dengan siswa lainnya. Hal ini tergantung sejauh mana kesulitan siswa belajar dan alat evaluasi yang digunakan disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa. Selanjutnya mengenai bahan pengajaran, untuk bahan pada pengajaran biasa lebih banyak dan luas, sedang bahan pengajaran untuk pengajaran remedial hanya materi tertentu saja, yaitu bahan yang belum dukuasai oleh siswa saja.
23
4. Fungsi Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono mengungkapkan Pengajaran Remedial mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi korektif, artinya Pengajaran Remedial dapat dilakukan dalam pembetulan atau perbaikan dalam hal penulisan tujuan, penggunaan metode, cara-cara belajar, materi dan alat belajar, evaluasi dan sebagainya. 2) Fungsi pemahaman, artinya Pengajaran Remedial, guru dan siswa atau pihak lainnya dapat memperoleh yang lebih baik mengenai pribadinya sendiri. 3) Fungsi penyesuaian, artinya Pengajaran Remedial dapat membentuk siswa yang mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri di lingkungan tempat belajarnya. 4) Fungsi Pengayaan, artinya Pengajaran Remedial dapat memperkaya proses pengajaran, sehingga materi lebih luas, lebih banyak dan lebih mendalam dibandingkan dengan pengajaran regular. 5) Fungsi Akselerasi, artinya Pengajaran Remedial dapat mempercepat proses pembelajaran, baik dari segi waktu maupun materi, sehingga pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif dan efisien. 6) Fungsi Therapeutic, artinya secara langsung atau tidak, Pembelajaran Remedial dapat membantu atau menyembuhkan atau memperbaiki kondisi kepribadian siswa yang menyimpang, sebaliknya pencapaian prestasi belajar dalam pembelajaran juga mempengaruhi pribadi siswa.
24
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa fungsi Pengajaran Remedial adalah untuk membantu guru dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan dalam mencapai prestasi belajarnya. 5. Sasaran Kenyataan menunjukkan bahwa setiap siswa dalam proses belajar mengajar mempunyai hasil yang berbeda-beda. Dalam paedagogik perbedaan ini harus diterima. Hal ini dikarenakan terdapatnya perbedaan kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa. Perbedaan yang dimaksud yaitu (Ahmadi, 2004: 151): a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Perbedaan kecerdasan Perbedaan hasil belajar Perbedaan bakat Perbedaan sikap Perbedaan kebiasaan Perbedaan pengetahuan Perbedaan kepribadian Perbedaan kebutuhan Perbedaan cita-cita Perbedaan fisik Perbedaan minat Perbedaan lingkungan
Sehingga untuk siswa yang memiliki kemampuan yang rendah yang menyebabkannya tidak tuntas dalam belajarnya memerlukan Pengajaran Remedial. Sehingga yang harus diberikan Pengajaran Remedial yaitu siswa yang (Suharwanto, 2006: 24): a. Kemampuan mengingat relatif kurang. b. Perhatian yang sangat kurang dan mudah terganggu dengan sesuatu yang lain di sekitarnya pada saat belajar. c. Relatif lemah kemampuan memahami secara menyeluruh d. Kurang dalam memotivasi diri dalam belajar. e. Kurang dalam kepercayaan diri dan rendah harapan dirinya f. Lemah dalam kemampuan memecahkan masalah.
25
g. Sering gagal dalam menyimak suatu gagasan dari suatu informasi. h. Mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang abstrak. i. Gagal menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya yang relevan. j. Memerlukan waktu relatif lebih lama daripada yang lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas. 6. Langkah-langkah Pengajaran Remedial Anonim (1999:45), mengatur mengenai langkah-langkah Pengajaran Remedial sebagai berikut a. Menelaah kembali siswa yang akan diberikan bantuan. Kegiatan ini dimaksudkan agar kita memperoleh gambaran berapa lama bantuan harus diberikan, kapan, oleh siapa, dan sebagainya. b. Alternatif tindakan. Jika sudah mendapat gambaran lengkap. Lalu tentukan alternatif tindakan dapat berupa : 1) Disuruh mengulangi bahan yang telah diberikan dengan memberikan arahan terlebih dulu. 2) Disuruh mencoba alternatif kegiatan lain yang setara dengan kegiatan belajar mengajar yang sudah ditempuhnya dan mempunyai tujuan yang sama. 3) Bila kesulitan belajar bukan karena kesulitan belajar, tapi karena faktor lain seperti sikap negatif terhadap guru, situasi belajar dan sebagainya maka siswa perlu dibimbing oleh konselor. Jika sudah mampu mengatasi masalah maka dapat diberi Pengajaran Remedial. 3. Evaluasi Pengajaran Remedial 4. Pada akhir kegiatan siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 70% taraf pengusaan (level of mastery). Bila ternyata belum
26
berhasil maka dilakukan diagnosis dan memperoleh Pengajaran Remedial kembali. 7. Pendekatan Pengajaran Remedial a. Pendekatan pencegahan (preventif). Dari hasil Pretest sebelum memulai pengajaran, seorang guru sudah dapat mendeteksi bahwa seorang siswa mungkin akan mengalami hambatan dalam proses belajarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan upaya mengetahui secara tepat prilaku awal siswa, menggunakan pendekatan multi media dan multi metode dalam proses belajar mengajar b. Pendekatan penyembuhan (curative). Pendekatan ini diberikan kepada siswa yang sudah nyata mengalami hambatan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Gejala yang terlihat yaitu prestasinya sangat rendah dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan. c. Pendekatan perkembangan (development). Pendekatan ini menuntut guru untuk memonitor terus menerus kegiatan siswa dalam proses pembelajaran, setiap ada hambatan dan secara terus-menerus. Sehingga dengan demikian guru senantiasa mengikuti perkembangan pada siswanya secara sistematis. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam Pengajaran Remedial itu dimulai dari penelaahan kembali siswa yang mengalami kesulitan belajar, selanjutnya diberikan tindakan alternatif seperti mengulang belajar kembali atau alternatif lainnya sambil dicari penyebab kesulitan belajar siswa, selanjutnya diberikan evaluasi dengan target 70%
27
penguasaan materi. Jika berhasil siswa kembali ke kelasnya untuk mengikuti pengajaran biasa secara klasikal, jika belum berhasil baru diadakan Pengajaran Remedial. 8. Metode Pengajaran Remedial Metode Pengajaran Remedial adalah metode yang dipakai dalam proses Pengajaran Remedial mulai dari identifikasi kesulitan belajar sampai penanganan kesulitan belajar. Menurut Moch. Surya (Suharwanto, 2006: 27), metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan Pengajaran Remedial adalah: a. Metode pemberian tugas Metode ini dapat digunakan dalam rangka mengenal kasus dan pemberian bantuan. Siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat ditolong melalui pemberian tugas tertentu yang jenis dan sifatnya disesuaikan dengan jenis, sifat, dan latar belakang kesulitan belajarnya. Dengan metode ini siswa diharapkan dapat (Ahmadi, 2004: 183): 1) Lebih memahami dirinya. 2) Memperluas/memperdalam materi yang dipelajari. 3) Memperbaiki cara-cara belajar yang pernah dialami. b. Metode tanya jawab Metode ini digunakan dalam rangka pengenalan kasus untuk mengetahui jenis dan sifat kesulitannya. Tanya jawab digunakan dalam bentuk dialog antara guru dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dari hasil dialog tersebut akan diperoleh perbaikan dalam kesulitan belajar. Tanya
28
jawab dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Tanya jawab dapat membantu siswa dalam (Ahmadi, 2004: 182): 1) Memahami dirinya. 2) Mengetahui kelebihan/kekurangannya. 3) Memperbaiki cara-cara belajar. Adapun kebaikan metode ini yaitu (Ahmadi, 2004: 182): 1) Meningkatkan motivasi belajar. 2) Merupakan kondisi yang menunjang pelaksanaan penyuluhan. 3) Menumbuhkan rasa harga diri c. Metode diskusi Metode ini digunakan dengan memanfaatkan interaksi antar individu dalam kelompok untuk memperbaiki kesulitan belajar yang dialami oleh kelompok siswa. Dalam interaksi ini masing-masing siswa dapat turut menyumbangkan saran-saran dalam menemukan pemecahan suatu masalah. Kebaikan metode ini yaitu (Ahmadi, 2004: 183): 1) Setiap individu dalam kelompok dapat mengenal diri dan kesulitannya serta dapat menemukan jalan pemecahannya. 2) Interaksi dalam kelompok menumbuhkan sikap percaya mempercayai. 3) Mengembangkan kerja sama antar pribadi. 4) Menumbuhkan kepercayaan diri. 5) Menumbuhkan rasa tanggung jawab. d. Metode kerja kelompok Metode ini hampir sama dengan metode pemberian tugas dan diskusi. Dalam metode ini siswa bersama-sama ditugasi untuk menyelesaikan tugas tertentu. Yang terpenting dari metode ini adalah interasi diantara anggota kelompok dengan harapan akan terjadi perbaikan pada diri siswa
29
yang mengalami kesulitan belajar. Kebaikan metode ini yaitu (Ahmadi, 2004: 183): 1) Adanya pengaruh anggota kelompok yang cakap dan berpengalaman. 2) Kehidupan kelompok dapat meningkatkan minat belajar. 3) Kehidupan kelompok merupakan tanggung jawab dan saling memahami diri. e. Metode tutor sebaya Tutor adalah siswa yang ditunjuk/ditugaskan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar. Karena hubungan dengan teman umumnya lebih dekat daripada dengan guru. Dengan petunjuk-petunjuk dari guru tutor ini membantu temannya yang mengalami kesulitan. Pemilihan tutor ini didasarkan pada prestasi, komunikasi, hubungan sosial yang baik, dan disenangi oleh teman-temannya. Tutor berperan sebagai pemimpin di dalam kegiatan kelompok sebagai pengganti guru. Kebaikan metode ini adalah: 1) Adanya hubungan yang lebih dekat dan akrab. 2) Tutor sendiri kegiatannya adalah pengayaan dan menambah motivasi belajar. 3) Dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri. f. Pengajaran individu Pengajaran individu merupakan suatu proses belajar mengajar yang dilakukan secara individu. Dengan metode ini guru bisa mengajar dengan lebih intensif karena dapat disesuaikan dengan keadaan dan kesulitan yang dimiliki oleh siswa. Pengajaran individu ini bersifat teraputik, artinya mempunyai sifat penyembuhan dengan cara memperbaiki cara-cara belajar siswa. Untuk melaksanakan pengajaran individual ini guru dituntut
30
memiliki kemampuan membimbing
dan bersikap sabar, ulet, rela,
bertanggung jawab, menerima, dan memahami keadaan siswa. Hasil yang diharapkan dengan pengajaran individual disamping adanya peningkatan prestasi belajar juga peningkatan pemahaman dalam diri siswa.
D. Kerangka Pemikiran Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya. Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah “Mastery Learning”. Mastery Learning atau belajar tuntas, artinya adalah penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pembelajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pembelajaran, (4) ketekunan, dan (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Mastery Learning dapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara
31
lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal),
(3)
strategi
pembelajaran
berasaskan
maju
berkelanjutan
(continuous progress), dan (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuansatuan (cremental units). Ketuntasan
belajar
merupakan
patokan
yang
digunakan
untuk
menetukan apakah hasil belajar yang diperoleh siswa sudah mencapai standard ketercapaian minimal yang diharapkan atau belum. Ketuntasan belajar peserta didik ditentukan oleh pencapaian tingkat penguasaan kompetensi minimal yang dipersyaratkan untuk dinyatakan menguasai (mastery). Jadi peserta didik hanya boleh pindah ke kompetensi berikutnya, jika kompetensi yang sedang dipelajarinya telah dikuasai secara tuntas sampai standard minimal yang dipersyaratkan. Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, idealnya untuk masingmasing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sekolah perlu menetapkan kriteria ketuntasan belajar dan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan sampai mendekati ideal.
32
Yang menjadi permasalahan adalah banyaknya siswa yang tidak dapat mencapai ketuntasan belajar untuk setiap Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditentukan oleh sekolah dan guru mata pelajaran, sehingga diperlukan suatu tindakan pemecahan untuk dapat meningkatkan ketuntasan belajar yang diperoleh siswa. Dalam konsep pembelajaran tuntas, siswa tidak boleh melanjutkan pembelajaran ke kompetensi berikutnya sebelum menguasai kompetensi yang sedang dipelajarinya. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa adalah dengan pengajaran remedial. Dalam pengajaran remedial ini siswa belajar kembali kompetensi yang telah dipelajarinya. Kompetensi yang dipelajari kembali hanyalah kompetensi yang belum dikuasai atau yang belum dipahami oleh siswa saja. Jadi dalam pengajaran remedial tidak semua kompetensi yang telah dipelajari tersebut dipelajari kembali. Layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (1) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (2) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (3) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang belum dikuasai siswa, dan (4) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa mengikuti tes/ujian semester. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menguasai secara penuh kompetensi yang telah dipelajarinya. Dalam KTSP, siswa dianggap tuntas
33
apabila telah menguasai minimal 75% dari kompetensi yang telah dipelajarinya. Akan tetapi sekolah boleh menentukan standard ketuntasan belajar minimalnya (KKM) dibawah 75%, sesuai dengan keadaan siswa dan sarana serta prasarana yang dimilikinya. Namun sekolah harus tetap berusaha meningkatkan standar ketuntasan minimalnya sampai 75%. Pengajaran Remedial (X)
Ketuntasan Belajar (Y)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
E. Hasil Penelitian yang Relevan Pada bagian ini, akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan
mengenai
penerapan
Pengajaran
Remedial
dalam
proses
pembelajaran. Adapun beberapa penelitian yang relevan tersebut diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Suharto (2000) pada salah satu Madrasah Aliyyah di Jakarta, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial berpengaruh positif untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz (2000) pada siswa kelas 2 MAN 1 Malang, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial dengan metode diskusi kelas lebih baik dibandingkan dengan Pengajaran Remedial dengan metode kerja kelompok dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
34
3. Penelitian yang dilakukan oleh Yuanita Mulyani Aziz (2004) pada siswa kelas 2 SLTPN 40 Bandung, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial kelompok berpengaruh positif untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan geometri. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Suharwanto (2006) terhadap siswa SMK Angkasa, menunjukkan bahwa implementasi Pengajaran Remedial berpengaruh positif untuk mengatasi kesulitas belajar peserta diklat SMK pada mata diklat Pengetahuan Dasar Teknik Mesin.
F. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah diatas, hipotesis dari penelitian ini adalah: “Terdapat perbedaan (peningkatan) ketuntasan belajar siswa sebelum dan sesudah pengajaran remedial”.