BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Keuangan Daerah Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak-hak dan kewajiban daerah tersebut (Pasal 1 butir 5 Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005). Ruang lingkup keuangan daerah meliputi : 1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman; 2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga; 3. Penerimaan daerah; 4. Pengeluaran daerah; 5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain beruapa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang; 6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dan/atau kepentingan umum.
10
11
Dalam pengelolaan keuangan daerah terdapat empat asas pengelolaan keuangan daerah, yakni : 1. Asas umum pengelolaan keuangan daerah; 2. Asas umum APBD; 3. Asas umum pelaksanaan APBD; 4. Asas umum pentausahaan keuangan daerah. Halim dalam Heny Susantih (2009:3) mengatakan, ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan
untuk
menggali
sumber-sumber
keuangan,
mengelola
dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahnya. 2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah 2.1.2.1 Pengertian Pendapatan Asli daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
12
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Menurut Halim (2004:94) menyebutkan pengertian pendapatan asli daerah yaitu sebagai berikut : “Penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka 18 menyebutkan pengertian pendapatan asli daerah yaitu sebagai berikut : “Pendapatan yang diperoleh dari daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Menurut Widiartini (2014:28) menyebutkan pengertian pendapatan asli daerah yaitu sebagai berikut : “Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil daerah lain yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.”
13
2.1.2.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan asli daerah yaitu sebagai berikut : 1. Pajak daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10 tentang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Retribusi daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan
14
daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai
pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan
yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2.1.2.3 Tujuan Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 3 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa tujuan pendapatan asli daerah yaitu sebagai berikut : “Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan
kepada
pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.” Usaha meningkatkan penerimaan dari pendapatan asli daerah perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah yang dimaksudkan agar daerah
15
tidak terlalu mengandalkan harapan pada pemerintah tingkat atas tetapi harus mampu mandiri sesuai cita-cita otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai dasar penyelenggaraan otonomi daerah.
2.1.3
Terminologi Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada undang-undang
nomor 18 tahun 1997 mengatur beberapa istilah yang umum digunakan, sebagaimana disebutkan dibawah ini : a. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. c. Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retibusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadiatau badan. d. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi yang terutang, sampai dengan kegiatan penagihan
16
retribusi atau retribusi yang terutang kepada wajib retribusi yang terutang serta pengawasan penyetorannya. e. Masa retribusi adalah suatu jangka yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
2.1.4
Retribusi Daerah
2.1.4.1 Pengertian Retribusi Daerah Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu pendapatan asli daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Daerah provinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Yani, 2002:55) Menurut Siahaan (2005:6) menyebutkan bahwa pengertian retribusi adalah sebagai berikut : “Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”
17
Menurut Munawir (2011:3) menyebutkan bahwa pengertian retribusi adalah sebagai berikut : “Iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan dapat jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini yakni bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, tidak dikenakan iuran.” Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa retribusi daerah adalah sebagai berikut : “Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.” Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung oleh seseorang atau badan karena jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah.
2.1.4.2 Ciri-Ciri Retribusi Daerah Menurut Kaho (2005:107) menyatakan bahwa retribusi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Retribusi dipungut oleh negara 2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis
18
3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk 4. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.
2.1.4.3 Wajib Retribusi Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu (Siahaan, 2010:6).
2.1.4.4 Objek dan Golongan Retribusi Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retibusi. Penggolongan jenis retribusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa objek retribusi dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut : 1.
Retribusi Jasa Umum.
2.
Retribusi Jasa Usaha.
3.
Retribusi Perizinan Tertentu.
19
2.1.4.5 Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah, untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan (Siahaan, 2010:623). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf a, retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria berikut : a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. c. Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. d. Jasa tersebut layak dikenakan retribusi. e. Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelengaraannya.
20
f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang potensial. g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik. Jenis-jenis retribusi jasa umum saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 110-124, sebagaimana dibawah ini : 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan Objek retribusi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai pengobatan, dan rumah sakit umum daerah dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, kecuali pelayanan pendaftaran. 2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Objek
retribusi
pelayanan
persampahan/kebersihan
meliputi
pengambilan/pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan sementara, pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara
ke
lokasi
pembuangan
akhir
sampah,
penyediaan
lokasi
pembuangan/pemusnahaan akhir sampah. 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil Objek retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil meliputi KTP, kartu keterangan bertempat tinggal, kartu identitas kerja, kartu penduduk sementara, kartu identitas penduduk musiman, kartu keluarga, akta
21
catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta pengesahan, dan akta pengakuan anak, akta ganti nama bagi warga Negara asing dan akta kematian. 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat Objek retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan
pemakaman
termasuk
penggalian
dan
pengurangan,
pembakaran/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah. 5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum Objek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir ditepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Retribusi Pelayanan Pasar Objek retribusi pelayanan pasar adalah penyediaan fasilitas pasar tradisional sederhana berupa pelataran, los, kios yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang. 7. Retribusi Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor Objek retribusi pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor termasuk kendaraan bermotor di air sesuai dengan peraturan perundang-ungangan, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 8. Retribusi Pelayanan Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
22
Objek retribusi pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat. 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Retribusi penggantian biaya cetak peta adalah penyediaan peta yang dibuat oleh pemerintah daerah. 10. Retribusi Pelayanan Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus Objek retribusi pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus adalah pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang dilakukan oleh pemerintah daerah. 11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair Objek retribusi pengelolaan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola secara khusus oleh pemerintah daerah dalam bentuk instalasi pengolahan limbah cair. 12. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang Objek retribusi pelayanan tera/tera ulang adalah pelayanan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya dan pengujian barang dalam keadaan
23
terbungkus yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 13. Retribusi Pelayanan Pendidikan Objek retribusi pelayanan pendidikan adalah pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh pemerintah daerah. 14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi Objek retribusi pengendalian menara telekomunikasi adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum. Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Sedangkan yang menjadi wajib retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa umum.
2.1.4.6 Retribusi Jasa Usaha Dalam Siahaan (2010:623), Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial meliputi :
24
a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf b, jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini : a. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimilki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis-jenis retribusi jasa usaha dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 127-138, antara lain : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Objek retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah pemakaian kekayaan daerah antara lain penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan, dan kendaraan bermotor. b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan Objek retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan adalah penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakan, yang disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
25
c. Retribusi Tempat Pelelangan Objek retribusi tempat pelelangan adalah penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. d. Retribusi Terminal Objek retribusi terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. e. Retribusi Tempat Parkir Khusus Objek retribusi tempat parkir khusus adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa Objek retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa adalah pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. g. Retribusi Rumah Potong Hewan Objek retribusi rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan
26
sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan Objek retribusi pelayanan kepelabuhan adalah pelayanan jasa kepelabuhan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. i. Retribusi Penyebrangan di Air Objek retribusi penyebrangan di air adalah pelayanan penyebrangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air yang dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. j. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Objek retribusi penjualan produksi uasaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Wajib retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa usaha.
27
2.1.4.7 Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan (Siahaan, 2010:623) Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan (Siahaan, 2010:623). Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini : a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi; b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum;
28
c. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 141-146 jenis-jenis retribusi perizinan tertentu sebagaimana dibawah ini : 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Objeknya adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. Pemberian izin meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Objeknya adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. 3. Retribusi Izin Gangguan Objeknya adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan
29
umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. 4. Retribusi Izin Trayek Objeknya adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. 5. Retribusi Izin Usaha Perikanan Objeknya adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. Wajib Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan.
2.1.4.8 Retribusi Lain-Lain Pernyataan retribusi lain-lain menurut Panca dan Agus (2004: 175) adalah : ”jenis retribusi selain yang ditetapkan dapat ditetapkan dengan peraturan daerah, sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan meningkatkan kebutuhan masyarakat atas pelayanan pemerintah daerah, tetapi tetap memperhatikan kesederhanaan jenis retribusi dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan.”
30
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 ditegaskan bahwa selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Menurut Siahaan (2010:624), Retribusi Lain-Lain dapat dipungut sepanjang memenuhi kriteria berikut ini : 1) Untuk retribusi jasa umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a) Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu. b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. c) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. d) Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau badan yang membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu. e) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya. f) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.
31
g) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik. 2) Untuk retribusi jasa umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. 3) Untuk retribusi perizinan tertentu harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a) Perizinan tertentu termasuk kewenngan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. b) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.
32
2.1.4.9 Sarana dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pasal 26 pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerjasama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi. Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk, kupon, dan kartu langganan. Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang bayar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). STRD merupakan surat yang melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga
33
atau denda. Penagihan retribusi terutang didahului dengan Surat Teguran. Tata cara pelaksanaan retribusi ditetapkan dengan peraturan kepala daerah (Siahaan, 2010) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 161 menetapkan bahwa Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
2.1.4.10 Perhitungan Retribusi Menurut Siahaan (2010:638), Besarnya retribusi yang terutang oleh pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tingkat pengunaan jasa dengan tarif retribusi. Dengan demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa. 1.
Tingkat Pengunaan Jasa Tingkat penggunaan jasa adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul pemerintah daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Misalnya berapa kalimasuk tempat rekreasi, berapa kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya. Akan tetapi adapula penggunaan jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan rumus yang dibuat oleh pemerintah
34
daerah. Rumus dimaksud harus mencerminkan beban yang dipikul oleh pemerintah daerah dalam menyelenggarakan jasa tersebut. Misalnya mengenai izin bangunan, tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir dengan rumus yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan. 2.
Tarif Retribusi Daerah Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau presentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif retribusi dapat ditentukan seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi. Misalnya pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil. Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memprhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan objek retribusi yang bersangkutan. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 155 ditetapkan bahwa Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
3.
Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah Tarif retribusi daerah ditetapkan pemerintah daerah dengan memerhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda antar golongan retribusi daerah.
35
Sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Pasal 8-10 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah ditentukan sebagaimana berikut : a.
Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Penetapan tarif retribusi jasa umum pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jenis-jenis retribusi yang berhubungan dengan kepentingan nasional. Tarif Retribusi Parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.
b.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 153, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan yang layak adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
c.
Tarif retribusi perizinan tentertu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan sedemikian rupa
36
sehingga hasil retribusi dapat menutup sebagian atau seluruh perkiraan biaya yang diperlukan untuk menyediakan jasa yang bersangkutan.
2.1.5
Retribusi Parkir
2.1.5.1 Pengertian Retribusi Parkir Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan menyebutkan bahwa parkir adalah sebagai berikut : “Keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.” Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 16 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan menyebutkan bahwa retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum adalah sebagai berikut : “Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang disediakan dan ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.” Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 115 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa menyebutkan bahwa retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum adalah sebagai berikut : “Penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
37
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa retribusi parkir adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa parkir pada tempat atau lahan parkir yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2.1.5.2 Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Parkir Pemerintah Daerah Kota Bandung memungut retribusi daerah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berisi penentuan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum pemungutan retribusi parkir pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana dibawah ini : a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. d. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan. e. Peraturan Daerah Kabupaten/kota yang mengatur tentang Retribusi Daerah.
38
f. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Retribusi Parkir sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Retribusi Parkir kabupaten/kota dimaksud.
2.1.5.3 Subjek dan Objek Retribusi Parkir Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat khusus Parkir menyebutkan bahwa subjek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum berupa jasa pelayanan parkir di tepi jalan umum yang disediakan dan ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan objek retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
39
2.1.5.4 Mekanisme Penyetoran Retribusi Parkir
PENGGUNA JASA PARKIR
PETUGAS RETRIBUSI PARKIR BULANAN
JURU PARKIR
PENGELOLA RETRIBUSI PARKIR BULANAN
KEPALA SEKTOR
BENDAHARA PENERIMAAN
BANK JABAR
DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
PEMBANGUNAN DAERAH
40
Keterangan : 1. Juru Parkir memungut retribusi Parkir dari pengguna jasa parkir dengan
memberikan bukti karcis retribusi parkir yang tarifnya sesuai Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2010 tentang retribusi pelayanan di tepi jalan umum dan retribusi tempat khusus parkir. 2. Kepala Sektor (Kator) memfasilitasi pemungutan setoran retribusi parkir dari
Jukir memakai Bukti Kwitansi yang ditanda tangani oleh jukir sebagai penyetor dan Kator sebagai penerima pada setiap harinya. 3. Kator ( fasilitasi pemungutan retribusi ) dari jukir menyerahkan setoran dengan
melampirkan bukti kwitansi setoran dari jukir dan rekapitulasi setoran jukir, setelah dievaluasi dan diverifikasi oleh petugas pada setiap harinya.. 4. Sebagai bukti telah menyetorkan, Kator menerima bukti setoran dari Bendahara
Penerimaan berupa Bend 26 yang ditanda tangani oleh Kator sebagai penyetor dan Bendahara Penerimaan sebagai penerima setoran. 5. Setoran
Retribusi Bulanan ( berupa Bend 26 yang ditanda tangani
Penyetor/Pelanggan dan ditanda tangani oleh Penerima setoran ) dari petugas retribusi Bulanan ke Bendahara Penerimaan setelah dievaluasi dan diverifikasi dan diberi bukti Bend 26 pada setiap setoran. 6. Bendahara Penerimaan menyetorkan uang setoran Retribusi Parkir ke Bank Jabar
dengan menggunakan Bend 17 yang ditanda tangi oleh Bendahara Penerimaan dan ditanda tangani oleh Pimpinan pada setiap harinya dan menyertakan Buku
41
Disposisi Setoran berikut Bend 17 yang ditanda tangani oleh Bank Jabar sebagai penerima setoran. 7. Kemudian di setorkan kepada DPAKD Kota Bandung sebagai penerimaan
pendapatan asli daerah dari sektor retribusi parkir untuk pembangunan daerah. 8. UPTD Parkir Dinas Perhubungan Kota Bandung sebagai pengelola perparkiran
setiap harinya melaksanakan pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan pemungutan retribusi parkir.
2.1.5.5 Istilah-istilah yang Digunakan dalam Parkir Dalam membahas masalah perparkiran, perlu diketahui beberapa istilah penting, yaitu sebagai berikut : 1.
Kapasitas Parkir : kapasitas parkir (nyata)/kapasitas yang terpakai dalam satu satuan waktu atau kapasitas parkir yang disediakan (parkir kolektif) oleh pihak pengelola.
2.
Kapasitas Normal : kapasitas parkir (teoritis) yang dapat digunakan sebagai tempat parkir, yang dinyatakan dalam kendaraan. Kapasitas parkir dalam gedung perkantoran tergantung dalam luas lantai bangunan, maka makin besar luas lantai bangunan, makin besar pula kapasitas normalnya.
3.
Durasi Parkir : lamanya suatu kendaraan parkir pada suatu lokasi.
4.
Kawasan parkir : kawasan pada suatu area yang memanfaatkan badan jalan sebagai fasilitas dan terdapat pengendalian parkir melalui pintu masuk.
42
5.
Kebutuhan parkir : jumlah ruang parkir yang dibutuhkan yang besarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat pemilikan kendaraan pribadi, tingkat kesulitan menuju daerah yang bersangkutan, ketersediaan angkutan umum, dan tarif parkir.
6.
Lama Parkir : jumlah rata-rata waktu parkir pada petak parkir yang tersedia yang dinyatakan dalam 1/2 jam, 1 jam, 1 hari.
7.
Puncak Parkir : akumulasi parkir rata-rata tertinggi dengan satuan kendaraan.
8.
Jalur sirkulasi : tempat yang digunakan untuk pergerakan kendaraan yang masuk dan keluar dari fasilitas parkir.
9.
Jalur gang : merupakan jalur dari dua deretan ruang parkir yang berdekatan.
10.
Retribusi parkir : pungutan yang dikenakan pada pemakai kendaraan yang memarkir kendaraannya di ruang parkir.
2.1.6
Efektivitas Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas hanya melihat apakah program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
43
Menurut Mardiasmo (2009:232) menyebutkan bahwa efektivitas adalah sebagai berikut : “Efektivitas menggambarkan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome (hasil) dengan output (target)”. Menurut Halim (2008:93) rumus perhitungan rasio efektivitas adalah sebagai berikut :
Rasio Efektivitas =
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡
x 100%
Dalam perhitungan efektivitas apabila yang dicapai minimal satu atau 100% maka rasio efektivitas semakin baik artinya semakin efektif. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil persentase efektivitasnya semakin tidak efektif (Halim, 2008:93). Kriteria yang digunakan untuk menilai efektivitas pemungutan pajak atau retribusi secara lebih rinci digunakan kriteria Kepmendagri No.690.900.327 Tahun 1996 tentang Pedoman Penilaian Kriteria Efektivitas sebagai berikut : Tabel 2.1 Interprestasi Kriteria Efektivitas Persentase Kriteria > 100% Sangat Efektif 90-100% Efektif 80-90% Cukup Efektif 60-80% Kurang Efektif < 60% Tidak Efektif Sumber : Kepmendagri No.690.900.327 Tahun 1996
44
2.1.7
Pengelolaan
Menurut Soekanto (2004) menyebutkan bahwa pegelolaan adalah sebagai berikut : “Suatu proses peencanaan, pengaturan, pengawasan, penggerak sampai dengan proses terwujudnya tujuan”. Menurut Adisasmita (2012) menyebutkan bahwa pengelolaan adalah sebagai berikut : “Pengendalian dan pemanfaatan semua faktor sumber daya yang menurut suatu perencana dilakukan untuk penyesuaian suatu tujuan kerja tertentu”. Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pengelolaan adalah suatu proses kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pegawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuaan organisasi yang telah di tentukan.
2.1.8
Penelitian Terdahulu Di bawah ini akan disajikan rangkuman beberapa peneliti sebelumnya yang
digunakan oleh penulis sebagai rujukan atau acuan dalam melakukan penelitian ini, ringkasan penelitian terdahulu terdiri sebagai berikut : Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti Destika (2013)
Judul Analisis Pengaruh Efektivitas Pajak dan Retribusi Parkir Terhadap Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung
Hasil Penelitian Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa : 1) Secara keseluruhan penerimaan pajak parkir Kota Bandung melebihi target yang telah ditetapkan sedangkan penerimaan retribusi parkir tidak dapat mencapai target yang telah
45
Umrah (2013)
Ayu (2012)
Pengaruh Retribusi Parkir, Retribusi Pelyanan Persampahan/ Kebersihan, dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Terhadap PAD Kota Tanjungpinang
Pengaruh Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar Dan Retribusi Pelayanan Parkir Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Di Kota Pekalongan
ditetapkan, 2) Rasio efektivitas pajak parkir Kota Bandung memiliki rata-rata nilai efektivitas sangat efektif, Rasio efektivitas Retribusi Parkir Kota Bandung memiliki rata-rata nilai efektivitas kurang efektif, dan Rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung memiliki rata-rata nilai efektivitas sangat efektif, 3) Tidak terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan efektivitas Pajak Parkir dan Retribusi Parkir terhadap efektivitas PAD Kota Bandung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial hanya retribusi parkir dan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi izin mendirikan bangunan tidak berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Sementara, secara simultan menunjukan bahwa retribusi parkir, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dan retribusi izin mendirikan bangunan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa secara parsial hanya retribusi pelayanan pasar yang berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi pelayanan parkir tidak berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Namun, secara simultan retribusi pelayanan pasar dan retribusi pelayanan parkir berpengaruh terhadap pendatan asli daerah.
46
2.1.9
Kerangka Pemikiran Salah satu alasan penyelenggaraan otonomi daerah adalah agar pembangunan
di daerah berjalan seiring dengan pembangunan pusat. Ini merupakan bentuk koreksi atas pelaksanaan pembangunan ekonomi yang selama ini menitik beratkan pembangunan di pusat dan kurang memperhatikan perkembangan pembangunan daerah. Otonomi daerah dilaksanakan sesuai dengan landasan hukum yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999) adalah solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di daerah kabupaten dan kota provinsi jawa barat yang belum tersentuh oleh pemerintah pusat, dengan demikian ideologi politik dan struktur pemerintahan negara akan lebih bersifat desentralisasi dibanding dengan struktur pemerintahan sebelumnya yang bersifat sentralisasi. Kedua landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi sektor publik di Indonesia. Daerah yang melakukan otonomi daerah dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri diantaranya kemampuan keuangan daerah dan ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin (Halim, 2004:187).
47
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 menyebutkan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa APBD merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Tujuan adanya otonomi daerah adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya keuangan daerahnya sendiri secara maksimal tanpa campur tangan dari pemerintah pusat. Salah satu komponen pendapatan daerah yaitu pendapatan asli daerah, selain dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatn asli daerah yang sah.
48
Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang memiliki potensi besar dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dari beberapa komponen retribusi daerah, jenis retribusi jasa umum yang apabila dikelola dengan baik akan memiliki potensi besar dalam menyumbang pendapatan asli daerah yaitu retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 115 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Meskipun pendapatan dari hasil retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum yang merupakan bagian sumber pendapatan retribusi daerah memiliki kontribusi yang tidak terlalu besar terhadap pendapatan asli daerah jika dibandingkan dengan sumbersumber pendapatan lainnya, namun apabila dikelola dengan baik akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Efektivitas pengelolaan retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum ditunjukan dengan tercapainya anggaran yang ditargetkan. Efektivitas pengelolaan retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum yang baik akan berdampak pada meningkatnya retribusi daerah, yang pada akhirnya dapat
49
meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah. Jadi semakin efektif penerimaan retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum, maka semakin efektif pula penerimaan pendapatan asli daerah. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti bermaksud menggambarkannya dalam suatu bagan kerangka pemikiran dan paradigma pemikiran sebagai bentuk alur pemikiran peniliti yaitu sebagai berikut :
50
Otonomi Daerah
UU No 32 Tahun 2004
UU No 33 Tahun 2004
Reformasi sektor publik di Indonesia
Kemampuan Keuangan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pendapatan Daerah
Dana Perimbangan
Pendapatan Asi Daerah
Retribusi Daerah
Efektivitas Pengelolaan Retribusi Parkir
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Lain-lain Pendapatan yang sah
51
Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir (X)
Pendapatan Asli Daerah (Y)
Gambar 2.2 Paradigma Pemikiran
2.1.9
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2011:64) menyatakan bahwa pengertian hipotesis adalah
sebagai berikut : “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.” Menurut Uma (2007:135), hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan secara logis. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian, dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
52
Dalam hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dengan ada atau tidaknya pengaruh variabel X terhadap variabel Y, dimana hipotesis nol (𝐻0 ) yaitu suatu hipotesis tentang tidak adanya hubungan, atau untuk ditolak. Sedangkan Hipotesis alternatif (𝐻𝑎 ) merupakan hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini, maka hipotesis yang disajikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho :
Efektivitas pengelolaan penerimaan retribusi parkir tidak berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah.
Ha :
Efektivitas pengelolaan penerimaan retribusi parkir berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah.