BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1
Reviews Hasil Penelitian Sejenis Hasil penelitian terdahulu berperan sebagai bahan perbandingan dan acuan
dalam pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan. Penelitian terdahulu merupakan telaah pustaka yang berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan. Dalam penelitian terdahulu ini diuraikan secara sistematis hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah, skripsi dari Yossy Aprillia Renettepada tahun 2012, mahasiswa dari Universitas Padjadjaran ( UNPAD ), Bandung. Yang berjudul “Persentasi Diri Female DJ Pada Profesi Disk Jokey” ( Studi Fenomenologi Female DJ pada Profesi Disk Jockey ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna dari tindikan di perut, tato dan cara berpakaian para Disk Jockey perempuan. Skripsi ini disampaikan dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan Fenomenologi. Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami dalam kesadaran individu, yang disebut sebagai intensionalitas. Intensionalitas ( intentionality ), menggambarkan hubungan antara proses yang terjadi dalam kesadaran dengan obyek yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam term fenomenologi, pengalaman atau kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat adalah melihat sesuatu, mengingat adalah
15
repository.unisba.ac.id
mengingat sesuatu, menilai adalah menilai sesuatu. Sesuatu itu adalah obyek dari kesadaran yang telah distimulasi oleh persepsi dari sebuah obyek yang “real” atau melalui tindakan mengingat atau daya cipta ( Smith, etc., 2009: 12 ). Studi ini dapat mengungkapkan peranan simbol dalam presentasi diri komunitas. Adapun teknik pengumpulan datanya mencakup observasi, wawancara mendalam, dan telaah dokumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Makna tindikan di pusar yang dimiliki oleh para Female Disk Jockey atau yang sering disebut Rumusers adalah upaya penduplikasian tokoh DJ Milinka dimana telah melekat pandangan seksi terhadap DJ Milinka. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian kualitatif yang memaparkan secara rinci mengenai potret kondisi yang sebenarnya terjadi. Dimana untuk menjelaskan kondisi tersebut menggunakan analisis Formula 3P John Elkington ( Profit, People and Planet ). Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi langsung dan studi pustaka. Kedua, skripsi dari : Farie Arief Rahman mahasiswa dari Universitas Islam Bandung, pada tahun 2007, dengan judul “Presentasi Diri Seorang Lesbian” ( Studi Kualitatif dengan Pendekatan Dramaturgis Mengenai Interaksi Seorang Lesbian Dengan Lingkungan Sekitar Dalam Kehidupan Sehari-hari ). Penelitian ini membahas mengenai kaum lesbian semakin berani untuk terbuka menunjukan identitas lesbiannya kepada lingkungan di sekitarnya. Namun sebagai lazimnya kaum minoritas, mereka masih berhati-hati dalam membuka identitasnya, terutama di
16
repository.unisba.ac.id
Indonesia dimana masyarakatnya kuat akan norma budaya dan agamanya. Walaupun sebenarnya ada sebagian masyarakat yang sudah dapat menerima kehadiran mereka. Atas dasar kondisi itulah maka peneliti berupaya untuk menganalisa adanya keterbukaan dan ketertutupan kaum lesbian pada masyarakat disekitarnya. Serta caracara mereka dalam mengelola kesan masyarakat agar sesuai dengan harapannya. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dramaturgis dalam penelitian ini. Melalui penelitian ini dapat dilihat bahwa banyak sekali sandiwara yang dilakukan dalam rangka pembentukan kesan yang dilakukan oleh seorang lesbian didalam kehidupannya sehari-hari.Informan dari penelitian ini adalah seorang siswi sma di kota bandung yang menjadi seorang lesbian. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik wawancara, observasi dan menggunakan sumber data tertulis. Proses analis data dengan menggunakan model analisis interaktif dari Miles dan Huberman yaitu meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Tujuan dari penelitian ini tidak jauh beda dari penelitian dramaturgi lainnya yaitu untuk mengetahui front stage ( panggung depan ), dan back stage ( panggung belakang ) sesuatu yang akan di teliti. Yang ketiga adalah penelitian Rangga Lesmana dari Universitas Islam Bandung, di tahun 2015, dengan judul “interpretasi Diri Seorang Disk Jockey Perempuan” ( Studi Dramaturgi Perempuan Sebagai seorang Disk Jockey ). dilatar belakangi fenomena setiap manusia memiliki langkah-langkah khusus dalam
17
repository.unisba.ac.id
mempresentasikan
dirinya
kepada
orang
lain.
Apalagi
jika
kesempatan
mempresentasikan diri ini berada pada konteks entertaint. Pada umumnya orang ingin menampilkan dirinya dengan baik dan mengesankan di hadapan orang lain. Disk Jockey bukan lagi hanya diminati kaum laki-laki saja, belakangan ini profesi ini juga mulai banyak diminati kaum perempuan yang biasa disebut juga Female DJ ( FDJ ). Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui interpretasi diri dj perempuan pada Front stage untuk pengelolaan kesan dalam menunjukan sikap professionalnya, dan Untuk mengetahui perilaku keseharian pada Back Stage seorang DJ Perempuan. Untuk menganalisis permasalahan di atas, penulis menggunakan teori Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka akan menyajikan suatu gambaran-diri yang akan diterima oleh orang lain. Ia menyebut itu sebagai “pengelolaan kesan”, Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk presentasi-diri ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dramaturgis, dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur ( kepustakaan ) dan penelitian lapangan ( observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi ). Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan, yaitu Triangulasi. Kesimpulan yang dapat diambil adalah (1) bahwa seorang female dj memiliki keunikan tersendiri untuk diteleti oleh peneliti dari kehidupan seorang FDJ di wilayah pangung depan dan wilayah panggung belakang keseharian seorang FDJ dan makna
18
repository.unisba.ac.id
gaya berpakaian dan makna tattoo yang di lukis di badan seorang female dj (2) Penelitian dramaturgi yaitu mengunggkap kegiatan seseorang yang akan di teliti dimana kegiatan tersebut dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah front stage ( panggung depan ), dan back stage ( panggung belakang ). 2.1.1 Perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu yang relevan dan penelitian yang dilakukan 1. Yossy Aprillia Renette pada tahun 2012, mahasiswa dari Universitas Padjadjaran ( UNPAD ), Bandung. Yang berjudul “Persentasi Diri Female DJ Pada Profesi Disk Jokey”. Dari aspek latar belakang terdapat perbedaan antara penelitian yang penulis lakukan dengan yang dilakukan oleh Yossy Aprillia Renette. Dalam penelitian Yossy, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna dari tindikan di perut, tato dan cara berpakaian para Disk Jockey perempuan sedangkan penulis melakukan penelitian mengenai kehidupan DJ perempuan pada panggung depan dan panggung belakang dari seorang DJ perempuan, perbedaaan lainnya dari pendekatan penelitian yang di gunakan penulis dengan penelitian Yossy, dimana penulis menggunakan pendekatan
Dramaturgi
sedangkan
Yossy
menggunakan
pedekatan
Fenomenologi untuk mengetahui makna dari seorang DJ perempuan. Persamaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yossy adalah kedua penelitian ini sama-sama ingin meneliti
19
repository.unisba.ac.id
mengenai seorang DJ Perempuan. Selain itu persamaan lainnya yaitu kedua penelitian ini yaitu sama-sama membahas mengenai keunikan DJ perempuan. 2. Farie Arief Rahman mahasiswa dari Universitas Islam Bandung, pada tahun 2007, dengan judul “Presentasi Diri Seorang Lesbian”.Perbedaan yang ada dalam kedua penelitian ini yaitu dari subjek dan objek yang diteliti. Dan penulis lebih membahas mengenai interpretasi sedangkan Farie membahas mengani persentasi. Persamaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farie Arief Rahman yaitu metode penelitian dan pendekatan penelitian, yakni sama-sama menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan dramaturgi, dan dari pendekatan dramaturgi penulis dan Farie sama-sama bertujuan meneliti untuk mengetahui front stage ( panggung depan ), dan back stage ( panggung belakang ) dari objek penelitian yang akan di teliti masing-masing peneliti.
20
repository.unisba.ac.id
Tabel 2.1 Bagan Penelitian Terdahulu No.
Peneliti
1
Judul Penelitian
2
Metode
3
Hasil Penelitian
4
Tujuan Penelitian
5
Perbedaan dengan penelitian
Farie Arief Rahman ( Unisba Bandung ) Presentasi Diri Seorang Lesbian Metode kualitatif pendekatan Dramaturgi Penelitian menemukan hasil dari keunikankeunikan dari seorang lesbian, bagaimana seorang lesbian dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai seorang lesbian dan bagaimana ia menyembunyikan kehidupannya sebagai seorang lesbian kepada masyarakat dan bagaimana cara yang dilakukan. untuk menganalisa adanya keterbukaan dan ketertutupan kaum lesbian pada masyarakat disekitarnya. Serta cara-cara mereka dalam mengelola kesan masyarakat agar sesuai dengan harapannya
Subjek penelitian : Jenny, objek Penelitian Persentasi Diri, pendekatan penelitian Dramaturgi
Yossy Aprillia Renette (Unpad)
Rangga Lesmana (Unisba, Bandung)
Persentasi Diri Female DJ Pada Profesi Disk Jokey Metode Kualitatif pendekatan Fenomenologi Penelitian menemukan hasil dari keunikankeunikan yang di teliti mengenai seorang disk jockey perempuan, dan mengetahui makna dari tindikan di perut, tato, dan cara berpakaian disk jockey perempuan atau mengetahui makna stle yang di gunakan disk jocket perempuan.
Interpretasi Diri Seorang Disk Jockey Perempuan Metode Kualitatif pendekatan Dramaturgi. Mengetahui bagaimana interpretasi yang di lakukan seorang dj perempuan pada front stage untuk menampilkan kesan profesinalnya , dan mengtahui bagaimana keseharian seorang dj perempuan.
Untuk mengetahui makna dari tindikan di perut, tato dan cara berpakaian para Disk Jockey perempuan
Untuk mengetahui interpretasi diri DJ perempuan pada Front stage untuk pengelolaan kesan dalam menunjukan sikap professionalnya, Untuk mengetahui perilaku keseharian pada Back Stage seorang DJ Perempuan. Subjek penelitian : DJ Dwi Bakti, Objek Penelitian Interpretasi Diri pendekatan penelitian Dramaturgis.
Subjek penelitian : FDJ Milinka, Objek : Persentasi Diri pendekatan penelitian Fenomenologi.
Sumber : Penelurusan Pustaka ( 2015 )
21
repository.unisba.ac.id
2.2
Tinjauan Teoritis
2.2.1. Komunikasi Komunikasi adalah topik yang amat sering diperbincangkan, bukan hanya di kalangan ilmuan komunikasi, melainkan juga dikalangan awam, sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki terlalubanyak arti yang berlainan.istilah komunikasi sedemikian lazim dikalangan kita semua, meskipun masing-masing orang mengartikan istilah itu secara berlainan. Kata komunikasi atau communication dalam bahsa Inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama, communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). ( Deddy Mulyana, 2012 : hal 46 ) “Raymond S. Ross mendefinisikan komunikasi adalah suatu proses menyortir, dan mengirimkan symbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksud komunikator” ( dalam, Deddy Mulyana, 2012:68) “Definisi lain yang dikemukakan oleh Harold Lasswell menyatakan bahwa komunikasi adalah cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” atau siapa mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh bagaimana?” ( dalam, Deddy Mulyana, 2012:69 ) Dengan demikian penulis menyatakan bahwa komunikasi adalah pernyataan manusia dimana pernyataan tersebut dapat dilakukan dengan kata-kata tertulis maupun lisan ( verbal ) atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan lambanglambang atau simbol ( nonverbal ) yang diisyaratkan salah satunya melalui media.
22
repository.unisba.ac.id
2.2.2. Komunikasi Verbal dan Nonverbal Berbicara tentang komunikasi berarti kitapun berbicara tentang bahasa. Sejarah umat manusia di muka bumi ini telah mencatat bahwa tidak ada satu bangsapun yang tidak mempunyai bahasa. Jika kita mengeneralisasikan dari jenis komunikasi, maka akan ditemukan dua macam komunikasi yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis ( written ) atau lisan ( oral ). Komunikasi verbal menempati porsi besar. Karena kenyataannya, ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang non verbal. Dengan harapan, komunikan ( baik pendengar maun pembaca ) bisa lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan. Untuk kepentingan komunikasi verbal, bahasa dipandang sebagai suatu wahana penggunaaan tanda-tanda atau simpbol-simbol untuk menjelaskan suatu konsep tertentu, bahasa memiliki kekayaan simbolisasi verbal dan dipandang sebagai upaya manusia (1) mendayagunakan informasi yang bersumber dari persepsi manusia; (2) medium untuk berkomunikasi secara santun dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Komunikasi nonverbal acapkali disebut komunikasi tanpa kata ( karena tidak berkata-kata ). Studi mengenai komunikasi non verbal relatif masih baru. Fungsi dari pesan non verbal seperti yang diutarakan oleh Mark L. Knapp menyebutkan lima
23
repository.unisba.ac.id
fungsi pesan nonverbal : (1) Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. (2)Substitusi yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. (3) kontradiksi yaitu menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. (4) komplemen yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal. (5) Aksentuasi yaitu menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya. Knapa membahas fungsi pesan non verbal dalam hubungannya dengan pesan verbal. Yang lebih penting kita ketahui ialah tinjauan psikologis terhadap peranan pesan nonverbal dalam perilaku komunikasi. 2.2.3. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi ( interpersonal communication ) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik ( dyadic Communications ) yang melibatkan hanya dua orang. Ciri komunikasi diadik adalah : pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, bik secara verbal maupun non verbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasu akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons non verbal mereka seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. ( Mulyana, 2012 :81 )
24
repository.unisba.ac.id
Komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indra tadi untuk mempertinggi daya bujuk pesan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapanpun, nselama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini mebuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar dan televisi atau lewat teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepon genggam, E-mail, atau telehonferensi, yang membuat manusia merasa terasing. 2.2.4. Interaksi Simbolik Interaksi simbolik merupakan salah satu perspektif pada metode penelitian kualitatif. Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau masyarakat ( Basrowi dan Sukidin, 2002: 114 ). Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek.Paham interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
25
repository.unisba.ac.id
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka ( Mulyana, 2001: 68-70 ). Manusia dalam kesehariannya tidak akan pernah luput dari suatu pertukaran simbol yang dilakukannya dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial ( dalam, Mulyana, 2001: 71 ). Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang mereka lakukan. Dalam proses ini, individu mengantisipasi orang lain, mencari alternatif-alternatif ucapan atau tindakan mereka. Proses pengambilan-peran tertutup (covert role-taking) itu penting, meskipun hal itu tidak teramati. Oleh karena itu, kaum interaksionis simbolik mengakui adanya tindakan tertutup dan tindakan terbuka, menganggap tindakan terbuka sebagai kelanjutan dari tindakan tertutup ( Mulyana, 2001: 7173 ). Pada prinsipnya, interaksi simbolik berlangsung di antara berbagai pemikiran dan makna yang menjadi karakter masyarakat. Kedirian individual dan masyarakat sama-sama merupakan aktor.Individu dan masyarakat merupakan satu unit yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling menentukan satu dengan yang lainnya. Dengan
26
repository.unisba.ac.id
kata lain, tindakan seseorang itu adalah hasil dari stimuli internal dan eksternal atau dari bentuk sosial diri dan masyarakat. Inilah asumsi dasar dari interaksi simbolik ( Basrowi dan Sukidin, 2002: 120 ). 2.2.5. Komunikasi Sebagai Proses Pertukaran Simbol Komunikasi secara umum diartikan sebagai proses pertukaran pesan antara individu yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Untuk mengartikan pesan yang dikirimkan, maka penggunaan simbol adalah hal yang wajib dalam proses pertukaran tersebut. Simbol itulah yang akan menjelaskan makna dibalik pesan yang dikirimkan. “Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membawa pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.” ( Raymond Russ dalam Ilmu Komunikasi, Deddy Mulyana, Bandung, Rosda, 2003:62 ) Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dari penggunaan symbol-simbol tersebut. Simbol diartikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang (simbol) meliputi kata-kata ( pesan verbal ), perilaku non verbal dan objek yang maknanya disepakati bersama.( Mulyana, 2003 : 84 ). Jadi, untuk menjelaskan sesuatu dalam sebuah pesan, manusia pada prosesnya telah menyepakati lambang atau simbol yang bisa memberikan pemahamannya terhadap sesuatu.
27
repository.unisba.ac.id
Berkaitan dengan hal di atas, simbol memiliki sifat-sifatnya tersendiri hingga bisa didefinisikan untuk mengartikan sesuatu. Adapun sifat dari lambang (simbol) tersebut adalah : 1
Lambang bersifat sembarang, manasuka atau sewenang-wenang.
Artinya, apa saja bisa dikatakan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Misalnya, penggunaan jari tengah yang diacungkan, dahulu kala lambang ini mungkin tidak memilki arti, biasa-biasa saja. Tetapi seiring zaman, pengacungan jari tengah diartikan kepada “hinaan dan tantangan” 2.
Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna : kitalah yang
memberi makna pada lambang. Artinya, pemaknaan pada lambang tersebut sebenarnya ada didalam kepala kita. Kita-lah yang mengklarifikasikan lambang tersebut, memberinya nama dan menyepakatinya bersama. Misalnya pada masyarakat Indonesia menganggukkan kepala berarti menandakan “iya” atau setuju dan menggelengkan kepala berarti “tidak” atau tidak setuju. Tetapi beda halnya bagi masyarakat India, untuk menandakan “iya” atau setuju mereka justru menggelengkan kepala. Artinya masyarakatlah yang memberi makna pada simbol yang diciptakan.
28
repository.unisba.ac.id
3.
Lambang itu bervariasi Artinya, lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari
suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lain. Berdasarkan konteks dari komunikasi itu sendiri, maka penggunaan lambang yang digunakan oleh individu berkaitan tentang interaksi sosialnya. Komunikasi tidak terlepas dari interaksi sosial, begitu pula dengan individu, untuk mempertahankan hidupnya maka ia harus melakukan interaksi sosial dengan sesamanya. Lebih jauh, dalam perkembangan interaksi sosial manusia maka lahirlah suatu studi tentang aktivitas manusia berupa pertukaran simbol yang diberi makna yaitu studi interaksi simbolik.Suatu studi yang berawal pada paham behaviorisme yang merujuk pada deskripsi perilaku manusia, yakni komunikasi. Pada perkembangannya, interaksi simbolik telah mengilhami lahirnya perspektif-perspektif lain dalam studinya, salah satunya adalah perspektif dramaturgi ( suatu perspektif yang memperluas pemahaman konteks dari penggunaan simbol manusia ). 2.2.6. Interaksi Simbolik Sebagai Bingkai Dramaturgi Sebelum membahas lebih jauh tentang dramaturgi, penulis terlebih dahulu akan membicarakan mengenai interaksi simbolik secara singkat esensi interaksi simbolik yakni pertukaran simbol yang diberi makna ini akan berkaitan dengan
29
repository.unisba.ac.id
pemeranan karakter dari individu tertentu. Pembahasan mengenai ini penting karena interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari dramaturgi. Suatu studi tentang interaksi simbolik dipengaruhi oleh teori evolusi milik Charles Darwin. Dimana dalam salah satu asas hipotesisnya, Darwin menyatakan bahwa dalam perjuangan hidup, organisme yang akan terus hidup ialah yang paling mampu untuk mempertahankan diri atau menyesuaikan diri dengan keadaan iklim dan suasana sekitarnya. Lebih jauh, organisme secara berkelanjutan terlibat dalam usaha penyesuaian diri dengan lingkungannya sehingga organisme itu mengalami perubahan yang terus menerus, melihat pikiran manusia sebagai sesuatu yang muncul dalam proses evolusi alamiah. Dari pemunculannya itu-lah memungkinkan manusia untuk menyesuaikan diri secara lebih efektif dengan alam. Beberapa ilmuwan mempunyai andil sebagai perintis dari interaksionisme simbolik, salah satunya adalah George Herbert Mead, sebagai peletak dasar dari teori tersebut. 10 Namun baru pada masa Herbert Blumer-lah istilah interaksi simbolik dipopulerkan pada tahun 1937. Gagasan-gagasan Blumer mengenai interaksi simbolik dengan melihat individu sebagai agen yang aktif dan memberi tekanan pada sebuah mekanisme yang disebut interaksi-diri ( self-interaction ) yang dianggap membentuk dan mengarahkan tindakan individu.
10
Metode Penelitian Kualitatif, Deddy Mulyana, Bandung, Rosda, 2003.
30
repository.unisba.ac.id
Self interaction,
memberikan
pemahaman
bahwa pemberian
makna
merupakan hasil pengelolaan dan perencanaan dari aspek kognitif dalam diri individu. Ketika individu itu melakukan suatu proses olah pikir sebelum makna itu disampaikan melalui simbol-simbol tertentu, interpretasi makna bisa dipastikan akan berjalan dengan yang diharapkannya. Ketika manusia mencoba untuk menginterpretasikan apa yang ingin dicapainya dari orang lain, ia menjadi seorang individual yang sadar, menilai dan memberi makna pada simbol yang dibangun olehnya. Bagi Blumer, interaksi simbolik bertumpu pada tiga premis; (1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu bagi mereka, (2). Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan seseorang lain, (3). Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi berlangsung. Menurut perspektif interaksi simbolik yang dinyatakan oleh Blumer bahwa individu sebagai agen yang aktif terhadap pemberian simbol, melihat manusia sebagai keberadaan yang bersifat kognitif semata, mendapatkan suatu kritik yakni seolah-olah hanya memahami manusia dari pikiran pengetahuan mereka tentang dunia, maknamaknanya dan konsepsi-konsepsi tentang dirinya. Padahal manusia juga mempunyai emosi-emosi atau dengan perkataan lain mereka pun mengalami proses-proses bawah sadar. ( Basrowi dan Sukidin ,2002 : 110 )
31
repository.unisba.ac.id
Seperti pada contoh dibawah ini: “Sebuah meja kayu misalnya, berfungsi hanya sebagai tempat menyimpan alat-alat tulis ketika ia diletakkan di ruangan kerja. Akan tetapi ia bisa berubah menjadi ungkapan kekuasaan ketika di atasnya diberi tulisan “Direktur”, atau menjadi ungkapan emosi yang meluap ketika seseorang memukulkan telapak tangan ke atasnya keras-keras. Dengan demikian, makna meja sepenuhnya ditentukan oleh tindakan individual”.11 Dalam contoh di atas individu menjadikan simbol “direktur” sebagai stimuli untuk mengarahkan tanggapan dari individu lainnya, dengan harapan tujuan tertentu yang ingin dicapainya (ungkapan kekuasaan) dapat tercapai.Begitu pula dengan individu yang menggebrak meja sebagai ungkapan rasa marah. Dalam perspektif interaksi simbolik, tindakan menggebrak meja yang dilakukan individu tersebut dilakukan secara sadar, dalam arti sudah mempersiapkan lebih dahulu, simbol apa yang bisa menjelaskan makna marah dari tindakannya, indivu tersebut secara sadar telah mengolah informasi dalam interaksi dirinya, bersifat kognitif. Namun permasalahannya akan beda, jika individu tersebut menggebrak meja bukan karena sesuatu yang telah direncanakan tetapi lebih kepada tindakan bawah sadar berupa peletupan emosi, maka makna yang tercipta dengan sendirinya itu bukan lagi hasil olah aspek kognitif dari perencanaan individu tersebut, sudah memasuki aspek bawah sadar, makna hadir sebagai tindakan spontan dari simbol yang penerima tangkap. Disinilah kritik terhadap interaksi simbolik mulai terjadi.
11
http:/www.mailarchive.com/hikmatBudiman/ineraksionismesimbolik/
[email protected]/msg7046 11 2.html http:/en.wikipedia.org/wiki/dramaturgical_perspective ( diakses pada tanggal 20 maret, pada pukul 10.50 WIB ).
32
repository.unisba.ac.id
Tindakan individu mengenai bagaimana tampilan dirinya yang ingin orang lain ketahui memang akan ditampilkan se-ideal mungkin. Perilakunya dalam interaksi sosial akan selalu melakukan “permainan” informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Ketika individu tersebut menginginkan identitas lain yang ingin ditonjolkan dari identitas “real” nya, disinilah terdapat pemeranan karakter seorang individu dalam memunculkan simbol-simbol relevan yang diyakini dapat memperkuat identitas pantulan yang ingin ia ciptakan dari identitas yang sesungguhnya ( lebih jauh perkembangan ini melahirkan studi dramaturgi ). Pada perkembangannya, selain dari aspek kognitif, interaksi simbolik juga mendapatkan kritik berkaitan dengan pengklasifikasian dari konteks dimana proses komunikasi itu berlangsung. Penggunaan interaksi simbolik yang hanya dalam suatu presentasi diri dan dalam konteks face to face, seolah-olah menganggap bahwa keberhasilan suatu makna ditentukan oleh pengeloaan simbol yang sudah terencana, jadi, makna tersebut dapat diciptakan dan disampaikan oleh individu pengirim pesan pada saat proses interaksi berlangsung. Erving Goffman, adalah salah seorang yang mencoba memperjelas pengklasifikasian dari interaksi simbolik. Pandangan Blumer mengenai individulah yang secara aktif mengontrol tindakan dan perilakunya, bukan lingkungan, dirasa kurang tajam pada masanya interaksi simbolik hanya sebatas pada “individu memberi makna, Goffman memperluas pemahamannya bahwa ketika individu menciptakan simbol, disadari atau tidak disadari individu tersebut bukan lagi dirinya–Menurut
33
repository.unisba.ac.id
Goffman, ketika simbol-simbol tertentu sebelum dipergunakan oleh individu sebagai suatu tindakan yang disadari (dalam perencanaan), diyakini oleh pemikir pada masanya ( setelah era Mead; era Goffman, yang juga masih murid dari Mead, namun memiliki pandangan yang berbeda dari Mead, lain hal dengan Blumer, ia justru melanjutkan teori interaksi simbolik Mead dalam perspektif psikologi sosial ), berarti ia juga telah menjadikan dirinya sebagai “orang lain”, karena ketika individu tersebut mencoba mencari simbol-simbol yang pas untuk mendukung identitas yang akan ditonjolkannya, ada simbol-simbol lain yang disembunyikan atau “dibuang”. Ketika individu tersebut telah memanipulasi cerminan dirinya menjadi orang lain berarti dia telah memainkan suatu pola teateris, peng-aktor-an yang berarti dia merasa bahwa ada suatu panggung dimana ia harus pentas dengan tuntutan peran yang telah sebagaimana mestinya ditentukan dalam skenario bukan lagi pada tuntutan interaksi dirinya, simbol-simbol yang menurut dirinya mampu memberikan makna akan terbentur pada makna audiens. Artinya bukan lagi dirinya yang memaknai identitasnya, tetapi bergantung pada orang lain. Pengelolaan simbolsimbol pada dirinya sebagai bagian dari tuntutan lingkungan ( skenario ). Maka berangkat dari sinilah, hal yang memicu Erving Goffman untuk mengoreksi dan mengembangkan teori interaksionisme simbolik secara lebih jauh dengan mengklasifikasikan konteks dari berlangsungnya interaksi tersebut. Bertindak dalam cara yang berbeda dalam pengaturan yang berbeda, teateris.
34
repository.unisba.ac.id
Erving Goffman, melahirkan istilah dramaturgi sebagai salah satu mazhab dalam interaksi simbolik, memfokuskan konsepnya dengan memperluas fungsi simbol yang digunakan individu bukan hanya sebatas pada makna yang dipastikan tercapai hanya melalui interaksi dirinya, tetpai makna tercapai melalui interksi sosial dimana makna tersebut sebagai ungkapan yang lebih bersifat teateris, kontekstual, non verbal, dan tidak bersifat intensional. Basrowi dan Sukidin, 2002: 113 ) Melalui pandangannya terhadap interaksi sosial, dijelaskan bahwa pertukaran makna di antara individu-individu tersebut disebabkan pada tuntutan pada apa yang orang harapkan dari kita untuk kita lakukan. Lalu, ketika dihadapkan pada tuntutan itu, maka orang melakukan pertunjukkan ( performance ) di hadapan khalayak, bukan lagi individu lain. Memainkan simbol dari peran tertentu di suatu panggung pementasan. 2.2.7. Dramaturgi Sebagai Pendekatan Dalam Interaksi Sosial Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan teori interaksionisme simbolik. Dramaturgi sendiri diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan arti kepada hidup mereka.12 Lahirnya istilah dramaturgi, dipopulerkan oleh Erving Goffman., Canadian keturunan Jewish, yang merupakan salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh 12
http:/en.wikipedia.org/wiki/dramaturgical_perspective ( diakses pada tanggal 20 maret, pada pukul 10.45 WIB ).
35
repository.unisba.ac.id
di abad 20. Dalam bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life” yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Bukan lagi individu yang sebebasnya dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini: penonton sang aktor). Goffman memandang masyarakat sebagai jaringan interaksi antara orang-orang. Tugas aktor hanya menyiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakat-lah ( penonton ) yang memberi interpretasi. Menurut Goffman, komunikasi antar manusia atau interaksi antar pribadi terjadi bagai dalam teater metafora ( diatas panggung ). Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan penafsiran “konsep diri”. Dimana Goffman menggambarkan pengertian diri yang lebih luas daripada Mead ( menurut Mead, konsep diri seorang indivdu bersifat stabil dan sinambung selagi membentuk dan dibentuk masyarakat berdasarkan basis jangka panjang) sedangkan menurut Goffman, lebih bersifat temporer dalam arti bahwa diri bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peran-peran sosial yang berlainan yang interaksinya dengan masyarakat berlangsung dalam episodeepisode pendek ( Mulyana, 2006 : 110 ). Berkaitan dengan interaksi, defini definisi situasi bagi konsep diri individu tertentu dinamakan Goffman sebagai presentasi diri.
36
repository.unisba.ac.id
2.2.8. Interpretasi Diri Jorge J. E. Gracia mendefinisikan “Penafsiran” (interpretation), secara etimologis, sebagai makna (meaning), hasil pemahaman (understand), terjemahan (translation), atau penjelasan (explanation). Sedangkan menurut definisinya, penafsiran berarti pemahaman (understanding), yakni proses atau metode bagaimana dalam diri seseorang terdapat sebuah mekanisme mental yang bekerja menghasilkan makna. Self interaction, memberikan pemahaman bahwa pemberian makna merupakan hasil pengelolaan dan perencanaan dari aspek kognitif dalam diri individu. Ketika individu itu melakukan suatu proses olah pikir sebelum makna itu disampaikan melalui simbol-simbol tertentu, interpretasi makna bisa dipastikan akan berjalan dengan yang diharapkannya.13 Ketika manusia mencoba untuk menginterpretasikan apa yang ingin dicapainya dari orang lain, ia menjadi seorang individual yang sadar, menilai dan memberi makna pada simbol yang dibangun olehnya. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu bagi mereka, makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan seseorang lain, makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi berlangsung.
13
julia, 2014. komunikasi interpersonal, salemba humanika
37
repository.unisba.ac.id
2.2.9. Tinjauan Presentasi Diri 2.2.9.1 Teori diri Presentasi seseorang
diri
melakukan
Ervin interaksi
Goffman dengan
mencoba orang
mengungkap lain.
Goffman
bagaimana mencoba
mengungkapkan teori diri versinya sendiri. Bagi Goffman, individu tidak sekedar mengambil peran orang lain, melainkan bergantung pada orang lain untuk melengkapkan citra diri tersebut. Diri dari Goffman bersifat temporer dalam arti bahwa diri tersebut berjangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peran-peran sosial yang berlainan yang interkasinya dalam masyarakat berlangsung dalam episode-episode pendek. Orang lain dalam interksi itulah yang turut mengisi dan terkadang membentuk gambaran-diri melalui perlakuan mereka terhadap individu. Bagi Goffman, diri bukanlah sesuatu yang dimiliki individu, melainkan yang dipinjamkan orang lain kepadanya (Mulyana, 2001: 110) 2.2.9.2 Impression Management ( Pengelolaan Kesan ) Sering kita melihat di dalam sinetron televisi ataupun layar lebar terdapat dua peran yang mempunyai karakter berbeda. Protagonis dan Antagonis, protagonis merupakan peran yang selalu berhubungan dengan sifat yang baik dan manis, sedangkan antagonis merupakan kebalikannya. Antagonis merupakan suatu peran yang jahat dan tidak pernah terlihat indah. Seorang aktor yang handal, dia harus bisa
38
repository.unisba.ac.id
memainkan peran yang didapatnya. Tidaklah terlihat menarik apabila kita melihat seorang aktor yang berperan antagonis namun berakting dengan penuh ceria. Aktor dipilih setelah mengikuti suatu casting, berarti tidak semua aktor akan mendapatkan peran sesuai dengan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, aktor yang baik adalah aktor yang dapat mengelola kesan pemirsanya agar mereka dapat berpikir bahwa peran yang dibawakan aktor tersebut sesuai dengan karakternya. Dalam melakukan suatu interaksi dengan orang lain, diri kita tidak akan luput dari hal-hal yang kita harapakan. Sebagai contoh, seseorang yang menginginkan agar dirinya dipukul oleh orang lain, dia akan mencoba membangkitkan amarah dari orang-orang sekitarnya hingga orang-orang disekitarnya merasa kesal dan melakukan tindakan dari rasa kesal tersebut. Begiru pula kebalikannya, seseorang akan berperilaku yang orang lain inginkan dalam berinteraksi agar mendapat suatu perasaan welcome dari orang lain. Hal-hal diatas oleh Ervin Goffman disebut sebagai Arts of Impression Management. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka akan menyajikan suatu gambaran-diri yang akan diterima oleh orang lain. Ia menyebut itu sebagai “pengelolaan kesan”, yakni teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk presentasi-diri ini, termasuk busana yang kita pakai, tempat kita tinggal, rumah yang kita huni, cara kita melengkapinya ( furnitur dan perabotan
39
repository.unisba.ac.id
rumah), cara kita berjalan dan berbicara, dan cara kita menghabiskan waktu luang kita. ( dalam, Mulyana, 2001: 112 ) Ervin Goffman menjelaskan bahwa, latar belakang dari seseorang dan juga fakta yang dimiliki oleh orang tersebut akan mempengaruhi ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang akan mempunyai sisi gelap yang akan dirahasiakan dari orang lain ketika dia berinteraksi. 2.2.10. Wilayah Pertunjukkan Dalam suatu literatur, dikatakan bahwa salah satu cara yang baik untuk memahami pendekatan dramaturgi adalah dengan berpikir menjadi seorang pelayan di suatu restoran. “A useful way of understanding dramaturgy is to think of a waiter or waitress at a restaurant. Their main avenue of concern for him or her is "customer service". Even if a customer is rude, waiters and/or waitresses are expected to be polite - "the customer is always right" - as part of their job responsibilties. That same waiter or waitress speaks differently when going out to their break room. They may complain, mimic and discuss with their fellow peers how irritating and rude the customer is. In this example, the waiter/waitress acts a certain way when dealing with customers and acts a completely different way when with their fellow employees. Goffman referred to this as front stage/ back stage personalities”.14 Dimana yang menjadi perhatian bagi seorang pelayan adalah “pelayanan terhadap pelanggan”. Sekalipun pelanggan akan bersikap tidak
sopan, seperti
membentak, menggoda, dsb, maka pelayan tetap diharapkan
untuk sopan.
14
http://en.wikipedia.org/wiki/dramaturgy_%sociology29 ( diakses pada tanggal 20 maret, pada pukul 10.00 WIB ).
40
repository.unisba.ac.id
“Pelanggan adalah selalu benar”. Sikap pelayan tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka. Namun ketika pelayan itu berada di ruang dapur dan bertemu dengan rekan-rekannya sesama pelayan atau koki, ia bisa jadi akan mengeluh, kesal, mengejek, dan mendiskusikan sikap pelanggan tersebut dengan sesama rekannya. Ketika dia di dapur, maka apa yang dilakukannya adalah wajar dan sah sah saja, selama pelanggan tidak mengetahui apa yang dilakukannya. Maka pelanggan akan tetap menilai pelayan tersebut sebagai pelayan yang tetap ramah dan sopan meski sudah diperlakukan tidak sopan. Namun beda halnya, ketika pelanggan mengetahui sikap pelayan tersebut, maka yang
terjadi, pelanggan tersebut akan
marah dan bisa jadi tidak akan percaya lagi dengan sikap penerimaan pelayanpelayan lainnya dalam sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, ada suatu resiko yang besar ketika wilayah belakang atau “privat” dari seoang individu bisa diketahui oleh orang lain. Mengingat dalam wilayah ini bersifat rahasia, maka hal yang wajar bagi setiap individu untuk menutupi wilayah privat tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”. ( Mulyana, 2006, 114 ) Lebih jelasnya, dalam pendekatan dramaturgi ada dua wilayah bagi seorang aktor yaitu; a) Wilayah depan ( Front Region ). Merupakan suatu wilayah yang terdiri dari bagian pertunjukkan ( appearance ) atas penampilan dan gaya ( manner ).15 Di wilayah inilah aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan 15
Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, 2002.
41
repository.unisba.ac.id
ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan
mereka.
menyembunyikan
Ada
identitas
alasan aslinya.
yang
membuat
Goffman
aktor
berpendapat
harus bahwa
disembunyikannya hal-hal tertentu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor ; Pertama, aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi, seperti meminum minuman keras, yang dilakukan sebelum pertunjukkan, atau kehidupan masa lalu, seperti pecandu alkohol, pecandu obat bius atau perilaku criminal yang tidak sesuai dengan pertunjukkan. Kedua, aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat persiapan pertunjukkan, juga langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Misalnya, sopir taksi mulai menyembunyikan fakta bahwa ia mulai salah arah. Ketiga, aktor mungkin merasa perlu menunjukkan hanya produk akhir dan menyembunyikan proses memproduksinya. Mislanya, dosen menghabiskan waktu beberapa jam untuk memberi kuliah, namun mereka bertindak seolaholah mereka telah lama memahami materi kuliah itu. Keempat, aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan untuk membuat produk akhir itu dari khalayak. Kerja kotor itu mungkin meliputi tugas-tugas yang “secara fisik kotor, semi legal, kejam dan menghinakan.Kelima, dalam melakukan pertunjukkan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan standar lain. Akhirnya, aktor mungkin perlu menyembunyikan hinaan, pelecehan, atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukkan dapat berlangsung. ( dalam, Mulyana, 2003 :116 ) Beberapa alasan diatas menjadi pertimbangan aktor menyajikan suatu pengelolaan kesan. Presentasi diri yang ditampilkan oleh individu di wilayah depan, merupakan penyajian diri yang kolektif, dalam arti individu tersebut
42
repository.unisba.ac.id
melakukan pengaturan, penampilan, dan cara interaksi sosial yang yang diasumsikan oleh individu sebagai aktor tersebut sesuai dengan konteks dimana ia berada ( memperhatikan lingkungan sosialnya, kemudian mempertimbangkan dan melakukan peran yang sesuai ) dan menyembunyikan hal-hal tertentu yang bisa “merusak” tampilan diri yang ingin diwujudkan. b) Wilayah belakang ( Back Region ). Merupakan
bagian
penampilan
individu
dimana
ia
dapat
menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya. ( dalam, Mulyana,2006: 114 ) Goffman memberikan istilah pada wilayah ini sebagai wilayah abu-abu dari perspektif dramaturgi.16 Dalam arti di wilayah inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di lapangan, untuk menutupi identitas aslinya. Wilayah ini disebut juga wilayah pribadi yang tidak boleh diketahui oleh orang lain.
Dalam arena ini individu memiliki peran yang
berbeda dari front region, ada alasan-alasan tertentu dimana individu menutupi atau tidak menonjolkan peran yang sama dengan panggung depan. Di wilayah inilah individu akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya. Lebih jauh, wilayah ini juga yang menjadi tempat bagi aktor untuk mempersiapkan segala sesuatu atribut pendukung pertunjukkannya. Baik itu
16
http:/socsci.coloradu.edu/SOC/SI/si-glossary.htm#B ( diakses pada tanggal 20 maret, pada pukul 09.05 WIB ).
43
repository.unisba.ac.id
make up, peran, pakaian, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, cara bertutur dan gaya bahasa. Di wilayah inilah, aktor boleh bertindak dengan cara yang berbeda dibandingkan ketika berada di hadapan penonton, jauh dari peran publik. Disini bisa terlihat perbandingan antara penampilan “palsu” dengan keseluruhan kenyataan diri seorang aktor. Merahasiakan beberapa hal yang bersifat privat ( tidak perlu diketahui oleh penonton ) memudahkan aktor untuk pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Jadi, presentasi diri yang sesungguhnya dari seorang aktor menurut Goffman di wilayah ini tidak akan bisa dirahasiakan, jauh dari konsep presesntasi diri yang ideal di hadapan penonton. 17 Namun, selain pemahaman dari dirinya sendiri ( mengenai presentasi diri yang akan ditampilkan ) di wilayah ini juga, aktor akan meminta pendapat beberapa orang rekannya untuk membantu memberikan masukan berupa sejauh mana tampilan diri yang ditonjolkan akan sesuai. Kesimpulannya, di wilayah ini pengelolaan kesan yang terjadi merupakan kebalikan dari wilayah depan, apa yang terlihat dari aktor merupakan kondisi “real” dari gambaran dirinya. Secara keseluruhan, wilayah depan atau wilayah belakang tidaklah merujuk pada suatu tempat 17
http;//www.bola.biz/communications/goffman.html ( diakses pada tanggal 20 maret, pada pukul 02.45 WIB ).
44
repository.unisba.ac.id
fisik yang tetap. Dalam arti bisa diciptakan di situasi-situasi tertentu tergantung aktor tersebut ingin menampilkan pertunjukkan dirinya. Karena adanya tuntutan tertentu dari lingkungannya, maka seorang individu akan berlaga laksana aktor yang memainkan peran-peran tertentu sesuai dengan tuntutan skenario. Namun, selayaknya bagaimana actor ingin menampilkan pertunjukkannya sesempurna mungkin, menurut Goffman tetap saja ada halhal kecil yang bisa menjadi indikasi untuk melihat sisi sesungguhnya dari aktor tersebut, yaitu tindakan spontanitas (suatu tindakan tiba-tiba yang tidak disadari aktor). Melalui inilah, peneliti mengambil indikasi-indikasi untuk mengerti dan memahami lebih jauh bagaimana sesungguhnya sang aktor. 2.2.11. Tinjauan Mengenai Disc Jockey (DJ) 2.2.11.1 Pengertian Disc Jockey Disc Jockey atau yang biasa disingkat menjadi DJ berasal dari kata disc dalam bahasa inggris ialah cakram atau piringan hitam, sedangkan jockey dapat diartikan orang yang menggantikan fungsi sesuatu. Jadi definisi umum profesi disc jockey menurut penulis ialah seseorang yang memainkan cakram dan memiliki ketrampilan memainkan rekaman musik yang sudah ada dan dipadukan dengan selera musik tiap – tiap individu itu sendiri sehingga dapat menghasilkan karya baru.18
18
http://id.wikipedia.org/wiki/Disjoki ( diakses pada tanggal 17 maret, pada pukul 02.45 WIB ).
45
repository.unisba.ac.id
Profesi DJ pun dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu DJ Radio, DJ Bedroom’s, DJ Klub dan DJ Hip-hop. DJ Radio adalah seseorang yang memilih dan memainkan musik yang kemudian dipancarluaskan melalui gelombang radio. Sedangkan DJ Bedroom’s adalah seseorang yang mempunyai semua peralatan DJ, namun tidak dimainkan di tengah keramaian. Biasanya DJ Bedroom’s lebih suka memainkan peralatannya di rumah bersama dengan teman-temannya. Sementara seorang DJ klub adalah seseorang yang memilih dan memainkan musik dalam sebuah setelan klub. Setting dapat bermacam-macam mulai dari klub kecil, pesta tetangga, disko, atau acara dalam stadion. DJ-DJ Klub yang terkenal David Mancuso ( lahir pada tahun 1944 ), penggagas dari pesta bawah tanah New York City pertama dengan nama The Loft. Francis Grasso ( 1948-2001 ), memperkenalkan beberapa teknik DJ terbaru, termasuk beatmatching dan slip-cueing. Larry Levan ( 1954-1992 ), seorang prolific re-mixer dan DJ di The Paradise Garage Frankie Knuckles (lahir pada tahun 1955 ), bapak dari house music. Paul Oakenfold ( born 1963 ), produser rekaman inggris,remixer,dan salah satu DJ yang terkemuka didunia,dinobatkan menjadi megabintang DJ Tiesto ( Lahir pada tahun 1969 ), salah seorang DJ aliran “musik trance”, dipilih oleh majalah DJ Magazine’s sebagai DJ nomer satu untuk tahun 2004 Keoki (lahir pada tahun 1969 ), seorang musisi musik techno terkenal, difilmkan dalam film Party Monster pada tahun 2003.19
19
http://discjocky.blogspot.com/ ( diakses pada tanggal 17 maret, pada pukul 10.45 WIB ).
46
repository.unisba.ac.id