BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang telah dilakukan
peneliti sebelumnya yang dianggap ada
relevansinya dengan penelitian yang dilakukan peneliti diantaranya yang dilakukan Ninditasari (2007), judul Penelitian Implementasi Pembebasan bersyarat
Dalam
Proses Asimilasi Bagi Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pembebasan bersyarat dalam proses asimilasi bagi narapidana dan upaya pemecahan terhadap hambatan yang dihadapi. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum normatif. Lokasi penelitian di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu meliputi wawancara dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Data yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis secara logis, sistematis, dan yuridis.
22 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa : untuk memperoleh Pembebasan bersyarat harus memenuhi persyaratan-persyaratan yaitu syarat administratif, substantif dan berkelakuan baik. Narapidana yang menjalani upaya pembinaan baik asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, harus sesuai dengan tahapan-tahapan proses pemasyarakatan yaitu tahap admisi atau orientasi, tahap pemberian bekal, dan tahap akhir pembinaan. Ada 2 macam bentuk kegiatan asimilasi yaitu asimilasi intern dan asimilasi ekstern. Adapun faktor penghambat yang timbul dalam pelaksanaan asimilasi adalah (a) tidak semua masyarakat
memahami
sistem
/
proses
pemasyarakatan,
walaupun
dalam
pelaksanaannya sesuai prosedural tetapi kasus tersebut termasuk kasus yang menarik masyarakat, sehingga bisa menjadi hal kontroversi antara sistem pembinaan dan pemahaman masyarakat, tanggapan masyarakat yang negatif terhadap narapidana sebagai penjahat yang harus dikucilkan; (b) lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum ada kerjasama yang baik, teratur, dan berkesinambungan atau kerjasama pembinaan dengan instansi terkait belum terprogram maksimal; (c) peranan petugas pemasyarakatan begitu besar sehingga tidak diimbangi dengan keprofesionalan petugas itu sendiri sehingga kurang pengawasan dalam pelaksanaan asimilasi, dan belum ada petugas pemasyarakatan yang mempunyai keahlian dan bertugas khusus terutama dalam pembinaan; (d) anggaran Rutan yang sangat minim sehingga pembinaan tidak berjalan maksimal dan kurang memadainya sarana dan fasilitas yang tesedia untuk pembinaan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Kuncoro (2006) Mengenai Pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman Dan HAM Republik Indonesia No M.01.Hn.02.01 Tahun 2001 Tentang Remisi Khusus Yang Tertunda Dan Remisi Khusus Bersyarat Serta Remisi Tambahan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indinesia No M.01.HN02.01 Tahun 2001 Tentang Remisi Khusus Yang Tertunda Dan Remisi Khusus Bersyarat Serta Remisi Tambahan di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Wiroguanan Yogyakarta dan kendala-kendala apakah yang dihadapi dalam pemberian remisi khusus fdan remisi tambahan ini. Penelitian ini termasuk dalam penelitian diskriptif dan dilihat dari tujuan termasuk dalam penelitian empiris. Penelitian ini mengambil lokasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta. Dan jenis-jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu penelitian lapangan melalui observasi, wawancara, dan penelitian kepustakaan melalui buku-buku, artikel serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan model interaktif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan studi kepustakaan yang didapat oleh penulis diperoleh hasil bahwa pelaksanaan Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI No 01.HN.02.01 Tahun 2001 dalam pemberian remisi khusus yang tertunda dan remisi khusus bersyarat dan remisi tambahan adalah suatu bentuk
Universitas Sumatera Utara
penghargaan terhadap hak-hak para narapidana yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan. Para petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta tidak mengalami hambatan ataupun kendala dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman Dan HAM Republik Indonesia No. M.01.HN.02.01 Tahun 2001 Tentang Remisi Khusus Yang Tertunda Dan Remisi Khusuas Bersyarat Serta Remisi Tambahan ketika pemberianya. Alur pengusulan pemberian remisi khusu awalnya dari sub seksi registrasi lembaga pemasyarakatan dan berakhir di Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Narapidana yang diusulkan untuk mendapatkan remisi tidak hanya narapidana karena tahanan juga dapat diusulkan untuk mendapatkan remisi khusus tertunda. Efektifitas dari pemberian remisi itu sendiri terlihat dengan semakin terpacunya narapidana untuk mematuhi segala aturan yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan, sehingga tujuan dari proses pembinaan dari narapidana itu dapat tercapai. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah pelaksanaan pemberian remisi pada hakekatnya dijabarkan pada Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI No. M.01.HN.02.01 Tahun 2001. Sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai rujukan dalam pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Teori Tentang Perilaku 2.2.1. Pengertian Perilaku Menurut Makmun (2005) perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan. 2.2.2. Pandangan Tentang Perilaku Ada lima pendekatan utama tentang perilaku yaitu: a. Pendekatan neurobiologik, pendekatan ini menitikberatkan pada hubungan antara perilaku dengan kejadian yang berlangsung dalam tubuh (otak dan saraf) karena perilaku diatur oleh kegiatan otak dan sistem saraf, b.
Pendekatan behavioristik, pendekatan ini menitikberatkan pada perilaku yang nampak, perilaku dapat dibentuk dengan pembiasan dan pengukuhan melalui pengkondisian stimulus,
c.
Pendekatan kognitif, menurut pendekatan ini individu tidak hanya menerima stimulus yang pasif tetapi mengolah stimulus menjadi perilaku yang baru,
d.
Pandangan psikoanalisis, menurut pandangan ini perilaku individu didorong oleh insting bawaan dan sebagian besar perilaku itu tidak disadari,
e.
Pandangan humanistik, perilaku individu bertujuan yang ditentukan oleh aspek internal individu. Individu mampu mengarahkan perilaku dan memberikan warna pada lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Jenis-jenis Perilaku Individu a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan saraf, b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif, c. Perilaku tampak dan tidak tampak, d. Perilaku sederhana dan kompleks, e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor. 2.2.4. Mekanisme Perilaku 1. Dalam pandangan behavioristik, mekanisme perilaku individu adalah: W ------ S ------ r ------ O ------ e ------ R ------W Keterangan : W = world (lingkunngan) e = effector S = stimulus R = respon r = receptor W = lingkungan O = organisme 2. Dalam pandangan humanistik, perilaku merupakan siklus dari: a. dorongan timbul, b. aktivitas dilakukan, c. tujuan dihayati, d. kebutuhan terpenuhi/rasa puas.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Dinamika Perilaku Individu, ditentukan dan dipengaruhi oleh a. Pengamatan atau penginderaan (sensation), adalah proses belajar mengenal segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar dengan menggunakan alat indera penglihatan (mata), pendengaran (telinga), pengecap (lidah), pembau (hidung), dan perabaan (kulit, termasuk otot). b. Persepsi (perception), adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di otak atau pengertian individu tentang situasi atau pengalaman. Ciri umum persepsi terkait dengan dimensi ruang dan waktu, terstruktur, menyeluruh, dan penuh arti. Persepsi bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh perhatian selektif, ciriciri rangsangan, nilai dan kebutuhan individu, serta pengalaman. c. Berpikir (reasoning), adalah aktivitas yang bersifat ideasional untuk menemukan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Berpikir bertujuan untuk membentuk pengertian, membentuk pendapat, dan menarik kesimpulan. Proses berpikir kreatif terdiri dari: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Jenis berpikir ada dua, yaitu berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi. d.
Inteligensi, dapat diartikan sebagai (1) kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir rasional, (2) kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru, (3) ) kemampuan memecahkan simbol-simbol tertentu. Inteligensi tidak sama dengan IQ karena IQ hanya rasio yang diperoleh dengan menggunakan tes tertentu yang tidak atau belum tentu menggambarkan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
individu yang lebih kompleks. Teori tentang inteligensi diantaranya GTheory (general theory) dan S-Theory (specific theory). Inteligensi dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. e. Sikap (Attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentukanya sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembagalembaga sosial dan lembaga keagamaan. Teori perilaku menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi individu dengan lingkungan. Demikian juga dalam model perilaku, keadaan lingkungan dan individu yang bersangkutan memegang peranan penting dalam menentukan perilakunya. Beberapa teori psikologis yang berkaitan dengan perilaku antara lain : 1. Psikoanalisis Tokoh-tokohnya: S. Freud, C.G. Jung, Adler, Abraham, Horney, Blon. Psikoanalisis melukiskan manusia sebagai mahluk yang digerakkan oleh keinginankeinginan terpendam (Homo Volens). Perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia: Id, ego, & superego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, pusat instink. Instink ada dua:(1) libido/eros/instink kehidupan, instink reproduktif untuk kegiatan yang konstruktif; (2) thanatos/instink kematian.Ego adalah mediator antara hasrat-
Universitas Sumatera Utara
hasrat hewani dengan tuntutan rasional & realistic. Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal,merupakan internalisasi dari norma & kultur masyarakat. 2. Behaviorisme Dalam teori behaviorisme (Nanath, 2008), kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise
sebagai
pengaruh
lingkungan.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.Prinsip-prinsip teori behaviorisme yaitu : a. Obyek psikologi adalah tingkah laku b. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek c. Mementingkan pembentukan kebiasaan. 3. Kognitif Tokoh-tokohnya: Lewin, Heider, Festinger, Piaget, Kohlberg. Manusia tidak lagi dipandang sebagai mahluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai mahluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya;mahluk yang berfikir (Homo Sapiens). Lewin, teori medan (field theory);menunjukkan totalitas gaya yang mempengaruhi seseorang pada saat tertentu. Dimana seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi disebut life space (ruang hayat), Rumus: B=f (P,E) artinya behavior adalah hasil interaksi antara person (diri orang itu) dengan environment (lingkungan psikologisnya).Teori disonansi kognisi dari Festinger. Disonansi artinya ketidakcocokan antara dua kognisi (pengetahuan) ; dimana orang akan berusaha mengurangi disonansi itu dengan berbagai cara: (1) Mengubah perilaku, (2) Mengubah kognisi tentang lingkungan, (3) Memperkuat salah satu kognisi yang disonan, (4) Mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting.
Universitas Sumatera Utara
2. .
Humanistik
Tokoh-tokohnya: Rogers, Combs & Snygg, Maslow, May, Satir, Peris. Menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo Ludens). Maslow, “growth needs”, faktor orang lain menjadi penting; bagaimana reaksi mereka membentuk konsep diri kita dan juga pemuasan. Pandangan Rogers: 1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi menjadi pusat; 2. Manusia
berperilaku
untuk
mempertahankan,
meningkatkan,
&
mengaktualisasikan diri; 3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya; 4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri; 5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Aristoteles berpendapat bahwa pada watu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, seperti sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh pengalaman. Menurut Jhon Locke, dalam Nanath ( 2008) salah satu tokoh empiris, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai ”warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Idea dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa lalu.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menurut Rakhmat (2007), Secara garis besar ada dua factor yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. 2.3.1. Faktor Biologis Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh motif biologis terhadap perilaku manusia. Tahun 1950 Keys dan rekan-rekannya menyelidiki pengaruh rasa lapar, Selama 6 bulan, 32 subjek bersedia menjalani eksperimen setengah lapar. Selama eksperimen terjadi perubahan kepribadian yang dramatis. Mereka menjadi mudah tersinggung, sukar bergaul, dan tidak bisa konsentrasi. Pada akhir minggu ke-25, makanan mendominasi pikiran, percakapan, dan mimpi. Laki-laki lebih senang menempelkan gambar coklat daripada gambar wanita cantik. Kekurangan – tidur juga telah dibuktikan meningkatkan sifat mudah tersinggung clan tugas-tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan.akan rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan-kebutuhan lainnya. 2.3.2. Faktor - faktor Sosiopsikologis Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh bcberapa karakteristik yang mcmpengarahi perilakunya: Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga kamponen komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan -dengan
Universitas Sumatera Utara
apa yang diketahui manusia. Kompoten konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. a. Motif Sosiogenesis Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekufider sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah. Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat disebutkan sebagai berikut, 1) Motif ingin tahu. Mengerti, menata dan menduga. Setiap orang berusaha mengerti (memahami) arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan (frame of freference) untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesui. 2) Motif kompetensi. Setiap orang ingin membuktikan bahwaia mampu mengatasi persoalan apapun. Perasaan mampu amat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. 3) Motif cinta Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela
Universitas Sumatera Utara
4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari indentitas. Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Karena itu, bersamaan dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitas dirinya. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis (penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya. 5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan. Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk ke dalam motif ini ialah motif-motif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak. Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan pegangan. 6) Kebutuhan akan pemenuhan diri. Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan di mana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku tertentu pula (Bimo Walgito, 2003). Menurutnya dalam konteks ini terdapat beberapa teori yang dirangkumnya dari berbagai pendapat para ahli, yaitu: (a) teori insting, yang merupakan perilaku innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman;
Universitas Sumatera Utara
(b) teori dorongan (drive theory), yang bertitik tolak dari pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku; (c) teori insentif (incentive theory), yang bertitik tolak dari pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Insentif atau disebut juga reinforcement di mana ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement yang positif berkaitan dengan hadiah yang akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman yang akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku; (d) teori atribusi, yang menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang apakah disebabkan oleh disposisi internal (seperti motif, sikap, dan sebagainya) ataukah disebabkan oleh keadaan eksternal; dan (e) teori kognitif, yang menjelaskan apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan (subjective expected utility). Di samping berbagai faktor seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sebagainya, sikap individu ikut memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku seseorang di lingkungannya. Pada gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan perilaku. Interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan berbagai faktor di dalam maupun di luar diri individu akan membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku seseorang (Azwar, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Secara sederhana variabel-variabel perilaku dapat dibagi kedalam 3 bagian yaitu : 1. Faktor-faktor ekstern yang terdiri dari kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan referensi, dan keluarga. 2. Faktor-faktor intern/individu yang terdiri dari motivasi, persepsi, kepribadian dan konsep diri, belajar dan sikap individu. Proses pengambilan keputusan yang terdiri dari 5 tahap yaitu : menganalisa keinginan dan kebutuhan, pencarian informasi, penilaian dan pemilihan alternatif, keputusan untuk mengambiltindakan, dan perilaku sesudah mengambil tindakan.
2.4. Perilaku Narapidana Untuk mengetahui perilaku narpiana, ada beberapa hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan Narapidana, karena hak dan kewajiban ini menjadi faktor yang mempengaruhi pemberian Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) dan bentuk remisi lainnya. Disamping berbagai upaya yang telah dilakukan oleh dinas terkait dalam mengantisipasi tingkat pelarian Narapidana, juga perlu diperhatikan mengenai hak dan kewajiban para Narapidana sebagai
salah satu bentuk perwujudan
pengakuan/perlindungan harkat martabat manusia yang dijatuhi pidana, yaitu adanya ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menentukan bahwa seorang Narapidana berhak:
Universitas Sumatera Utara
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan; f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. Mendapatkan upah atau premi atas pekekrjaan yang dilakukan; h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraikan di atas, maka prinsip-prinsip dasar pada Sistem Pemasyarakatan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Prinsip-prinsip tersebut sinkron dengan prinsip yang dianut dalam Hukum Pidana Indonesia yang Berprikemanusiaan. Atas dasar itulah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan beserta berbagai peraturan pelaksanaannya yang merupakan dasar hukum pembinaan narapidana melalui sistem pemasyarakatan telah mengatur secara tegas tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak narapidana salama
Universitas Sumatera Utara
menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan.. Adapun ketentuan mengenai hak-hak narapidana di dalam RUU Sistem Pemasyarakatan 2005, ditentukan di dalam Pasal 28, di mana hak yang diberikan pada dasarnya sama dengan ketentuan pada Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 1995, hanya saja pada RUU Sistem Pemasyarakatan 2005 pada huruf h diberikan catatan mengenai penjelasan berkaitan dengan berapa kali seorang narapidana dapat dikunjungi dalam sebulan, hal apa saja yang harus dipenuhi/dipatuhi oleh tamu atau pengunjung berkaitan dengan besukan dan pembinaan. Selanjutnya di dalam RUU juga ditentukan secara spesifik kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap narapidana yang ditentukan dalam Pasal 29 RUU: Narapidana mempunyai kewajiban : a. Mengikuti program pembinaan yang meliputi kegiatan perawatan jasmani dan rohani serta kegiatan tertentu lainnya dengan tertib. b. Mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. c. Mengikuti kegiatan latihan kerja yang dilaksanakan selama 7 (tujuh) jam sehari. d. Mematuhi peraturan tata tertib lapas selama mengikuti program kegiatan. e. Memelihara sopan santun, bersikap hormat dan berlaku jujur dalam segala perilakunya, baik terhadap sesama f. Penghuni dan lebih khusus terhadap seluruh petugas. g. Menjaga keamanan dan ketertiban dalam hubungan interaksi sesama penghuni.
Universitas Sumatera Utara
h. Melaporkan kepada petugas segala permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pembinaan narapidana, lebih i. Khusus terhadap masalah yang dapat memicu terjadinya gangguan kamtib. j.
Menghindari segala bentuk permusuhan, pertikaian, perkelahian, pencurian dan pembentukan kelompok-kelompok solidaritas diantara penghuni didalam lapas.
k. Menjaga dan memelihara segala barang inventaris yang diterima dan seluruh sarana dan prasarana dalam l. Penyelenggaraan pembinaan narapidana m. Menjaga kebersihan badan dan lingkungan dalam lapas.
2.5. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Narapidana Menurut Erlangga (2007) faktor yang mempengaruhi perilaku narapidana yaitu : 2.5.1. Lost of liberty (hilangnya kebebasan), setiap
narapidana
akan
merasa
kehidupannya semakin terkekang sempit dan terbatas, dimana mereka tidak hanya terkungkung pekatnya Bui, tetapi juga terbatasnya ruang spiritualnya 2.5.2. Lost of outonomy (hilangnya otonomi), setiap orang yang telah dikategorikan sebagai narapidana secara tidak langsung akan kehilangan sebagian haknya, khususnya masalah pengaturan dirinya sendiri, dan mereka diharuskan untuk tunduk kepada aturan–aturan yang berlaku dilingkungan bui, akibatnya mereka menghadapi depersonalisasi
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Lost of Good and service, Ketidak bebasan memiliki barang-barang tertentu secara
pribadi dan pelayanan yang memadai dari petugas, akan memicu
perilaku – perilaku baru, seperti mencurigai sesama narapidana dan negosiasi atau menyuap sipir penjara demi suatu tujuan tertentu, masuknya barangbarang terlarang (narkoba dan senjata)misalnya adalahkategori keinginan tertentu itu. 2.5.4. lost of hetero seksual relationship, hilangnya kesempatan untuk menyalurkan nafsu seksual d engan lawan jenis sehingga mengakibatkan perilaku-perilaku seks yang menyimpang (homoseksual, perkosaan homoseksual dan pelacuran homoseksual) 2.5.5. lost of security, Suasana keterasingan sebagai akibat hilangnya komonikasi Dengan keluarga, teman sehingga menimbulkan persaingan anatara narapidana pada giliranya akan berubah menjadi bentuk-bentuk kekwatiran dan kecemasan bagi individu-individu. Muladi ( 2007) Menyatakan bahwa perilaku narapidana adalah cerminan budaya sebelum narapidana tersebut masuk penjara (Importansi Nilai) dalam pembinaan terhadap perilaku narapidana dilaksanakan berbagai upaya melalui ; bimbingan mental, bimbingan vocational dan bina spritual, disamping hal tersebut dalam rangka pembinaan yang lebih dalam besukan keluarga diberikan kepada narapidana agar dapat berinteraksi dengan baik dengan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pemasyarakatan Menurut Coyle ( 2002) dalam
A Human Rights Approach to Prison
Management, King’s College London, sejumlah Kondisi Ideal Internal Manajamen Penjara adalah : 2.6.1. Prinsip Terkait dalam manajemen penjara, dalam masyarakat demokratis penjara merupakan sebuah pelayanan publik, dimana proses yang dilakukan di dalamnya harus ditujukan untuk kebaikan publik. 2.6.2. Peran Staf Penjara a. Memperlakukan Narapidana sesuai aturan serta manusiawi b. Memastika semua narapidana dalam keadaan aman c. Memastikan narapidana berbahaya tidak melarikan diri d. Memastikan terciptanya kontrol serta ketertiban yang baik di penjara e. Menciptakan kesempatan yang baik bagi narapidana dalam menggunakan waktunya secara positif, sehingga mereka nantinya mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat ketika sudah bebas 2.6.3. Pendidikan Publik tentang Penjara Pemerintah dan administrator senior bidang pemasyarakatan (penjara) harus menyusun program pembelajaran publik tentang peran pemasyarakatan (serta bagaimana peran masyarakat dalam prosesnya), dengan memancing ketertarikan media massa.
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Kualitas Personal Staf (SDM) a. Memerlukan kombinasi yang unik antara kualitas personal dan keahlian teknis b. Diperlukan kualitas personal yang mampu berurusan dengan narapidana, termasuk dalam situasi sulit dan berbahaya, dan secara manusiawi c. Diperlukan seleksi yang ketat Sementara faktor-faktor yang menghambat proses adalah : 2.6.5. Faktor Internal a. Over populasi (daya tampung bangunan Penjara) atau Over Capasitas b. Kualitas pelayanan di Penjara c. Keterbatasan Dana d. Kesemuanya dijelaskan secara konseptual oleh; problem of autonomy, problem of control, problem of technology e. Deripasi Narapidana : Kondisi penjara dan pengalaman mengakibatkan derita tertentu f. Importansi nilai : Perilaku narapidana merupakan cerminan nilai kultur/sub kulturnya sebelum masuk ke penjara. 2.6.6. Faktor Eksternal a. Peran Masyarakat : 1) Masyarakat belum terlibat dalam proses kemasyarakatan 2) Cenderung membentuk stigma 3) Penolakan terhadap eks narapidana yang ingin kembali kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Pembebasan Bersyarat 2.7.1. Pengertian Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari lapas selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya (Suhardi, 2005). Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan (Prayuda dkk, 2007) 2.7.2. Syarat-Syarat Pembebasan Bersyarat Syarat – syarat pembebasan bersyarat yaitu : 1. Syarat Substantif : a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan penyebab dijatuhi pidana; b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral positif c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan semangat; d. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana dan anak pidana yang bersangkutan;
Universitas Sumatera Utara
e. Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin sekurang-kurangnya sembilan bulan terakhir; f. Telah menjalani masa pidana 2/3 dari masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut tidak kurang dari sembilan bulan. 2. Syarat administratif : a. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) ; b. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan anak didik permasyarakatan yang dibuat oleh Wali permasyarakatan; c. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan negeri tentang rencana pemberian pembebasan
bersyarat
terhadap
Narapidana
dan
anak
didik
permasyarakatan yang bersangkutan ; d. Salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana dan anak didik permasyarakatan selama menjalani masa pidana ) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ; e. Salinan Daftar Perubahan atau Pengurangan Masa Pidana (grasi Grasi Presiden, remisi, dll) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ; f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan anak didik permasyarakatan (pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah, swasta,atau lain-lain).
Universitas Sumatera Utara
2.7.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembebasan Bersyarat Adapun permasalahan dalam pelaksanaan Pembebasan Bersyarat yaitu : 1. Proses pengusulan untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana, masih belum dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.; 2. Kebijakan pentahapan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat pada kenyataannya membutuhkan waktu yang cukup lama; 3. Proses pengusulan untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana, masih belum dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.; 4. Kebijakan pentahapan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat pada kenyataannya membutuhkan waktu yang cukup lama; 5. Hambatan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat sudah sangat kompleks, kendala yang dihadapi bukan saja pada permasalahan SDM petugas Pemasyarakatan, namun juga terkendala pada ketidak konsistenan dalam menerapkan kebijakan yang ada terutama masalah mekanisme teknis maupun substantif dalam pemberian pembebasan bersyarat; 6. Kendala lain yang menjadi penghambat dalam proses pemberian PB adalah kurangnya kepedulian instansi terkait yang masih menekankan pada kebijakan masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Cuti Mengunjungi Keluarga 2.8.1. Pengertian Menurut Suryobroto (2006) Cuti Mengunjungi Keluarga adalah pemberian cuti bagi narapidana dana anak didik pemasyarakatan yaitu kesempatan berkumpul dengan keluarga ditempat kediamannya dimana lama cuti tersebut diatur oleh undang- undang. 2.8.2. Syarat Cuti Mengunjungi Keluaraga Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara Pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan pasal 41-42 (Suhardi , 2005) dinyatakan bahwa : 1. Setiap Narapidana dan anak didik pemasyarakatan dapat diberikan cuti berupa : a. Cuti mengunjungi keluarga b. Cuti menjelang bebas 2. Ketentuan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi Anak Sipil 3. Cuti mengunjungi keluarga dapat diberikan kepada narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, berupa kesempatan berkumpul bersama keluarga di temapt kediamannya. 4. Cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling lama 2 (dua) hari atau 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam. 5. Izin cuti mengunjungi keluarga diberikan oleh Kepala LAPAS dan wajib diberitahukan kepada Kepala BAPAS setempat
Universitas Sumatera Utara
6. Ketentuan mengenai cuti mengunjungi keluarga diatur lebih lanjut dengan 2.8.3. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Cuti Mengunjungi Keluarga Muladi (2005), Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Cuti mengunjungi keluarga adalah : 1.
Proses pengusulan untuk memperoleh Cuti Mengunjungi Keluarga bagi narapidana, masih belum dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.;
2.
Kebijakan pentahapan dalam proses pemberian Cuti Mengunjungi Keluarga pada kenyataannya membutuhkan waktu yang cukup lama;
3.
Jaminan yang susah untuk mendapatkanya diakibatkan oleh jarak rumah yang cukup lama
4.
Animo Narapidana melarikan diri cukup signifikan bagi Narapidana yang memperoleh
5.
Cuti mengunjungi keluarga
Cenderung Narapidana yang memperoleh Cuti mengunjungi keluarga hanya bagi narapidana yang mengalami musibah misalnya meninggal orang tua.
Universitas Sumatera Utara