BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terkait strategi secara umum telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Alamsjah, dalam Jurnal Procedia Social and Behavioral Sciences 24 (2011) page 1444–1450 yang berjudul Key Success Factors in Implementing Strategy: Middle-Level Managers Perspectives. Penelitian ini menghasilkan temuan faktor-faktor kunci keberhasilan yang terlibat dalam pelaksanaan strategi bisnis melalui persepsi tingkat menengah manajer. Penelitian sejenis dilakukan oleh Mbaka dan Mugambi dalam Journal of Business and Management Volume 16, Issue 7. Ver. III (July. 2014), PP 61-68 yang berjudul Factors Affecting Successful Strategy Implementation in the Water Sector in Kenya. Penelitian ini menguji hubungan struktural antara implementasi strategi dan kinerja dalam perusahaan manufaktur kecil dan menengah. Penelitian lain berkaitan dengan strategi juga telah dilakukan oleh Al-Khouri dalam International Business Research; Vol. 7, No. 10; September 2014 yang berjudul
Strategy and Execution: Lessons Learned from the Public Sector.
Penelitian ini mencoba untuk menganalisis secara singkat bagaimana strategi berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan pada salah satu sektor publik di Emirates ID dan juga mencoba untuk menjelaskan beberapa faktor yang mendasari yang berkontribusi pada keberhasilan keseluruhan strategi. Penelitian terkait strategi lainnya juga telah dilakukan oleh Shannak, dalam Journal of Management Research, 2012, Vol. 4, No. 4 yang berjudul Culture and the
12
13
Implementation Process of Strategic Decisions in Jordan. Temuan pada penelitian tersebut ialah terdapat pendekatan yang sama yang dilakukan pada ketiga bank di Jordan dalam implementasi keputusan strategis. Penelitian lain berkaitan dengan strategi dalam bidang pendidikan juga telah dilakukan oleh Chemwei, Leboo, dan Koech dalam International Journal of Humanities and Social Science Vol. 4, No. 5(1); March 2014 yang berjudul Factors that Impede the Implementation of Strategic Plans in Secondary Schools in Baringo District, Kenya. Penelitian ini menggali faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan rencana strategis dalam memilih sekolah menengah di Kabupaten Baringo. Namun penelitian terkait strategi dalam ranah pendidikan inklusif masih sangat minim. Sekalipun ada, penelitian tersebut tidak menyentuh masalah strategi yang dilakukan oleh pihak dinas dalam program pendidikan inklusif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wah dalam International Journal Of Special Education Vol 25 No 3 2010 yang berjudul Different Strategies For Embracing Inclusive Education: A Snap Shot Of Individual Cases From Three Countries. Penelitian tersebut memberikan gambaran bagaimana tiga masingmasing sekolah dari tiga negara yang berbeda berlatih pendidikan inklusif. Bukti penelitian menunjukkan bahwa strategi untuk mempromosikan pendidikan inklusif tergantung pada kekuatan dan kebutuhan organisasi saat ini. Dari beberapa uraian penelitian terdahulu diatas, tampak perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini. Penelitian ini langsung menyoroti dari pihak dinas, dengan mencoba menganalisa strategi seperti apakah agar implementasi kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM
14
pendidikan inklusif dapat berjalan optimal. Untuk lebih memperjelas penelitian terdahulu terkait strategi dapat dilihat pada matriks berikut: Tabel 1.3 Matriks Perbedaan Penelitian No.
Judul
1.
Factors that Impede the Implementation of Strategic Plans in Secondary Schools in Baringo District, Kenya Different Strategies For Embracing Inclusive Education: A Snap Shot Of Individual Cases From Three Countries
Penelitian ini menggali faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan rencana strategis dalam memilih sekolah menengah di Kabupaten Baringo.
Culture and the Implementation Process of Strategic Decisions in Jordan. Factors Affecting Successful Strategy Implementation in the Water Sector in Kenya. Key Success Factors in Implementing Strategy : Middle-Level Managers Perspectives.
Temuan pada penelitian tersebut ialah terdapat pendekatan yang sama yang dilakukan pada ketiga bank di Jordan dalam implementasi keputusan strategis.
2.
3.
4.
5.
6
Strategy and Execution: Lessons Learned from the Public Sector.
Aspek yang dianalisis
Bukti penelitian menunjukkan bahwa strategi untuk mempromosikan pendidikan inklusif tergantung pada kekuatan dan kebutuhan organisasi saat ini.
Penelitian ini menguji hubungan struktural antara implementasi strategi dan kinerja dalam perusahaan manufaktur kecil dan menengah. Penelitian ini menghasilkan temuan faktor-faktor kunci keberhasilan yang terlibat dalam pelaksanaan strategi bisnis melalui persepsi tingkat menengah manajer. Strategi berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan pada salah satu sektor publik di Emirates ID.
Perbedaan dengan penelitian ini
Penelitian ini peneliti menganalisis strategi yang efektif dari pihak Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk mengoptimalkan kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pendidikan inklusif.
15
B. Landasan Teori 1. Konsep Strategi Strategi sesungguhnya merupakan pengertian dalam bidang militer. Istilah strategi berasal dari kata yunani strategos, atau strategus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti jenderal, tetapi dalam yunani kuno sering berarti perwira negara (state officer) dengan fungsi yang luas. Dalam artian yang sempit, menurut Matloff (dalam Salusu, 1998:85) strategy berarti the art of the general (seni jenderal). Salusu (1998:101) mendefinisikan strategi sebagai suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Menurut Bryson (2007:189), strategi dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan, atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimana organisasi itu, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi melakukannya. Strategi menurut Andrews (dalam Kuncoro, 2005:1) adalah pola sasaran, tujuan, dan kebijakan atau rencana umum untuk meraih tujuan yang telah ditetapkan, yang dinyatakan dengan mendefinisikan apa bisnis yang dijalankan oleh perusahaan, atau yang seharusnya dijalankan perusahaan. Itami (dalam Kuncoro, 2005:1)
juga mengungkapkan bahwa strategi
menentukan kerangka kerja dari aktivitas bisnis perusahaan dan memberikan
16
pedoman untuk mengkoordinasikan aktivitas, sehingga perusahaan dapat menyesuaikan dan mempengaruhi lingkungan yang selalu berubah. Dilihat dari sudut pandang etimologis, strategi diartikan sebagai kiat, cara atau taktik. Oleh karena itu menurut Nawawi (2012:147) strategi dalam manajemen sebuah organisasi dapat diartikan sebagai kiat, cara, taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang terarah pada tujuan strategik organisasi. Jarzabkowski dan Spee (2009:2), dalam Strategy-as-practice: A Review and Future Directions for The Field (Publish in International Journal of Management Reviews) menyebutkan: “from an strategy as practice perspective, strategy has been defined as situated, socially accomplished activity, while strategizing comprises those action, interactions and negotiations of multiple actors and the situated practices that they draw upon in accomplishing that activity.” (“dari sudut pandang praktis, strategi telah didefinisikan sebagai suatu situasi dimana secara sosial menyelesaikan suatu aktifitas, sementara strategizing, yang terdiri dari tindakan, interaksi, dan negosiasi dari berbagai tingkat masyarakat dan situasi dimana masyarakat memanfaatkannya untuk menyelesaikan kegiatan mereka.”) Dari uraian tersebut strategi didefinisikan sebagai suatu dalam situasi tertentu secara sosial menyelesaikan kegiatan, disamping itu masyarakat memanfaatkan strategizing yang terdiri dari tindakan, interaksi dan negosiasi dari berbagai tingkatan masyarakat itu sendiri untuk menyelesaikan kegiatan mereka. Chandler (dalam Rangkuti 2006:3) berpendapat bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi menurut Allison dan Kaye (2005:3) adalah prioritas atau arah keseluruhan yang
17
luas yang diambil oleh organisasi. Strategi adalah pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk mencapai misi organisasi. Strategi bagi suatu organisasi menurut Vancil (dalam Salusu, 1998:95) adalah konseptualisasi yang diekspresikan oleh pemimpin organisasi itu tentang (1) sasaran jangka panjang dari organisasinya; (2) kebijaksanaan dan kendala, baik yang dicetuskan sendiri oleh pemimpin itu maupun yang diperintahkan oleh atasannya yang justru merintangi kegiatan organisasi; dan (3) seperangkat rencana yang sedang berjalan mengenai tujuan jangka pendek yang dipandang layak memberikan kontribusi bagi pencapaian sasaran organisasi. Menurut Donelly dalam Salusu (1998:109), ada enam informasi yang tidak boleh dilupakan dalam strategi, yaitu: (1) Apa yang dilakukan; (2) Mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang dipakai dalam menentukan apa diatas; (3) Siapa yang akan bertanggungjawab untuk atau mengoperasionalkan strategi; (4) Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menyukseskan strategi; (5) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasionalisasi strategi tersebut; (6) Hasil apa yang diperoleh dari strategi itu. Hax dan Majluf dalam Salusu (1998:100-101) mencoba menawarkan rumusan yang komprehensif tentang strategi sebagai berikut: 1) Suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral. 2) Menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya. 3) Menyeleksi bidang yang akan digeluti organisasi. 4) Mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya. 5) Melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi.
18
Inti pokok dari definisi strategi yang dirumuskan oleh Hax dan Majluf adalah strategi merupakan suatu keputusan yang konsisten, menyatu dan integral untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara beradaptasi baik dari lingkungan internal yakni kekuatan dan kelemahan organisasi, maupun lingkungan eksternal yakni peluang dan ancaman organisasi dengan melibatkan seluruh komponen organisasi. Ada beberapa tingkatan strategi. Menurut Higgins (1985) dalam Salusu (1998:102-104) menjelaskan empat tingkat strategi: 1) Enterprise strategy. Strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat. Jadi dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. 2) Corporate strategy. Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga disebut grand strategy yang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. 3) Business strategy. Strategi ini menjabarkan bagaimana merebut pasaran di tengah masyarakat. Strategi ini dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan stratejik yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik. 4) Functional strategy. Strategi ini merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lainnya. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu:
19
a) Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penulisan dan pengembangan. b) Strategi
fungsional
manajemen
yaitu
mencakup
planning,
organizing, implementing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing dan integrating. c) Strategi isu stratejik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang sudah berubah. Strategi organisasi dapat berhasil jika terdapat prinsip-prinsip yang dapat dijadikan indikator keberhasilan suatu strategi. Hatten dan Hatten dalam Salusu (1998:108-109)
berpendapat
bahwa
terdapat
prinsip-prinsip
yang
harus
diperhatikan agar suatu strategi yang dibuat dapat berhasil, prinsip-prinsip tersebut meliputi: 1) Strategi haruslah konsisten dengan lingkungannya, dalam artian sejalan dengan lingkungan yang memberikan peluang untuk bergerak maju. 2) Setiap organisasi hendaknya tidak hanya membuat satu strategi saja, dan antara strategi yang satu dengan yang lainnya haruslah konsisten dan serasi. 3) Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua sumber daya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain, yang dapat merugikan organisasi. 4) Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya, dalam artian harus mampu memanfaatkan kelemahan pesaing dan membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetitif yang lebih kuat. 5) Sumber daya adalah sesuatu yang kritis, dalam artian sesuatu yang memang layak dan dapat dilaksanakan.
20
6) Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar dan harus dapat selalu dikontrol. 7) Strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah dicapai. 8) Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait, dan terutama dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit kerja dalam organisasi. Dari
berbagai
uraian
mengenai
konsep
strategi
diatas,
penulis
menyimpulkan secara umum strategi adalah sebagai suatu cara yang digunakan oleh manajer atau manajemen puncak untuk mencapai tujuan organisasi. Strategi merupakan landasan awal bagi sebuah organisasi dan elemen-elemen didalamnya untuk
menyusun
langkah-langkah
atau
tindakan-tindakan
dengan
memperhitungkan faktor-faktor internal dan eksternal dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dalam konteks penelitian ini, strategi yang dimaksud adalah strategi untuk mengimplementasikan suatu kegiatan, strategi seperti apakah yang seharusnya digunakan agar implementasi suatu kegiatan dapat berjalan optimal. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif. Oleh karena itu teori mengenai implementasi perlu dikaji. Definisi implementasi menurut Lester dan Stewart (dalam Kusumanegara, 2010:97) adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik. Definisi tersebut seakan-akan menunjukkan bahwa implementasi lebih bermakna non-politik, melainkan administratif. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Anderson (dalam Kusumanegara, 2010:97) yang menyatakan bahwa implementasi kebijakan/program merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi).
21
Secara lebih luas, implementasi dapat didefinisikan sebagai proses administrasi dari hukum (statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan (Kusumanegara, 2010:97). Dalam Kamus Webster (Widodo, 2008:86) implementasi diartikan sebagai “to provide the means for carrying out to give practical effects to” (menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/ akibat sesuatu). Implementasi disini berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu. Ripley
dan
Franklin
(dalam
Winarno,
2012:148)
mendefinisikan
implementasi sebagai apa yang terjadi setelah ditetapkannya undang-undang yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), dan suatu keluaran (output) yang nyata. Jadi maksud implementasi menurut Ripley dan Franklin disini adalah menunjuk pada sejumlah kegiatan/program pemerintah untuk mencapai hasil yang diinginkan oleh pejabat pemerintah. Program disini merupakan tanggung jawab badan-badan pelaksana yang ditugaskan berdasarkan undang-undang harus mencari sumber-sumber data agar implementasi berjalan dengan baik. Fixsen et all dalam Wandersman, American Journal of Community vol 43 no 1 page 3 : 2009 yang berjudul Four Keys to Success (Theory, Implementation,
22
Evaluation and Resources/Support : High Hopes and Challenges in Participation, mendefinisikan implementasi ialah: “implementation is a specified set of activities designed to put into practice an activity or program of known dimensions.” (“implementasi merupakan serangkaian aktivitas spesifik yang dirancang untuk mempraktikkan aktivitas atau program dari dimensi-dimensi yang sudah diketahui.”) Menurut Westra dalam ensiklopedi administrasi mengatakan konsep implementasi adalah: “usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang akan melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya, kapan dimulai dan berakhirnya dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan.” (Westra, 1989:210) Implementasi adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan yang dilakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012:21). Definisi lain dari Winarno (2012:147) yaitu implementasi adalah fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu outcome. Mazmanian dan Sabatier (dalam Widodo, 2008:87) menjelaskan makna implementasi sebagai berikut: “to understand what actually happens after a program is enacted or formulated is the subject of policy implementation. Those events and activities that occur after the issuing of authoritative public policy directives, which included both the effort to administer and the substantive impacts on people and events.” (“hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tadi mencakup usahausaha untuk mengadministrasikannya dan untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”)
23
Sementara Wahab (2008:185) menjelaskan tentang fungsi dari implementasi yakni untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan. Dari berbagai uraian mengenai konsep implementasi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan implementasi ialah suatu proses yang terjadi sesudah peraturan perundangan ditetapkan atau disahkan yang memberikan kewenangan yang jelas kepada suatu kebijakan atau program untuk mencapai hasil yang diinginkan. Untuk mengetahui strategi apakah yang efektif agar implementasi kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif dapat berjalan optimal, dalam hal ini penulis menggunakan teori Bryson dan teori Hunger dan Wheelen. Teori Bryson digunakan untuk mengetahui langkah dalam penyusunan strategi. Alasan penulis memilih teori Bryson karena teori tersebut menguraikan delapan langkah penyusunan strategi secara jelas dan rinci. Sementara teori Hunger
dan
Wheelen
digunakan
untuk
mengetahui
indikator
dalam
mengimplementasikan suatu strategi. Alasan penulis memilih teori Hunger dan Wheelen karena teori tersebut menguraikan tiga indikator penting secara jelas dan rinci agar implementasi suatu kegiatan berhasil. Ada delapan langkah dalam proses perencanaan strategis. Bryson beranggapan bahwa keberhasilan perencanaan strategis ditentukan oleh proses penyusunannya. Delapan langkah dalam proses perencanaan strategis tersebut adalah sebagai berikut:
24
a) b) c) d) e) f) g) h)
Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis. Mengidentifikasi mandat organisasi. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. Menilai lingkungan eksternal : peluang dan ancaman. Menilai lingkungan internal : kekuatan dan kelemahan. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan (Bryson, 2007:55).
Langkah pertama, memrakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis. Tujuannya adalah untuk menegosiasikan kesepakatan dengan para pembuat keputusan (decision maker) atau pembentuk opini (opinion leader) internal dan eksternal tentang seluruh upaya perencanaan strategis dan langkah perencanaan terpenting. Suatu kesepakatan awal membantu para perencana memunculkan dan memecahkan isu-isu penting melalui putaran diskusi dan keputusan dimana koalisi politik yang efektif dapat bersatu (Bryson, 2007:107). Langkah kedua, mengidentifikasi mandat organisasi. Mandat adalah sesuatu yang perlu dilakukan, yang lebih terfokus pada fungsi/tugas dan kewajiban organisasi, sehingga tujuan langkah ini adalah mengenali dan memperjelas makna dan sifat dan mandat yang diemban organisasi. Manfaat potensial dari langkah ini yaitu pertama, besar kemungkinan bahwa mandat itu benar-benar dijalankan karena adanya kejelasan mengenai apa yang dimandatkan. Kedua, ada kemungkinan untuk mengembangkan misi yang tidak terbatas pada mandat dipertinggi. Langkah ketiga, memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. Misi dan nilai berkaitan erat dengan mandatnya merupakan pembenaran sosial bagi keberadaan organisasi. Misi adalah suatu pernyataan tentang apa yang dilakukan
25
oleh berbagai unit organisasi dan apa yang mereka harapkan untuk mencapai visi organisasi (Coulter dalam Kuncoro, 2005:59). Misi menggambarkan kehendak organisasi, sedangkan
visi menggambarkan bagaimana rupa organisasi kalau
sudah berhasil menjalankan strateginya dengan baik. Visi adalah suatu pernyataan komprehensif tentang apa yang diinginkan oleh pemimpin organisasi, mengapa suatu organisasi berdiri dan apa yang diyakininya, atau gambaran masa depan organisasi (Kuncoro, 2005:58). Langkah keempat, menilai lingkungan eksternal. Tim perencanaan harus mengeksplorasi lingkungan di luar organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Higgins mengartikan peluang sebagai situasi dan faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan bisa melampaui pencapaian sasarannya, sedangkan ancaman merupakan faktor-faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya (dalam Salusu, 1998:319-320). Menurut Bryson (2007:142) peluang dan ancaman dapat diketahui dengan mengidentifikasi tiga kategori penting yang dapat dipantau yaitu: 1) Kondisi politik, ekonomi, sosial, teknologi Mengidentifikasi perkembangan politik, ekonomi, sosial dan teknologi yang mempengaruhi kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif. Kondisi politik, ekonomi, sosial dan teknologi yang berada di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. 2) Pelanggan/ klien Pelanggan yang dimaksud disini adalah semua pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif, yakni SDM dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Surakarta serta GPK sekolah Inklusi. Penting bagi organisasi untuk mengetahui keluhan dan keinginan SDM pendidikan inklusif tersebut.
26
3) Para pesaing dan kolaborator Pesaing merupakan kompetitor yang dapat menjadi ancaman bagi organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan kolaborator adalah pihak-pihak yang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta dalam kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif. Langkah kelima, menilai lingkungan internal. Organisasi dapat memantau sumber daya (input), strategi sekarang (proses), dan kinerja (output) untuk mengenali lingkungan internal organisasi yaitu kekuatan dan kelemahan organisasi. Higgins mengartikan kekuatan sebagai situasi dan kemampuan internal yang bersifat positif dimana organisasi memiliki keuntungan stratejik dalam mencapai
sasarannya,
sedangkan
kelemahan
adalah
suatu
situasi
dan
keridakmampuan internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya (dalam Salusu, 1998:320). Hunger dan Wheelen menyebutkan bahwa lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel lingkungan internal tersebut yaitu: 1) Struktur, ialah suatu cara bagaimana suatu perusahaan dikoordinasikan berkenaan dengan komunikasi, wewenang dan arus kerja. 2) Budaya, ialah suatu pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang diterapkan oleh anggota organisasi. Dalam hal ini norma-norma organisasi yang terbentuk memunculkan dan mendefinisikan perilaku yang dapat diterima anggota dari manajemen puncak sampai karyawan operatif. 3) Sumber daya, ialah asset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi. Misalnya, keahlian orang, kemampuan, dan bakat manajerial yang meliputi asset keuangan dan fasilitas pabrik (Hunger dan Wheelen, 2001:11-12). Langkah keenam, mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi oleh organisasi. Setelah menilai lingkungan eksternal dan lingkungan internal
27
organisasi, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi isu-isu strategis yang dihadapi organisasi. Identifikasi isu strategis terkait dengan pemilihan kebijakan yang penting yang mempengaruhi mandat, misi, nilai-nilai, pelayanan, klien, manajemen organisasi yang didasarkan pada kekuatan dan peluang yang dimiliki serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada agar organisasi mampu bertahan dan meningkatkan kualitas pelayanannya (Bryson, 2007:64-65). Suatu organisasi akan menghadapi isu strategis yang mengandung tiga unsur. Pertama, isu harus disajikan dengan ringkas dan dapat dibingkai sebagai pertanyaan bahwa organisasi dapat mengerjakan sesuatu. Jika organisasi tidak dapat melakukan sesuatu pun tentang hal itu, maka hal tersebut bukan suatu isu setidak-tidaknya bagi organisasi (Wildavsky, dalam Bryson, 2007:65). Kedua, faktor mandat, misi, nilai-nilai, kelemahan dan kekuatan internal, serta peluang dan ancaman apa sajakah yang menjadi suatu isu strategis, kemudian menjadi persoalan kebijakan yang penting. Ketiga, tim perencanaan harus menegaskan konsekuensi kegagalan dalam menghadapi isu, sehingga diperoleh pertimbangan mengenai beragam isu yang bersifat strategis atau penting. Misal, jika suatu organisasi akan hancur karena kegagalan suatu hal yang dihadapinya maka menjadikan isu tersebut sangat strategis dan harus segera dihadapi. Hal ini sangat bermanfaat untuk kelangsungan, keberhasilan, dan keefektifan organisasi (Bryson, 2007:66). Jadi, pada proses identifikasi isu strategis selalu berdasar pada hasil analisis kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman yang dihadapi organisasi. Selain itu juga
28
tidak terlepas pada misi dan mandat organisasi sehingga strategi yang dikembangkan akan menuju pada pencapaian visi dan misi tersebut. Alat yang digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu strategis adalah matriks analisis
SWOT,
yaitu
Strength
(kekuatan),
Weaknesses
(kelemahan),
Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Dari hasil penilaian tersebut maka dapat mengidentifikasi isu-isu strategis yang merupakan tahapan paling menentukan dalam proses perencanaan strategis. Dalam analisis SWOT, teknik ini memfokuskan pada empat pertanyaan utama yaitu: 1) 2) 3) 4)
Peluang eksternal terpenting apakah yang kita miliki? Ancaman eksternal terpenting apakah yang kita hadapi? Apa kekuatan internal terpenting kita? Apa kelemahan internal terpenting kita? (Bryson, 2007:147)
Rangkuti (2006:18) mendefinisikan analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat
meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Dalam European Journal of Business and Social Sciences, Vol. 2, No. 1, pp 91‐98, April 2013, yang berjudul “A Conceptual Framework On Evaluating SWOT Analysis As The Mediator In Strategic Marketing Planning Through Marketing Intelligence” Nasri (dalam Ayub) menjelaskan bahwa: “The main purpose of SWOT is to provide meaningful insights to marketers about organizational key competencies after evaluating data gathered through marketing intelligence and to enable them in making best use of that data in utilizing opportunities, linking those with organization’s strengths, identifying major threats, and minimizing weaknesses.” (“Tujuan utama dari SWOT adalah untuk memberikan wawasan yang berarti untuk pemasar tentang kompetensi kunci organisasi setelah mengevaluasi data
29
yang dikumpulkan melalui intelijen pemasaran dan untuk memungkinkan mereka dalam membuat penggunaan terbaik dari data dalam memanfaatkan peluang, menghubungkan mereka dengan kekuatan organisasi, mengidentifikasi ancaman utama, dan meminimalkan kelemahan.”) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa SWOT merupakan kunci penting bagi suatu organisasi dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya setelah melalui pengamatan lingkungan yang berarti. Oleh karena itu, analisis SWOT merupakan metode yang efektif digunakan untuk perusahaan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal untuk menciptakan visi mencapai strategi pembangunan. Matriks SWOT dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi dapat disesuaikan dengan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapinya. Berikut matriks analisis SWOT yang dikutip oleh Hunger dan Wheelen dari H. Weihrich: Tabel 1.4 Matriks SWOT STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal
Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal
STRATEGI (SO)
STRATEGI (WO)
Tentukan 5-10 faktor-faktor yang menjadi peluang eksternal
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
STRATEGI (ST)
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI (WT)
Tentukan 5-10 faktor-faktor yang menjadi ancaman eksternal
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
IFAS
EFAS OPPORTUNITIES (O)
Sumber: Rangkuti, 2006 hal. 31
30
a)
Strategi SO Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b) Strategi ST Strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c)
Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d) Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. (Rangkuti, 2006:31) Setelah diidentifikasi kemudian isu strategis tersebut disusun secara berurutan diurutkan berdasarkan prioritas, urutan logika atau urutan waktu agar memudahkan proses perumusan strategi. Untuk menentukan strateginya sebuah isu dapat menggunakan teknik Tes Litmus Tes Litmus merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan bagaimana strategisnya isu tersebut. Pada teknik ini setiap isu strategis yang sudah teridentifikasi diberikan tiga belas pertanyaan yang kemudian akan diberikan penilaiannya. Isu yang memiliki skor tertinggi merupakan isu yang benar-benar strategis dan isu yang memiliki skor terendah merupakan isu operasional. Penentuan skor dari isu-isu tersebut sebagai berikut:
31
a)
Skor 1 = untuk isu yang bersifat operasional
b) Skor 2 = untuk isu yang cukup strategis c)
Skor 3 = untuk isu yang sangat strategis
Dari hasil perkalian antara jumlah soal yang diperoleh nilai tertinggi 39 dan terendah 13. Sehingga diterapkan kategorisasi sebagai berikut: a)
Nilai 13-21 = isu kurang strategis
b) Nilai 22-30 = isu cukup strategis c)
Nilai 31-39 = isu sangat strategis
Untuk memperjelas kami sajikan dalam bentuk lembar kerja berikut:
32
Tabel 1.5 Tes Litmus untuk Isu-Isu Strategis Operasional------------------------------Strategis Pertanyaan 1. Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada di hadapan anda? 2. Seberapa luas isu akan berpengaruh pada organisasi anda? 3. Seberapa banyak risiko/peluang keuangan organisasi anda? 4. Apakah strategi bagi pemecahan isu membutuhkan: a. Pengembangan sasaran dan program pelayanan baru b. Perubahan signifikan dalam sumber-sumber atau jumlah pajak? c. Perubahan signifikan dalam ketetapan/peraturan? d. Penambahan atau modifikasi fasilitas? e. Penambahan staff yang signifikan 5. Bagaimana pendekatan terbaik bagi pemecahan isu? 6. Tingkat manajemen manakah yang dapat menetapkan bagaimana menanggulangi isu? 7.
Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bisa isu tidak diselesaikan?
8.
Seberapa banyak departemen lain dipengaruhi oleh isu ini dan harus dilibatkan dalam pemesahan? Bagaimana sensitifitas isu ini terhadap nilai social, politik, religious dan cultural
9.
Sumber: Bryson, 2007 hal. 184.185
(1)
(2)
(3) Dua tahun atau lebih dari sekarang
Sekarang
Tahun Depan
Unit atau divisi tunggal
Beberapa devisi
Seluruh Departemen
Kecil
Sedang
Besar
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Jelas, siap untuk diimplementasikan
Parameter luas, agak terperinci
Terbuka luas
Pengawas staff lini
Kepala devisi
Kepala departemen
Ada gangguan inefisiensi
Kekacauan pelayanan, kehilangan sumber dana
Kekacauan pelayanan jangka panjang, biaya besar, merosotnya penghasilan
Tidak ada
Satu sampai tiga
Empat atau lebih
Lunak
Sedang
Keras
33
Langkah ketujuh, merumuskan strategi untuk mengelola isu. Setelah mengurutkan isu-isu strategis berdasarkan pada prioritas, urutan logika atau urutan waktu maka selanjutnya adalah proses merumuskan strategi-strategi untuk mengelola isu strategis dan menjalankan misi dengan mengacu pada hasil evaluasi yang telah dilakukan. Strategi-strategi tersebut dapat berupa perumusan programprogram strategis. Strategi harus dipilih yang sesuai dengan analisis lingkungan eksternal dan internal. Seperti yang diungkapkan Bryson (2007:189) bahwa strategi merupakan pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan, atau alokasi sumber daya yang menekankan pada bagaimana organisasi, apa saja yang dikerjakan, dan alasan organisasi mengerjakannya. Strategi yang efektif harus memenuhi kriteria seperti harus dapat bekerja, secara politik dapat diterima oleh stakeholder, sesuai filosofi dan nilai organisasi, memiliki etika, moral, hukum organisasi, serta harus mampu menghadapi isu strategis yang mesti diselesaikan (Bryson, 2007:69-70). Menurut Rangkuti (2006:19) macam-macam strategi merupakan gabungan dari beberapa faktor, dan akan membentuk kuadran-kuadran berikut:
34
Gambar 1.1 Diagram Analisis SWOT BERBAGAI PELUANG
1) Mendukung strategi turnaround
1) Mendukung strategi agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
2) Mendukung strategi defensif
2) Mendukung strategi diversifikasi BERBAGAI ANCAMAN
Sumber: Rangkuti, 2006 hal. 19 Pada bagan diatas dapat dilihat bahwa: a)
Kuadran 1, pada posisi ini merupakan suatu situasi dimana organisasi berada pada kondisi yang menguntungkan. Hal ini disebabkan organisasi memiliki kekuatan dan peluang yang mendorong untuk menangkap peluang yang ada. Strategi yang tepat adalah agresif.
b)
Kuadran 2, pada posisi ini organisasi menghadapi berbagai ancaman tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang paling tepat diterapkan adalah menggunakan kekuatan ntuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi.
c)
Kuadran 3, pada posisi ini organisasi menghadapi peluang pasar yang sangat besar dan dihadapkan pada kelemahan internal. Maka strategi yang harus diambil adalah strategi turnaround.
35
d)
Kuadran 4, pada posisi ini organisasi berada dalam kondisi paling buruk dimana organisasi menghadapi kelemahan internal sekaligus ancaman dari luar. Sehingga strategi yang paling tepat adalah strategi defensif. Langkah kedelapan, menciptakan organisasi yang efektif untuk masa
depan. Langkah terakhir dalam proses perencanaan strategis yaitu organisasi harus mendeskripsikan mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya (Bryson, 2007:56-70). Delapan langkah dalam proses perencanaan strategis telah dijelaskan pada uraian diatas. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai teori implementasi. Teori implementasi dalam penelitian ini hanya sebagai penunjang karena strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara agar implementasi suatu program atau kegiatan dapat berjalan optimal. Dalam bukunya, Hunger dan Wheelen mengungkapkan bahwa untuk memulai proses implementasi, strategi harus bisa memenuhi tiga pertanyaan penting, yakni: 1. Siapa yang akan melaksanakan rencana strategi yang telah disusun? 2. Apa yang harus dilakukan? 3. Bagaimana sumber daya manusia yang bertanggung jawab dalam implementasi akan melaksanakan berbagai hal yang diperlukan? (Hunger dan Wheelen, 2001:297) Siapa yang akan mengimplementasikan strategi, ini berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi strategi. Jumlah pihak yang terlibat mungkin akan lebih banyak dibanding mereka yang merumuskannya. Dalam hal ini pihak yang dimaksud ialah pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif.
36
Apa yang harus dilakukan, untuk dapat mendukung implementasi strategi yang telah disusun, para manajer divisi dan wilayah fungsional harus bekerja sama dengan rekan manajer lainnya dalam mengembangkan program, anggaran dan prosedur yang diperlukan untuk hal tersebut. Program adalah pernyataan aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai. Anggaran adalah program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang, setiap program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya, yang dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan. Prosedur adalah sistem langkah-langkah atau teknik-teknik yang berurutan yang menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan diselesaikan (Hunger dan Wheelen, 2001:17-18). Bagaimana orang yang menjalankan rencana strategis melakukan apa yang diperlukan, hal ini terkait dengan aktivitas krusial yang berorientasi pada tindakan
untuk
mengimplementasi
strategi.
Aktivitas
tersebut
yaitu
pengorganisasian (organizing), penyusunan staf (staffing), pengarahan (directing), dan pengawasan (controlling). Sebelum rencana-rencana yang telah dibuat membawa kepada kinerja yang sesungguhnya, manajemen puncak harus memastikan bahwa perusahaan telah diorganisasi dengan baik, program-program mendapatkan staff yang memadai, dan kegiatan-kegiatan diarahkan pada hasilhasil yang diinginkan (Hunger dan Wheelen, 2001:304). Pengorganisasian (Organizing), merupakan proses membangun struktur untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan dan semua orang yang ada dalam organisasi untuk mendapatkan pekerjaan yang akan dilakukan. Mengarah pada
37
kegiatan pengaturan dan penataan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan, mana yang akan melaksanakan dan siapa pelakunya, penetapan anggaran (besarnya anggaran yang diperlukan, darimana sumbernya, bagaimana menggunakan dan mempertanggungjawabkan), penetapan prasarana dan sarana apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, penetapan tata kerja (juklak dan juknis) dan penetapan manajemen pelaksanaan kebijakan termasuk penetapan pola kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan. Penataan Staf (Staffing), kebutuhan penataan staf hampir dapat dipastikan mengikuti perubahan strategi. Setelah sebuah strategi baru dirumuskan, berbagai jenis SDM mungkin dibutuhkan untuk mengisi posisi-posisi tertentu, atau karyawan yang ada sekarang mungkin perlu dilatih kembali untuk dapat mengimplementasi strategi baru. Pengarahan (Directing), untuk mencapai sasaran organisasi maka perlu melibatkan pengarahan karyawan untuk menggunakan kemampuan dan keahlian mereka pada tingkat yang paling efektif dan efisien. Untuk mengarahkan strategi baru dengan efektif, manajemen puncak harus mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab dengan tepat kepada para manajer operasionalnya. Pengawasan (Controlling), proses pengendalian memastikan bahwa organisasi sedang mencapai apa yang telah ditetapkan. Proses pengendalian membandingkan hasil kinerja ideal yang diinginkan dengan kinerja nyata organisasi, sehingga diperoleh umpan balik yang diperlukan bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi hasil yang diperoleh.
38
2. Konsep Program Pendidikan Inklusif Salah satu program pemerintah dalam menuntaskan program wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus ialah melalui pendidikan inklusif. Dalam perkembangannya, pendidikan inklusif memiliki definisi yang beragam. Bryant et.al dalam Fakolade, Adeniyi, dan Tella pada International Electronic Journal of Elementary Education (vol 1, page 3-4 : 2009) yang berjudul “Attitude of Teachers Towards The Inclusion of Special Needs Children in General Education Classroom : The Case of Teachers in Some Selected Schools in Nigeria” mengungkapkan: “Inclusion or inclusive education can be interpreted as the philosophy and practice for educating students with disabilities in general education settings.” (“Inklusi atau pendidikan inklusif dapat diartikan sebagai filosofi dan latihan untuk mendidik siswa penyandang cacat ke dalam setting pendidikan umum/reguler.”) Pendidikan inklusif menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Kecerdasan dan/ atau Bakat istimewa Pasal 1 Ayat 1 adalah: “Sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.” Sasaran program pendidikan inklusif di Kota Surakarta dan sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:
39
a.
b.
Anak yang memiliki kelainan: 1. Tuna Netra 2. Tuna Rungu 3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome) 4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70) 5. Tuna Grahita Sedang (IQ =25-50) 6. Tuna Grahita Berat (IQ <25) 7. Tuna Daksa 8. Tuna Laras 9. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ ADHD, Dyslexia/ Baca, Dysgraphia/ Tulis, Dyscalculia/ Hitung, Dysphasia/ Bicara, Dyspraxia/ Motorik) 10. Lambat Belajar (IQ = 70-90) 11. Autis 12. Korban Penyalahgunaan Narkoba 13. Tuna Ganda Anak yang memiliki talented, yakni Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences: Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodilykinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual). Termasuk CIBI (Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa).
Pada International Journal of Instruction 2013, Vol.6, No.1, “Inclusive Education Reform in Bangladesh: Pre-Service Teachers’ Responses to Include Students with Special Educational Needs in Regular Classrooms”, disebutkan: “Inclusive Education refers to all students being valued, accepted and respected regardless of ethnic and cultural backgrounds, socio-economic circumstances, abilities, gender, age, religion, beliefs and behaviours.” (“Pendidikan Inklusif mengacu pada semua siswa yang dihargai, diterima dan dihormati terlepas dari latar belakang etnis dan budaya, sosio, ekonomi, keadaan, kemampuan, jenis kelamin, usia, agama, keyakinan dan perilaku.”) Berdasarkan uraian diatas, maka definisi program pendidikan inklusif dalam penelitian ini adalah suatu program pemerintah dalam menuntaskan program wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus dimana dalam sistem pendidikan tersebut peserta didik berkebutuhan khusus diikutsertakan untuk belajar bersamasama dengan peserta didik normal lainnya dalam satu sekolah reguler yang sama yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
40
B. Kerangka Pemikiran Surakarta telah dicanangkan sebagai Kota Inklusi pada 28 September 2013. Sebagai kota yang telah menyandang nama inklusi, tentu menjadikan Kota Surakarta harus lebih proaktif dalam mendukung dan mewujudkan Kota Inklusi itu sendiri dari segala aspek, termasuk dalam aspek pendidikan. Salah satu bentuk pelaksanaan dari pencanangan kota Surakarta sebagai Kota Inklusi pada aspek pendidikan adalah dengan menunjuk beberapa sekolah untuk menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terlibat langsung dalam program pendidikan inklusif ialah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Surakarta. Dalam rangka mewujudkan program pendidikan inklusif, ada empat belas kegiatan yang akan dilakukan dan direncanakan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Surakarta. Dari keempatbelas kegiatan tersebut ada salah satu kegiatan yang cukup menarik untuk dikaji yaitu kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada kegiatan tersebut karena pada kenyataannya kegiatan tersebut belum berjalan optimal. Ketidakoptimalan tersebut ditunjukkan dari data ABK di sekolah inklusi yang belum merata dan belum ada data ABK tahun 2015, jumlah GPK di beberapa sekolah inklusi yang sangat minim tidak sebanding dengan jumlah ABK, serta perbedaan kualitas sekolah inklusi yang begitu mencolok. Berbagai permasalahan tersebut sangat berkaitan dengan SDM yang terlibat, baik SDM dari dinas sebagai administrator kebijakan maupun SDM dari sekolah sebagai sasaran kebijakan. Hal ini tentu sangat mempengaruhi keberhasilan
41
program pendidikan inklusif mengingat SDM merupakan faktor penting untuk keberhasilan suatu strategi. Melihat permasalahan tersebut, penulis ingin melakukan analisis strategi yang efektif untuk kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif. Strategi tersebut dihasilkan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu menggunakan teori delapan langkah proses perencanaan strategis Bryson. Namun dalam penelitian ini hanya sampai pada langkah ketujuh yakni merumuskan strategi untuk mengelola isu. Melalui tujuh langkah proses perencanaan strategis tersebut dapat dihasilkan isu yang paling strategis. Selanjutnya isu paling strategis tersebut dianalisis menggunakan tiga indikator implementasi Hunger dan Wheelen. Teori implementasi dalam penelitian ini hanya sebagai penunjang untuk menjelaskan implementasi strategi yang dihasilkan. Dengan penelitian ini penulis berharap strategi yang dihasilkan dapat memberikan solusi alternatif agar implementasi kegiatan pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif dapat berjalan optimal. Disamping itu, strategi yang dihasilkan diharapkan dapat dijadikan acuan pada ketigabelas
kegiatan
lainnya
dalam
program
pendidikan
inklusif
agar
implementasi kegiatan tersebut dapat berjalan optimal, sehingga tercapai keberhasilan program pendidikan inklusif demi mewujudkan Solo sebagai Kota Inklusi. Untuk lebih memperjelas kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
42
Gambar 1.2 Bagan Kerangka Pemikiran k.1
k.14
Program pendidikan inklusif
k.2
k.13
k.3 k.4
k.12 k.5 k.6
k.7
Pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM pendidikan inklusif
Muncul Isu permasalahan: 1. Kurang meratanya kualitas program pendidikan inklusif 2. Minimnya jumlah GPK 3. Data ABK belum lengkap 4. Tidak ada soal braille pada UAN 2014, dsb.
Strategi implementasi tidak efektif
k. 11 k.8
k.9
k.10
Merumuskan strategi baru:
Langkah Penyusunan Strategi Bryson: 1. Memrakarsai dan menyepakati proses perencanaan 2. Mengidentifikasi mandat organisasi 3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi 4. Menilai lingkungan eksternal 5. Menilai lingkungan internal 6. Mengidentifikasi isu strategis 7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu Indikator implementasi Hunger dan Wheelen: 1. Siapa yang melaksanakan? 2. Apa yang harus dilakukan? 3. Bagaimana SDM melaksanakan implementasi?
Implementasi Keterangan: k.1 Pembentukan dan pemberdayaan pokja k.2 Penyusunan dan evaluasi grand design k.3 Pendataan ABK k.4 Pendampingan dan penguatan sekolah inklusi k.5 Pengadaan dan peningkatan kapasitas SDM k.6 Publikasi k.7 Regulasi k.8 Pengembangan model sekolah inklusi k.9 Pengembangan pusat dukungan k.10 Pemberian penghargaan k.11 Pemberian bantuan sosial k.12 PADATI k.13 Membangun komitmen melalui networking k.14 Monitoring dan evaluasi
Output