BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang terkait dalam persoalan kenakalan remaja diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hemuto, 2011, dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja di Kec. Paguyaman Pantai” focus masalah dalam penelitian tersebut adalah kenakalan remaja. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori yang dikembangkan oleh Suparman dkk (dalam, Budininsi, 2008), yaitu tentang masyarakat adalah faktor lingkungan terbesar bagi seorang remaja dalam pergaulannya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut, terungkap bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja adalah faktor lingkungan, pendidikan dan perilaku sosial dari seorang remaja. Penelitian lain yang terkait dalam persoalan kenakalan remaja adalah penelitian yang dilakukuan oleh Madang, 2010, dengan judul “Kenakalan Remaja di Desa Pasokan Kec. Walea Besar“ focus masalah dalam penelitian tersebut adalah kenakalan remaja, seperti mengkonsumsi minuman keras sehingga meresahkan masyarakat. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori yang dikembangkan oleh Mussen (dalam, Dariyo, 2004), yaitu tentang perilaku dan sikap remaja, dimana sikap dan perilaku anak remaja sangat dekat dengan sebuah perubahan, penuh gejolak dan emosiaonal. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut, terungkap
7
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja adalah faktor ekonomi rendah, pergaulan bebas, kurangnya peran keluarga serta faktor pendidikan. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara dua penelitian di atas dengan penelitian ini, diantaranya adalah terdapat pada aspek yang menjadi faktor utama penyebab perilaku menyimpang anak remaja, diantaranya faktor lingkungan, dan perilaku sosial. Hal ini biasa di lihat pada tabel dibawa ini
Nama / judul
Payen Hemuto, 2011. Faktor Yang mempengaruhi Kenakalan Remaja
Hamni Madang, 2010. Kenakalan Remaja.
Penelitian yang relevan Masalah dalam penelitian ini adalah Kenakalan remaja yaitu masalah yang termasuk dalam pelanggaran hukum misalnya perkelaian, pencurian , serta pemerkosaan. Yang menjadi aspek utama dalam penelitian ini adalah faktor pendidikan.
Letak perbedaan dalam penelitian ini Perilaku menyimpang adalah bentuk dari pada kenakalan tetapi perilaku menyimpang belum dikategorikan melanggar hukum contohnya merokok, mengkonsumsi miras. Aspek utama dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan.
2.2 Sejarah Singkat Remaja Remaja adalah masa dimana sesorang mencari jati dirinya, dan apa perannya dalam masyarakat. Hal ini pula sudah terjadi pada anak remaja di masa lalu sampai dengan sekarang, yang diikuti dengan perkembangan zaman. Berikut ini adalah sejarah singkat bagaimana kehidupan remaja pada masa lalu (dalam, Santrock, 2007:31).
8
Pada masa Yunani awal, filsuf Plato dan Aristoteles berkomentar (dalam, Santrock, 2007:5) mengenai sifat anak muda. Menurut Plato kemampuan bernalar tidak terdapat di masa ank-anak, kemampuan bernalar muncul pertama kali di masa remaja. Menurutnya anak-anak sebaiknya meluangkan waktunya di olaraga dan musik sementara remaja sebaiknya mempelajari ilmu pengetahuan matematika. Aristoteles (dalam, Santrock, 2007:32) menyatakan bahwa aspek terpenting dari remaja adalah kemampuan untuk memilih, dan bahwa determinasi diri merupakan jalan menuju kematangan. Penekanan Aristoteles terhadap perkembangan determinasi diri itu berbeda dengan pandangan kontenporer yang menganggap kemandirian, identitas, dan pikiran karir sebagai tema sentral dalam kehidupan remaja. Aristoteles juga mengenali adanya egosentrisme remaja, dan pernah berkomentar bahwa remaja menganggap dirinya mengetahui segala sesuatu dan cukup yakin mengenainya. Pada abad pertengahan, anak-anak dan remaja dipandang sebagai bentuk miniatur dari orang dewasa dan menjadi sasaran dari penerapan disiplin yang keras. Pada abad ke-18, filsuf Perancis, Jean-Jacques Rousseau (Santrock, 2007:32) menawarkan sesuatu pandangan yang lebih mencerahkan mengenai remaja, memperbaiki keyakinan yang sala dengan menyatakan bahwa anak atau remaja bukanlah bentuk miniatur dari orang dewasa. Rousseau berpendapat bahwa penalaran berkembang dimasa remaja. Ia menyatakan rasa ingin tahu mereka sebaiknya didorong selama menjalani pendidikan di usia 12 hingga 15 tahun. Dari usia 15 -20 tahun Rousseau berpendapat bahwa individu mulai matang 9
secara emosional dan sifat memikirkan diri sendiri digantikan dengan minat terhadap orang lain. Dengan demikian ia mengatakan bahwa perkembangan terdiri dari beberapa tahap. Hal ini menunjukan bahwa menurut peneliti, penelaran seseorang berkembang pada usia remaja, sehingga remaja bukan bentuk miniatur dari orang dewasa, ada beberapa tahapan perkembangan pada anak usia remaja. 2.2.1 Abad Ke-20 Pada akhir abad ke-19 dan masuk pada awal abad ke-20, para ahli menemukan suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja. Antara tahun 1890 hingga 1920, sejumlah psikolog, pembaharu urban, pendidik, pekerja remaja, dan konselor mulai membangun konsep itu. Pada masa ini, orang-orang muda, khususnya anak laki-laki, semakin terlihat pasif dan rentan-kualiatas yang sebelumnya hanya diasosiasikan dengan kualitas remaja perempuan. Ketika para pendidik, konselor, psikolog mulai mengembangkan normanorma perilaku bagi remaja, pandangan Hall (Santrock, 2007:35) secara subtansial mempengaruhi norma-norma ini. Sebagai hasilnya, diperiode antar 1900 hingga 1920, orang-orang dewasa memaksakan konformitas dan pasivitas pada remaja. Contoh dari konformitas ini meliputi mendorong semangat sekolah, loyalitas dan pemujaan terhadap jago olahraga. Pada tahun 1950 tepatnya pada abad ke-20 para ahli mulai menyoroti periode perkembangan yang kini kita sebut sebagai periode remaja. Periode ini tidak hanya menyangkut identitas fisik dan sosial, namun juga identitas resmi, karena setiap negara telah mengembangkan undang-undang khusus nagi anak
10
muda yang berusia 16 dan 18 hingga 20 tahun. Selama tahun 1950_an, para remaja itu beranggapan bahwa memperoleh gelar sarjana adalah kunci untuk memperoleh pekerjaan yag baik, seperti halnya bahwa mereka harus menikah, memiliki keluarga, dan kemudian duduk tenang dalam kehidupan mewah seperti yang diiklankan dalam iklan-iklan tv. Sebuah analisis mengenai isi dan jurnal yang tertua dalam psikologi perkembangan memberikan bukti lebih jauh mengenai peran sejarah dalam menciptakan dunia remaja. Selama empat periode sejarah, periode depresi dari tahun 1890 dan 1930 serta dua periode perang dunia adalah penilaian-penilaian yang berbeda terhadap kapasitas anak muda. Selama periode depresi, para ilmuan mendata
ketidakmatangan
pendidikannya.
Sebaliknya
psikologi
dari
selama
perang
anak
muda
dunia,
serta
para
kebutuhan
ilmuan
tidak
mendeskripsikan anak muda sebagai sosok yang tidak matang, namun menekankan pentingnya wajib militer dan perannya sebagai pekerja pabrik. Remaja-remaja yang berasal dari berbagi negara berbeda memiliki sejumlah persamaan maupun perbedaan. Banyak tulisan dan penelitian mengenai remaja yang dibuat oleh para ilmuan Amerika dan Eropa. Seiring dengan perkembangan teknologi, para ahli menemukan suatu budaya anak muda yang memili sejumlah karakteristik yang serupa. Meskipun demikian, para ahli juga menemukan banyak variasi karakteristik diantara budaya-budaya yang berbeda. Dibeberapa negara, tradisi-tradisi yang berlaku sering kali dilestarikan ketika mensosialisasikan remaja, sementara dibeberapa budaya lainnya, terjadi perubahan pengalaman remaja yang bersifat subtansial. Tradisi dan perubahan 11
yang berlangsung ini meliputi kesehatan dan kesejahteraan, gender, keluarga, sekolah, dan kawan-kawan sebaya (dalam, Santrock,2007:32). Penjelasan diatas menunjukan bahwa, disetiap negara yang berbeda terdapat sejumlah persamaan dan perbedaan karakteristik dari seorang remaja. Hal ini dilihat dari beberapa hasil penelitian oleh para ahli. Perbedaan tradisi dan budaya pada tiap-tiap Negara, kebutuhan pendidikan sehingga berpengaruh terhadap perkembangan moralitas seorang remaja, membedakan juga pola kehidupan anak remaja. Walaupun pada umumnya perilaku dan perkembangan seorang remaja dipandang sama, sesuai dengan bagaimana remaja ini hidup dan berkembang. 2.3
Pengertian Remaja, Perilaku dan Perilaku Menyimpang
2.3.1 Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (Sudarsono, 2008:2) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Rosenblum(dalam, Santrock, 2007:18) mengatakan bahwa seorang remaja bisa saja merasa sedang dipuncak dunia pada satu saat namun merasa tidak 12
berharga sama sekali pada waktu berikutnya. Dalam beberapa kejadian intensitas dari emosi yang mereka alami, memiliki proporsi yang terlalu berlebihan dibandingkan kejadian yang menyebabkannya. Dengan demikian bahwa seorang remaja akan merasakan perubahan besar dan berlebihan pada waktu tertentu dibandingkan apa yang menjadi penyebabnya. Menurut Hall (dalam, Santrock, 2007:6) masa remaja yang usianya berkisar antara 12 hingga 23 tahun yang diwarnai oleh pergolakan. Berdasarkan pengertian diatas, konsep Hall ini menyatakan bahwa seseorang akan merasakan pergolakan pada masa usia 12 hingga 23, usia ini menunjukan seseorang yang masuk pada masa anak remaja dengan berbagai konflik dan peubahan besar yang mewarnainya. Elizabeth B. (dalam, Sudarsono, 2008:12) berpendapat bahwa masa remaja adalah sala-satu gejala pubertas yang lepasnya seorang anak dari masa kanak-kanak sampai pada masa yang penuh gejolak. Menurutnya masa remaja awal yaitu dari umur 12 atau 13 tahu sampai 17 tahun dan pada akhir remaja dari 17 tahun sampai 21 tahun. Masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru. Para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing, dalam
13
mencapai identitas akhir. (dalam, Hamid, 2009:11). Hal ini menjelaskan bahwa masa remaja adalah masa kritis yang di penuhi dengan berbagai masalah identitas. Remaja sudah sejak dulu dianggap sebagai masa sulit secara emosional. Tidak selamanya masa remaja berada dalam situasi badai dan stress, tetapi fluktuasi emosi dari tinggih ke rendah memang meningkat pada masa remaja awal. Berdasarkan beberapa pengertian remaja di atas dari beberapa para ahli, maka menurut peneliti bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak, menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial. 2.3.2 Pengertian Perilaku Perilaku adalah kualitas sikap atau pola penyesuaian spesifik, misalnya reaksi terhadap frustasi, cara menghadapi masalah, perilaku agresif dan defensi, dan perilaku terbuka atau tertutup dihadapan orang lain. pemahaman tingkah laku atau perilaku dalam profesi bimbingan dan konseling, dikaji dalam kerangka psikologi kepribadian. Kata kepribadian berasal dari kata personality yang berati topeng. Topeng merupakan tutup muka yang sering digunakan oleh pemainpemain panggung. Maksud dari penggunaan istilah ini adalah untuk menggambarkan
perilaku,
watak
atau
pribadi
seseorang
yang
dalam
manifestasinya kehidupan sehari-hari tidak selalu membawakan dirinya sebagaimana adanya, melainkan selalu menggunakan tutup muka dengan tujuan untuk menutupi kelemahannya.(dalam,
14
Farozin, 2007:3). Pengertian ini
menunjukan bahwa perilaku adalah suatu kualitas dari sikap seseorang dalam menghadapi suatu masalah. Menurut Paul dkk (dalam, Budiningsi, 2007:3) untuk memiliki perilaku yang baik dan yang benar, seseorang tidak cukup sekedar telah melakukan tindakan yang dapat dinilai baik dan benar. Sesorang dapat dikatakan sungguhsungguh berperilaku baik apabila tindakannya disertai dengan keyakinan dan pemahaman akan kebaikan yang tertanam dalam tindakan tersebut. Untuk dapat memahami dan meyakininya, seseorang
perlu mengalami proses pengolahan
peristiwa dan pengalaman hidup, yang berkaitan dengan dirinya maupun dengan orang lain. ia berbuat baik karena tahu dan yakin, akan apa yang ia lakukan melalui pengalaman hidupnya. Untuk mengetahui bagaimana tata cara berperilaku, maka ada baiknya kita mempelajari dulu pengertian dari etika dan moral seseorang, antara lain menurut Said (2010:190) sebagai berikut : a. Etika Banyak dalam beberapa literatur, seringkali konsep etika itu di artikan sebagai aturan perilaku atau tata cara bertindak. Bahkan etika sering pula diartikan sebagai ilmu tentang bagaimana berpriaku. Pengertian etika sebagai kata benda diihat dari konteks masyarakat adalah sebagai sesuatu yang bersifat eksterna dari diri manusia. Pengertian etika berasa dari bahasa yunani, yaitu ethos atau kebiasaan dan watak. Sesuatu yang ada dalam diri individu manusia itu sendiri,
15
atau lebih tepatnya, merupakan cara-cara manusia bersikap atau berperilaku atas dunianya. Etika itu merupakan karakter individu atau kelompok individu, dalam suatu bidang kehidupan tertentu. Bidang kehidupan itu bisa pekerjaan, proses belajar, maupun aktivitas lainnya dan etika ini merupakan karakter disuatu bidang kehidupan tertentu.(dalam, Said, 2010:190). Dengan demikian etika merupakan cermin dari karakter individu atau kelompok individu, dalam suatu pola kehidupan manusia. Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral, yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebu,t serta permasalahanpermasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral tersebut. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasiaonal mengenai nilai dan norma moral, yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Menurut magnis suseno (dalam, Burhanudin, 2005:1) etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Artinya adalah etika adalah ilmu bagaimana kita harus hidup dan bukan ajaran yang harus dipelajari. Berdasarkan pengertian diatas, maka menurut peneliti etika adalah sebuah gambaran dari karakteristik sikap manusia yang menetukan baik atau buruknya sesorang dalam berperilaku.
16
b. Moral Moral atau moralitas adalah sistim nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistim nilai ini terkandung dalam pelajaran petuah-petuah, nasihat, peraturan dan semacamnya yang diwariskan secara turun menurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik dan benar. Moralitas adalah tradisi kepercayaan dalam agama atau kebudayaan tentang berperilaku yang baik ataupun yang buruk. Moralitas memiliki arti peta kehidupan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Moralitas memberikan sebuah pembedaan garis yang tegas, mengenai apa yang di kategorikan yang baik dan mana yang buruk. Menurut Kohlberg (dalam, Burhanudin, 2005:6) penalaran atau pemikiran moral merupakan faktor penentu yang melahirkan perilaku moral, oleh karena itu untuk menemukan perilaku moral yang sebenarnya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Moralitas adalah tradisi, kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan, tentang perilaku yang baik dan buruk.moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik atau menyimpang (dalam, Burhanudin, 2005:3). Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya moralitas yang tertanam dalam diri manusia, maka seseorang bisa memilah apa-apa yang baik dan apa yang buruk dalam kehidupannya. 2.3.3 Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang adalah bentuk dari pada suatu kenakalan baik, yang dilakukan oleh remaja atau pun orang dewasa. Faktor kesengajaan atau kesadaran
17
diri dari orang tersebut, dan tidak melanggar hukum adalah seseorang yang tidak bisa digolongkan sebagai nakal, walaupun perbuatannya sedikit menyimpang dari norma-norma hukum, yang ada di negara Indonesia. Perilaku yang menyimpang adalah bentuk kebiasaan atau perilaku yang melanggar hukum, dan hal ini digolongkan oleh orang-orang, khususnya remaja sebagai suatu kenakalan yang domain dilakukan pada awal usia masa remaja. Kenakalan remaja yakni perilaku yang menyimpang, terbagi atas 4 jenis, yaitu : 1.
Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti perkelahian, perampokan dan lain sebagainya
2.
Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti perusakan, pemerasan dan lain sebagainya
3.
Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain seperti pelacuran, penggunaan obat terlarang dll.
4.
Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Pada dasrnya perilaku ini belum melanggar hukum pidana karena yang dilanggar adalah status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah) yang memeang tidak di atur oleh hukum secara terinci. Akan tetapi, kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat dilakukannya terhadap atasannya di kantor atau petugas hukum di dalam masyarakat. Ini oleh jensen digolongkan sebagai kenakalan dan bukan hanya perilaku yang menyimpang.
18
Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan remaja adalah bahwa kenekalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa, yang sengaja melanggar hukum dan diketahui oleh anak itu sendiri, bahwa jika perbuatanya itu diketahui oleh petugas. Bagi petugas anak itu bisa dikenai hukuman. 2.4 Masalah Pada Anak Usia Remaja Masa remaja adalah masa antara datangnya pubertas (sebelas sampai empat belas tahun) sampai usia sekitar delapan belas tahun-masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun pengasuhnya. Ada sejumlah alasan kenapa masa awal usia remaja sangat sulit untuk menghadapinya, antara lain menurut ( Santrock, 2007:134) yaitu : 1. Masa remaja mulai menyampaikan kebebasannya, dan haknya untuk mengemukakan
pendapat
sendiri.
Tidak
terhindarkan,
ini
bisa
menciptakan ketegangan dan perselisihan yang bisa menjauhkan ia dari keluarganya. 2. Masa remaja lebih muda di pengaruhi teman-temannya, dari pada ketika masih lebi muda dari usia remaja. Ini berarti pengaruh pengasuh ataupun orang tua sendiripun sangat melemah. Anak remaja berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda, dan bahkan kadang-kadang bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh
19
yang umum adalah mode pakaian, potongan rambut atau musik, dan lainlain. 3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun seksualitasnya. Persaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan, membingungkan, dan menjai sumber perasaan sala dan frustasi. 4. Remaja sering menjadi terlalu yakin diri dan ini bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua. Dari penjelasan diatas, tidak semua remaja yang tidak berhasil melewati masalah ini, masih ada sebagian remaja berhasil selamat melewati periode ini tanpa terlalu mengalami trauma. Bila itu terjadi juga, orang tua atau pendidik kemungkinan besar paling menderita. Meskipun demikian, ada sejumlah kesulitan yang sering dialami kaum remaja yang betapapun menjemukan bagi mereka dan orang tua mereka, dan meupakan bagian dari perkembangan yang normal pada periode ini, sedangkan sejumlah kesulitan lain sangat jelas abnormal dan harus ditangani sesegera mungkin. Sebab anak usia remaja bisa merasa sangat tertekan sehingga mereka bisa menyakiti diri mereka sendiri bahkan orang lain di sekitaran mereka. 2.4.1 Karakteristik Masalah Remaja Ragam dari masalah-masalah yang dialami oleh remaja itu cukup luas. Variasi dari masalah-masalah tersebut, dapat meliputi variasi dalam hal tingkat keparahannya maupun dalam hal seberapa banyak masalah tersebut, dialami oleh 20
laki-laki versus perempuan dan dialami oleh kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda-beda. Ada masalah remaja yang berlansung singkat, dan adapulah masalah yang berlangsung lama. Seseorang remaja berusia 13 tahun mungkin memperlihatkan pola perilaku berulah yang sangat suka menggangu. Sejumlah masalah mungkin memiliki kecendrungan lebih besar, untuk timbul pada suatu tingkat perkembangan tertentu, dibandingkan tingkat perkembangan lainnya. Banyak masalah-masalah di sekolah, lingkungan, dan bahkan lingkungan keluarga. Dalam sebuah penyelidikan berskala besar yang dilakukan oleh Thomas Achenbach dan Crig Edelbrock (dalam, Santrock, 2007:235) ditemukan bahwa remaja-remaja yang berasal dari latar belakang sosial-ekonomi rendah memiliki kecendrungan lebih besar untuk mengalami masalah dibandingkan remaja-remaja yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi menengah. Sebagian besar masalah yang dialami oleh para remaja yang berasal dari latar
belakang sosial ekonomi rendah merupakan perilaku
eksternalisasi yang tidak terkendali, sebagai contoh kecemasan dan depresi. Masalah-masalah perilaku yang paling sering menyebabkan remaja dirujuk ke klinik, untuk menjalani penenangan kesehatan mental adalah masalah yang berkaitan dengan perasaan tidak bahagia, sedih, atau depresi dan prestasi sekolah,
yang
buruk
secara
umum.
Dalam
penyelidikan,
Achenbach
membandingkan antara masalah dan kompetensi dari 2600 anak-anak dan remaja yang berusia antara 4 hingga 16 tahun yang dirujuk ke layanan kesehatan mental, dengan masalah-masalah dan kompetensi dari 2600 anak-anak dan remaja lainnya secara demografis setara umum tidak dirujuk. Anak-anak dan remaja yang berasal 21
dari sosial ekonomi rendah memiliki lebih banyak masalah dan memperlihatkan kompetensi yang lebih buruk dibandingkan kawan-kawannya yang berasal dari sosial ekonomi menengah. Anak-anak dan remaja bermasalah kurang memiliki relasi dengan orang dewasa dirumahnya, memiliki orang tua biologis yang tidak menikah dirumahnya, memiliki orang tua berpisah atau bercerai, tinggal didalam keluarga yang memperoleh bantuan publik, dan tinggal dirumah tangga dan aggota keluarganya memperoleh layanan kesehatan mental. Anak-anak dan remaja yang memperlihatkan eksternalisasi masalah cenderung berasal dari keluarga yang orang tuanya tidak menikah, berpisah, atau bercerai, maupun keluarga yang memperoleh santunan masyarakat (dalam, Santrock, 2007:137) 2.5 Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang Remaja Masalah-masalah perilaku menyimpang dan kenakalan remaja, tentu saja sangat berkaitan dengan apa-apa saja yang menjadi faktor utama penyebab sehingga remaja sering kali melakukan perbuatan yang menyimpang. Untuk itu ada beberapa teori tentang bagaimana dan apa saja yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang remaja, antara lain (dalam, Santrock, 2007:233) yaitu sebagai berikut : -
Menurut Pendekatan Biopsikosial Dalam pendekatan biopsikosial ini, ada beberapa faktor yang
menyebabkan perilaku menyimpang remaja, yaitu a.
Faktor biologis
22
Menurut pendekatan biologis, masalah-masalah remaja disebabkan oleh kegagalan dari fungsi tubuhnya. Para ilmuan yang menganut pendekatan biologis biasanya, berfokus pada faktor otak dan faktor genetik sebagai penyebab timbulnya masalah-masalah remaja. b. Faktor psikologis Beberapa faktor psikologis yang dianggap sebagai penyebab timbulnya masalah remaja adalah gangguan berfikir, gejolak emosional, proses belajar yang keliru, dan relasi yang bermasalah. Dua dari perspektif teoritis telah menjelaskan penyebabab timbulnya masalah-masalah pada remaja. c. Faktor sosial Faktor-faktor sosial mempengaruhi perkembangan masalah remaja, dapat meliputi status sosio-ekonomi, dan kualitas lingkungan tempat tinggal. Sebagai contoh, kemiskinan merupakan sala satu faktor yang menyebabkan kenakalan. -
Menurut pendekatan psikopatologi Pendekatan psikopatologi ini berfocus pada upaya mendeskripsikan dan
mengeskplorasi jalur perkembangan masalah. Banyak peneliti berusaha memahami kaitan antara pencetus awal dari timbulnya suatu masalah, seperti faktor-faktor resiko, dan pengalaman dimasa dini, serta dampaknya seperti kenakalan atau depresi. Selain beberapa faktor diatas, ada juga teori lain yang menggambarkan apaapa saja faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang pada anak usia remaja, yakni antara lain oleh Philip Graham yang lebih mendasarkan teorinya pada pengamatan empiris dari sudut kesehatan mental anak dan remaja. Ia juga
23
membagi faktor-faktor penyebab itu kedalam dua golongan dalam (http/zifazi, 2012/02/13) yaitu: a. Faktor lingkungan Lingkungan adalah daerah yang dimana manusia dalam hal ini, remaja beradaptasi, beraktifitas, serta melakukan sesuatu yang dianggap berguna bagi dirinya. Sehingga lingkungan adalah sala satu yang menjadi sebab remaja berbuat penyimpangan. Ada beberapa Faktor lingkungan yang mempengaruhi, sehingga remaja melakukan kenakalan, yaitu antara lain kemiskinan dikota besar, faktor sekolah dan gangguan lingkungan lainnya (kesalahan mendidik), kematian orang tua, dan kesulitan dalam pengasuhan, karena pengangguran serta tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat. b. Faktor pribadi Faktor pribadi sangat mempengaruhi remaja untuk melakukan penyimpangan, itu di sebabkan karena faktor pribadi adalah sesuatu yang mencerminkan bentuk tubuh dan fisik, dari seseorang serta tingkalaku seseorang. Jika remaja yang tidak bisa menerima pribadinya, maka itu akan membuat remaja terjerumus pada halhal penyimpangan atau kenakalan. Faktor-faktor pribadi menyangkut tentang faktor bakat yang mempengaruhi temperamen, cacat tubuh, dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri. Berdasarkan beberapa teori di atas, tentang faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang, maka peneliti dalam hal ini dengan melihat situasi dan kondisi pada lokasi penelitian, maka telah mengambil satu aspek tentang penyebab kenakalan remaja yaitu terletak pada faktor lingkungan. Hal ini di lihat 24
sesuai dengan apa-apa yang menjadi gambaran pada lokasi penelitian, seperti anak remaja yang mengkonsumsi minuman keras, merokok ditempat-tempat umum, sering berkeliaran larut malam dengan mengendarai sepeda motor ugalugalan tanpa pelindung apapun, perkelaian antar kelompok usia remaja, dan lain sebagainya. 2.6 Kerangka Berpikir Berdasarkan rumusan masalah, peneliti menggambarkan kerangka berfikir dalam perolehan data hasil penelitian ini, hal ini bisa di lihat pada kerangka sebagai berikut : Kerangka Berpikir Dalam Perolehan Data
Perilaku Anak Remaja
Perilaku Menyimpang Anak Usia Remaja
Factor Penyebab Perilaku Menyimpang Anak Usia Remaja
Upaya Penanggulangan Pemerintah Kel. Gogagoman Dalam Menanggulangi Tindakan Penyimpangan Anak Usia Remaja
Menghasilkan remaja yang moralitasnya terarah, tingka laku yang sesuai, dan masyarakat yang sadar akan Berdasarkan Kerangka berfikir di atas, bisa di lihat bahwa perilaku anak etika
remaja menyangkut tentang tindakan penyimpangan yang sering dilakukan
25
kemudian dirumuskan dengan factor apa saja yang menyebabkan perilaku menyimpang anak usia remaja. Dengan mendapatkan penyebab tindakan tersebut, maka dirumuskan kembali solusi atau upaya apa saja yang dilakukan pemerintah
kelurahan
Gogagoman
penyimpangan tersebut.
26
dalam
menanggulangi
tindakan