5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan, dan berlanjut sampai sekarang di mana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan. Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman (id.wikipedia.org, 2009). 2.2. Kinerja Keuangan Perusahaan Hakim (2006) istilah kinerja atau performance seringkali dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya nya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran. Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas
6
perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Disamping
itu,
informasi
tersebut
juga
berguna
dalam
perumusan
perimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya. 2.3. Laporan Keuangan Handayani (2005) laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tidak dibagikan (laba yang ditahan). Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan biasanya terdiri dari : 1
Neraca : laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang, modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu menunjukkan posisi keuangan (aktiva, utang dan modal) pada saat tertentu.
2
Laporan laba rugi : suatu laporan yang menunjukkan pendapatan dari penjualan, berbagai biaya, dan laba yang diperoleh oleh perusahaan selama periode tertentu.
3
Laporan saldo laba : menunjukkan perubahan laba ditahan selama periode tertentu.
4
Laporan arus kas : Menujukkan arus kas selama periode tertentu.
5
Catatan atas laporan keuangan: berisi rincian neraca dan laporan laba rugi, kebijakan akuntansi, dan lain sebagainya.
2.4. Economic Value Added (EVA) Dalam perkembangannya muncul banyak pemikiran-pemikiran baru dibidang manajemen keuangan dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Salah satu diantaranya adalah konsep Economic Value Added (EVA) yang mengukur kinerja keuangan perusahaan memperhatikan ekspektasi para penyandang dana (kreditur dan pemegang saham). Economic Value Added merupakan salah satu konsep ukuran kinerja keuangan yang
7
dicetuskan pertama oleh analisis keuangan Stern dan Stewart dalam usahanya untuk memperoleh jawaban terhadap metoda penilaian yang lebih baik. Economic Value Added merupakan ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Asumsinya jika kinerja manajemen baik atau efektif (dilihat dari nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham perusahaan (www.mitrariset.com, 2009). Economic Value Added menyebabkan perusahaan untuk lebih memperhatikan
kebijakan
struktur
modal.
EVA
secara
eksplisit
memperhitungkan biaya modal atas ekuitas dan mengakui bahwa karena lebih tingginya risiko yang dihadapi pemilik ekuitas maka besarnya biaya modal atas ekuitas adalah lebih tinggi dari pada tingkat biaya modal atas hutang. Ini sering diabaikan perusahaan karena mengangap dana ekuitas adalah dana murah yang diperoleh dari pasar modal, sehingga tidak perlu dikompesasi dengan tingkat pengembalian yang tinggi. Anggapan ini karena tidak diperhitungkan biaya modal atas ekuitas di laporan laba-rugi seolah-olah dana ekuitas tersebut gratis. Penggunaan EVA yang secara eksplisit memasukkan biaya modal atas ekuitas akan mengubah pandangan ini dan mengharuskan perusahaan-perusahaan
untuk
selalu
berhati-hati
dalam
menentukan
kebijaksanaan struktur modalnya. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Nilai pasar yang dimaksud adalah berhubungan dengan harga saham dari suatu perusahaan dibandingkan dengan rata-rata harga saham yang beredar di pasar (capital market). Nilai pasar tersebut dapat dihitung dengan market capitalization yaitu harga saham dikalikan dengan jumlah saham perusahaan yang beredar di pasar. Besarnya biaya modal ditentukan berdasarkan rata-rata tertimbang dari tingkat bunga setelah pajak dan tingkat bunga modal atas ekuitas (WACC = Weighted Average Cost of Capital), sesuai dengan proporsi hutang dan ekuitas pada struktur modal perusahaan. Beban bunga atas hutang tercermin dalam
8
Laporan Laba Rugi, sedangkan biaya modal atas ekuitas tidak diperhitungkan didalam laporan tersebut karena itulah biaya modal harus dperhitungkan. Langkah-langkah penghitungan EVA adalah sebagai berikut (Tunggal, 2001): a. Menghitung NOPAT (Net Operating Profit After Tax) NOPAT adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan (financial cost) dan non cash bookeeping entries seperti biaya penyusutan. NOPAT dapat diperoleh dari laporan laba perusahaan yaitu data mengenai pendapatan bersih setelah pajak dan besarnya biaya bunga yang ditanggung perusahaan. b. Menghitung Invested Capital Invested Capital adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan diluar pinjaman jangka pendek tanpa bunga, seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka untuk pelanggan. Invested Capital dapat diperoleh dari laporan neraca perusahaan, yaitu data mengenai total hutang, total ekuitas pinjaman jangkan pendek tanpa bunga yang meliputi hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka untuk pelanggan. c. Menghitung WACC ( Weighted Avarage Cost of Capital ) WACC adalah jumlah biaya masing-masing komponen modal, misalnya jumlah dari masing-masing komponen modal misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang serta setoran modal saham yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan. d. Menghitung Capital Charges Capital Charges adalah aliran kas yang dibutuhkan untuk mengganti para investor atas resiko usaha dari modal yang ditanamkan. Biaya modal adalah tingkat pengembalian yang harus dihasilkan oleh perusahaan atas investasi proyek untuk mempertahankan nilai pasar sahamnya. e. Menghitung EVA EVA dapat didefinisikan sebagai suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi
9
semua biaya operasi dan biaya modal. EVA dapat dihitung dari laba sebelum beban bunga dan pajak dikurangi beban pajak dikurangi biaya modal. 2.4.1 Laba Operasi Bersih Setelah Pajak (Net Operating Profit After Tax) Menurut Tunggal (2008), NOPAT merupakan laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan. Besarnya NOPAT tidak dipengaruhi oleh struktur modal perusahaan karena diasumsikan restrukturisasi keuangan tidak akan memberi dampak pada profitabilitas ataupun risiko bisnis yang ada sekarang. Dengan kata lain, perusahaan yang membiayai bisnisnya dari utang atau modal sendiri, nilai NOPAT akan selalu identik. Dan untuk perhitungan NOPAT dapat dilakukan pada laporan laba rugi perusahaan.
2.4.2 Modal yang di Investasikan (Invested Capital/IC) Modal yang diinvestasikan merupakan jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, passiva yang tidak menangung bunga (non interest bearing liabilities), dan pajak yang akan jatuh tempo (accrued taxes). Modal yang di investasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, hutang dan kewajiban jangka panjang lainnya (Young dan O’byrne, 2001). 2.4.3 Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang (WACC) WACC adalah biaya ekuitas dan biaya hutang masing-masing dikalikan dengan persentase ekuitas dan hutang dalam struktur modal perusahaan. Karena biaya bunga (interest) dapat dikurangkan dari penghasilan dalam rangka menentukan pendapatan kena pajak (interest on debt is tax deductible), maka cost of debt dalam perhitungan WACC adalah after-tax cost of debt (Utomo, 1999). Menurut Young and O’byrne (2001), dalam menghitung WACC suatu perusahaan perlu mengetahui : 1. Jumlah utang dalam struktur modal 2. Jumlah ekuitas dalam struktur modal 3. Biaya utang
10
4. Tingkat pajak 5. Biaya ekuitas Keseluruhan komponen tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut : WACC = Kd (1-t) Wd + KeWe….........................................................(1) Dimana : Kd = Biaya utang jangka panjang t
= Tingkat pajak perusahaan
Wd = Proporsi utang dalam struktur modal Ke = Biaya pengembalian saham We = Proporsi saham dalam struktur modal Biaya penggunaan modal yang diukur melalui pendekatan WACC akan berubah apabila terjadi perubahan struktur modal ataupun perubahan biaya dari masing-masing komponen tersebut. Selama struktur modal dan biaya masing-masing komponen dapat dipertahankan maka tingkat biaya penggunaan modal akan tetap meskipun modal yang digunakan berubah. 2.4.4 Biaya Modal Biaya modal (Cost Of Capital) menunjukkan besarnya kompensasi atau pengembalian modal yang dituntut oleh investor atas modal yang diinvestasikan di perusahaan. Biaya modal merupakan suatu biaya kesempatan yang mencerminkan pengembalian yang diharapkan investor dari investasi lain dengan risiko yang serupa (Young dan O’byrne, 2001). Menurut Utomo (1999) Biaya modal atau cost of capital adalah tingkat pengembalian minimum yang diharapkan oleh pemegang saham (pemilik) perusahaan dalam investasinya. Untuk praktisi bidang keuangan, istilah cost of capital ini digunakan: 1. Sebagai tarif diskonto (discount rate) untuk membawa arus kas masa mendatang suatu proyek ke nilai sekarang (present value). 2. Sebagai tarif minimum yang diinginkan untuk menerima project baru. 3. Sebagai biaya modal (capital charge) dalam perhitungan Economic Value Added. 4. Sebagai bandingan (benchmark) untuk menaksir tarif biaya pada modal yang digunakan Cost of capital sangat dipengaruhi oleh hubungan antara risiko (risk) dan tingkat pengembalian (return),
11
dimana semakin besar risiko yang ditanggung oleh investor semakin tinggi pula tingkat pengembalian yang dikehendaki sebelum nilai tambah dapat diciptakan dan semakin tinggi biaya modal yang timbul. Menurut Sartono (1997) model yang dipergunakan untuk menghitung biaya modal meliputi biaya utang, biaya saham biasa dan biaya saham preferen. 1. Biaya Utang Biaya utang merupakan besarnya tingkat keuntungan yang diminta oleh investor (pemilik dana). Besarnya tingkat keuntungan yang diminta investor tersebut adalah sama dengan tingkat bunga yang menyamakan present value penerimaan di masa datang yang berupa bunga dan pembayaran pokok pinjaman dengan dana yang diberikan saat ini (Sartono, 1997). Karena pembayaran bunga mengurangi pajak, maka biaya utang setelah pajak harus disesuaikan dengan faktor koreksi (1-t). 2. Biaya Saham Biasa Saham biasa merupakan sumber dana yang paling berisiko dibanding dengan sumber dana lain, hal ini disebabkan karena pembayaran dividen kepada pemegang saham biasa dibayarkan setelah pembayaran bunga dan dividen saham preferen. Seperti halnya biaya modal yang berasal dari biaya utang dan saham preferen, biaya saham biasa adalah sebesar tingkat keuntungan yang disyaratkan investor saham biasa. Menurut Keown (2004), terdapat dua metode untuk mengestimasi tingkat pengembalian yang disyaratkan pemegang saham biasa, yaitu : a) Model pertumbuhan deviden Pendekatan ini dipakai bila pertumbuhan deviden dan pendapatan perusahaan akan tumbuh pada tingkat yang konstan. Rumusnya adalah: Ks = Di + g …………………………………………………………(2) Po Dimana, Ks = Harga saham biasa Di = Deviden tahun ke-i Po = Nilai harga saham biasa g
= Tingkat pertumbuhan yang diharapkan
12
b) Penetapan harga aktiva modal (Capital Asset Pricing Model/CAPM) CAPM merupakan pernyataan mengenai hubungan antara pengembalian yang diharapkan dan risiko, dimana risiko sistematis untuk aset yang berisiko. Risiko sistematis merupakan risiko yang terjadi karena faktor perubahan pasar secara keseluruhan. Menurut Keown (2004), CAPM memberikan dasar untuk menentukan harapan investor atau tingkat pengembalian hasil dari investasi saham biasa. Model ini tergantung pada tiga hal : 1. Tingkat bebas risiko. 2. Risiko sistematis dari pengembalian atas saham biasa dibandingkan dengan pengembalian atas pasar secara keseluruhan atau koefisien beta saham. 3. Premi risiko pasar yang setara dengan perbedaan tingkat pengembalian yang diharapkan atas surat berharga rata-rata dikurangi tingkat bebas risiko. Young and O’byrne (2001), menjelaskan bahwa CAPM dikembangkan secara independen oleh Professor William Sharpe dari Universitas Standford dan John Lintner dari Universitas Harvard, menarik sumbangsih sebelumnya terhadap teori keuangan oleh James Tobin dan Harry Markowits. CAPM merupakan model pengharapan yang berdasarkan pada apa yang diharapkan investor akan terjadi dan bukan pada apa yang sudah terjadi. Rumus dari CAPM dapat dirumuskan sebagai berikut : E(R) = Rf + βi MRP……………………………………………….(3) MRP = Rm – Rf …………………………………………………...(4) Dimana: E(R) = Harapan pengembalian Rf
= Tingkat pengembalian atas risiko pasar
Βi
= Faktor risiko (beta) yang berlaku spesifik untuk perusahaan
MRP = Market Premium Risk 3. Biaya Saham Preferen Biaya saham preferen adalah tingkat pengembalian yang diperlukan investor atas perusahaan yang dihitung sebagai deviden saham preferen
13
dibagi dengan harga penerbitan. Menentukan biaya saham istimewa begitu sederhana karena kesederhanaan arus kas yang dibayarkan kepada pemegang saham istimewa (Keown, 2004). 2.4. Strategi Perusahaan Strategi perusahaan didasarkan bagaimana perusahaan mampu menciptakan nilai bagi pemegang sahamnya. Strategi perusahaan diambil dari pendekatan penciptaan nilai sudah mencakup tingkat pengembalian perusahaan tersebut. Penciptaan nilai pada suatu perusahaan dapat dicapai ketika perusahaan menghasilkan tingkat pengembalian diatas biaya modal maka perusahaan mampu meningkatkan nilai pemegang sahamnya. Penciptaan nilai di dalam suatu perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut : EVA = (RONA - WACC) x modal yang diinvestasikan …………(5) Dimana : EVA
= Nilai yang diciptakan dalam suatu periode
RONA = Laba operasi bersih setelah pajak dibagi dengan aktiva bersih WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan Berdasarkan perumusan di atas, perusahaan dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah, tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut (Stewart, 1993 dalam Utomo, 1999): 1. Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal. 2. Menginvestasikan modal baru ke dalam project yang mendapat return lebih besar dari biaya modal yang ada. 3. Menarik modal dari aktivitas-aktivitas usaha yang tidak menguntungkan. Pengukuran
EVA
bersifat
jangka
pendek
(setahun)
bukan
kesinambungan. Karena kinerja manajemen diukur dari potret jangka pendek. Manajemen berkepentingan meningkatkan EVA dan cenderung enggan berinvestasi jangka panjang. Penundaan investasi mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan dimasa depan. EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain. Sebagaimana konsep penilaian dengan menggunakan
14
analisis rasio. Dalam prakteknya data pembanding ini seringkali tidak tersedia. 2.5. Penelitian Terdahulu Ningrum (2008) dengan “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Telekomunikasi Go Public dengan Metode Economic Value Added (EVA)”, melakukan penelitian terhadap perusahaan telekomunikasi yang sudah go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan tahun penelitian 2002 - 2007. Perusahaan yang diteliti antara lain PT Telekomunikasi Tbk, PT Indosat Tbk, PT Excelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom dan PT Mobile-8. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari kelima perusahaan yang diteliti dengan menggunakan EVA, terdapat satu perusahaan yang memiliki nilai EVA positif yaitu PT Telekomunikasi Tbk dan PT Indosat Tbk menjadi urutan kedua. Sedangkan tiga perusahaan lainnya yaitu PT Excelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom dan PT Mobile-8 memiliki nilai EVA yang negatif karena laba usaha yang dihasilkan lebih rendah dari biaya modalnya. Dengan demikian, ketiga perusahaan tersebut belum dapat menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya dan belum dapat menciptakan nilai tambah ekonomis bagi investornya. Mubarok (2009) dengan “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode Economic Value Added (EVA)”, melakukan penelitian terhadap perusahaan otomotif yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tahun penelitian 2007-2008. Perusahaan yang diteliti yaitu PT Multistrada Tbk dan PT Gajah Tunggal Tbk. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa terdapat satu perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik dengan kata lain telah memenuhi harapan investor dan kreditur serta bagi manajemen perusahaan itu sendiri yaitu PT Multistrada Tbk, karena pada tahun 2008 PT Multistrada mengalami peningkatan kinerja keuangan dari tahun 2007 yang memiliki nilai EVA negatif meningkat menjadi positif pada tahun 2008, walaupun pada akhir tahun tersebut terjadi krisis ekonomi global. Berbeda dengan PT Multistrada, PT Gajah Tunggal Tbk memiliki penurunan kinerja pada tahun 2008. Pada tahun 2007 perusahaan memiliki nilai EVA yang positif, akan tetapi pada akhir tahun
15
nilai EVA menurun menjadi negatif, karena adanya kerugian yang cukup besar akibat dari krisis ekonomi global.