BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORI 2.1.1 Budaya Perusahaan Budaya perusahaan adalah aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan para karyawan dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berprilaku di dalam perusahaan tersebut. Budaya mempengaruhi perilaku karyawan dan membentuk sikap karyawan ke arah yang lebih positif.
2.1.1.1 Defenisi Budaya Perusahaan Setiap orang yang bergabung dalam perusahaan, mereka akan membawa nilai – nilai, norma – norma perilaku dan kepercayaan yang mereka miliki sebelum bergabung dengan perusahaan tersebut. Tetapi, nilai – nilai dan norma yang mereka bawa kurang membantu mereka untuk sukses dalam perusahaan bahkan kadang nilai – nilai dan norma yang mereka miliki tidak sesuai dengan budaya perusahaan tempat mereka bekerja. Budaya perusahaan adalah suatu sistem nilai – nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh karyawan dalam perusahaan. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem – sistem nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi (Robbins dalam Djokosantoso, 2003). Menurut Djokosantoso (2003), budaya perusahaan adalah sistem yang diyakini oleh semua karyawan dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai
sistem paket, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk menciptakan tujuan perusahaan telah ditetapkan. Budaya perusahaan merupakan nilai kepercayaan, sikap dan perilaku yang dipegang anggota (Eugene McKenna dan Nic Beech, 2000)
2.1.1.2 Komponen Budaya Perusahaan Eugene McKenna dan Nic Beech (2000) membagi budaya perusahaan atas beberapa komponen pembentuk, yaitu : 1.
filosof, yang menjadi panduan penetapan kebijakan perusahaan baik yang berkenaan dengan karyawan ataupun klien,
2.
nilai – nilai dominan yang dipegang oleh perusahaan,
3.
norma – norma yang diterapkan dalam bekerja,
4.
aturan main untuk berelasi dengan baik dalam perusahaan yang harus dipelajari oleh karyawan baru agar dapat diterima oleh perusahaan,
5.
tingkah laku khas tertentu dalam berinteraksi yang rutin dilakukan. Suasana yang dapat tercipta dalam perusahaan. Dengan menggali komponen – komponen pembentuk ini, diharapkan akan
memperoleh gambaran global dari budaya perusahaan tertentu. Gambaran ini menjadi dasar organisasi tersebut, bagaimana masalah diselesaikan didalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku. Budaya tumbuh merefleksikan visi, strategi, dan pengalaman orang – orang yang mengimplementasikan nilai – nilai tersebut.
2.1.1.3 Fungsi Budaya Perusahaan Fungsi budaya perusahaan menurut Veithzal Rivai (2005) adalah : 1.
budaya menciptakan suatu perbedaan yang jelas antara suatu perusahaan dengan perusahaan yang lain,
2.
budaya memberikan identitas perusahaan,
3.
budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individu,
4.
budaya mengingatkan kemantapan sistem sosial,
5.
budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan.
2.1.1.4 Faktor – Faktor Pembentuk Budaya Perusahaan Budaya di dalam suatu perusahaan dibentuk oleh beberapa faktor. Menurut Kisdarto (2001), faktor – faktor pembentuk budaya perusahaan, yaitu : 1.
Observed Behavioral Regularities When People Interact Hal ini menyangkut bagaimana bahasa yang digunakan dalam perusahaan, kebiasaan dan tradisi yang ada, dan ritual para karyawan dalam menghadapi berbagai macam situasi.
2.
Group Norms Yaitu nilai dan standar baku dalam perusahaan.
3.
Exposed Values Nilai – nilai dan prinsip – prinsip perusahaan yang ingin dicapai, misalnya kualitas produk dan sebagainya.
4.
Formal Philosophy Kebijakan dan prinsip ideologis yang mengarahkan perilaku organisasi terhadap karyawan, pelanggan, dan pemegang saham.
5.
Rules of The Game Aturan-aturan dalam perusahaan, hal-hal apa saja yang harus dipelajari oleh karyawan baru agar dapat diterima di organisasi tersebut.
6.
Climate Perasaan yang secara eksplisit dapat terasa dari keadaan fisik organisasi dan interaksi antar karyawan, interaksi atasan dengan bawahan, juga interaksi dengan pelanggan atau organisasi lain.
7.
Embedded Skills Kompetensi khusus dari anggota organisasi dalam menyelesaikan tugasnya, dan kemampuan menyalurkan keahliannya dari satu generasi ke generasi lainnya.
8.
Habits of Thinking, Mental Models,and Linguistec Paradims Adanya suatu kesamaan “frame” yang mengarahkan pada persepsi (untuk dapat mengurangi adanya perbedaan persepsi), pikiran, dan bahasa yang digunakan oleh para karyawan, dan diajarkan pada karyawan baru pada awal proses sosialisasi.
9.
Shared Meanings Rasa saling pengertian yang diciptakan sendiri oleh karyawan dari interaksi sehari – hari.
10. Root Metaphors or Integrating Symbols Ide – ide, perasaan, dan citra organisasi yang dikembangkan sebagai karakteristik organisasi yang secara sadar ataupun tidak sadar tercermin dari bangunan, lay out ruang kerja, dan materi artifak lainnya. Hal ini merefleksikan respon emosional dan estetika anggota organisasi, disamping kemampuan kognitif atau kemampuan evaluatif anggota organisasi.
2.1.2 Komitmen Organisasi Secara teoritis terdapat perbedaan dalam mendefinisikan konsep komitmen organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006) sehingga berkembang dan tercipta beberapa pengertian atau definisi yang berbeda mengenai konsep komitmen organisasi dari berbagai disiplin ilmu. Komitmen pada dasarnya tercipta dari diri karyawan itu sendiri, yang diperlukan perusahaan adalah bagaiman cara untuk merangsang komitmen karyawan.
2.1.2.1 Defenisi Komitmen Organisasi Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk mendefinisikan komitmen organisasi. Pendekatan – pendekatan tersebut antara lain pendekatan perilaku, pendekatan sikap dan pendekatan multidimensional (Zangaro, 2001). Pendekatan sikap berfokus pada proses berpikir individu tentang hubungan mereka dengan organisasi (Mowday dalam Allen & Meyer, 1991). Individu akan mempertimbangkan kesesuaian nilai dan tujuan mereka dengan organisasi.
Komitmen organisasi yang tinggi akan ditunjukkan dengan keyakinan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai – nilai serta tujuan dari organisasi tersebut. Salancik (dalam Noordin dan Zainuddin, 2004) mengartikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang menjadikan individu bersedia bertindak berdasarkan kepercayaan, yang dibuktikan dengan aktivitas dan keterlibatan. Komitmen organisasi itu sendiri memiliki dasar yang berbeda – beda secara psikologis. Untuk itu perlu meneliti komitmen organisasi dengan menggunakan pendekatan secara multidimensional. Allen & Meyer (1991) melakukan penelitian secara multidimensional tentang komitmen organisasi. Mereka mendifinisikan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara pekerja dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Cut Zurnali (2010) mendefinisikan pengertian komitmen organisasional sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinyu dan komitmen normatif.
2.1.2.2 Komponen Komitmen Organisasi Allen dan Meyer (1991) menyimpulkan komitmen organisasi mempunyai tiga komponen, yaitu Affective, Continuance, & Normative.
1.
Komponen Affective Komponen
ini
menunjukkan
kelekatan
emosional
pekerja,
mengidentifikasikan dirinya dan menunjukkan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Dimana pekerja yang memiliki komponen afektif yang tinggi melanjutkan keanggotaannya ke dalam organisasi karena memang hal itulah yang mereka inginkan untuk tetap berada di organisasi. 2.
Komponen Continuance Komponen ini menunjukkan kesadaran tentang kerugian yang dihadapi seorang pekerja bila dia meniggalkan pekerjaannya. Pekerja yang mau tetap berada di organisasi berdasar komponen continuance karena memang mereka membutuhkan organisasi.
3.
Komponen Normative Komponen ini mencerminkan perasaan tentang kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi. Pekerja dengan komponen normative yang tinggi merasa mereka harus berada di organisasi.
2.1.2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi Van Dyne dan Graham (dalam Coetzee,2005) menyebutkan beberapa faktor yang memperngaruhi komitmen organisasi seseorang berdasarkan pendekatan multidimensional, yaitu Personal Factors, Situational Factors, & Positional Factors.
1. Personal Factors Ada beberapa faktor personal yang mempengaruhi latar belakang pekerja, antara lain usia, sikap dan nilai serta kebutuhan intrinsik pekerja. Ada banyak penelitian yang menunjukka bahwa beberapa tipe pekerja memiliki komitmen yang lebih tinggi pada organisasi yang mempekerjakannya. Berdasarkan hasil peneilitian tersebut, pekerja yang lebih teliti dan mempunyai pandangan positif terhadap hidupnya (optimis) cenderung lebih berkomitmen. Selain itu, pekerja yang berorientasi kepada kelompok, jugamerupakan tipe perkeja yang lebih terikat kepada keanggotaannya. 2. Situational Factors a. Workplace values Pembagian nilai merupakan komponen yang penting dalam setiap hubungan. Nilai yang tidak kontroversial (kualitas, inovasi, kooperasi, dan partisipasi) akan lebih mudah dibagi dan akan membangun hubungan yang lebih dekat. Jika pekerja percaya pada nilai kualitas produk perusahaan, mereka akan terikat pada perilaku yang berperan dalam meningkatkan kualitas. Jika pekerja yakin akan nilai partisipasi, maka mereka merasakan partisipasi akan memberi suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih bersedia untuk mencarisolusi dan membuat saran untuk kesuksesan dan kemajuan suatu perusahaan b. Subordinate-supervisor interpersonal relationship Perilaku supervisor adalah hal yang fundamental dalam menentukan tingkat kepercayaan interpersonal dalam unit pekerjaan. Perilaku dari supervisor
yang termasuk ke dalamnya seperti berbagi informasi yang penting, membuat pengaruh yang baik, menyadari dan menghargai unjuk kerja yang baik dan tidak melukai orang lain. Butler (dalam Coetzee, 2005) mengidentifikasi 11 perilaku supervisor yaitu memfasilitasi kepercayaan interpersonal yaitu kesediaan, kompetensi, konsistensi, bijaksana, adil, jujur, loyalitas, terbuka, menepati janji, mau menerima, dan kepercayaan. Apabila supervisor menunjukkan perilaku yang disebutkan ini maka akan mempengaruhi tingkat komitmen bawahannya. c. Job characteristics Menurut Jernigan, Beggs, dan Kohut (dalam Coetzee, 2005) kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan terhadap organisasi adalah prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Hal ini merupakan karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan perasaan individu terhadap tanggung jawabnya, dan keterikatan terhadap organisasi. d. Organizational support Ada hubungan yang signifikan antara komitmen pekerja dan kepercayaan pekerja terhadap keterikatan dengan organisasinya. Berdasarkan penelitian, pekerja akan lebih bersedia untuk memenuhi panggilan di luar tugasnya ketika mereka bekerja di organisasi yang memberikan dukungan serta menjadikan keseimbangan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga menjadi lebih mudah, mendampingi mereka mengahadapi masa sulit, menyediakan keuntungan bagi mereka dan membantu anak mereka melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan.
3. Positional Factors a. Organizational tenure Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara masa jabatan dan hubungan pekerja dengan organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang telah lama bekerja di organisasi akan lebih mempunyai hubungan yang kuat dengan organisasi tersebut. b. Hierarchical job level Status sosial ekonomi menunjukkan bahwa status sosial ekonomi menjadi satu – satunya prediktor yang kuat dalam komitmen organisasi. Hal ini terjadi karena status yang tinggi akan merujuk pada peningkatan motivasi dan kemampuan untuk terlibat secara aktif. Secara umum, pekerja dengan tingkat jabatan lebih tinggi akan memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi dibanding pekerja dengan tingkat jabatan yang lebih rendah.
2.1.3 Kinerja Karyawan Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk aktivitas. Kemampuan bertindak itu dapat diperoleh manusia baik secara alami atau dipelajari. Walaupun manusia mempunyai potensi untuk berperilaku tertentu tetapi perilaku itu hanya diaktualisasi pada saat – saat tertentu saja. Potensi untuk berperilkau tertentu disebut ability, sedangkan ekspresi dari potensi ini dikenal sebagai performance (Brahmasari, 2008)
2.1.3.1 Definisi Kinerja Hasibuan dan Sutiadi (dalam Brahmasari, 2008) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. As’ad (dalam Agustina, 2002) dan Sutiadi (2003) mengemukakan bahwa kinerja seseorang merupakan ukuran sejauh mana keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ada 3 (tiga) faktor utama yang berpengaruh pada kinerja yaitu individu (kemampuan bekerja), usaha kerja, dan dukungan organisasi (kesempatan untuk bekerja) Baron dan Greenberg (dalam Thoyib, 2005) mengemukakan bahwa kinerja pada individu juga disebut job performance, work outcomes, task performance. Robbins (dalam Thoyib, 2005) mengemukakan bahwa istilah lain dari kinerja adalah human output yang dapat diukur dari produktivitas, absensi, turnover, dan kepuasan. Cash dan Fischer (dalam Thoyib, 2005) mengemukakan bahwa kinerja sering disebut dengan performance atau result yang diartikan dengan apa yang telah dihasilkan oleh individu karyawan. Kinerja itu dipengaruhi oleh kinerja organisasi itu sendiri yang meliputi pengembangan organisasi, rencana kompensasi, sistem komunikasi, gaya manajerial, struktur organisasi, kebijakan dan prosedur organisasi.
2.2 Kerangka Konseptual Berdasarkan dari uraian latar belakang, tinjauan pustaka dengan teori-teori yang telah dijelaskan pada bab terdahulu terhadap penelitian ini, maka sebelum menurunkan hipotesis terlebih dahulu akan dikemukakan desain kerangka konseptual sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual: Pengaruh Budaya Perusahaan dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Budaya Perusahaan H1 Kinerja Karyawan
Komitmen Organisasi
H2
Gambar 2.1 menyajikan kerangka konseptual mengenai pengaruh budaya perusahaan (variabel independen) dan komitmen organisasi (variabel independen) terhadap kinerja karyawan (variabel dependen)
2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan penelitian Abdul Rashid, Sambasivan, & Johari (2003), ada hubungan antara budaya perusahaan dan komitmen organisasi. Hubungan ini mempunyai implikasi penting terhadap pengembangan manajemen, terutama hubungan pada pengembangan sumber daya manusia dan motivasi terhadap karyawan. Dalam hal untuk memotivasi karyawan, penting untuk menentukan tipe
budaya dahulu, lalu meramu jenis komitmen yang tepat untuk ditekankan dalam sebuah organisasi. Penelitian terdahulu menunjukkan hubungan antara komitmen organisasi dan budaya perusahaan (Cohen, 2000; Geiger, 1998), atau efek budaya perusahaan terhadap kinerja (Kotter and Heskett, 1992; Denison, 1990; Van der Post et al., 1998) tapi tidak menunjukkan hubungan potensial dari tiga faktor ini (budaya perusahaan, komitmen organisasi, dan kinerja) secara terpadu. Berdasarkan teori – teori yang dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis utama penelitian sebagai berikut : Ada hubungan positif antara budaya perusahaan dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Apabila budaya perusahaan berjalan dengan baik dan komitmen organisasi yang kuat maka semakin tinggi tingkat kinerja karyawan.