18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produk Organik Saat ini, keamanan pangan adalah menerima perhatian lebih daripada sebelumnya oleh pemerintah dan pembuat kebijakan, profesional kesehatan, industri makanan, masyarakat biomedis, dan masyarakat (Magkos Arvaniti, Zampelas, 2006). Keamanan makanan menjadi salah satu yang penting untuk makanan. Ketakutan terhadap kualitas makanan telah meningkat beberapa tahun belakang ini yang mencakup pembelian makanan dan aspek-aspek pertanian (Buzby, 2001). Timbulnya kesadaran konsumen terhadap dampak negatif dari produk yang tidak ramah lingkungan akan berpengaruh pada pasar (Lanasier, 2002). Makanan organik tidak saja merujuk hanya pada makanan itu sendiri, tetapi juga bagaimana itu makanan tersebut diproduksi. Makanan berlabel organik harus memenuhi atau melebihi peraturan Program Organik Nasional (NOP). Makanan tersebut harus tumbuh dan diproses menggunakan metode pertanian organik yang mendaur ulang sumber daya dan mempromosikan keanekaragaman hayati. Tanaman harus ditumbuhkan tanpa menggunakan pestisida sintetik, gen buatan, pupuk berbasis petroleum dan limbah berbasis pupuk. Ternak organik harus memiliki akses ke luar rumah dan tidak diberi antibiotik atau hormon pertumbuhan. Metode produksi organik menekankan penggunaan sumber daya terbaharui, konservasi tanah dan air (Food Marketing Institut, 2007). Di Indonesia untuk sebuah produk makanan dapat dikatakan organik, produser makanan tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk
18
19
penggunaan pupuk sintetis atau penggunaan hormon pertumbuhan pada hewan serta memfokuskan pada daur ulang dan penggunaan kembali bahan – bahan pengolahan jika dimungkinkan. Produk organik harus diregulasi dimana regulator mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur produk/pangan organik di Indonesia. Oleh karena pengawasan produk tersebut diserahkan kepada lembaga independen yaitu Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO). Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi (http://www.kan.or.id/?page_id=331&lang=id). Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 380/Kpts/OT.130/10/2005 berada di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian (PPHP), dan Dirjen PPHP sebagai Ketua OKPO. OKPO bertugas menetapkan kebijakan tentang pengaturan, pengawasan dan pembinaan sistem pangan organik. Bersama stakeholder terkait, OKPO menginisiasi peninjauan kembali Standar Nasional Indonesia (SNI) sistem pangan organik (SNI 01-6729-2002) sebagai acuan bagi produsen yang ingin bertani secara organik dan ingin mendapatkan pengakuan formal melalui sertifikasi. (http://epetani.deptan.go.id
/berita/memantau-gaung-gerakan-go-organik-2010-
220) Berbagai kendala yang dihadapi pertanian organik antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga
20
petani
enggan
memproduksi
komoditas
tersebut
(http://www.litbang.
deptan.go.id).
2.1.1. Ciri-ciri Produk Organik Salah satu cara untuk mengetahui apakah bahan makanan segar di pasar merupakan makanan organik atau organic food yaitu dengan melihat label yang dapat dilihat pada daftar komposisi pada kemasan, kedua, melalui sertifikasi organik yang mungkin dikeluarkan oleh beberapa lembaga berwenang dari luar negeri atau Bio-cert dan ketiga lihat ciri-ciri produk organik seperti sayur dan buah biasanya berpenampilan tak sempurna. Kadang ditemukan beberapa lubang bekas gigitan ulat dan berwarna lebih tajam. Untuk buah, biasanya berwarna lebih menonjol dan tak mengkilat. Mengkilat adalah tanda buah itu sudah di-wax atau dilapisi lilin agar awet selama penyimpanan. (http://www.organic indonesia.org Diunduh tanggal 12 April 2013). Bila hasil produk organik tidak diberi label organik, tentu sulit bagi orang awam untuk membedakannya dengan produk yang nonorganik. Untuk itu, konsumen memang harus lebih mengandalkan perbedaan fisik produk makanan organik dengan yang bukan organik. Lubang-lubang di antara lembar daun sayuran biasanya disebabkan pertanian organik tak menggunakan pestisida untuk mengatasi hama. Namun, meski terdapat lubang-lubang, penampilan sayuran hijau organik umumnya berwarna lebih menarik, tajam, dan segar. Rasa yang dihasilkan pun berbeda dengan produk pertanian biasa. Sejumlah konsumen produk organik pun mengakui rasa wortel organik lebih lezat dan tak berbau. Bahkan, ketika diolah menjadi jus, wortel akan terasa lebih nikmat. Sedangkan beras organik yang
21
dimasak menjadi nasi, juga akan lebih tahan lama dan tak mudah basi. Hal ini sangat berbeda dengan makanan bukan organik karena memakai zat tambahan agar kelihatan lebih segar. Ada tujuh ribu jenis bahan tambahan yang secara resmi boleh digunakan dalam makanan nonorganik untuk membuatnya tidak mudah layu, agar warnanya lebih cerah, terasa lebih manis, lebih renyah atau sekedar agar sedikit lebih baik daripada yang dapat dilakukan oleh produsennya tanpa menggunakan zat-zat itu. Sebenarnya bahan tambahan itu tidak diperlukan dan bahkan merugikan. Bahan-bahan tambahan itu kebanyakan mengandung zat yang bisa memicu kanker dan bisa menyebabkan kerusakan (http://pranaindonesia. wordpress.com. Diunduh tanggal 12 Desember 2015).
2.1.2. Manfaat Makanan Organik Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa buah-buahan, sayur mayur dan kacang-kacangan yang ditanam secara organik lebih banyak mengandung zat nutrisi, termasuk vitamin C, zat besi, magnesium dan fosfor, dan sangat sedikit mengandung nitrat dan endapan pestisida dibandingkan dengan tumbuhan yang ditanam dengan menggunakan pestisida dan pupuk sintetis. Orang yang mengkonsumsinya akan bertambah sehat, karena makanannya lebih banyak mengandung nutrisi, dan kurang kandungan zat yang membahayakan kesehatan. Lingkungan yang digunakan untuk pertanian organik ternyata juga lebih menyehatkan dan tidak merusak ekosistem karena tidak dicemari oleh zat kimiawi (Willer et al., 2011. Banyak orang yang sadar bahwa makanan yang ditumbuhkan berdasarkan prinsip organik terbebas dari herbisida dan pestisida berbahaya. Fakta menunjukkan bahwa makanan organik memiliki manfaat kesehatan yang
22
signifikan karena tidak memiliki residu kimia dan patogen serta nilai-nilai gizi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan makanan konvensional. (Andre, 2004). Cranfield, Henson, dan Holliday. (2009) mengungkapkan manfaat yang diperoleh paling tinggi dari pertanian organik yaitu alam karena alam tidak terkena dampak dari paparan bahan kimia pertanian serta memperbaiki kualitas makanan yang diproduksi. Selanjutnya pertanian organik, memberi dampak ekonomi, dengan biaya yang lebih rendah dan profitabilitas yang lebih tinggi. Anderson, Wachenheim, dan Lesch, (2006) yang meneliti makanan organik dan hasil rekayasa bioteknologi menunjukkan bahwa produksi organik telah meningkat secara dramatis selama dekade terakhir. Penelitian ini menunjukan proses organik dan produk memberi kontribusi kesehatan, lingkungan, etika, dan risiko. Makanan organik dianggap sebagai sehat dan aman. Lebih lanjut menurut Crinnion (2010) menjelaskan secara spesifik makanan organik ternyata memiliki vitamin C yang lebih tinggi, zat besi, magnisium, dan fosfor dibandingkan dengan makanan non organik untuk makanan yang sama, dengan tingkat residu pestisida dan nitrat yang lebih rendah serta menghasilkan antioksidan yang lebih tinggi. Selanjutnya Crinnion mengungkapkan, dalam studi in vitro pada buah-buahan dan sayuran makanan organik, secara konsisten menunjukkan bahwa makanan organik memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar, penekan ampuh pada senyawa beracun, dan menghambat proliferasi sel kanker tertentu. Manfaat bagi makanan organik juga dapat dilihat dari segi ekonomi. Sebuah survei dilakukan pada bulan Agustus 2007 di Sumatera Utara dan dari Mei sampai Juni 2008 di Jawa Barat, pertanian organik dapat berkontribusi pada
23
pendapatan petani yang lebih tinggi. Tanaman pangan organik tidak hanya soal produksi, tetapi juga masalah pemasaran atau menjual produk organik. (Jahro, 2010), Manfaat yang diperoleh dalam mengkonsumsi pangan organik untuk kesehatan (Chakrabarti, 2010)
adalah
makanan organik mengandung zat
antioksidan dan serat yang penting serta kadar nitrat lebih rendah yang dapat mengurangi tekanan darah, mengurangi resiko penyakit jantung dan stroke, penangkal kanker dan demensia (pikun) serta untuk menjaga kesehatan pencernaan karena mampu mengikat zat racun, kolesterol, dan kelebihan lemak sehingga dapat mencegah berkembangnya sumber penyakit. Produk organik jauh lebih menyehatkan karena tidak ada racun yang menempel sehingga vitamin dan mineral dapat optimal diserap tubuh. Tampilan produknya juga lebih segar dan tahan lama dan di samping itu, produk organik sangat aman dimakan langsung dan terasa lebih manis karena tidak menggunakan unsur kimia dalam pengembangannya. Produk organik juga ramah terhadap lingkungan dan produk organik tidak merusak dan mengganggu keberlanjutan komponen lingkungan yang terdiri atas tanah, air, udara, tanaman, binatang, dan manusia.
2.2. Model Ekonomi Perilaku Konsumen Teori konsumen mengenal dua macam pendekatan, yaitu pendekatan utilitas kardinal (cardinal utility approach) dan pendekatan utilitas ordinal (ordinal utility approach). Model Utilitas Kardinal merupakan, asumsi tentang utilitas suatu barang sangat sulit diterapkan dimana rasionalitas konsumen terpengaruh oleh sikap emosional konsumen, seperti; pengaruh iklan, lingkungan,
24
gengsi, dan konsumen memutuskan membeli produk jika harga dan manfaat produk sama atau sebanding serta atribut suatu barang sebagian dapat diukur dengan kualitas dan harga produk. Teori utilitas kardinal dengan asumsi yang telah disebutkan, mencoba menganalisis ekuilibirium atau keseimbangan konsumen (equilibirium of consumen) antara marginal utilitas seorang konsumen dengan tingkat harga barang yang berlaku di pasar (Reksoprayitno, 2000) Kajian Teori mikro ekonomi juga dapat menjelaskan perilaku konsumen dengan tingkat permintaan terhadap komoditas untuk konsumsi individu dengan menggunakan Rational Choice Theory, juga dikenal sebagai Choice Theory atau Rational Action Theory (Becker, dan Murphy, 2001),
teori ini merupakan
kerangka kerja untuk memahami pemodelan perilaku sosial dan ekonomi serta sebagai paradigma teoritis utama mikroekonomi. Secara luas digunakan sebagai asumsi tentang perilaku individu dalam model mikroekonomi. Menurut Green, (2002) Rational Choice Theory adalah sama dengan rasionalitas instrumental, yang melibatkan mencari biaya yang paling efektif berarti untuk mencapai tujuan tertentu tanpa merefleksikan kelayakan tujuan itu. Ide dasar dari rational choice theory adalah bahwa pola-pola perilaku dalam masyarakat mencerminkan pilihan yang dibuat oleh individu ketika mereka mencoba untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan biaya mereka. Dengan kata lain, orang membuat keputusan tentang bagaimana mereka harus bertindak dengan membandingkan biaya dan manfaat dari program yang berbeda dari tindakan. Akibatnya, pola-pola perilaku dalam masyarakat akan mengembangkan hasil dari pilihan-pilihan. Namun, teori konsumsi tidak dapat menjelaskan perilaku konsumen dalam membeli produk dan
25
juga tidak dapat menjelaskan bagaimana sebuah niat untuk membeli produk barang dan jasa (Green, 2002) Teori perilaku konsumen juga dapat dilihat dari motivasi. Motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan dimana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan, hal ini termasuk dorongan, keinginan, dan hasrat (Mowen et al.,
2002).
Motivasi
konsumen
yang
membangkitkan
kekuatan
yang
mengakitivasi perilaku dan memberikan maksud dan arah kepada perilaku tersebut karena kepribadian mencerminkan respons umum bagi individu untuk berbagai situasi berulang. Motivasi adalah penyebal munculnya perilaku. Motif adalah membangun mewakili kekuatan batin tidak teramati yang merangsang dan mendorong respon perilaku dan memberikan arahan khusus untuk respon tersebut. (Hawkins, Best and Coney, 1986). Motif merupakan dorongan kebutuhan dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen
dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya (Mangkunegara, 2009) Upaya lain yang terkenal untuk membangun model integratif untuk tindakan konsumen adalah The Motivation-Opportunity-Abilities Model (MOA), model
yang diusulkan
oleh
Olander
dan
Thøgersen
(Siemsen,
Roth,
Balasubramanian, 2007). Para penulis mengakui bahwa konsistensi antara sikap dan perilaku hanya dapat diharapkan dalam kondisi kontrol yang dikehendaki. Mereka menunjuk perbaikan dalam kekuatan prediktif dicapai dengan memasukkan sebuah 'kemampuan' konsep dan konsep memfasilitasi kondisi atau 'kesempatan' untuk melakukan perilaku ke dalam model. Komponen Motivasi dari model MOA dikenali sebagai versi sederhana dari Theory of Reasoned Action (TRA). Namun, dalam teori tersebut menyarankan beberapa kemungkinan lain di
26
sini, termasuk penggunaan bagian motivasi dari model Triandis 'atau penyisipan Norm-Activation model dari Schwartz (Steg et al., 2010). Fitur struktural penting dari model MOA adalah upaya untuk mengintegrasikan motivasi, faktor kebiasaan dan kontekstual menjadi model tunggal perilaku prolingkungan. Aplikasi dari kerangka MOA termasuk penggunaannya untuk menggambarkan upaya oleh rumah tangga untuk mengurangi konsumsi energi. (Jackson, 2005)
2.3. Perilaku Konsumen Analisis konsumen banyak menggunakan prinsip-prinsip perilaku yang biasanya diperoleh dari kegiatan eksperimental untuk menafsirkan perilaku konsumsi manusia. Ilmu perilaku konsumen ada di persimpangan antara ilmu psikologi dan ekonomi, serta ilmu pemasaran. Kajian terhadap perilaku konsumen adalah untuk mengembangkan prinsip-prinsip perilaku dengan menggunakan landasan teoritis dan empiris, untuk menafsirkan perilaku konsumen seperti perilaku pembelian, menabung, pemlihan merek, adaptasi, inovasi, dan perilaku konsumsi (Mowen et al., 2002). Tujuan penelitian perilaku konsumen adalah untuk mendapatkan model yang sesuai dan bermanfaat untuk mengembangkan teori perilaku konsumen dan mengembangkan
apa
yang
telah
diketahui
oleh
konsumen.
Menurut
Mangkunnegaran (2009) fungsi model perilaku konsumen adalah sebagai deskripsi, prediksi, penjelasan dan pengendalian perilaku konsumen dimana model perilaku konsumen harus mampu untuk mempersatukan interelasi antara sikap, kepribadian, peranan sosial, struktur sosial, dan harus konsisten serta dapat diuji. Penelitian perilaku akan menimbulkan persoalan filosofis dan metodologis
27
yang hanya dapat dijelaskan secara akademis dengan menggunakan 'analisis eksperimental perilaku' atau ”analisis perilaku”. Selain itu, pendekatan yang biasa digunakan dalam penelitian konsumen dan pemasaran untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku konsumen banyak menggunakan pendekatan-pendekatan kognitif melalui lingkup dan prosedur tertentu (Foxall, 2001). Menurut Engel et al. (2001) consumer behavior adalah suatu aktivitas yang secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang produk dan jasa, termasuk pengambilan keputusan yang mendahului atau mengikuti tindakan
ini.
Perilaku
konsumen
memfokuskan
untuk
memahami
dan
memprediksi perilaku konsumen dan menemukan penyebab dampak hubungan dari kegiatan yang persuasif sedangkan menurut American Marketing Association perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita di mana melakukan aspek pertukaran dalam hidup
mereka
(http://www.marketingpower.com/Community/ARC/Pages/
Teaching /Media/ConsumerBehavior.aspx). Menurut Peter dan Olson, (1996) ada tiga aspek dalam perilaku konsumen: (1) perilaku konsumen adalah dinamis,
(2) perilaku konsumen melibatkan
interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar (3) hal yang melibatkan pertukaran. Perilaku konsumen tidak terbatas hanya pada pembelian tapi juga pasca pembelian seperti yang dikemukakan oleh Hawkins, et al. (2004) pascapembelian proses evaluasi secara langsung dipengaruhi oleh jenis sebelumnya dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan pembelian sering disebut sebagai "tingkat kepedulian atau kepentingan dalam pembelian" situasi,
28
dan ini menentukan seberapa luas konsumen mencari informasi dalam membuat keputusan pembelian. Model Perilaku konsumen seperti Model Engel, Kollat, dan Blackwell (EKB) menggambarkan dengan jelas bagaimana seseorang melakukan pembelian, mulai timbulnya kebutuhan sampai akhir pembelian yaitu penilaian setelah pembelian. Model ini didasarkan pada proses pengambilan keputusan konsumen. Tahap dasar dari proses pembelian menurut model ini adalah
motivasi,
pengamatan, dan proses belajar. Kemudian diteruskan dengan pengaruh dari kepribadian, sikap dan perubahan sikap bekerja bersama pengaruh aspek sosial dan kebudayaan setelah itu sampailah pada tahap proses pengambilankan keputusan konsumen. Enggel, et al. (2001) mengatakan bahwa mempelajari perilaku konsumen adalah hampir sama dengan mempelajari perilaku manusia. Model ini mempunyai persamaan dengan model Howard dan Seth, baik dalam ruang lingkup sudut pandang dan tujuan. Model EKB membedakan tipe-tipe perilaku konsumen atas dasar situasi yang dihadapinya, apakah pilihan membeli berlangsung secara rutin atau pada saat tertentu saja. Hal ini merupakan pengembangan dari teori Howard dan Seth mengenai situasi pemecahan masalah secara automatis. Komponen dasar model EKB adalah stimulus, proses informasi, proses pengambilan keputusan,
dan
pengaruh lingkungan eksternal. (Mangkunegaran, 2009)
2.4. Konsumen Hijau (Green Consumer) Banyak penelitian yang sudah dilakukan terhadap lingkungan, tapi belum begitu banyak
penelitian yang menghubungkan peran konsumen terhadap
29
pembelian produk hijau umumnya produk organik khususnya. Penelitian yang dimaksud untuk mencari
hubungan
antara perilaku konsumen terhadap
pembelian produk hijau dan maksud pembelian serta hubungan antara sikap, norma, maksud pembelian produk organik. Sudah banyak penelitian terhadap konsumen organik di Amerika dan Eropa, dan saat ini penelitian terhadap konsumen organik sudah mulai banyak dilakukan di negara-negara Asia. Konsumen hijau didefinisikan sebagai perilaku pembelian, secara sadar memiliki dampak netral atau positif terhadap bumi, lingkungannya dan penghuninya (Anderson dan Cunningham, 1972). Penelitian Webster (1975) juga melihat peran sosial pada lingkungan, Webster mengungkapkan konsumen yang sadar sosial dapat dibedakan oleh berbagai kepribadian, sikap, dan variabel sosial ekonomi, meskipun hubungan agak lemah. Ukuran tanggung jawab sosial tradisional tidak memiliki hubungan dengan perilaku konsumen sadar sosial. Kajian Brooker (1976) yang mengembangkan penelitian Webster bahwa kepribadian yang dimiliki individu menunjukkan perilaku konsumen yang sadar sosial. Ditemukan bahwa individuindividu ini dapat dicirikan sebagai "aktualisasi diri" dari
Maslow. Temuan
diperluas oleh Webster (1975), mengungkapkan bukti bahwa pendekatan holistik untuk pengukuran kepribadian adalah mungkin dalam penelitian konsumen. Dengan demikian sejak awal 1970-an pada dasarnya konsumen sudah sadar sosial dalam melakukan pembelian. Robert (1997) juga meneliti hubungan antara keprihatinan lingkungan dengan perilaku konsumen dengan kesadaran ekologi dimana pemahaman akan lingkungan merupakan perilaku konsumen yang bertanggung jawab. Dari kajian
30
ini dilihat berdasarkan tingkat responden mengenai ekologi dan perilaku konsumen sadar sosial. Setiap segmen memiliki karakteristik sikap dan demografi yang unik. Ukuran dan profil dari setiap segmen memiliki implikasi penting untuk teori pemasaran dan praktek. Sebelumnya perilaku konsumen organik juga diteliti oleh Sparks dan Shepherd (1992) tentang identitas diri dan teori perilaku serta peran konsumen dalam mengidentifikasikan diri dengan "Konsumerisme Hijau". Penelitian ini dilanjutkan dengan penelitian konsumen organik dilakukan oleh Shepperd et al. (2005) yang mengungkapkan, tentang apa yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan mereka untuk membeli atau mengkonsumsi makanan organik, terutama berkaitan dengan makanan organik segar. Teori perilaku konsumen belum menjadi suatu bidang yang ilmu tersendiri dan masih menggunakan teori-teori dari ilmu psikologi (Mowen et al., 2001). Pelopor utama yang mengungkapkan pentingnya memuaskan konsumen bukan produksi barang diungkapkan oleh Levitt (1964) mengungkapkan bahwa proses industri dimulai dari konsumen bukan dari hak paten maupun produksi, bahan baku ataupun ketrampilan. Dalam studi Levitt, pada titik tertentu, setiap industri dapat dianggap sebagai industri didasarkan pada superioritas produknya. Tapi beberapa kasus, industri telah jatuh menjadi perusahaan yang salah urus. Perusahaan lebih fokus pada menjual, bukan pemasaran. Disinilah letak kesalahan, karena menjual berfokus pada kebutuhan penjual, sementara pemasaran berkonsentrasi pada kebutuhan pembeli. Levitt berpendapat bahwa industri yang bangkrut dan industri yang sekarat menunjukkan terjadi siklus pembusukan yang tidak terdeteksi. Bagi perusahaan untuk memastikan evolusi terus, mereka harus menentukan industri mereka secara luas untuk mengambil
31
keuntungan dari peluang pertumbuhan. Perusahaan harus memastikan dan bertindak pada kebutuhan pelanggan mereka dan keinginan, bukan bersandar pada umur panjang perusahaan. Singkatnya cara terbaik bagi perusahaan untuk menjadi beruntung adalah memahami pelanggan. Sebuah perusahaan harus menganggap bukan sebagai hanya produksi barang atau jasa tetapi sebagai melakukan hal-hal yang akan membuat orang ingin membeli suatu produk. Kemudian Levitt (1983) mengemukakan istilah marketing imagination. Marketing imagination memberikan pemaham pelanggan, masalah konsumen, dan sarana untuk menangkap perhatian mereka dan perilaku mereka. Dengan menegaskan bahwa orang tidak membeli barang tapi membeli solusi untuk penyelesaian masalah. Marketing imagination membuat lompatan terinspirasi menjadi jelas dan bermakna. Dalam perkembangan teori perilaku konsumen, Howard dan Sheth menemukan model yang integratif untuk perilaku konsumen/pembeli (Sheth, 1985).
Hal ini adalah yang pertama kali memperkenalkan perbedaan antara
perilaku pemecahan masalah, keterbatasan dalam pemecahan masalah dan perilaku respon otomatis. Sebuah elaborasi lebih bermakna dimana variabel memperlihatkan perilaku konsumen dan hubungan antara variabel. Variabel input dari model Howard dan Seth terdiri atas informasi tentang atribut suatu produk atau merek (yaitu kualitas, harga, kekhasan, layanan, ketersediaan). Keunggulan utama dan kekuatan teori ini terletak pada variabel telah dikaitkan dalam hubungan kerja untuk menutupi sebagian besar aspek keputusan pembelian dan pemanfaatan yang efektif dari kontribusi dari ilmu perilaku. (Sheth, 1982)
32
Penelitan perilaku konsumen juga dilihat dari aspek pertukaran antara konsumen dan produsen. Penelitian Bagozzi (1974) memperluas pengembangan dari teori perilaku konsumen Bogazzi melihat teori perilaku konsumen dari aspek pertukaran. Bagozzi menemukan tiga konsep yang luas untuk pertukaran model yaitu memperluas pertukaran gagasan, mengevaluasi ulang hubungan antara makna pertukaran, dan melihat pemasaran sosial dalam konsepsi memperluas pertukaran. Dalam tulisan yang berbeda Bagozi (1975) juga mengungkapkan model pertukaran serta memodifikasi dan memperluas yang mencakup skema teoritis untuk menafsirkan perilaku pemasaran. Sistem pertukaran tersebut terdiri dari satu set aktor sosial, hubungannya satu sama lain, dan variabel endogen dan eksogen yang mempengaruhi perilaku aktor sosial. Untuk model pertukaran ini dikemukakan juga oleh Bristow dan Mowen (1998) yang menyebutkan pendekatan untuk mengembangkan sebuah model sumber daya pertukaran kebutuhan konsumen dan tindakan serta memberikan bukti dari dimensi yang mendasari model dan keandalan skala internal. Pada tahun 1980-an perkembangan teori perilaku konsumen terus berkembang dengan tulisan
Mowen (1988)
yang mengungkapkan
bahwa
perilaku pembelian konsumen dapat dilihat dari tiga perspektif pembuatan keputusan, pengalaman, dan pengaruh perilaku. Perspektif pengambilan keputusan menyatakan bahwa membeli merupakan hasil perilaku dari konsumen yang terlibat dalam tugas pemecahan masalah di mana mereka bergerak melalui serangkaian tahapan. Perspektif pengalaman mengungkapkan bahwa melakukan pembelian dalam rangka menciptakan perasaan, pengalaman, dan emosi bukan untuk memecahkan masalah.
33
Pada teori di atas konsumen seolah-olah konstan dalam konsumsi produkproduk tertentu namun konsumen juga dapat mengalami perubahan dalam perilaku konsumsi. Dalam "mencari perubahan" fenomena oleh konsumen perlu "penjelasan proses" dan juga perlu dukungan empiris. Fenomena seperti telah juga dijelaskan secara singkat oleh beberapa teori konsumen. Pengembangan perilaku konsumen juga dilakukan dalam sebuah penelitian di laboratorium oleh Mittelstaedt (1969) tentang perilaku konsumen, bahwa
keputusan konsumen
untuk membeli cenderung diulang sesuai dengan prediksi yang dihasilkan dari teori kognitif disonance. Mittelstaedt (1969) menggunakan pendekatan berbagai pendekatan diantaranya sikap, dan perubahan perilaku. Theory of Reasoned Actiion (TRA) adalah kerangka teori yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) untuk memahami, menjelaskan, memprediksi, dan mempengaruhi perilaku manusia. Theory of Reasoned Actiion (TRA) secara luas diterapkan untuk menjelaskan perilaku pembelian tertentu. Perilaku individu ditentukan oleh niat individu terhadap perilaku. Variabel keyakinan, sikap, norma subyektif, dan niat digunakan dalam Theory of Reasoned Actiion (TRA) untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tentang perilaku. Kemampuan prediksi dari model memiliki dukungan luas dalam bidang ilmu pemasaran dan psikologis sosial (Sheppard et al., 1988). Theory of Reasoned Actiion (TRA) memungkinkan peneliti untuk lebih memahami bagaimana dan dalam situasi apa individu membuat dan melaksanakan keputusan yang berkaitan dengan perilaku pemilihan produk makanan karena telah lama diketahui bahwa pengetahuan gizi saja tidak selalu mengarah pada aktualisasi dalam perilaku yang mungkin bermanfaat bagi kesehatan dan
34
kesejahteraan, harus dulu melihat sikap dan nilai yang mempengaruhi pemilihan produk makanan. (Schlenker, 2001). Ajzen (1991) juga mengembangkan Theory of Planned Behavior (TPB) yang merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Actiion (TRA). Secara garis besar, teori ini ditemukan didukung oleh bukti empiris. Niat untuk perilaku dari berbagai jenis dapat diprediksi dengan akurasi yang tinggi dari sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Persepsi kontrol perilaku, menjelaskan varian yang cukup besar dalam perilaku aktual. Sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan berhubungan dengan perilaku normatif yang menonjol dan kontrol keyakinan tentang perilaku, namun sifat yang tepat dari hubungan ini masih belum pasti. Seperti dalam Theory of Reasoned Actiion (TRA), faktor sentral dalam teori perilaku yang direncanakan adalah niat individu untuk melakukan perilaku tertentu. Niat diasumsikan menangkap faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku, hal ini merupakan indikasi seberapa keras orang bersedia untuk mencoba, berapa banyak dari upaya mereka merencanakan untuk melakukan perilaku tersebut. Namun Ajzen juga mangalami kesulitan dalam penerapan teori TPB. Terlepas dari kenyataan bahwa TPB telah digunakan dengan sukses, beberapa masalah yang sering muncul yaitu bagaimana membangun kontrol perilaku yang dirasakan harus diukur dan apa sifat keseluruhan kontrol perilaku yang dirasakan. Ajzen membahas masalah ini dengan menyatakan bahwa konsep kontrol perilaku yang dirasakan harus menangkap kepercayaan seseorang bahwa ia mampu melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991).
35
Dalam perkembangan teori konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Kotler et al., (2008) juga mengungkapkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku antara lain adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis. Budaya merupakan salah satu penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar dan sesungguhnya seluruh masyarakat memiliki stratifikasi sosial, kelas sosial menunjukkan pilihan terhadap produk dengan merek yang berbeda-beda. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik/ciri-ciri pribadinya, terutama yang berpengaruh adalah umur dan tahapan dalam siklus hidup pembeli, pekerjaannya, keadaan ekonominya, gaya hidupnya, pribadi, dan konsep jati dirinya. Pilihan membeli seseorang juga akan dipengaruhi faktor psikologis utama, yaitu : motivasi, persepsi, proses belajar, dan kepercayaan dengan sikap. Selanjutnya ada tiga faktor (Essael, 1987) yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen yaitu
faktor individual konsumen yang meliputi pendidikan dan penghasilan
konsumen; pengaruh lingkungan, dan strategi pemasaran. Perubahan sosial ekonomi mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli, baik
untuk kebutuhan primer maupun sekunder. Perubahan sosial
ekonomi meliputi
pendapatan dan tingkat pendidikan yang merupakan
karakteristik pembeli. Terdapat korelasi langsung antara tingkat pendidikan, pendapatan dan kemampuan membeli seseorang. Pendidikan secara langsung berkaitan dengan kemampuan membeli karena terdapat korelasi yang kuat antara pendidikan dan pendapatan. Pendidikan mempengaruhi konsumen dalam membuat
keputusan,
konsumen
yang pendidikannya
tinggi
mempunyai
36
pandangan yang berbeda terhadap alternatif merek dan harga dibandingkan dengan konsumen berpendidikan yang lebih rendah. (Tedjakusuma, et al., 2011). Pada dasarnya
perkembangan teori perilaku konsumen banyak
menggunakan pendekatan psikologis. Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang didasari pada afeksi, kognisi, sosial, dan lingkungan. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perilaku dan pembuatan keputusan konsumen. Afeksi memberi penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan yang menggambarkan kepuasan, dan suasana hati. Sementara kognisi menggambarkan proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seorang terhadap lingkungannya. Pendekatan psikologis studi dapat dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen (Peter, dan Olson, 1996). Penelitian perilaku konsumen juga menyangkut aspek kepercayaan (belief), norma, kemauan untuk beradaptasi yang diteliti oleh Jansson, Marell, Nordlund (2010). Kim (2011) meneliti tentang kolektivitas, nilai personal, perilaku terhadap sikap dengan efektivitas konsumen sebagai variabel moderating ternyata berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen di Korea Selatan. Sikap konsumen juga berpengaruh terhadap perilaku pembelian (Manakota, 2007)
37
2.5. The Theory of Reasoned Action (TRA) The theory of reasoned action (TRA), dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein (1975), berasal dari penelitian sebelumnya yang dimulai sebagai teori sikap dan perilaku. Teori ini muncul berawal dari rasa frustrasi dengan teori-teori sikap dan perilaku tradisional yang banyak yang menemukan hubungan yang lemah antara sikap dan kinerja perilaku kehendak. Penerapan kunci dari The Theory of Reasoned Action (TRA) adalah kemampuan untuk prediksi niat perilaku, yang mencakup prediksi sikap dan prediksi perilaku. The Theory of Reasoned Action (TRA) dapat menggambarkan niat perilaku dan dengan perilaku tersebut memungkinkan untuk penjelasan faktor pembatas pada pengaruh sikap. Lebih lanjut, Ajzen dan Fishnein mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar yaitu pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms). Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi The Theory of Reasoned Action (TRA) ini dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan Norma subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs) (Ramdhani., 2007). Dengan demikian komponen The Theory of Reasoned Action (TRA)
memiliki tiga
konstruksi umum: niat perilaku (Behavior intent), sikap (attitude), dan norma subyektif (subjuntive norm). Secara matematis TRA menunjukkan bahwa niat perilaku seseorang tergantung pada sikap seseorang tentang perilaku dan norma subjektif (BI = A + SN). Miller (2005) mendefinisikan masing-masing dari tiga
38
komponen yaitu: (1) Sikap yaitu sekumpulan dari keyakinan tentang perilaku tertentu ditimbang dengan evaluasi dari kepercayaan. (2) Norma subyektif : melihat pengaruh orang di lingkungan sosial seseorang; (3) Perilaku niat: fungsi dari kedua sikap terhadap perilaku dan norma subjektif terhadap perilaku, yang telah ditemukan untuk memprediksi perilaku aktual. The Theory of Reasoned Action (TRA) menggunakan dua unsur, sikap dan norma-norma (atau harapan orang lain), untuk memprediksi niat perilaku. Artinya, setiap kali sikap seseorang melakukan satu hal tetapi norma-norma yang relevan menyarankan kita harus melakukan sesuatu yang lain, kedua faktor tersebut yang mempengaruhi niat perilaku kita atau terjadi kesamaan antara nilai sikap dan norma subjektif. Sikap memiliki dua komponen. Ajzen dan Fishbein menyebut
evaluasi
dan
kekuatan
keyakinan.
Komponen
kedua
yang
mempengaruhi niat perilaku, norma subyektif, juga memiliki dua komponen: keyakinan normatif (apa yang saya pikir orang lain ingin atau mengharapkan saya untuk melakukan) dan motivasi untuk memenuhi (betapa pentingnya bagi saya untuk melakukan apa yang saya pikir orang lain harapkan). Dalam bentuk yang paling sederhana, TRA dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut:
39
Beliefs
Attitude
Evaluation
Behavior Intention
Behavior
Normative belief Subjective norm
Motivation to comply
Gambar 2.1. Model Theory of Reasoned Action (Ajzen dan Fishbein, 1975) Keterangan : BI = maksud perilaku (AB) = seseorang melakukan sikap terhadap perilaku W = bobot yang diperoleh secara empiris SN = norma subyektif seseorang terkait dengan melakukan perilaku
Penggunaan The Theory of Reasoned Action (TRA) harus berpedoman pada asumsi-asumsi yang telah digariskan oleh Ajzen dan Fishbein yaitu : Perilaku manusia berada di bawah kendali sukarela dari individu, orang-orang berpikir tentang konsekuensi dan implikasi dari perilaku tindakan mereka
40
memutuskan apakah atau tidak untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, niat harus sangat berkorelasi dengan perilaku. Pada teori ini belum memasukkan aspek-aspek yang mempengaruhi sikap dan norma subjektif sehingga theory ini banyak diperluas oleh beberapa peneliti. Shepperd, et al. (1988) menemukan efektivitas dari model Fishbein dan Ajzen dan memiliki kekuatan untuk prediksi utilitas model serta mampu prediksi utilitas di seluruh kondisi dan model ini sangat baik dalam memprediksi tujuan-tujuan dan memprediksi aktivitas-aktivitas yang melibatkan proses pemilihan diantara alternatif-alternatif. Beberapa penelitian tentang perilaku konsumen hijau juga menggunakan The Theory of Reasoned Action (TRA) antara lain Coleman, Bahnan, Kelkar, dan Curry (2011) yang menerapkan The Theory of Reasoned Action (TRA) untuk tren konsumen hijau. Studi ini mencakup survei diinformasikan oleh Theory of Reasoned Action (TRA) untuk menunjukkan bagaimana sikap dan keyakinan mempengaruhi niat dan perilaku. Penelitian Soonthonsmai, Gardiner, dan Gareth (2000) dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA) dengan metode analisis regresi berganda menunjukkan bahwa norma subjektif memainkan peran utama niat untuk membeli produk hijau, dan niat adalah prediktor utama dari pembelian aktual. Theory of Reasoned Action (TRA)
juga digunakan untuk
meneliti perilaku konsumen organik. Gotschi et al. (2010) menggunakan The Theory of Reasoned Action (TRA) dengan menggunakan analisis diskriminan untuk mengeksplorasi hubungan dari sejumlah variabel dan faktor yang mempengaruhi perilaku belanja siswa sekolah tinggi Wina 'saat berbelanja produk organik.
41
2.5.1. Attitdte Sikap memiliki peranan yang penting dalam perilaku konsumen dalam memutuskan merek yang akan dibelinya, pada akhirnya konsumen akan memilih produk mana yang akan memberi keuntungan yang terbanyak. Secara tradisional sikap menurut
Engel
et al., (2001) membaginya atas cognitive component
(Beliefs), affective component (Feelings) dan cognitive component (Behavior intention). Untuk produk-produk tertentu sikap bergantung pada kepercayaan (beliefs) dan perasaan (feeling) sikap akan menghasilkan behavior intention dan behavior. Penggunaan kata sikap yang mengacu pada afeksi atau reaksi evaluatif umum yang merupakan hal yang biasa dalam penelitian konsumen. Mengingat kepercayaan merupakan pengetahuan kognitif tentang sebuah objek. Maka norma subjektif merupakan tanggapan perasaan atau afektif tentang objek (Mowen et al., 2002). Dengan mempelajari konsumen, bisnis dapat memperoleh pemahaman lebih baik tentang peran persepsi dalam perilaku konsumen. Perusahaan dapat meningkatkan strategi pemasaran ketika mereka memiliki pemahaman yang kuat tentang psikologi, tentang bagaimana konsumen merasa, berpikir dan alasan keputusan pembelian. Mengetahui bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungan mereka, kemampuan dan persepsi mereka terhadap suatu produk dapat membantu perusahaan untuk lebih efektif mencapai konsumen. Persepsi orang tentang sesuatu sangat bervariasi setiap orang,
masing-masing membentuk
pendapat individu tentang yang diterima. Individu terus-menerus menerima pesan melalui panca indra: sentuhan, rasa, bau, penglihatan dan suara.
42
Sikap dibentuk oleh kepercayaan konsumen. Kepercayaan konsumen adalah semua pengetahunan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut dan manfaatnya produk tertentu. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu di mana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap kepercayaan konsumen dapat berbentuk, kepercayaan berupa atribut-obyek,
atribut - manfaat dan objek -
manfaat (Mowen et al., 2002). Kepercayaan atribut - obyek adalah pengetahuan tentang sebuah objek yang memiliki atribut khusus. Kepercayaan atribut – objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek. Kepercayaan atribut - manfaat yaitu seorang yakin dengan membeli barang akan menyelesaikan masalahmasalah kebutuhan yang dihadapinya. Kepercayaan objek - manfaat yaitu menghubungkan antara objek dengan manfaat yang melihat seberapa jauh objek tersebut dapat menyelesaikan masalah (Mowen et al., 2002). Young, Hwang, McDonald dan Oates (2008) membuat sikap model pembelian konsumen hijau dikembangkan dan kriteria keberhasilan untuk menutup kesenjangan antara nilai-nilai dan perilaku hijau konsumen insentif dan label akan membantu konsumen dalam menentukan sikap terhadap produk organik. Penelitian perilaku konsumen juga menyangkut aspek kepercayaan (belief), norma, kemauan untuk beradaptasi (Jansson, et al., 2010; Tsikiridu, et al., 2007) mengidentifikasi sikap konsumen dan perilaku terhadap produk organik dengan menggunakan kuota sampling untuk mengeksplorasi sikap dan perilaku konsumen terhadap produk makanan Yunani organik. Tarkiainen et al., (2005) bahwa sikap positif terhadap produk organik mempengaruhi pembentukan sikap
43
orang di sekitar mereka. Penelitian telah menemukan bahwa hubungan yang signifikan antara norma subyektif dan sikap organik. Pengetahuan juga dapat mempengaruhi seseorang dalam membeli produk organik.
2.5.2. Subjective Norm Norma subyektif menurut Ajzen dan Fishbein (1975) merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku dan sebagai kepercayaan seseorang individu atau kelompok tertentu menyetujui atau untuk menampilkan tingkah laku tertentu. Dengan kata lain norma subjektif merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku. Norma subjektif memotivasi orang untuk memenuhi suatu harapan dan akan mendukung kemungkinan seseorang bertingkah laku sesuai harapan tersebut (Ajzen dan Fisbein, 1991). Norma subyektif ditentukan oleh total
keyakinan normatif mengenai
harapan seseorang terhadap orang lain. Secara khusus, kekuatan masing-masing keyakinan normatif dihitung dengan motivasi untuk memenuhi dengan referen yang dimaksud (Miller, 2005). The Theory of Reasoned Action (TRA) dan analisis diskriminan digunakan untuk mengeksplorasi hubungan dari sejumlah variabel dan bidang kompleks faktor yang mempengaruhi perilaku belanja produk organik dimana pembelian produk organik membantu membentuk norma-norma sosial dan membentuk perilaku. sikap (Gotschi, et al., 2000).
44
2.5.3. Behavior Intention Menurut The Theory of Reasooned Action (TRA), perilaku manusia dituntun oleh dua macam pertimbangan: keyakinan tentang kemungkinan hasil dari perilaku dan evaluasi dari hasil, keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk mematuhi harapan-harapan (norma keyakinan), dan keyakinan tentang adanya faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja dari perilaku dan kekuatan yang dirasakan dari faktor-faktor (keyakinan kontrol). Keyakinan perilaku menghasilkan sikap menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap perilaku tersebut; normatif keyakinan mengakibatkan tekanan sosial yang dirasakan atau norma subjektif, dan keyakinan kontrol menimbulkan untuk mengendalikan perilaku yang dirasakan. Dalam kombinasi, sikap terhadap perilaku, norma subyektif akan mengarah pada pembentukan niat perilaku (Intention behavior ). Sebagai suatu teori, semakin besar sikap dan norma subjektif, maka semakin kuat niat seseorang untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Akhirnya orang diharapkan untuk melaksanakan niat mereka ketika kesempatan muncul. Niat demikian diasumsikan anteseden langsung dari perilaku (Ajzen, 1985). Sebuah argumen berlawanan terhadap hubungan yang tinggi antara niat perilaku dan perilaku yang sebenarnya juga telah ditemukan, namun dari berbagai hasil dari beberapa studi menunjukkan bahwa, karena keterbatasan mendalam, niat perilaku tidak selalu mengarah pada perilaku aktual karena niat perilaku tidak dapat menjadi penentu eksklusif (Ajzen, 1985). Sikap telah menjadi fokus dari mayoritas penelitian perilaku konsumen pada produk hijau dan organik. Pada dasarnya sikap sudah masuk dalam penelitian-penelitian bidang lingkungan (McCarty dan Shrum, 2001). Penelitian
45
perilaku konsumen yang menyangkut sikap banyak menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA) yang diperkenalkan oleh Fishbein dan Ajzen. Dengan teori ini para peneliti perilaku konsumen hijau juga menggunakan teori ini untuk meneliti tentang sikap konsumen hijau. Beberapa penelitian yang menggunakan TRA seperti yang dilakukan oleh Colemen et al. (2011) yang meneliti penerapkan Theory of
Reasoned Action (TRA) untuk tren konsumen hijau. Temuan
menunjukkan perbedaan dalam perilaku konsumen hijau dan non-hijau antara siswa dan responden dewasa. Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa niat mempengaruhi perilaku konsumen hijau. Temuan menunjukkan bagaimana nuansa terjadi antara ukuran sikap, norma subyektif, dan niat. Sikap konsumen diungkapkan oleh
Roddy, Cowan, dan Hutchinson
(1996). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelompok konsumen pada segmen pasar dan sikap mereka terhadap makanan secara umum dan produk organik pada khususnya. Dalam penelitian Shepherd, Magnusso, dan Sjödén (2005), studi tentang adanya ketidak cocokan orang yang mengganggap pentingnya produk organik dengan konsumen yang membeli atau mengkonsumsi makanan organik, terutama berkaitan dengan makanan organik segar. Ini menunjukkan perbedaan antara sikap dan perilaku dengan orang-orang yang berminat terhadap makanan organik dimana penelitian ini menggunakan analisis faktor untuk analisis datanya. Penelitian Soonthonsmai, et al.
(2000)
menggunakan The Theory of Reasoned Action (TRA) dengan metode analisis regresi berganda menunjukkan bahwa norma subjektif memainkan peran utama niat untuk membeli produk hijau. Gotschi et al. (2010) memakai The Theory of
46
Reasoned Action (TRA) menggunakan analisis diskriminan untuk digunakan dalam mengeksplorasi hubungan dari sejumlah variabel.
2.5.4. Behavior to buy Konsumen bisa saja memiliki sikap, norma, karakteristik dan persepsi yang terhadap produk organik. Namun yang selalu menjadi kendala adalah kemauan untuk membeli produk tersebut. Berdasarkan penelitian Grigoryan dan Uruytan (2007) willingess to pay bergantung pada variabel gender, umur pendapatan bulanan, dan pendidikan, dalam membeli makanan organik. Wier dan Caverley (2002) sebelumnya mengidentifikasi tipe konsumen yang mau membayar yaitu berdasarkan kondisi sosial ekonomi dan karakteristik demografi sesorang serta potensi untuk memperluas permintaan makanan organik. Kemauan untuk membayar produk organik juga dapat dijelaskan pada studi Millock, Hansen, Wier dan Anderson (2002) yang mengungkapkan bahwa konsumen mau membeli produk organik selain kondisi sosial ekonomi dan karakteristik demografi juga disebabkan oleh adanya label dan sertifikasi produksi makanan organik. Penelitia Balderjan, (1988)
mendukung hubungan attitude-behavioral
yang berkaitan dengan produk hijau untuk memprediksi pola konsumsi yang berwawasan lingkungan,
Hasil penelitian Chiou (1998) menunjukkan bahwa
variabel sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku ternyata mampu memprediksi niat untuk membeli ketika konsumen memiliki berbagai tingkat pengetahuan produk tertentu.
47
Thorgersen (1999 ) mengungkapkan norma-norma pribadi dalam memilih kemasan dan produk ramah lingkungan dan norma pribadi adalah prediktor yang signifikan
dalam
konsumen hijau
memilih produk
ramah lingkungan. Penelitian tentang
dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA)
dilakukan oleh Soonthonsmai et al. (2000) yang melakukan penelitian pengaruh sikap konsumen, keyakinan pada niat, dan perilaku pembelian produk hijau di Thailand dengan melakukan modifikasi
pada variabel perilaku pembelian,
variabel demografi dan pengetahuan kedalam model.
2.6. Variabel Eksogen yang Mempengaruhi Ajzen (1985) mendeskripsikan niat sebagai motivasi seseorang secara sadar dalam rencana atau keputusannya
menggunakan suatu usaha dalam
melaksanakan suatu perilaku yang spesifik. Secara sederhana didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan sesuatu tindakan. Ajzen dan Fishbien (1975) berpendirian bahwa sebagian besar perilaku manusia mampu diprediksi berdasarkan niat. Niat, sikap dan norma subjektiif juga dipengaruhi oleh variabelvariabel sebagai berikut:
2.6.1. Demografi (Umur dan Pendidikan) Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan
atau
kelompok
tertentu
yang
didasarkan
kriteria
seperti
48
kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu (http://id.wikipedia.org/wiki/ Demografi). Demografi merupakan aspek yang paling sering digunakan dalam penelitian perilaku konsumen. Demografi juga sering dijadikan variabel dalam penelitian konsumen organik. Penelitian do Paco dan Raposo (2009) menggambarkan bahwa konsumen yang membeli produk hijau berbeda signifikan dibandingkan dengan konsumen konvensional lainya. Zepeda dan Jinghau (2007) melihat ada hubungan karateristik demografi terhadap kepercayaan makanan organik. Konsumen
organik di Costa Rica lebih banyak yang berumur
pertengahan, berpendapatan tinggi, dan berpendidikan tinggi (Gonzalez, 2009). Konsumen yang berusia tua lebih sadar akan produk hijau (Singh, 2011). Dalam penelitian Rimal, et al. (2008) menunjukkan konsumen yang lebih tua ternyata membeli lebih sedikit produk organik dibandingkan dengan usia yang muda di Inggris.
2.6.2. Pendapatan Para peneliti telah menemukan bahwa sikap konsumen dan niat beli adalah prediktor
penting
dalam
pembelian, mereka
telah
mengabaikan
peran
keterjangkauan yang seharusnya penting (Gonzalez, 2009). Natoni (1998) meneliti peran persepsi keterjangkauan dalam memprediksi niat pembelian dan pembelian aktual. Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa, persepsi
keterjangkauan meningkatkan prediksi niat pembelian. Menurut Smith, et al. (2009), pendapatan sampai batas tertentu, mempengaruhi pembelian konsumen produk organik dan permintaan untuk produk segar organik dapat terus berkembang seiring dengan kenaikan pendapatan rumah.
49
2.6.3. Pengetahuan lingkungan Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dalam penelitian Manafi, et al. (2011) memperlihatkan bahwa persepsi konsumen organik sangat dipengaruhi oleh pengetahuan lingkungan. Dengan indikator keprihatianan terhadap lingkungan dan kesadaran tentang kesehatan yang dapat mempengaruhi perhatian pembelian terhadap produk organik (Salleh, Ali, Harun, Jalil, dan Shaharudin. 2010). de Paco et al. (2008), dan Bui (2005), melihat pengetahuan lingkungan
mempengaruhi konsumen dalam membeli
produk organik. Di mana orang yang memiliki pengetahuan lebih tentang lingkungan akan memiliki niat besar untuk membayar lebih untuk membeli produk organik dan akan lebih cenderung membeli produk ramah lingkungan. Smith et al. (2009) meneliti efek dari variabel kepedulian lingkungan terhadap norma subyektif, dan hubungannya
pada sikap organik serta niat
pembelian dan perilaku. Aspek persepsi juga diteliti oleh Staughan el al. (1999) yang menemukan bahwa kesadaran terhadap lingkungan juga berdampak pengambilan keputusan dalam membeli produk organik.
2.6.4. Pengetahuan Produk Organik Sertifikasi organik menyediakan
beberapa jaminan bahwa makanan
organik tidak ada bahan kimia, tidak ada organisme yang dimodifikasi secara
50
genetik, tidak ada hormon atau penisilin (Chop, 2003). Pengetahuan tentang produk organik sangat mempengaruhi konsumen dalam memilih makanan (Grankvist, Dahlstrand dan Biel, 2004), orang yang yang memiliki kesadaran lingkungan sangat terpengaruh keberadaan eco-label dan yang tidak memiliki perhatian kepada lingkungan tidak membeli produk organik. Studi yang dilakukan Liere dan Thidell (2005) menemukan di Finlandia para konsumen sudah terbiasa dengan eco-label dan sangat mempengaruhi keputusan untuk membeli produk hijau. Penelitian empiris yang disajikan oleh Henryks dan Pearson (2010) menunjukkan bahwa komunikasi tentang produk organik sangat mempengaruhi konsumen produk organik dan tanpa ada pengetahuan organik akan membuat konsumen bingung dalam membeli produk organik karena memiliki label organik yang berbeda-beda. Namun Stobbelaar, Casimir, Borghuis, Marks, Meijer, dan Zebeda (2006) mengemukakan bahwa pengatahuan tentang produk organik memiliki peran yang rendah terhadap pembelian produk organik khususnya terhadap anak-anak. Pengetahuan akan label organik juga dibutuhkan untuk setiap makanan yang hendak dibeli (Chop, 2003; Dahlstrand et al., 1999; Liere et al., 2005). Tarkiainen et al., (2005) mengungkapkan pengetahuan organik juga dapat mempengaruhi seseorang dalam membeli produk organik. Padel dan
Foster
(2005) mengungkapkan makanan organik merupakan makanan tanpa pestisida yang mendorong konsumen untuk membeli. Fotopoulos dan Krystallis, ( 2002), melihat bahwa sikap konsumen, niat pembelian dan kesadaran terhadap produk organik disebabkan karena produk organik dianggap eco-product.
51
2.6.5. Pengetahuan Kesehatan Anggapan bahwa makanan organik itu adalah sehat merupakan salah satu sebab konsumen membeli makanan organik (Amarra, Yoeng dan Drenowski., 2008) dan menjadi gaya hidup bagi masyarakat. Selain itu Anderson, et al. (2006) mengungkapkan konsumen organik membeli produk organik tidak hanya karena kesehatan tapi juga karena lebih aman mengkonsumsi makanan organik. Persepsi bahwa makanan organik yang mengalami tramsformasi genetik ikut berpengaruh pada konsumen (Rimal, et al., 2005). Para konsumen khawatir kalau makanan yang sudah mengalami transformasi genetik dapat merusak kesehatan secara keseluruhan. Konsumen organik selalu menghindari makanan yang bisa merusak kesehatan, dan merusak lingkungan selama produksi. (do Paco et al., 2008). Liu (2007) meneliti perilaku mahasiswa membeli dan perilaku konsumsi produk organik dengan memakai model Theory of Reasoned Action, dengan menambahkan variabel kesehatan, keamanan makanan dan nutrisi, serta kesadaran akan kesehatan. Demikian juga penelitian Sylwia Zakowska dan Biemans (2011) yang menyebutkan bahwa konsumen organik di Polandia juga menganggap makanan organik menyehatkan dan lebih aman bagi tubuh. Baker, Thompson dan Engelken. (2004), mengeksplorasi alasan mengapa perilaku konsumen di Inggris dan Jerman berbeda meskipun kedua kelompok konsumen memegang sikap yang sama tentang makanan organik memperlihatkan hierarki dominan dan pemetaan proses kognitif serta ditemukan kesamaan sehubungan dengan nilai kesehatan, kesejahteraan dan kenikmatan hidup.
52
2.6.6. Budaya Budaya merupakan variabel yang kompleks termasuk di dalamnya pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan kemampuan lain apa pun serta kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya adalah konsep yang luas (meliputi banyak hal). Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Budaya memiliki peran terhadap konsumen organik. Squires, Juric, Cornwell, (2001) melihat perkembangan pasar organik dan intensitas konsumsi organik dilihat dari lintas budaya. Guindo, Peluso, Maloumby-Baka R.C, Buffa. (2010) mengungkapkan niat konsumen untuk membeli produk makanan organik terutama didasarkan pada dimensi etika, yang berasal tidak hanya dari kode moral individu, tetapi juga dari norma diinternalisasi bersama oleh kelompok budaya mereka tinggal. Mutlu, (2007), melihat dari lintas budaya dimana dukungan dan keberlangsungan terhadap makanan organik merupakan motivasi utama masyarakat membeli produk organik. Gotschi, et al. (2010) mengungkapkan temuan dengan menggunakan Theory of Resoned Action
meliputi pentingnya sosialisasi utama dalam
membentuk norma-norma sosial dan membentuk perilaku produk organik dari pelajar. Mengungkapkan pengetahuan tentang produk organik tidak menjelaskan perilaku belanja pelajar saat berbelanja untuk produk organik tetapi pola budaya akan jauh lebih berguna untuk memprediksi perilaku dan sikap terhadap produk organik.
53
2.6.7. Altriusme Altruisme adalah kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Altruisme adalah kebalikan dari keegoisan. Altruisme dapat dibedakan dari perasaan tugas dan loyalitas. Altruisme memotivasi untuk memberikan sesuatu yang berharga kepada orang lain selain diri sendiri, sementara tugas berfokus pada kewajiban moral terhadap individu tertentu (misalnya, dewa, raja), atau kolektif (misalnya, pemerintah) . Altruisme murni terdiri dari mengorbankan sesuatu untuk orang lain selain
diri
(misalnya
mengorbankan
waktu, tenaga
atau
harta) tanpa
mengharapkan kompensasi atau manfaat, baik langsung atau tidak langsung (misalnya dari pengakuan pemberian (http://en.wikipedia.org/wiki/Altruism/ diunduh, 25-07-2012). Dalam penelitian Popp (2001) dengan dua tes untuk altruisme terhadap generasi mendatang. Satu, tes untuk altruisme kuat, menanyakan apakah motif individu adalah murni altruistik ketika memutuskan untuk memberikan kualitas lingkungan, yang kedua, tes untuk altruisme lemah, menggabungkan perhatian individu untuk kedua kepentingan pribadi dan kepentingan generasi mendatang. Dengan menggunakan data dari survei tersebut menunjukkan variabel sikap tidak memiliki pengaruh terehadap altruisme dalam membeli produk ramah lingkungan. Chaisamrej (2006) meneliti tentang altruism dengan menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) menunjukan hasil yang kuat dimana altruisme merupakan faktor signifikan dalam menjelaskan sikap
tetapi juga langsung
dipengaruhi niat. Hopper dan Nielson (1991) meneliti hubungan norm-berhavior untuk menentukan sejauh mana daur ulang dapat dikonseptualisasikan sebagai
54
perilaku altruistik. Ternyata perilaku altruistik tersebut dapat membantu kegiatankegiatan dau ulang dalam membantu membersihkan lingkungan.
2.6.8. Atribut produk Beberapa penelitian mengungkapkan hubungan antara atribut produk dengan sikap. Dalam penelitian Sukato dan Else (2009) dengan menggunakan theory
of Reasoned Action (TRA) terdapat hubungan yang signifikan antara
atribut produk dengan sikap konsumen terhadap produk. Soonthonsmai, et al. (2000) mengungkapkan ada kaitan secara signifikan antara atribut produk dengan sikap. Bonti-Akomah dan Yiridae (2006) memperlihatkan ada hubungan signifikan antara atribut produk dengan sikap untuk membeli produk organik. Raab dan Grobe (2005) untuk menilai pengetahuan dan persepsi tentang makanan organik. Mereka melaporkan bahwa 77 persen rumah tangga telah membeli makanan organik dalam enam bulan sebelumnya. Responden mengaitkan atribut produk organik termasuk bebas kimia, alami, sehat, lebih bergizi, dan ramah. Penelitian Radman (2005) di Kroasia dengan analisis univariat, uji chi-kuadrat, ANOVA dan analisis korelasi memperlihatkan konsumen Kroasia menganggap produk organik-tumbuh sebagai sangat sehat, berkualitas baik dan lezat. Zonali (2002) menambahkan bahwa konsumen mengasosiasikan produk organik dengan kesehatan dengan berbagai atribut produk seperti, lezat dan bergizi, karena kesenangan dan kesejahteraan adalah nilai-nilai mereka yang paling penting
55
2.6.9. Harga Produk organik bersertifikat umumnya lebih mahal daripada produk konvensional dengan sejumlah alasan: (1) Pasokan makanan organik terbatas dibandingkan dengan kebutuhan; (2) Biaya produksi untuk makanan organik biasanya lebih tinggi karena input tenaga kerja yang lebih besar per unit output dan karena keragaman yang lebih besar dari perusahaan berarti skala ekonomi tidak dapat dicapai; (3) Penanganan pasca panen dalam jumlah yang relatif kecil dari hasil makanan organik dalam biaya yang lebih tinggi terutama untuk pengolahan dan transportasi; (4) Pemasaran dan rantai distribusi untuk produkproduk organik yang relatif tidak efisien dan biaya yang lebih tinggi karena volume yang relatif kecil. (http://www.fao.org/organicag/oa-faq/oa-faq5/en/). Harga menjadi penting dalam pemasaran organik, menurut Gan, et al. (2008) menemukan harga tinggi memiliki dampak negatif pada konsumen untuk membeli produk hijau. Hasil ini konsisten dengan penelitian D’Souza et al. (2006) dimana harga tinggi memiliki dampak negatif pada kemungkinan konsumen membeli produk hijau. Selanjutnya D’Souza et al. (2006) juga mengungkapkan harga yang mahal juga mengakibatkan konsumen beralih ke merek lain.
(Chan, 2001).
Penelitian Radman (2005) di Kroasia, produk organik dianggap agak mahal dan penampilannya dipertanyakan. Beberapa kelompok konsumen memiliki sikap yang lebih positif terhadap produk organik, dan mereka menunjukkan suatu kesediaan untuk membayar harga yang lebih tinggi untuk produk organik. Analisis sikap konsumen terhadap makanan organik juga berkaitan dengan harga dan kualitas untuk jenis produk ramah lingkungan (Canavari, Bazzani, Spadoni, dan Regazzi 2002).
56
2.6.10. Etika De Magistris et al. (2007)
mengungkapkan pengaruh
dimensi etika,
intensi dan pembelian membeli produk hijau dalam mencegah kerusakan terhadap manusia, hewan dan lingkungan alam. Selanjutnya de Magistris et al. (2007) dalam penelitian konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk makanan organik yang diproduksi di Italia menggunakan pendekatan pemodelan persamaan struktural (SEM) menunjukkan bahwa etika memiliki pengaruh terhadap pembelian makanan organik, khususnya terhadap sikap pada makanan organik dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA). Penelitian Honkanen Verplanken, dan Olsen (2006) memperlihatkan hubungan antara motif pilihan makanan organik, sikap dan niat untuk mengkonsumsi makanan organik. Lingkungan memiliki pengaruh kuat pada sikap terhadap makanan organik dan menunjukkan bahwa banyak orang yang peduli tentang isu-isu etika dan memiliki sikap yang lebih positif terhadap makanan organik, dan semakin besar kemungkinan bahwa mereka akan mengkonsumsi makanan organik.
2.6.11. Ketersediaan Hambatan konsumsi produk organik termasuk ketersediaan (Makatouni, 2000). Di banyak negara berkembang permasalahan permintaan dan ketersediaan makanan organik karena kurangnya akses terhadap informasi pasar dan pasar. (Zundel dan
Kilcher,
2007). Konsumen umumnya memiliki sikap yang
mendukung terhadap produk organik, namun informasi dan ketersediaan adalah hambatan yang paling utama untuk konsumsi (Harris, Burres, David, Eicher, dan
57
Sharon (2000). Suatu penelitian di Amerika menunjukkan kurangnya persediaan makanan organik di kalangan penduduk Afrika-Amerika berkaitan dengan tingkat permintaan makanan organik. (Zepeda, Chang Hui-Shung dan Leviten-Reid, 2004).
2.7. Penelitian Terdahulu Penelitian ini berangkat dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Fisbein dan Ajzen pada tahun 1975. Teori ini telah banyak dipakai dan dikembangkan dalam beberapa penelitian yang mempelajari perilaku konsumen. Sebelumnya Smith dan Clark, (1973) menggunakan teori Fishbein Expectancy-value theory yang mengkaitkan sikap terhadap kekuatan keyakinan, upaya ini dilakukan untuk menentukan bagaimana setiap variabel memberikan kontribusi terhadap akurasi prediksi. Fishbein melanjutkan dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA). Dalam penelitian Lawrence dan Muehling, (1983), sikap seseorang terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan tentang konsekuensi dari perilaku ini, dikalikan dengan evaluasi tentang konsekuensikonsekuensi. Keyakinan ditentukan oleh subjektif orang yang melakukan perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu. Oleh karena itu, model Theory of Reasoned Action (TRA)
memberi peluang pada rangsangan eksternal
mempengaruhi sikap dengan memodifikasi struktur keyakinan orang tersebut. Dalam Theory of Reasoned Action ini, variabel eksternal memiliki dampak langsung dan tidak memiliki peran moderating. Selain itu, niat perilaku juga ditentukan oleh norma-norma subjektif yang ditentukan sendiri oleh keyakinan normatif individu dan motivasi untuk mematuhi norma-norma tertentu. Pembelian
58
produk organik merupakan tindakan pembelian secara sukarela. Hal ini sesuai dengan penelitian Sheppard et al. (1988) yang menyebutkan bahwa ukuran behavioral intention akan memprediksi kinerja dari setiap tindakan sukarela, kecuali ukuran niat tidak sesuai dengan kriteria perilaku. Ajzen, (2001) bagian
dalam penelitiannya menemukan evaluasi merupakan
komponen utama dari sikap. Evaluasi terdiri dari
beberapa tingkat
kebaikan atau kejahatan terhadap obyek sikap. Ketika berbicara tentang sikap positif atau negatif terhadap suatu objek, mengacu ke komponen evaluatif. Evaluasi adalah fungsi kognitif, mempengaruhi dan niat perilaku objek. Dalam hal ini evaluasi yang disimpan dalam memori, sering tanpa kognisi yang sesuai dan mempengaruhi dalam pembentukannya Sheppard, et al. (1988) menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA) untuk meneliti sebuah meta-analisis terhadap penerapan Theory of Reasoned Action menunjukkan bahwa model ini dapat menghasilkan prediksi yang baik dari pilihan yang dibuat oleh seorang individu ketika menghadapi beberapa alternatif. Penelitian ini berhasil memodifikasi model Theory of Reasoned Action (TRA). Model ini akan lebih tepat digunakan untuk perilaku konsumen yang disengaja untuk konsumen hijau maupun konsumen organik (Consumer Intentional Behavior). Untuk melengkapi penelitian ini maka penelitian terdahulu disusun berdasarkan tahun sebagai berikut:
59
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Tahun
Lawrence dan Muehling
(1983)
Dalam Theory of Reasoned Action, variabel eksternal memiliki dampak langsung dan tidak memiliki peran moderating. Variabel eksternal dengan variabel mediasi, moderator dan dengan menggunakan efek langsung.
Sikap, Norma subjektif, (Eksogen), Niat (Intervining), perilaku konsumen (Endogen)
Shimp Kavas
(1984)
Aplikasi dari Theory of Reasoned Action meneliti paradigma standar Fishbein-Ajzen dan variasi beberapa model. Variasi perluasan model ini menggunakan model standar dengan menggabungkan hubungan saling tergantung antara variabel pengaruh sikap dan norma subyektif. Pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan dan positif antara norma subjektif dengan niat.
Sikap, Norma Structural subjektif, equation (Eksogen) , modelling Niat (Intervining), perilaku konsumen (Endogen)
(1985)
Pada penelitian ini Ajzen berhasil memperkuat model Theory of Reasoned Action dan dengan model ini membuktikan niat dapat menjadi prediktor yang kuat bagi perilaku.
Sikap, Norma Path subjektif, PBC analysis (Eksogen), Niat (Intervining), perilaku konsumen ( Endogen)
Ajzen
dan
Temuan
Variabel
Analisis Data
Peneliti
Dogen Structural equation modelling
60
Peneliti
Variabel
Analisis Data
Tahun
Temuan
Balderjan
(1988)
Menggunakan variabel demografi, sosial ekonomi, kultur, personality dan sikap untuk memprediksi pola konsumsi yang berwawasan lingkungan. Umur tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap. Variabel pendidikan tidak berpengaruh terhadap sikap. Kultur tidak punya pengaruh terhadap sikap dan lingkungan.
Demografi, Structural kultur , sosial equation ekonomi, modelling personbality (Eksogen), Niat, sikap, (Intervining) Konsumsi, (Endogen)
Sheppard, Hartwick, dan Washaw
(1988)
Theory of Reasoned Action menunjukkan bahwa model dapat menghasilkan prediksi yang baik dari pilihan yang dibuat oleh seorang individu ketika menghadapi beberapa alternatif yang digunakan. Behavioral intention akan memprediksi kinerja dari setiap tindakan sukarela, kecuali ukuran niat tidak sesuai dengan kriteria perilaku. Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian
sikap, norma corelation subjektif, (Eksogen) niat,perilaku konsumen, (Endogen)
Oliver, Bearden
(1985)
Penelitian ini menunjukkan bahwa struktur yang mendasari teori Fishbein tentang Theory of Reasoned
Product Structural features , equation Product modelling benefits,Subje ctive norm, Product
61
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Action lebih kaya konten dan lebih kompleks, khususnya yang terkait dengan komponen normatif. Dari data baru lainnya menunjukkan sikap tergantung pada pengaruh sosial.
problems, dan (Eksogen) Behavior, Attitude, Intention, Normative structure (Endogen)
Analisis Data
Hong-Wen Charng, Piliavin, and Callero
(1988)
Model Fishbein-Ajzen mungkin model yang paling moderat untuk prediksi banyak perilaku tidak tetap, dan perlu ditambah dengan variabel identity-theory untuk prediksi perilaku peran yang tetap. (donor). Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian yang berulang.
sikap, norma Structural subjektif, equation (Eksogen) modelling niat, perilaku konsumen (Endogen)
Ajzen
(1991)
Dalam penelitian ini Ajzen memperluas teori Theory of Reasoned Action dengan menambahkan variabel Percieved Behavior Control yang berkembang menjadi Theory of Planned Behavior (TPB).
sikap, norma Multiple subjektif, dan regression PBC analysis (Endogen) niat, perilaku konsumen (Eksogen)
Sapp
(1991)
Penelitian ini digunakan untuk memeriksa hubungan struktural dalam versi yang diperluas dari Fishbein-Ajzen rational expectations model.
subjective Path knowledge, analysis beliefs, dan social acceptability (Eksogen) niat, sikap,
62
Peneliti
Tahun
Sparks dan Shepherd
Buzby Skees
dan
Vallerand, Deshaies, Cuerrier JP,Pelletier, dan Mongeau
Temuan
Variabel
Analisis Data
Hasil menunjukkan bahwa meskipun pengetahuan gizi tidak secara langsung berhubungan dengan niat, perilaku, atau sikap, tetapi secara signifikan berkorelasi dengan konstruk dukungan sosial yang yan mempengaruhi niat dan perilaku.
norma subjektif, perilaku konsumen, (Endogen)
(1992)
Bahwa dengan operasionalisasi yang memadai dari komponen Theory of Planned Behavior akan mengakibatkan tidak ada hubungan independen antara ukuran identitas diri dan ukuran niat perilaku.
sikap, norma Multiple subjektif, PBC regression (Eksogen), analysis perilaku konsumen, niat, (Endogen)
(1994)
Orang yang kurang berpendidikan bersedia untuk membayar lebih dari mereka yang berpendidikan lebih tinggi. Pendapatan, ras, dan rumah tangga ukuran tidak berpengaruh nyata pada apakah responden akan membayar lebih. Umur tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap membeli.
Umur, Multiple pendapatan regression ukuran RT, analysis pendidikan, (Eksogen) niat, sikap dan willingness to pay, (Endogen)
(1992)
Penelitian ini mengaplikasikan perilaku moral dengan menggunakan Theory of Reasoned Action dan ternyata model ini
kepercayaan, Structural motivasi equation untuk berbuat, modelling kepercayaan normatif, evaluasi dan
63
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
sangat cocok untuk perilaku moral. Serta menunjukkan ada hubungan antara sikap dan norma subjektif terhadap niat perilaku
behavior belief (Endogen) Niat, sikap, Norma subjektif, perilaku konsumen, (Eksogen) behavior Correlation durable goods and non durable goods (Endogen) purchase intentions, (Eksogen)
Morowitz, Steckel dan Gupta,
(1996)
Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian. Ada hubungan signifikan dan positif antara niat untuk membeli dan perilaku pembelian.
Chiou
(1998)
Menunjukkan bahwa kepentingan relatif dari sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan dalam prediksi niat bervariasi ketika konsumen memiliki berbagai tingkat pengetahuan produk subjektif. Pengetahuan tentang lingkungan mempengaruhi positif dan signifikan terhadap sikap dan norma subjektif.
Choong
(1998)
Dengan TRA, perilaku pembelian adalah sikap terhadap pembelian dan norma subyektif. Faktor situasional merupakan anteseden perilaku pembelian yang terintegrasi untuk
Path analysis
Loyalitas merek (Endogen) niat, sikap, norma subjektif, perilaku konsumen,
Structural equation modelling
64
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
memprediksi dan (Eksogen) mengukur loyalitas merek, prediksi dan pengukuran loyalitas merek akan lebih stabil dari waktu ke waktu dan akurat. Straughan dan Roberts
(1999)
Menemukan perilaku konsumen melalui psikografis dan menemukan variabel demografis kurang mampu untuk menjelaskan konsumen organik. Pengaruh umur tidak signifikan terhadap perilaku konsumen. Altriusme memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumen.
Demografis, Multiple psikographis, regression Altriusme analysis (Eksogen) sikap, dan perilaku konsumen (Endogen)
Park Levine
(1999)
TRA mampu dijelaskan oleh variabel kultur dengan self construal sebagai variabel intervening. Ada Hubungan signifikan dan positif antara kultur dengan sikap dan norma subjektif.
kultur , self construal, (Endogen) sikap dan norma subjektif. (Eksogen)
Thogersen
(1999)
Ada hubungan positif dan signifikan sikap terhadap pembelian produk ramah lingkungan
Personal Structural norm, social equation norm, modelling attention PCE, problem awareness (Endogen) (Eksogen)
Soonthonsmai
(2000)
Pengaruh sikap konsumen, keyakinan pada niat, dan perilaku pembelian produk hijau
Demografi, Multiple Pengetahuan regression lingkungan, analysis. Umur,
dan
Multiple regression analysis
65
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
di Thailand dengan menggunakan Theory of Reasoned Action dengan melakukan modifikasi perilaku pembelian, variabel demografi dan pengetahuan kedalam model. Umur dan Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap sikap membeli produk ramah lingkungan. Pengetahuan lingkungan secara umum memiliki pengaruh positif terhadap norma subjektif dan sikap.
Pendidikan (Endogen) sikap membeli produk ramah lingkungan. (Eksogen)
Analisis Data
Gatersleben, Steg, dan Vlek,
(2000)
Hasil penelitian menunjukkan responden yang mengindikasikan pada mereka yang bersikap lebih pro lingkungan tidak juga menggunakan lebih sedikit energi., perilaku pro lingkungan ini lebih kuat terkait dengan variabel sikap, dan dalam penggunaan energi rumah tangga
pendapatan, umur, pendidikan (Eksogen) keputusan pembelian. Sikap, (Endogen)
Path analyis
Michaelidou
(2000)
Keamanan pangan sebagai prediktor yang paling penting sikap sementara kesadaran kesehatan tampaknya merupakan variabel paling penting. Selain itu, etika ditemukan untuk memprediksi sikap dan niat untuk
etika, Structural keamanan equation makanan dan modelling kesadaran kesehatan (Eksogen) niat,sikap, pembelian (Endogen)
66
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
membeli produk organik dan menekankan bahwa identifikasi responden dengan isu-isu etika mempengaruhi sikap dan pilihan konsumsi berikutnya. Harris
(2000)
Konsumen umumnya memiliki sikap yang menguntungkan terhadap produk organik, dan informasi dan ketersediaan adalah hambatan yang paling penting untuk konsumsi. variabel umur tidak memiliki pengaruh terhadap sikap
Deskriptif
Ajzen dan Fishbein
(2001)
Tulisan ini memfokuskan sifat kontrol perilaku yang dirasakan, pentingnya sikap dan norma subyektif, kegunaan menambahkan prediktor, dan peran perilaku dan kebiasaan sebelumnya.
kepercayaan, Deskriptif evaluasi (Eksogen) sikap dan norma subyektif, dan kontrol perilaku (Endogen)
Magnusson, Arvola, UllaKaisa, Aberg, Lars, PerOlow
(2001)
Kriteria pembelian yang paling penting adalah rasa yang baik, dan yang paling tidak penting adalah "yang diproduksi secara organik". Sekitar setengah dari responden puas dengan ketersediaan makanan organik. Makanan organik dianggap lebih mahal dan lebih sehat
sikap, niat, Structural dan equation Perceived imp modelling ortance of purchase (Endogen) Harga, ketersediaan (Eksogen)
67
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
daripada alternatif yang diproduksi secara konvensional. Sebuah kendala utama pembelian makanan organik dilaporkan harga premium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi tidak akan meningkat selama kriteria pembelian dan keyakinan yang dirasakan tentang makanan organik tidak cocok. Makatouni,
(2002)
Kesehatan sebagai varibel yang paling signifikan mempengaruhi niat untuk membeli produk organik
sikap, niat, Kualitatif membeli (Endogen), kesehatan(Eks ogen)
Bagozzi, and Kyu-Hyun Lee
(2002)
Budaya sangat mempengaruhi niat membeli dengan menggunakan TPB. Selanjutnya, latar belakang budaya ditemukan memiliki dampak yang moderat.
alasan pribadi, Structural norma equation kelompok, modelling identitas sosial, (Eksogen) sikap, niat, PCB (Endogen)
Soler dan Gil
(2002)
Karakteristik demografi merupakan faktor yang paling dominan. Umur merupakan variabel yang paling signifikan dari seluruh varabel demografi.
Jender, umur, Multiple pendidikan, regression besar RT, analysis (Endogen) kemauan untuk membeli (Eksogen)
Millock, Hansen, dan Anderson,
(2002)
Dengan pengembangan model TPB bahwa keinginan untuk membeli tergantung
sikap, niat, Data Panel kemauan Analysis untuk membeli, PBC
68
Peneliti
Saba, Messina
Tahun
Temuan
Variabel
pada harga produk
(Endogen), harga (Eksogen)
Analisis Data
dan
(2003)
Sikap ditemukan menjadi prediktor signifikan niat untuk makan sayur dan buah organik. Niat ditemukan memiliki efek yang baik dan signifikan terhadap dilaporkan sendiri konsumsi. Ada hubungan positif dan signifikan niat terhadap pembelian makanan organik.
sikap, niat, Structural norma, equation (Eksogen) modelling keyakinan, dan kepercayaan (Endogen)
Shaw dan Shiu
(2003)
Penelitian ini memperbaharui model Theory of Planned Action (TPB) dengan menambahkan variabel etika. Ada signifikan hubungan langsung antara etika dengan niat.
etika (Eksogen), PBC sikap, niat, norma subjektif (Endogen)
Messina, Saba, Vollono, Leclercq, dan Piccinelli
(2004)
Hasil penilaian hubungan antara variabel-variabel dari model teoritis mengungkapkan tidak ada pengaruh antara keyakinan, niat sikap, dan konsumsi produk bebas gula dengan menggunakan Theory of Planned Action (TPB) dimana Percieved Behavior control tidak signifikan terhadap niat.
keyakinan, Pearson evaluasi, niat, product (Eksogen) moment pembelian, sikap, PBC, (Endogen)
Radder dan le Roux
(2005)
Faktor pembelian produk organik antara
Pembelian, niat
Structural equation modelling
Structural equation
69
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
lain pertimbangan kesehatan, variabel sensorik, interaksi sosial, keakraban dan, kebiasaan psikografis dan demografi. Variabel kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pilihan konsumen
(Endogen) Psikografis, kesehatan, demografi, harga, distribusi, promosi (Eksogen)
Analisis Data modelling
Bui
(2005)
Peran eco-label sebagai variabel moderating diantara variabel Intensi untuk membeli dengan variabel nilai, keyakinan/pengetahuan , sikap dan demografis. Disini eco-label berfungsi untuk memperkuat intensi untuk membeli. Pengetahuan memiliki pengaruh yang positif terhadap membeli barang ramah lingkungan
Attitudes, Path Intention to analysis Pay More, Ecolabels Consumer Backlash, Purchase of Environmental ly Friendly Products (Endogen) Demographics Values Beliefs /Knowledge Needs & Motivations (Eksogen)
Rimal, Moon Balasubramani am,
2005
Harga premium dari makanan organik menjadi perhatian bagi banyak konsumen, keamanan pangan adalah pertimbangan yang paling penting ketika membuat keputusan pembelian makanan organik. Pendapatan rumah tangga secara positif dipengaruhi kemungkinan konsumen untuk
dietary Multitple knowledge, regression dietary analysis behavior, selfefficacy, Pendapatan rumah tangga, harga(Eksoge n) pembelian (Endogen)
70
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
membeli makanan organik. Responden perempuan cenderung untuk membeli makanan organik lebih sering daripada responden pria. Responden yang lebih tua kurang kemungkinan untuk membeli makanan organik dibandingkan dengan responden yang lebih muda. Tarkiainen dan Sundvist
(2005)
Ada hubungan signifikan antara norma subjektif dengan niat membeli produk organik. Variabel harga sebagai variabel yang mempengaruhi niat atau intention. Ketersediaan menunjukkan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap niat
perilaku, Structural kesehatan, equation harga modelling ketersediaan (Eksogen), sikap dan norma subyektif, dan kontrol (Endogen)
Chaisamrej
(2006)
altruisme memberikan Altruism, Structural pengaruh signifikan PBC equation terhadap sikap dan PBC (Eksogen) modelling sikap dan norma subyektif, dan kontrol perilaku, (Endogen)
D’Souza et al.
(2006)
Harga sangat sensitif dan memiliki pengaruh negatif pada kemungkinan konsumen membeli produk hijau. Harga tinggi memiliki pengaruh negatif pada
Niat, membeli Pearson (Endogen) product Label, harga, moment. (Eksogen)
71
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
kemungkinan konsumen membeli produk hijau. Vermeir Verbeke
dan
(2006)
Menemukan hubungan positif antara perceived availability terhadap niat namun tidak signifikan. tekanan sosial dari teman sebaya (norma sosial) menjelaskan niat untuk membeli, meskipun sikap pribadi agak negatif.
Personal Analysis of values, Variance needs, and motivation Involvement, Values, Social norms Information and Knowledge, Behavioral control Availability, (Eksogen) PCE, purchasing Behavioral (Endogen)
Jackson, Islam, and Stanton
(2006)
Ada bukti empiris yang cukup untuk menunjukkan bahwa TRA, dan TPB dengan Structural Equation Modelling memiliki nilai dalam penelitian agribisnis.
norma sosial, Structural kepercayaan equation (Eksogen) modelling sikap norma subyektif, dan kontrol perilaku, (Endogen)
de Magistris dan Gracia
(2007)
Dengan menggunakan teori TPB dalam penelitian konsumen organik dalam proses pengambilan keputusan bahwa ada hubungan etika dan paying attention to organic food terhadap makanan organik. Pengetahuan tentang produk organik akan mempengaruhi niat. Variabel kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap.
Socio-demografic Structural and lifestyles, equation Knowledge Paying attention on modelling organic food label, Ethical dimension(Eksogen ) Attitudes, Subjective norms, Perceived behavior control, Intention to purchase, Purchase (Endogen),
72
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
Nyuyen
(2007)
TPB yang mempertimbangkan dampak dari keyakinan atribut pada sikap global dan PBC. kesehatan tidak memiliki hubungan dengan sikap
Sikap, PBC perilaku, (Endogen) kesehatan , norma subyektif, keyakinan, (Eksogen)
Structural equation modelling
de Magistris dan Gracia,
(2007)
Niat untuk membeli tergantung pada sikap dan pengetahuan produk organik.
sikap dan dan Path kontrol analysis perilaku, (Endogen) norma subyektif,peng etahuan (Eksogen)
Zepeda dan Li
(2007)
Adanya hubungan karakteristik demografi terhadap kepercayaan (belief) dan pengetahuan tentang makanan dan memiliki dampak terhadap pembeli untuk membeli produk organik. Umur dan pendidikan tidak berpengaruh positif terhadap membeli produk organik.
Demografi, Analisis kepercayaan probit dan (belief) orderd pengetahuan probit tentang model makanan, umur dan pendidikan, pembeli untuk membeli produk organik
Mutlu
(2007)
Melihat dari lintas budaya dan dimana kesehatan memiliki pengaruh positif dalam membeli produk organik.
Sikap, niat, Deskripsi perilaku pembelian, umur, jender, pendapatan, pendidikan, kehadiran anak.
Liu
(2007)
Kesadaran kesehatan responden ditemukan secara signifikan berkorelasi dengan pembelian makanan organik dan perilaku
Sikap, niat, perilaku pembelian, norma subjektif, PBC, Gizi,
Structural equation modeling, cluster Analysis,
73
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
konsumsi. Kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap
kesehatan
Analisis Data
Grigoryan dan Urutyan
(2006)
Umur dan pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap keinginan membeli produk organik
Umur, Multiple pendidikan regression (Eksogen), analysis pembelian produk organik, niat (Endogen)
Caldwell, Kobayashi, DuBow, dan Wytinck
(2008)
Besarnya akses terhadap buah-buahan dan sayuran secara bermakna dikaitkan dengan peningkatan yang lebih tinggi konsumsi buah dan sayuran dari awal program sampai akhir program. Ketersediaan yang lebih besar dari produk dikaitkan dengan peningkatan yang lebih besar dalam porsi buah dan sayuran.
Ketersediaan Path (Eksogen) analysis niat, pembelian (Endogen)
Gan, Han, Ozanne dan Tzu,
2008
Ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa nilai-nilai lingkungan dan sikap yang sejalan dengan tindakan masyarakat mengkonsumsi terhadap produk hijau. Selain itu, kebanyakan studi difokuskan pada perilaku lingkungan umum bukan secara khusus pada perilaku beli konsumen terhadap
Sikap, niat, perilaku pembelian (Endogen), umur, pendidikan, harga (Eksogen)
Logistic regression
74
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
produk hijau. Umur dan pendidikan memberikan dampak positif kemungkinan keputusan pembelian produk hijau. Harga tinggi memiliki pengaruh negatif pada konsumen untuk membeli do Paco, Raposo
(2008)
Pengetahuan Lingkungan" mempengaruhi konsumen secara signifikan
Sikap, niat,multivariat perilaku e statistical pembelian(En analysis, analysis dogen), pengetahuan faktor lingkungan, (Eksogen)
Smith Paladino
2009
Norma subjektif berpangaruh terhadap sikap dan niat untuk membeli. Tekanan sosial akan memberi pengaruh terhadap sikap konsumen pada produk organik.
organic
dan
knowledge, environmental concern, price consciousness, health consciousness quality (Eksogen) attitudes, purchase intention purchase behaviour (Endogen)
Path analysis
Gonzalez
(2009)
Variabel pendidikan berpengaruh positif dalam membeli produk organik Pengetahuan berpengaruh positif tehadap seseorang dalam membeli produk organik.
Umur, jenisAnalysis of kelamin, variance pendapatan, ukuran keluarga, (Eksogen) Pembelian (Endogen)
Rashid
(2009)
Peran independen dari eco-label sebagai variabel moderating antara variabel
Knowledge of Path environment analysis Ecolabel, Environmental
75
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
prediktor terhadap keputusan pembelian.
(Eksogen) attitude, (Endogen)
Analisis Data
Sapp
2009
Pengetahuan tidak langsung berkaitan dengan niat, perilaku, atau sikap, niat secara signifikan berkorelasi dengan konstruk sosial
jenis kelamin, Structural pendapatan, Equation umur Modelling pendidikan (Eksogen) niat, perilaku, sikap, (Endogen)
Smith, Huang. and Lin
(2009)
Menggunakan Theory of Reasoned Action meneliti efek dari variabel-variabel kesadaran kesehatan, kepedulian lingkungan, kualitas, kesadaran harga, norma subyektif, dan keakraban pada sikap organik, pembelian niat dan perilaku. Harga tidak memiliki pengaruh yang signifikan antara terhadap niat membeli makananan organik
kesadaran Path kesehatan, analysis kepedulian lingkungan, kesadaran harga, (Eksogen) norma subyektif, pembelian, dan niat (Endogen)
Sukoto, Elsey
2009
Hasil studi ini mengkonfirmasi bahwa keyakinan, citra diri, pengaruh normatif (normatif influence), dan sikap memiliki dampak terhadap niat beli dan perilaku pembelian. Terdapat hubungan yang signifikan antara atribut produk dengan sikap konsumen.
atrubut Multiple produk, regression kesehatan(Eks analysis ogen) dan path pembelian, analysis niat, sikap, norma subjektif, (Endogen)
Guindo, Prete, Peluso, Maloumby -
(2009)
Niat konsumen untuk membeli produk makanan organik
moral norm, Structural attitude Equation toward the Modelling
76
Peneliti
Tahun
Analisis Data
Temuan
Variabel
terutama didasarkan pada dimensi etika, yang berasal tidak hanya dari kode moral individu, tetapi juga dari norma diinternalisasi bersama oleh kelompok budaya mereka tinggal. Moral menunjukkan hasil yang signifikan terhadap niat membeli
behavior,subje ctive norm, PBC (Eksogen) perceived behavioral control, moral disengagemen t, purchase intention (Endogen)
(2009)
Moral Intensity dan Moral Judgment sebagai variabel moderating antara variabel sikap, norma subjektif.
Niat, norma subjektif, Moral (Eksogen) sikap, (Endogen)
Gotschi, Vogel, Lindenthal, dan Larcher
(2010)
Mengungkapkan pengetahuan tentang produk organik tidak menjelaskan perilaku belanja pelajar saat berbelanja untuk produk organik tetapi pola budaya akan jauh lebih berguna untuk memprediksi perilaku dan sikap terhadap produk organik. Pengetahuan produk organik tidak secara signifikan dapat mempengaruhi sikap. Variabel budaya yang mempengaruhi niat membeli secara signifikan.
pengetahuan Factor produk, analysis, budaya crosst(Eksogen) tests Niat, sikap, norma subjektif, pembelian (Endogen)
Chakrabarti,
(2010)
Penelitian perilaku konsumen sudah yang menyangkut berbagai aspek seperti aspek variabel seperti
Kesehatan (Eksogen) Niat, sikap, (Endogen)
Baka, Buff,
dan
Chen, dan Pan
Pan,
Path Analysis
77
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
Analisis Data
motivasi kesehatan, Ali; dan
(2010)
Variabel psikografis juga mempengaruhi perhatian pada intensi pembelian produk organik. Pengetahuan tidak signifikan terhadap pembelian produk organik. Variabel kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terrhadap sikap produk organik
psikografis, Multiple pengetahuan regression analysis (Eksogen) sikap, norma subjektif, Niat, pembelian (Endogen)
Gracia, de Magistris dan BarreiroHurlé,
(2010)
Variabel pengetahuan organik, niat untuk membeli makanan organik dan, mempengaruhi keputusan akhir untuk membeli
pengetahuanor multivariat ganik e probit sikap, models (Eksogen) norma subjektif , niat, pembelian ( Endogen)
Colemen
(2011)
Menggunakan Theory Reasoned Action dengan menggunakan dua jenis sampel yang berbeda tanpa memodifikasi teori TRA. Ada hubungan positif dan signifikan niat terhadap pembelian makanan organik.
sikap, norma Path subjektif Analysis (Eksogen), niat, pembelian (Endogen)
Kim
(2011)
Meneliti tentang kolektivitas, nilai personal, perilaku terhadap sikap dengan yang dirasakan konsumen sebagai variabel moderating.
Niat, sikap, Structural norma Equation subjektif, nilai Modelling personal. (Eksogen), Pembelian (Endogen)
(2011)
Kesadaran lingkungan dan kesadaran kesehatan berpengaruhi positif
Kesadaran lingkungan, kesadaran kesehatan
Salleh, Harun, Jalil
Kim, Chung,
dan
Multiple regression analysis
78
Peneliti
Tahun
Temuan
Variabel
terhadap sikap membeli produk organik. Ada. hubungan positif dan signifikan niat terhadap pembelian makanan organik.
(eksogen), niat, sikap, norma subjektif, kesehatan, membeli (Endogen)
Analisis Data
Singh,
(2011)
Umur tua lebih berpengaruh positif terhadap kemungkinan untuk membeli produk organik
umur, Chi-square pendapatan, Pendidikan (eksogen), niat, sikap (intervining) , membeli produk (endogen)
Saleki, Seyedsaleki, dan Rahimi
2012
Pengaruh pengetahuan organik, kualitas, kesadaran, harga, norma subyektif dan keakraban adalah positif signifikan terhadap sikap dan perilaku pembelian organik. pengetahuan produk organik secara signifikan akan mempengaruhi sikap
norma Multiple subyektif, regression harga, analysis pengetahuan organik, kualitas, kesadaran, harga (eksogen) , sikap (Endogen)
Teng, Rezai, Zainalabidin, dan Shamsudin,
(2012)
Umur, pendapatan, pendidikan dan jender berpengaruh pada sikap terhadap produk ramah lingkungan
Jender, umur, Regresi pendapatan, logistik pendidikan (Eksogen), sikap (endogen)