BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pengorganisasian Masyarakat
2.1.1. Pengertian dan Konsep Pengorganisasian Masyarakat Mc. Millan Wayne (1947) mengatakan bahwa community organizing dalam pengertian umum adalah suatu usaha yang ditujukan untuk membantu kelompokkelompok dalam mencapai kesatuan tujuan dan tindakan. Hal ini merupakan praktek yang tujuannya adalah untuk mencapai sumber-sumber daya yang dibutuhkan oleh dua atau lebih kelompok-kelompok yang ada. G. Ross Murray juga mengatakan bahwa community organizing ialah suatu proses dengan mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan-kebutuhan, juga menemukan sumbersumber baik sumber informal (dari masyarakat sendiri) maupun sumber eksternal (dari luar masyarakat) agar masyarakat dapat meningkatkan dan mengembangkan sikap-sikap dan praktek-praktek cooperative didalam masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat kuliah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2005: 5). Murray G.Ross juga mengemukakan beberapa pendapat mengenai community organizing (Agus Suriadi, 2005: 12), ialah: 1. Proses menghasilkan suatu kemajuan yang efektif berupa penyesuaian antara sumber-sumber kesejahteraan sosial dan kebutuhan kesejahteraan sosial yang sesuai dengan areal geografis masyarakat setempat.
22 Universitas Sumatera Utara
2. Community oganization juga berusaha untuk mencari kebutuhan yang potensial dari masyarakat setempat. 3. Untuk mecapai tujuan pada program-program community organization perlu diadakan pendekatan antara disiplin ilmu. 4. Pendekatan antara disiplin ilmu tersebut haruslah pada social therapy yang sifatnya menyeluruh dan melalui proses secara bertahap. Beberapa asumsi/nilai yang mendasari community organization, yaitu : 1. Seorang CO worker harus dapat membina sikap “cooperative”. 2. Co bergerak dari nilai tradisional kearah nilai philosofi pekerjaan sosial. Dimana nilai tradisional berupa nilai keagamaan dan kemanusiaan, sedangkan nilai philosofinya merupakan prinsip partisipasi, prinsip kemandirian masyarakat
untuk
memecahkan
masalahnya,
prinsip
untuk
menghargai
individu/kelompok yang ada dalam masyarakat, dan prinsip demokrasi. Adanya asuransi tertentu bahwa satu metode dapat mempengaruhi cara pendekatan terhadap masyarakat. Dalam bidang community organization, metode yang dapat digunakan berupa (Agus Suriadi, 2005: 14): - Metode social action (pendekatan dari arah bawah ke atas). - Metode social planning (menerapkan program agar dapat dilaksanakan oleh masyarakat, sifat pendekatannya dari atas ke bawah). - Cara pendekatan dengan menggunakan pendekatan mengenai kebutuhan dasar manusia.
23 Universitas Sumatera Utara
- Adanya pengakuan bahwa didalam masyarakat terdapat problema atau permasalahan yang timbul karena adanya nilai manusia modern yang mana akan dapat menimbulkan “Cultural Lag”. Seorang CO worker adalah orang yang ditugaskan untuk memotivasi masyarakat agar masyarakat itu bisa mengenal permasalahannya sendiri dan mengatasi masalahnya sendiri (Agus Suriadi, 2005: 7). Allinsky (1971), Biklen (1983), Rothman (1969) menyatakan bahwa Community organizer adalah kekuatan pendorong (driving force) dalam organisasi aksi sosial. Allinsky menganggap para pengorganisir rakyat sebagai “para insinyur dan arsitek yang sangat kreatif dan penuh daya-cipta” yang dimiliki oleh organisasi-organisasi masyarakat, “para pembawa pesan perubahan dan kemungkinan pencapaiannya, tidak terbatas hanya pada satu kawasan geografis tertentu atau sekelompok anggotanya saja (ashokcommunity.blogspot.com : 27/10/2012 pukul 20.36 WIB).
Peranan community organization worker menurut Murray G.Ross adalah : (Agus Suriadi, 2005: 7) - Helper, yaitu orang (social worker) yang member pertolongan (helper) dan yang memberi kemungkinan-kemungkinan (enabler) atau kesempatan terhadap masyarakat untuk melakukan peranan sosialnya ataupun untuk membantu masyarakat yang mengalami disorganisasi untuk beradaptasi dengan lingkungannya. - Guide, yaitu peranan dari profesi social worker untuk menstimulir masyarakat agar dapat menentukan sendiri maslah yang mereka hadapi. Sebagai guide harus menitikberatkan pada partisipasi masyarakat. Dan sebagai guide juga diperlukan karena masyarakat sering tidak mengetahui 24 Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang mereka hadapi, oleh karena itu guide berperan membimbing masyarakat mengetahui permasalahannya sendiri. - Social Therapist, yaitu social worker sebagai orang yang menanggulangi masalah-masalah
sosial
secara langsung dengan
berperan
untuk
melakukan intervensi terhadap masalah sistem klient. - Expert, yaitu peranan social worker sebagai tenaga ahli dibidang perencanaan dalam menyusun program-program keahlian yang dimiliki, misalnya dalam bidang penelitian dan penyusunan perencanaan atau program. Menurut Murray G. Ross juga dimana social action, social planning, dan social development adalah merupakan proses dari community organizing. Sedangkan menurut Jack Rothman, mengatakan social action, social planning, dan social development merupakan proses dari community organizing yang dimana posisinya masing-masing berdiri sendiri. Jack Rothman juga menyatakan bahwa social action ini memiliki kedudukan sebagai social treatment dan social reform (Agus Suriadi, 2005: 7). 2.1.2. Gerakan Sosial Sebagai Kekuatan Perubahan Sosial Secara filosofis, dalam materialisme dialektika menunjukkan bahwa dunia materi atau kenyataan obyektif itu senantiasa dalam keadaan bergerak dan berkembang terus menerus. Keadaan diam atau statis , hanya bersifat sementara dan relatif, disebabkan karena kekuatan didalamnya serta hubungannya dengan kekuatan-kekuatan yang ada disekitarnya dalam keadaan seimbang (Materialisme Dialektika Historis: hal.10).
25 Universitas Sumatera Utara
Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial dibagi dalam dua bagian, dari dalam dan luar masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari dalam masyarakat, yaitu bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuanpenemuan baru, pertentangan masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan dari luar masyarakat ialah sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain (Soerjono Soekanto, 1982: 318). Secara sosiologis, berbicara tentang perubahan sosial, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya , cirri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat, meski terus berubah (Strasser & randall, 1981: 16). Jadi konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu yang berbeda; dan (3) diantara sistem sosial yang sama. Contoh defenisi sosial yang bagus yaitu apa yang disampaikan Hawley, perubahan soial adalah perubahan yang tak terulang dari sistem soial sebagai satu kesatuan (Hawley 1978 ; Piotr Sztompka, 2004: 3). Paham determinisme, memberi pandangan yang deterministik menganggap hanya ada satu faktor yang paling menentukan perubahan sosial. Terhadap paham determinis ini dapat diadakan penggolongan besar menjadi dua. Pertama yang menganggap bahwa faktor yang paling menentukan bersifat sosial, sedangkan yang kedua bersifat non-sosial. Untuk contoh golongan yang pertama, dapatlah di kemukakan misalnya pendapat Karl Marx dalam bidang ekonomi. la salah seorang
26 Universitas Sumatera Utara
tokoh yang terkenal dengan pendapat, bahwa perkembangan suatu masyarakat dapat dikatakan di tentukan seluruhnya oleh struktur atau perubahan struktur ekonomi masyarakat tersebut. Keadaan demikian dapat dikatakan sebagai suatu determinisme ekonomi. Contoh golongan kedua, misalnya adanya pandangan bahwa iklimlah yang paling berpengaruh terhadap perubahan sosial. Orang yang terjun kedalam kegiatan untuk mewujudkan perubahan besar biasanya merasa memiliki sesuatu kekuatan yang tidak dapat dibendung. Generasi yang mencetuskan Revolusi Prancis memiliki pandangan yang berlebihan mengenai kemampuan manusia berpikiran rasional dan mengenai kecerdasan manusia yang tidak terbatas. Sedangkan menurut de Tocqueville, manusia demikian bangganya akan dirinya sendiri dan demikian percaya pada kemampuannya sendiri, dan disamping rasa percaya diri yang berlebihan ini ada rasa haus akan perubahan yang memenuhi jiwa setiap orang (Hoffer Eric, 1988: 7). Maka dari keinginan manusia akan perubahan telah membawa keasadaran agar manusia dapat selalu bergerak, baik secara individu maupun secara massa. Bagi orang yang tidak puas, gerakan massa menawarkan sebuah harapan, untuk seluruh diri pribadi atau untuk berbagai unsur yang membuat kehidupan dapat dipikul dan yang tidak dapat digalinya dari sumber kepribadiannya sendiri. Tawaran untuk menggantikan harapan pribadi ialah salah satu daya tarik yang kuat atas gerakan massa, karena daya tarik ini efektif terutama dalam masyarakat yang sedang dimabuk ide kemajuan (Hoffer Eric, 1988: 15). Maka, gerakan massa yang terlibat dalam kegiatan mewujudkan perubahan besar dengan cepat ialah gerakan revolusioner dan gerakan perjuangan nasional secara bekerjasama.
27 Universitas Sumatera Utara
Banyak pakar yang menyimak peran khas gerakan sosial. Blummer (1951) melihat gerakan sosial sebagai salah satu cara untuk menata ulang masyarakat modern, hingga Killian (1964) juga mengatakan bahwa gerakan sosial sebagai pencipta perubahan sosial, dan Adamson & Borgos (1984) menyatakan bahwa gerakan massa dan konflik yang ditimbulkan adalah agen utama perubahan sosial (Hoffer Eric, 1988: 321). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada. Dalam kondisi psikologisnya, manusia cenderung mencari berbagai kekuatan yang membentuk hidup diluar diri. Maka, mau tidak mau keberhasilan dan kegagalan selalu dikaitkan dengan keadaan di sekeliling. Karena itu, orang yang sudah merasa berhasil melihat dunia ini sebagai dunia yang baik dan ingin memeliharanya sebagaimana adanya, sedangkan orang yang tidak puas menginginkan perubahan besar. Akan tetapi rasa tidak puas saja tidak selalu menimbulkan keinginan akan perubahan, harus ada faktor-faktor lain sebelum rasa tidak puas menjelma menjadi tindakan perlawanan karena hanya sebagai sikap yang bersifat reaksi. Maka yang menjadi faktor utama dari rasa keinginan perubahan dari suatu gerakan, tidak lain adalah dilatarbelakangi oleh suatu cita-cita dari manusia itu sendiri. Seperti apa yang disampaikan oleh Ali Syari’ati bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, dimana usaha untuk mecapai cita-cita merupakan faktor utama dalam pergerakan dan kesempurnaan manusia. Faktor inilah yang mendorongnya untuk
28 Universitas Sumatera Utara
tidak tinggal diam saja di alam, kehidupan dan lingkaran, realitas yang ada, tetap dan terbatas. Inilah kekuatan yang mendorongnya untuk selalu berpikir , menggali, mengkaji, mencari kebenaran, mencipta dan melakukan pembentukan fisik dan spiritual (Ali Syari’ati, 1992: 49). Analisis teori Gramsci, yaitu ketika terjadi suatu perlawanan atas kondisi tatanan hegemoni baik terstruktur atau tidak maka hal yang mutlak yang mesti dilakukan adalah membangkitkan semangat perlawanan atas eksploitasi dan hegemoni tersebut. Supremasi dari sebuah kelompok sosial ditunjukkan ada dua cara, yaitu dalam bentuk dominasi dan kepemimpinan moral dan intelektual (Pozzolini, 2006: 79). Gramsci juga mengatakan “semua orang adalah intelektual, maka seseorang dapat mengatakannya demikian; tetapi tidak semua orang memiliki fungsi intelektual dalam masyarakat”. Definisi intelektual tersebut adalah orangorang yang memberikan homogenitas dan kesadaran fungsinya kepada kelompok sosial utama. Intelektual memainkan peran dalam menyebarkan ideologi hegemonik kelas dominan yang dibentuk melalui informasi dan lembaga formal. Maka berangkat dari pemahaman yang ada, suatu gerakan sosial dalam historisnya ataupun secara dialektika memiliki determinasi bagi perubahan sosial itu sendiri. Suatu gerakan yang dilatarbelakangi suatu kondisi secara kualitas maupun kuantitas yang tidak sesuai dengan keinginan atau cita-cita (idea) yang dimiliki oleh individu-individu atau masyarakat. dimana suatu gerakan itu diharapkan dapat terorganisir secara sadar ataupun dalam bentuk reaksi, agar dapat mencapai titik yang dicita-citakan atau yang dibutuhkan oleh manusia-manusia itu sendiri. Oleh karena itu agar gerakan itu dapat terorganisir, maka rakyat atau agen
29 Universitas Sumatera Utara
perubahan itu juga harus sadar apa yang menjadi arah atau cita-cita dari gerakan dan kondisi objektif yang mereka alami. 2.1.3. Pendidikan Dalam Membangun Kesadaran Kritis Pendidikan yang merupakan proses penyadaran, ialah suatu pokok determinasi dalam proses gerakan sosial. Suatu kesadaran kritis terhadap realitas sangat dibutuhkan sebagai dasar sejarah atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat. Maka oleh karena itu, pendidikan yang membebaskan dan melahirkan kesadaran kritis pada masyarakat ialah pokok kekuatan dari proses pengorganisasian masyarakat. Di Indonesia, pendidikan sebagai proses penyadaran dan pembebasan akan sangat sulit ditemukan. Selain dari permaslahan komersialisasi pendidikan dimana tidak semua kalangan ekonomi yang mampu merasakan dunia pendidikan formal, terdapat juga permasalahan yang lain, yaitu konsep belajar dan mengajar antara guru dan murid ternyata menjadi permasalahan yang tersistem. Dimana konsep pendidikan tersebut juga dimaksud oleh Paulo Freire dengan sebutan pendidikan gaya Bank. Konsep pendidikan gaya “bank” menurut Paulo Freire, dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan para murid hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, dimana para murid adalah celengan dan para guru adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataanpernyataan dan mengisisi tabungan yang diterima, dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh para murid. Dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan
30 Universitas Sumatera Utara
merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap diri berpengetahuan kepada mereka yang dianganggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Menganggap bodoh secara mutlak kepada orang lain sebab cirri dari ideologi penindasan, berarti mengingkari pendidikan dan pengetahuan sebagai proses pencarian. (Freire, 1984 : 52) Pendekatan gaya bank dalam pendidikan orang dewasa, tidak akan menyarankan kepada peserta didik agar mereka melihat realitas secara kritis. Mereka yang menggunakan pendekatan gaya bank ini, secara sadar atau tidak sadar (karean terdapat juga guru-guru bergaya pegawai bank ini sesungguhnya beritikad baik, namun tidak menyadari bahwa mereka sedang bekerja untuk tujuan dehumanisasi), tidak memahami bahwa pengetahuan yang mereka tanamkan berisi kontradiksi dengan realitas. (Freire, 1984 : 56) Permasalahan yang dilahirkan melaui metode pendidikan gaya bank yang tidak sesuai dengan prsoses gerakan pembebasan yang humanis menuntut adanya pola pendidikan yang bersifat humanis dan suatu proses pembebasan yang melahirkan kesadaran kritis. Menurut Paulo freire bahwa hanya dialoglah yang mununtut adanya pemikiran kritis, yang mampu melahirkan pemikiran kritis.2 Tanpa dialog tidak aka ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati. Pendidikan yang mampu mengatasi kontradiksi antara gurumurid berlangsung dalam suatu situasi dimana keduanya mengarahkan laku pemahaman mereka kepada obyek yang mengantarai keduanya. Karena itu, sifat sifat dialogis dari pendidikan sebagai praktik pembebasan tidak dimuali ketika
2
Dialog adalah bentuk perjumpaan diantara sesama manusia, dengan perantara dunia, dalam rangka menamai dunia. (Freire; hal 77)
31 Universitas Sumatera Utara
guru-yang-murid berhadapan dengan murid-yang-guru dalam suatu situasi pendidikan, tetapi ketika yang pertama tadi terlebih dahulu bertanya kepada diri sendiri tentang apa dialog yang akan dilakukan dengan pihak yang pertama. Dan perenungan tentang isi dialog itu adalah sesungguhnya perenungan tentang isi program pendidikan. (Freire, 1984 : 84) Permasalahan mengenai pendidikan yang telah tersistematis, akan dibahas pada analisis hubungan ekonomi didalam pendidikan. Proses kapitalisme yang menjadi permasalahan pendidikan di Indonesia membawa proses anti keadilan bagi seluruh masyarakat. Kapitalisme, dengan disangga oleh hubungan dua kelas utama (buruh dan kapitalisme), adalah system penidasan terhadap masyarakat. Pendidikan dalam kapitalisme juga akan memperoses suatu generasi dimana pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan juga akan mendukung terjadinya penindasan itu. Prisnsip marxisme yang dikaitkan dengan masalah pendidikan akan menunjukkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses historis dalam kehidupan manusia ditentukan oleh perkembangan masyarakat yang ditentukan oleh kondisi material ekonomis yang berkembang. Marx menempatkan pendidikan pada wilayah struktur atas (superstruktur) yang disangga (ditentukan) oleh ekonomi (hubungan produksi dan alat-alat produksi) sebagai struktur bawah (basis struktur) yang merupakan suatu fondasi perkembangan masyarakat. Karena pendidikan juga merupakan proses dimana filsafat, ide(ologi), agama, dan seni diajarkan. Maka pendidikan adalah media sosialisasi pandangan hidup dan kecakapan yang harus diterima pada masyarakat (terutama anak-anak). (Soryomukti, 2008 : 74) Mengenai metode pendidikan dalam menjalankan proses penyadaran, gagasan Herbert Marcuse terkait erat dengan proyek institut, yakni formatio aspek
32 Universitas Sumatera Utara
subjektif untuk melakukan revolusi sosial. Menurut proyek tersebut, aktivitas ilmiah dan proses penyadaran melampaui baik ruangan sekolah maupun penjejalan materi pelajaran dan pengetahuan ilmiah ke dalam kepala murid. Pendidikan Marcusian merupakan proses peruntuhan (dekonstruksi), pembangunan ulang (rekonstruksi) dan pengarahan kembali (reorientasi) pikiran dan pancaindra (Saeng, 2012: 309). Pendidikan secara menyeluruh harus digunakan untuk menciptakan tatanan yang sesuai bagi hakikat manusia, yaitu tatanan dimana kontradiksi berupa hubungan produksi yang eksploitatif (kapitalisme) digantikan dengan hubungan produksi yang setara, yang sering sekali disebut Marx dan pengikutnya sebagai sosialisme. Pendidikan untuk menciptakan dan mempertahankan sosialisme, sebagai jalan pembebasan manusia, dengan demikian harus demokratis, menciptakan kondisi anak-anak didik yang benar-benar bebas, rasional, aktif, dan independen. (Soryomukti, 2008 : 103) Tidak adanya penghisapan dalam hubungan ekonomi diharapkan akan membuat kerja yang dilakukan bukan semata-mata untuk memenuhi suatu hal yang terpaksa atau hanya karena kebutuhan primer seperti makan. Seperti kata Marx, bahwa manusia punya karakter solidaritas, estetis, yang hidup untuk memperjuangkan keindahan hubungan dan memproduksi sesuatu yang lebih dari memenuhi kebutuhan tubuhnya, karena memang manusia adalah keberadaan yang tinggi disbanding binatang. (Marx, Manuskrip Ekonomi dan Filsafat, dalam Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, serta dalam Soryomukti, 2008 : 103) oleh karena itu, bahwa manusia pada hakikatnya lebih mnginginkan kebebasan yang salah satunya lahir dari kesadaran kritis.
33 Universitas Sumatera Utara
2.2. Pengembangan Masyarakat 2.2.1. Pengertian dan Konsep Pengembangan Masyarakat Community development adalah proses dimana usaha masyarakat bertemu dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kondisi, baik kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Arthur Durkheim juga menyatakan bahwa community development adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan sosial seluruh masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara; 2005: 30). Irwin Sanders mengatakan bahwa community development merupakan program dan aktifitas atau kegiatan community organizing, dan juga community development merupakan sebagian dari pembangunan ekonomi masyarakat. Jadi menurut Irwin Sanders, community development merupakan gabungan antara community organizing dan economic development atau pembangunan ekonomi. Unsur-unsur community development yang diambil dari community organizing merupakan masalah-masalah mengenai kesejahteraan sosial dan pendidikan sosial bagi orang-orang dewasa (adult education) yang diberikan dalam bentuk pendidikan non-formal. Sedangkan unsur-unsur
yang diambil dari economic
development merupakan perencanaan dibidang ekonomi dan juga aspek-aspek kolektivitas untuk meningkatkan pengembangan tingkat pendapatan dimana tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan sosial (Irwin Sanders dalam Agus Suriadi, 2005: 31).
34 Universitas Sumatera Utara
Salah satu aspek penting dari proses pengembangan masyarakat adalah bahwa proses tersebut tidak dapat dipaksakan. Agar proses bejalan dengan baik, diperlukan langkah yang natural untuk memulainya, dan untuk mendorong proses tersebut menyelaraskan dengan langkah tersebut. Maka dari itu langkah proses dari pengembangan masyarakat ialah bahwa proses merupakan milik masyarakat, bukan milik pekerja sosial. Dengan demikian, proses harus berjalan sesuai dengan langkah masyarakat yang tidak mungkin menjadi langkah yang diinginkan oleh pekerja masyarakat. Hal ini merupakan hasil yang alamiah dari gagasan penegmbangan organik, dimana pendekatan organis untuk melihat perubahan terjadi pada beberapa dimensi, melalui proses pengembangan yang bertahap bukan perubahan radikal yang dipaksakan (Tesoriero & Ife, 2008: 357). Semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat. Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal sosial, memperkuat interaksi sosial dalam masyarakat, menyatukan mereka, dan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah pada dialog yang sejati, pemahaman dan aksi sosial. Pengembangan masyarakat sangat diperlukan jika pembentukan struktur dan proses level masyarakat yang baik dan langgeng ingin dicapai (Putnam, 1993; Tesoriero & Ife, 2008: 363). Dalam menjalankan metode community development, komponen yang harus diingat adalah : (Agus Suriadi, 2005: 32) 1. Adanya partisipasi masyarakat terhadap program yang diberikan. 2. Metode
community
development
dapat
dilengkapi
dengan
memberikan keputusan-keputusan atau kepentingan-kepentingan
cara yang
35 Universitas Sumatera Utara
tujuannya agar masyarakat melalui keputusan ataupun kepentingan tersebut dapat beradaptasi dengan perubahan sosial. 3. Metode
community
development
dapat
dijalankan
dengan
cara
memberikan pendidikan massa/sosial atau pendidikan non-formal bagi masyarakat. Asal konsep Pengembangan Masyarakat (terjemahan dari Community Development) sebenarnya adalah Pengorganisasian Masyarakat (Community Organization); yang bermakna mengorganisasi-kan masyarakat sebagai sebuah sistem untuk melayani warganya dalam setting kondisi yang terus berubah. Dengan demikian inti pengertiannya adalah mendorong warga masyarakat untuk mengorganisasikan diri untuk melaksanakan kegiatan guna mencapai kesejahteraan sendiri. Di tingkat nasional, aktor- aktor institusinya adalah pemerintah, kalangan cendekiawan, kalangan bisnis, LSM , dan masyarakat biasa. Semuanya harus terorganisasi dalam sebuah kesatuan sistem untuk membangun masyarakat secara sinergis (Handoko, t3handoko.blogspot.com : 27/10/2012 pukul 20.37 WIB). McCowan (1996) menjelaskan bahwa proses-proses yang digunakan dalam pengembangan masyarakat tidak perlu diimpor dari luar, karena mungkin terdapat proses-proses masyarakat lokal yang dimengerti dan diterima dengan baik oleh masyarakat lokal (Tesoriero & Ife, 2008: 259). Dimana penting bagi pekerja masyarakat untuk berupaya memahami proses-proses masyarakat lokal walaupun terkadang tidak sedikit proses-proses lokal mungkin bersifat konservatif atau eksklusif. Sebagaimana dengan kebudayaan, memahami proses-proses lokal tidak berarti bahwa seorang pekerja masyarakat harus menerima dan mengesahkannya,
36 Universitas Sumatera Utara
karena yang terpenting ialah agar dapat untuk memahaminya dan dapat mengetahui dimana titik yang harus dimulai. Sebuah komponen kunci dari pengembangan masyarakat adalah gagasan bekerja dalam solidaritas dengan warga masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa, seorang pekerja pengembangan masyarakat bukanlah aktor bebas yang mengikuti agendanya sendiri ketimbang menyediakan waktu dan menerima kesulitan-kesulitan untuk memahami sifat dari masyarakat lokal, tujuan dan aspirasi warga dan cara-cara berfungsinya masyarakat (Tesoriero & Ife, 2008: 261). Sebagai hasilnya, seorang pekerja masyarakat mampu bergabung dengan warga masyarakat itu dalam perjuangan mereka, dan bergerak dalam arah yang sama. Dimana kemajuan juga bagian dari proses perubahan, untuk menjadikan apa yang telah dicita-citakan oleh dan secara massa (masayarakat) itu sendiri dan memang harus dibangaun dari, untuk, dan oleh masyarakat itu sendiri dengan berbagai aspek dan landasan yang diantaranya berdasarkan keadilan sosial dan hak azasi manusia. 2.2.2. Pengembangan Masyarakat: Perspektif Keadilan Sosial dan Hak Azasi Manusia. Dalam revolusi perancis, tercatat tiga nilai dasar
yaitu “kebebasan,
kesetaraan, dan solidaritas” yang apabila ketiga nilai tersebut dapat menjadi realitas dapat dianggap sebagai masyarakat berkeadilan. Akan tetapi dalam pemakaian makna kestaraan ini memiliki titik kerelatifitasan dengan makna keadilan hingga yang paling dominan pada tahun 1980-an yaitu keadilan sebagai nilai sentral dipakai menggantikan makna kesetaraan. Secara filsafat Heinrich (2002) menjelaskan, keadilan bukanlah “apa”, tetapi sebuah kategori relasi yang terkait 37 Universitas Sumatera Utara
antar manusia. Relasi tertentu yang bisa disebut berkeadilan, karena pertanyaan selanjutnya bukanlah “apa itu keadilan?”, melainkan “apa yang berlaku pada keadilan?”. Topik keadilan adalah kedudukan orang-perorang dalam masyarakat, dalam relasi antar orang lain. Manusia memiliki kebutuhan, posisinya dalam relasi dengan yang lain yang berhubungan dengannya, menentukan, bagaimana dipahami, bagaimana dinilai. Sesuai dengan harga diri perorangan berkaca pada penilaian sesamanya, ia akan merasa diperlukan secara adil. Manifestasinya terlihat dalam penilaian terkait penyerahan penolakan atau penyitaan komoditas material dan ideal (Tobias Gombert, dkk, Friedrich Ebert Stiftung: 20). Pada titik konvensional tentang keadilan sosial dalam teori keadilan yang dikembangkan oleh John Rawls (1972, 1999), dimana karyanya berusaha menerapkan prinsip-prinsip keadilan. Argumentasinya kompleks, dimana beliau menyimpulkan dengan tiga prinsip keadilan. Ketiganya adalah: kesetaraan dalam kebebasan dasar, kesetaraan untuk mendapatkan kesempatan untuk kemajuan, dan diskriminasi positif bagi mereka yang tidak-beruntung dalam rangka menjamin kesetaraan. Dari prinsip tersebut dapat dianyatakan bahwa prinsip-prinsip tersebut secara normal akan dipahami sebagai prinsip yang diterapkan kepada individuindividu. Akan tetapi ketiga prinsip ini belum dapat dikatakan cukup, karena analisis dari perspektif hanyalah salah satu cara untuk memahami isu-isu sosial dan keadilan sosial. Dalam istilah politik, perspektif individu pada hakikatnya memiliki orintasi yang liberal, dan walaupun orientasi ini telah menjadi sentral bagi filosofi politik barat arus utama sejak Hobbes dan Locke, itu adalah perspektif yang memberikan pandangan yang terbatas dan berdimensi-tunggal atas fenomena sosial, dan jika dipahami dalam isolasi, dapat dikritik sebagai berwatak-bawaan
38 Universitas Sumatera Utara
yang konservatif dan tidak memiliki basis moral (Banerjee 2005; Tesoriero & Ife, 2008: 107). Suatu perlakuan sosiologis yang lebih luas, atas masalah-masalah sosial dan isu-isu sosial, suatu perspektif yang lebih luas di butuhkan
dari apa yang
dikemukakan Rawl jika ingin tiba pada suatu posisi yang akan menyiadakan suatu kerangka yang cukup untuk memahami dan mengambil tindakan dalam isu-isu sosial yang menghadang para pekerja masyarakat. Maka dari itu, tidak cukup analisis dari Rawl tentang eksploitasi dan penindasan sebagai penggerak ketidakadilan. Dimana dari keadilan sosial terbatas pada paling sedikit dua landasan dalam teori distribusional, yang didefinisikan oleh mullaly (1997): pertama, ia tidak memperdulikan proses-proses dan praktik sosial yang menyebabkan maldistribusi; dan kedua, ia tidak mengakui keterbatasan logika dari perluasan gagasan distribusi kepada barang dan sumber daya non-material (seperti hak dan kesempatan) (Tesoriero & Ife, 2008: 108). Berbicara tentang kebutuhan manusia secara adil, keadilan sosial secara tidak langsung adalah beberapa pandangan kejujuran atau kesetaraan, dan prinsipprinsip yang gagasan kejujuran dan kesetaraan diletakkan pada umumnya mencakup beberapa acuan kepada hak-hak (Tesoriero & Ife, 2008: 116). Maka dari itu, hak-hak merupakan hal yang mendasar bagi pemahaman atas keadilan sosial. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah komponen vital dari suatu pengembangan masyarakat. Prinsip yang mendasar adalah bahwa pengembangan masyarakat
seharusnya
berupaya
menegaskan
HAM,
dan
seharusnya
memungkinkan orang mewujudkan dan melaksanakan HAM mereka, dan terlindung dari pelanggaran HAM. Pengembangan masyarakat tidak dapat 39 Universitas Sumatera Utara
dibiarkan bertindak melawan prinsip-prinsip HAM, dan ini menciptakan kendalakendala tertentu dalam hal apa yang mungkin dalam pengembangan masyarakat (Tesoriero & Ife, 2008: 122). Apabila mengadopsi suatu pendekatan hak-hak karena terdapat sinergisitas yang jelas antara hak-hak dan masyarakat merupakan suatu kondisi yang rasional bagi pengembangan masyarakat. Ife (2004), dengan menjelaskan bagaimana HAM berkaitan dengan masyarakat dalam beberapa cara. Pertama, hak-hak dan tanggung jawab berjalan beriringan. Memiliki hak berarti bahwa orang lain memiliki tanggung jawab dalam hubungan dengan hak-hak tersebut. Dengan perkataan lain, terdapat resiprositas yang inheren, dan hubungan-hubungan yang resiprokal, yang terkandung didalam hak-hak. Ini membutuhkan kehadiran orang lain, dan hak-hak tidak dapat terjadi sendiri dalam lingkup seorang individu yang terisolasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu gagasan tentang kelompok atau masyarakat manusia dalam gagasan tentang hak-hak. Kedua, jika sesorang memiliki hak-hak, maka terdapat suatu kewajiban yang menyertainya untuk melaksanakan hak-hak tersebut dan bagi masyarakat untuk mendorong dan mendukung pelaksanaan hak-hak tersebut. Melaksanakan hak-hak seperti hak untuk kebebasan untuk berekspresi, hak untuk perwatan kesehatan atau hak untuk pendidikan, mensyaratkan sebentuk partisipasi. Partisipasi adalah sentral dan vital bagi pengembangan masyarakat yang ‘bottom-up’ dan pendekatan kepada pengembangan masyarakat. Ketiga, mempromosikan HAM membutuhkan suatu proses yang panjang dan kompleks untuk membangun suatu kultur HAM. Proses ini memerlukan bekerja dengan mereka yang terpinggirkan, yang suaranya tidak didengar, sehingga klaim mereka atas hak-hak dapat didengar dan ditangani. Ini adalah proses pemberdayaan dan
40 Universitas Sumatera Utara
membentuk hakikat dari pengembangan masyarakat. Ini adalah suatu proses yang menantang wacana-wacana hak yang dominan ketika hal ini membuat hak-hak dari mereka yang tidak berdaya tidak terlihat. Keempat, pengembangan masyarakat membutuhkan hak-hak. Hak-hak menyediakan suatu perancah moral yang disitu tugas masyarakat dapat berjalan. Tanpa ini, pengembangan masyarakat berada dalam suatu vakum moral. Hak-hak menyediakan ukuran moral untuk mempertimbangkan apakah setuju atau tidak setuju mendukung partisipasi warga (Tesoriero & Ife, 2008: 123). Akhirnya, Ife menunjuk kepada sebuah sinergi linguistik antara pengembangan masyarakat dan HAM yang secara gamblang menyoroti hubungan antara keduanya. Beliau mengatakan: ‘pengembangan masyarakat melihat tujuannya sebgai pembentukan masyarakat manusia, sementara HAM menekankan pada tujuan mencapai suatu kemanusiaan-yang-diterimabersama. Kedua istilah tersebut baik secara linguistik maupun semantik adalah serupa, bila tidak sinonim. Prinsip-prinsip keadilan sosial dan HAM sering kali diekspresikan berkenaan dengan kebutuhan. Gagasan kebutuhan adalah hal yang mendasar dalam kebijakan sosial, perencanaan sosial, dan pengembangan masyarakat; dan ia juga dekat berhubungan dengan gagasan hak-hak. Terdapat dua cara jika kebutuhan dilihat sebgai mendasar bagi keadilan sosial, HAM, dan pengembangan masyarakat: pertama, suatu keyakinan bahwa kebutuhan manusia atau masyarakat seharusnya ‘terpenuhi’; kedua, bahwa manusia dan masyarakat seharusnya mampu mendefinisikan kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan itu didefinisikan oleh pihak-pihak lain (Tesoriero & Ife, 2008: 150). Dari hal ini jelas digambarkan bahwa manusia atau masyarakat berada pada posisi sentral pada perubahan sosial
41 Universitas Sumatera Utara
dalam pengembangan masyarakat untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan manusia atau masyarakat itu sendiri termasuk dalam perspektif keadilan sosial dan HAM. 2.2.3. Pengembangan Masyarakat; Perubahan dari Bawah Di jantung pengembangan masyarakat terdapat gagasan perubahan dari bawah. Hal ini adalah konsekuensi alamiah dari perspektif ekologis dan perspektif keadilan sosial serta perspektif hak azasi manusia. Terdapat gagasan bahwa masyarakat harus mampu menetapkan kebutuhan mereka sendiri dan bagaimana memenuhinya, bahwa masyarakat pada tingkat lokal paling mengetahui apa yang mereka butuhkan dan bahwa masyarakat seharusnya mengarahkan dirinya sendiri dan berswadaya. Dalam praktik aktual, gagasan perubahan dari bawah memiliki keterkaitan dengan gagasan-gagasan yang harus dilakukan dipermulaan, yaitu menghargai pengetahuan lokal, menghargai kebudayaan lokal, menghargai sumber daya lokal, menghargai keterampilan lokal, dan menghargai proses lokal (Tesoriero & Ife, 2008: 242). Gagasan ‘perubahan dari bawah’ dibuat diatas landasan berbagai ideologi dan teori, dimana mazhab-mazhab pemikiran khusus yang kesemuanya relevan bagi praktik bottom-up atau perubahan dari bawah, yaitu pluralisme, sosialisme demokratis, anarkhisme, post-kolonialisme, post-modernisme, dan feminism (Tesoriero & Ife, 2008: 262). •
Pluralisme
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan
42 Universitas Sumatera Utara
hasil tanpa konflik asimilasi (id.wikipedia.org : 27/10/2012 pukul 20.38 WIB). Dalam pengertian sederhana, suatu posisi pluralis mengenal bahwa terdapat suatu keanekaragaman kepentingan dalam masyarakat, dan bahwa kekuasaan tidak terkonsentrasi di suatu lokasi, tetapi didistribusikan di antara sejumlah kelompok yang berbeda. Bergerak lebih jauh dari posisi yang pada hakikatnya deskriftif ini, seorang pluralis yang ideologis akan membela kesukaan dari distribusi kekuasaan yang tak satupun kelompok kepentingan akan menjadi sangat berkuasa. Tetapi bagaimana, dari permainan interaksi dalam berbagai kepentingan, hingga kompromi akan muncul yang kemungkinan besar mewakili semua kepentingan (Tesoriero & Ife, 2008: 262). Pluralisme telah memberikan suatu kerangka yang berguna dan popular bagi oposisi terhadap beberapa dari kearifan konvensional dari rasionalisme ekonomi, dan terhadap konsentrasi pemilikan media, monopoli modal dan pemerintahan manajerial. Hal ini karena pluralisme dapat digunakan untuk membela keanekaragaman tanpa keharusan membela perubahan mendasar dalam orde sosial, ekonomi, dan politik. Pluralisme memiliki potensi untuk menjadi posisi yang bermanfaat untuk mengartikulasikan oposisi terhadap kecenderungankecenderungan kebijakan-kebijakan tertentu, dan untuk melegitimasi gagasan keanekaragaman dalam lingkup wacana arus utama. Meskipun demikian, pluralisme gagal menyediakan kerangka yang mencukupi bagi jenis transformasi sosial, ekonomi, dan politik yang diinginkan, dan tidak dapat diterima sebagai suatu basis yang cukup untuk pengembangan suatu alternatif berbasis-masyarakat yang menangani agenda keadilan sosial dan HAM. Pluralisme adalah sebuah gagasan penting dalam lingkup pengembangan masyarakat sampai sejauh
43 Universitas Sumatera Utara
pluralisme tersebut dapat melegitimasi dan mendorong keanekaragaman (Tesoriero & Ife, 2008: 264). •
Sosialisme Demokratis
Sejak awal kemunculannya, orientasi utama sosialisme adalah pada aspek ekonomi dari kehidupan sosial manusia.dalam perkembangan lebih lanjut, muncul pemikiran bahwa untuk mengatasi eksploitasi manusia atas manusia harus juga memberi perhatian lebih besar kepada aspek politik. Sosialisme sebagai kekuatan politik yang berkembang dalam masyarakat-masyarakat yang sudah mengalami industrialisasi yang luas disebut sosialisme demokratis (Nur Indro, 2009: 110). Suatu justifikasi ideologis yang lebih kuat datang dari arus pemikiran sosialis demokratis, yang menekankan partisipasi dan pembangunan bottom-up dari alternatif-alternatif sosialis. Hal ini berlawanan dengan posisi stalinis, yang menekankan pemaksaan suatu ekonomi sosialis dari atas dan mendorong perencanaan dan regulasi terpusat. Suatu arah yang lebih menguntungkan bagi sosialis demokratis adalah masuk ke perjuangan politik yang lebih bersifat lokal. Pada tingkat lokal, potensi untuk kontrol yang lebih demokratis lebih besar dan pengaruh modal transnasional kurang merusak. Modal transnasional dapat menahan pemerintahan untuk tebusan, dan dapat menuntut mereka untuk mengikuti kebijakan-kebijakan tertentu, ia memiliki pengaruh langsung yang lebih sedikit pada interaksi-interaksi lokal, bentuknya berupa kebiatan-kegiatan sosial, pilihan-pilihan ekonomis individu dan rumah tangga, politik masyarakat, dan seterusnya (Tesoriero & Ife, 2008: 265).
44 Universitas Sumatera Utara
Soetan Sjahrir sebagai tokoh sosialisme demokrasi yang ada di Indonesia menjelaskan bahwa sosialisme demokrasi atau sosialisme kerakyatan (Asia) menekankan perjuangan untuk mewujudakan kondisi kehidupan yang menjunjung tinggi derajat manusia, menghormati hak-hak kemanusiaan dan membentuk kesadaran sosial. Dengan kehidupan demokrasi yang bersemangantkan kerakyatan, maka penindasan dan penguasaan terhadap kemanusiaan akan hilang tidak akan terwujud (Nur Indro, 2009: 90). Pengembangan struktur-struktur berbasis masyarakat yang kuat mewakili suatu konteks yang lebih mirip bagi pencapaian suatu masyarakat sosialis demokratis dibandingkan pendekatan parlementer (Shannon, 1991). Hal tersebut menyediakan kemungkinan kepemilikan secara sosial ataupun komunal atas alatalat produksi, walaupun ini membutuhkan produksi yang lebih berbasis lokal. Maka dari iru, desentralisasi dan lokalisasi ekonomi, struktur politik dan layanan kemanusiaan mewakili suatu arah yang menjanjikan bagi kaum sosialis demokratis. Kapitalisme dapat dilihat sebagai yang lebih mudah dikalahkan pada tingkat lokal dibandingkan pada tingkat nasional atau tingkat transnasional, dan dari suatu perspektif bottom-up ketimbang suatu pendekatan top-down konvensional, alternatif-alternatif sosialis lebih mungkin berkembang (Tesoriero & Ife, 2008: 266). •
Anarkhisme
Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial). Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki, atau dengan kata lain ketiadaan aturan-aturan, merupakan sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial 45 Universitas Sumatera Utara
dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Atau, dalam tulisan Bakunin yang terkenal ialah kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan, dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan (id.wikipedia.org : 27/10/2012 pukul 20.39 WIB) Disisi lain, pandangan populer tentang anarkhisme sering sekali disamakan dengan tidak adanya tanggung jawab, suatu kehancuran hubungan sosial, atau bahkan terorisme, dan menolak untuk sejalan dengan pendirian suatu filosofi politik yang terhormat dan sah, dalam kenyataannya tulisan anarkhis sangat jauh dari stereotip (Ward, 1988; woodcock, 1977; Marshall, 1992; Carter, 1999). Walaupun pemikiran anarkhis juga mungkin tidak dilihat sebagai telah menguasai suatu posisi arus utama dalam pemikiran radikal abad XX, akan tetapi anarkhisme mempunyai suatu sejarah panjang sebagai basis bagi oposisi terhadap orde mapan (marshall, 1992). Dikarenakan teori anarkhis memiliki tradisi intelektual yang solid, dan sepenuhnya konsisten dengan perspektif keadilan sosial dan hak azasi manusia (Tesoriero & Ife, 2008: 266). Dengan resiko penyederhanaan yang berlebihan, suatu posisi anarkhis menentang hirarkhi, otoritas, dan intervensi negara dalam kehidupan rakyat. Anarkhis bertahan bahwa dalam keadaan bebas dari dominasi yang demikan, manusia akan cenderung berkooperasi secara sukarela dengan sesamanya,sebagai kebalikan dari pandangan konvensional yang melihat otoritas dan dominasi sebagai diperlukan untuk mempertahankan kontrol (Kropotkin, 1972). Jadi, keabsenan relatif dari hirarkhi dan control terpusat dilihat sebagai suatu prakondisi bagi
46 Universitas Sumatera Utara
terbentuknya suatu kontrak sosial yang efektif (Ward, 1977) dan bagi manusia untuk mampu menjalani hidup yang lebih memuaskan dan lengkap. Pandangan ini menjungkirbalikkan banyak dari kaerifan tentang disukainya struktur-struktur terpusat yang terencana dan terkordinasi (negara/swasta) dan pembuatan kebijakan terpusat (Tesoriero & Ife, 2008: 267). Anarkhisme memeberikan suatu basis alamiah untuk mendukung penegmbangan masyarakat akar rumput, karena anarkhisme dengan tegas mununjuk kepada kesukaan akan otonomi lokal, desentralisasi dan pembangunan yang dimulai pada tingkat akar rumput. Meskipun demikan, anarkhisme tetap merupakan posisi radikal, karena ia menantang dengan cara mendasar, beberapa asumsi yang paling dianggap biasa tentang politik, dan ia dengan kuat mengkritik gagasan kekuasaan, kontrol politik, dan birokratis (Tesoriero & Ife, 2008: 268). Oleh karena itu, anarkhisme adalah landasan ideologi yang penting bagi pengembangan masyarakat. •
Post-kolonialisme
Post-kolonialisme mengacu pada badan pemikiran yang berupaya bergerak lebih jauh dari penindasan kolonialis, untuk menemukan suara bagi mereka yang telah dibungkam oleh penindasan tersebut, dan menentang pada pelanggaran struktur-struktur dan wacana kolonialisme. Kolonialisme dikaitkan dengan sikapsikap dari bangsa-bangsa penjajah, yang menduduki tanah bangsa-bangsa lain dan menjadikan bangsa yang dijajah sebagai sasaran dominasi untuk kepentingan perluasan wilayah, keuntungan keuangan, dan keduanya. Tetapi terdapat suatu bentuk penjajahan yang lebih luas yang terjadi dalam dunia kontemporer. Penjajahan tersebut berbentuk kekuatan modal global, dan kultur global yang 47 Universitas Sumatera Utara
diciptakannya, hingga memaksakan penjajahan ekonomi dan kultural pada banyak masyarakat diseluruh dunia. Pemikiran post-kolonial adalah emansipatoris. Ia berupaya untuk mengakui kegagalan kolonialisme, untuk mengesahkan suara-suara mereka yang terjajah dan untuk mengenali dan untuk membalik pola-pola dominasi kolonialis. Pemikiran post-kolonial dalam studi-studi kebudayaan telah berfungsi untuk membantah bahwa bangsa itu tidak sekedar penerima pasif dari kekuatan-kekuatan yang sangat kuat yang membentuk mereka menjadi boneka, konsumen, atau subjek kapitalisme. Hal ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mentransformasi identitas dan perasaan kekuatan dari kaum terjajah. Lebih lanjut, ketika protes dari kelompokkelompok yang beragam dihubungkan, sekutu-sekutu baru menjadi mungkin dan gerakan-gerakan sosial dapat terbentuk. Teori post-kolonialisme memperjuangkan narasi kecil, menggalang kekuatan dari bawah sekaligus belajar dari masa lampau untuk menuju masa depan. Teori post-kolonialisme juga membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk fisik, melainkan psikologis. Tidak kalah pentingnya juga bahwa teori postkolonialisme bukan semata-mata teori, melainkan suatu kesadaran itu sendiri (arsa90gmail.blogspot.com : 27/10/2012 pukul 20.41 WIB). Oleh karena itu, post-kolonialisme berpotensi menjadi sebuah perspektif yang sangat penting untuk memahami pengembangan masyarakat sebagai suatu praktik emansipatoris dalam pengorganisasian masyarakat dan untuk menegaskan suatu perspektif ‘perubahan dari bawah’ yang berupaya mengesahakan suara-suara lain dan untuk meberikan kesempatan untuk kaum terjajah untuk menegaskan
48 Universitas Sumatera Utara
realitas mereka sendiri ketimbang didiktekan oleh sang penjajah (Tesoriero & Ife, 2008: 272). •
Post-Modernisme
Dengan berkembangnya kesadaran mengenai sisi suram modernitas dan dengan meningkatnya kritik terhadap sifat anti-kemanusiaan yang ditimbulkannya. Maka muncullah pandangan bahwa jalan yang dilalui masyarakat modern harus dirubah secara radikal. Ada sejumlah pakar yang menyerukan untuk membangun kembali kehidupan komunitas, pemakaian kembali ikatan sosial primordial, menghidupkan kembali kelompok dan hubungan primer. Ada juga seruan untuk menyelamatkan dan memulihkan lingkungan alam dan memerangi pencemaran, kerusakan ekologi, dan eksploitasi sumber daya alam tanpa memikirkan dampak buruknya. Gagasan-gagasan tersebut menyediakan landasan untuk memicu gerakan sosial yang kuat. Habermas menjelaskan suatu keyakinan bahwa kesenangan baru ditakdirkan akan muncul dalam sejarah manusia setelah periode modern. Inilah pandangan yang menganggap bahwa transformasi sosial tidak dapat dibalikkan tetapi akan tetap bergerak menuju tipe masyarakat berkualitas baru yang lahir dari abu modernitas. Seperti apa wujudnya, masih belum jelas tetapi sudah dipersiapkan namanya, yaitu post-modern (Piotr Sztompka, 2004: 96). Post-modernisme menekankan konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi realitas majemuk dalam suatu dunia yang dicirikan oleh fragmentasi dan keanekaragaman. Relevansi post-modernisme bagi perspektif bottom-up ialah bahwa ia memberikan suatu argument yang kuat untuk mempertanyakan praktik top-down, yang pada hakikatnya modernis, dan penghargaan post-modernise yang menghargai
keanekaragaman
dan
perbedaan
memungkinkan
pengalaman
49 Universitas Sumatera Utara
masyarakat untuk disahkan dan untuk memunculkan dan melegitimasi suara-suara alternatif. Post-modernisme memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada pengembangan masyarakat, dan memang pengembangan masyarakat dapat dilihat sebagai
suatu
proses
memberi
kesempatan
kepada
masyarakat
untuk
mengkonstruksi realitas mereka pada tingkat masyarakat dan terlibat dalam pembangunan bottom-up (Tesoriero & Ife, 2008: 277). •
Feminisme
Feminisme adalah perspektif penting lainnya mengenai pengembangan masyarakat untuk mentransformasikan perubahan dari bawah. Harcourt (1994) menjelaskan bahwa pendekatan top-down, rasional dan manajerial merupakan cirri sifat patriarkhal, dan dari suatu sudut pandang feminis ia melanggengkan strukturstruktur dan wacana-wacana dominasi dan penindasan. Secara perspektif keadilan sosial dan HAM dimana para penulis feminis telah menekankan betapa pentingnya gender sebagai suatu dimensi yang mendasar dari penindasan, dan telah memperlihatkan bahwa pencapaian keadilan sosial dan HAM akan tetap merupakan mimpi yang mustahil kecuali jika isu gender ditangani secara cukup sebagai bagian dari setiap proses perubahan (Tesoriero & Ife, 2008: 280). Pentingnya
feminisme
adalah
pada
karakterisasi
struktur-struktur
manajerial yang top-down sebagai patriarkhal, dan dengan demikian pada identifikasinya yang dekat dengan suatu perspektif bottom-up atau perubahan dari bawah.
Feminisme
post-modernisme
memperkuat
argument
ini,
dengan
menekankan validasi suara-suara kaum terpinggirkan dan mengaitkan ini kepada konstruksi wacana-wacana kekuasaan alternatif. Ide post-modernisme ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara 50 Universitas Sumatera Utara
berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Dimana ide post-modernisme berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial (id.wikipedia.org : 27/10/2012 pukul 20.45 WIB). Hal-hal ini merupakan bentuk-bentuk feminisme yang berupaya mengubah struktur-struktur dan wacana-wacana dasar dari kekuasaan dan penindasan yang berlandaskan gender, dan berupaya merombak patriarkhi yang top-down sebagai landasan dari pengembangan masyarakat dengan perubahan dari bawah dalam emansipasi gender. 2.3.Petani Petani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam. Kehidupan petani identik dengan kehidupan pedesaan. Amri Marzali membedakannya menjadi peladang atau pekebun, peisan (dari bahasa Inggris Peasant), dan petani pengusaha atau farmer. Sebagian besar petani yang ada di Indonesia merupakan peisan atau petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan pertanian yang mereka miliki. Petani peladang atau pekebun menurut Dobby (1954), merupakan tahap yang istimewa dalam evolusi dari berburu dan meramu sampai pada bercocok tanam yang menetap. Keistimewaan itu kelihatannya terdiri dari ciri-ciri hampa seperti tidak adanya hubungan dengan usaha pedesaan dan sangat sedikitnya produksi yang mempunyai arti penting bagi perdagangan. Gourou (1956), secara garis besar menguraikan empat ciri perladangan: (1) dijalankan di tanah tropis yang kurang subur; (2) berupa teknik pertanian yang elementer tanpa menggunakan alatalat kecuali kampak; (3) kepadatan penduduk rendah; dan (4) menyangkut tingkat konsumsi yang rendah. Pelzer (1957), menyatakan bahwa petani peladang ini ciri-
51 Universitas Sumatera Utara
cirinya juga ditandai dengan tidak adanya pembajakan, sedikitnya masukan tenaga kerja dibandingkan dengan cara bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga hewan ataupun pemupukan, dan tidak adanya konsep pemilikan tanah pribadi. Konsep mengenai peasant atau petani kecil sekurang-kurangnya mengacu pada tiga pengertian yang berbeda. Konsep pertama mengacu pada pandangan Gillian Hart (1986), Robert Hefner (1990), dan Paul Alexander dkk (1991), yang menyatakan bahwa istilah peasant ditujukan kepada semua penduduk pedesaan secara umum, tidak peduli apapun pekerjaan mereka. Konsep kedua mengacu pada pandangan James C. Scott (1976) dan Wan Hashim (1984), yang menyatakan bahwa peasant tidak mencakup seluruh pedesaan, tetapi hanya terbatas kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Konsep ketiga atau terakhir mengacu pada pandangan Eric Wolf yang kemudian diikuti oleh Frank Ellis (1988), yang menyatakan bahwa peasant ditujukan untuk menunjukkan golongan yang lebih terbatas lagi, yaitu hanya kepada petani yang memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan tersebut untuk mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidupnya, bukan untuk dijual, atau yang di Indonesia biasa disebut sebagai petani pemilik penggarap (Witrianto, S.S., M.Hum., M.Si witrianto.blogdetik.com : 27/10/2012 pukul 20.48 WIB). Konsep mengenai farmer atau petani kaya adalah petani-petani kaya yang lebih mempunyai kecenderungan untuk menanamkan kembali modalnya didalam kegiatan usaha tani (capital oriented). Mereka lebih mempunyai bentuk-bentuk lembaga ekonomi yang lebih modern seperti bank koperasi desa, BUUD, dan lainlain. Selanjutnya oleh karena adanya kemampuan ekonomi yang lebih besar terjadi
52 Universitas Sumatera Utara
kecenderungan menumpuknya tanah kepada mereka dengan beli ataupun sewa (Sediono & Gunawan Wiradi, 2008: 323). Peasant atau yang biasa juga disebut sebagai petani kecil, merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Ciri-ciri petani yang tergolong sebagai peasant adalah sebagai mengusahakan pertanian dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah, bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten, kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dab pelayanan lainnya (Soekartawi, 1986: 1). Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil ialah terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia mengusahakan pertanian. Pada umumnya mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencarpencar
dalam
beberapa
petak.
Mereka
mempunyai
tingkat
pendidikan,
pengetahuan, dan kesehatan yang sangat rendah. Mereka sering terjerat oleh hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Walaupun petanipetani kecil mempunyai ciri yang sama, yaitu memiliki sumberdaya yang terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara bekerjanya tidak sama. Cara bertani para peternak di Afrika, peladang yang berpindah-pindah di daerah tropis, dan petani kecil penghasil padi di Asia berbeda-beda. Demikian pula kebudayaan mereka berbeda, baik antara negara dengan negara lain maupun antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam satu negara. Oleh karena itu, petani kecil tidak dapat dipandang sebagai kelompok yang serba sama, walaupun mereka berada di suatu wilayah kecil (witrianto.blogdetik.com : 27/10/2012 pukul 20.55 WIB).
53 Universitas Sumatera Utara
Karl Marx punya pandangan mengenai kondisi sistem kepemilikan tanah oleh petani, yakni Suatu pemilikan tanah oleh petani secara bebas adalah tingkat transisi yang digerogoti oleh sewa diferensial dikalangan petani, yang dilakukan oleh kompetisi pertanian kapitalis besar atau oleh perusahaan industri pedesaan dan atau oleh pengambilalihan (perampokan) dari tanah bersama dan sebagainya. Keadaan itu mempercepat pemiskinan penduduk pedesaan dan terjadilah keterbelakangan kebudayaan dan inefisiensi. Marx menyatakan bahwa akan tercipta suatu klas barbarian yang berada diluar masyarakat (Brewer, 1999: 274). Maka apa yang dimaksud Marx ialah bahwa dampak liberalisasi pertanian yang khususnya mengenai pemilikan tanah sebagai alat produksi pertanian hanya akan menimbulkan persaingan dan akan ada yang menang dan kalah dalam persaingan tersebut atas dasar kekuatan kapital. Dalam teori tindakan moral, sebuah karyanya Scott, The Moral Economy of the Peasant, digambarkan bahwa kehidupan petani (peasant) adalah masyarakat yang harmoni dan stabil. Komunitas petani ini adalah suatu kelompok sosial yang memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan keterikatan antar individunya. Mereka ini adalah masyarakat yang ” mendahulukan selamat ” dimana akan membantu mempersatukan satu struktur preferensi-preferensi yang riil (Scott, 1981 : 53). Suatu pilihan tindakan penolakan yang dikembangkan lagi oleh James Scott (1983) dalam bukunya “ Weapons of The Weak ; Everyday Forms of Peasant Resistance. Resistensi adalah semua tindakan dari anggota masyarakat kelas bawah dengan maksud untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Para petani melakukan resistensi atau melakukan perlawanan mempertahankan diri karaena terpaksa untuk mempertahankan hidup. Perjuangan yang dilakukan para petani ini
54 Universitas Sumatera Utara
merupakan perjuangan yang biasa biasa namun dilakukan terus menerus. Hal yang menarik dari konsep Scott ini adalah resistensi hanya bersifat individual atau tidak bersifat kolektif. Ada 3 (tiga) kategori resistensi yaitu bisa dilakukan. Pertama, bersifat individual, spontan dan tidak terorganisasi. Kedua, tujuan resistensi agar ada reaksi dari pihak yang dilawan. Ketiga, resistensi ini bersifat ideologis atau mengarah pada resistensi simbolis, berbeda dengan perjuangan yang bersifat frontal. (twentynov.blogspot.com : 27/10/2012 pukul 21.20 WIB). 2.4.Sosial Ekonomi Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubunganhubungan antar komunitas teratur. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga". Sementara yang dimaksud dengan 55 Universitas Sumatera Utara
ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang memengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain ialah faktor ekonomi, lingkungan sosial budaya, fisik, pendidikan, dan moral (id.wikipedia.org : 27/10/2012 pukul 21.38 WIB). Pengertian kondisi sosial ekononomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status. Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingklat ekonomi sepertik pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi. Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Abraham Maslow mengungkapkan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan dihargai dan kebutuhan mengaktualisasikan diri (www.psychologymania.com : 27/10/2012 pukul 21.52 WIB). Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah, manusia terus mencari jawaban bagaimana sumberdaya di bumi ini yang dapat
56 Universitas Sumatera Utara
dipergunakan dan dibagikan dengan baik. Tambahan pula, masyarakat memerlukan suatu sistem pemerintahan yang dapat memenuhi semua kebutuhan anggotannya. Jawaban masyarakat atas keperluan itu menggambarkan nilai-nilai sosial ekonomi yang diikuti masyarakat pada realitasnya. Berkaitan dengan permasalahan sosial ekonomi petani, Marx berpandangan bahwa dalam ekonomi perbudakan, atau disuatu sistem dimana pemilik perkebunan mengatur produksi dan membayar pekerja, keseluruhan produk lebih masuk pada pemilik, tanpa pembagian laba dan sewa. Dalam konteks kapitalis, surplus dapat dikatakan laba. Sedang di masyarakat-masyarakat sebeumnya, ia dianggap sebagai sewa. Namun apapun yang dipakai, ia tidak berbeda. Secara alternatif, petani memiliki tanah sendiri tanpa wajib membayar sewa seperti di zaman purba sesudah surutnya feodalisme. Ketika kapitalisme masih terbelakang, harga-harga pasar tidak akan dikontrol oleh harga produksi, sehingga unsur yang bermain terhadap sewa dan laba untuk petani dapat saja tinggi atau rendah. Tentunya ada ekuivalensi dari sewa-diferensial. Petani dengan tanah bagus dengan sendirinya lebih baik hasilnya dari tanah yang gersang (Brewer, 1999: 273). Dalam hal bentuk-bentuk hubungan ekonomi yang dialektis, Marx telah meggambarkan bentuk hukum ekonomi pokok pada sistem ekonomi dalam setiap periode masyarakat yang secara nyata dari bentuk-bentuk penghisapan yang dilakukan kelas penguasa dalam menghisap dan menindas kelas yang dikuasainya, sampai adanya bentuk perlawanan dari rakyat terhadap kelas penghisap. Adapun hubungan produksi dalam setiap periode masyarakat yang dimaksud ialah masyarakat primitif, masyarakat perbudakan, masyarakat feudal, masyarakat kapitalis, masyarakat sosialis. 57 Universitas Sumatera Utara
2.5.Kesejahteraan Sosial Banyak pengertian kesejateraan sosial yang dirumuskan, baik oleh para pakar pekerjaan sosial maupun PBB dan badan-badan dibawahnya diantaranya: (Adi Fahrudin, 2012: 9-10) 1.
Friedlander (1980)
Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayananpelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individuindividu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengemban kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya. 2.
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbale balik antara individu-individudengan lingkungan sosial mereka. 3.
Undang-undang No.11 Tahun 2009
Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Akan tetapi, pada UU ini tidak terdapat seperti pernyataan bahwa tetap menjunjung hak-hak asasi dan Pancasila dalam UU Nomor 6 Tahun 1974 mengenai kesejahteraan sosial yang telah digantikan UU No.11 Tahun 2009. Kesejahteraan sosial sebagai kegiatan pertolongan diyakini telah ada sejak masyarakat primitif sekalian dalam bentuk tolong-menolong untuk mengatasi 58 Universitas Sumatera Utara
maslah yang dihadapi anggotanya. Sedangkan pada saat ini, kesejahteraan sosial memiliki tujuan yaitu: (Adi Fahrudin, 2012: 10) 1. Kesejahteraan sosial untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya. 2. Kesejahteraan sosial untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat dilingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan. Dalam kesejahteraan sosial memiliki fungsi-fungsi yang antara lain ialah: (Adi Fahrudin, 2012: 12-13) 1.
Fungsi pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari maslah-maslah sosial baru. 2.
Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi). 3.
Fungsi Pengembangan (Development)
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung at aupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat. 59 Universitas Sumatera Utara
4.
Fungsi Penunjang (Supportive)
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain. Sebagai pekerja sosial yang merupakan stakeholder dalam kesejahteraan sosial, dan seperti apa juga yang disampaikan oleh the International Federation of Social Workers (IFSW) dimana profesi pekerjaan sosial ialah berfungsi untuk meningkatkan perubahan sosial, pemecahan masalah, dalam hubungan-hubungan manusia serta pemeberdayaan dan pembebasan orang untuk meningkatkan kesejahteraan, dimana prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan dasar bagi pekerja sosial (Adi Fahrudin, 2012: 62). Dalam hubungan antara pekerja sosial dengan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dimana Murray adalah seorang pekerja sosial yang berkecimpung sebagian besar hidupnya di lingkungan masyarakat dan dia dalam bukunya “CO Theory Principles and Practice”, berpendapat bahwa pekerja sosial yang ada di masyarakat biasanya adalah pekerja sosial yang bekerja di organisasiorganisasi kemasyarakatan dimana organisasi kemasyarakatan tersebut bertujuan memajukan/pengembangan kesejahteraan masyarakat dimana hal tersebut tidak terlepas dari lingkungan yang ada (Agus Suriadi, 2005: 7). 2.5.1.Usaha-Usaha Kesejahteraan Sosial Dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2009 dinyatakan usaha kesejahteraan sosial itu merupakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yaitu upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
60 Universitas Sumatera Utara
setiap warga negara,
yeng meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Cassidy seperti dikutip oleh Friedlander (1980) mengatakan bahwa usaha kesejateraan sosial merupakan sebagai kegiatan-kegiatan terorganisasi yang terutama dan secara langsung berhubungan dengan pemeliharaan, perlindungan, dan penyempurnaan sumber-sumber manusia. Siporin (1974) juga menjelaskan dalam usaha kesejahteraan sosial, pekerjaan sosial memegang peranan sentral yaitu sebagai “metha-institution”. Hal ini berarti bahwa dalam usaha kesejahteraan sosial, baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, maka profesi pekerjaan sosial merupakan profesi utama di dalamnya (Adi Fahrudin, 2012: 14-15). Dalam komponen-komponen kesejahteraan sosial, diantaranya secara organisasi formal, dimana usaha kesejahteraan sosial terorganisasi secara formal dan dilaksanakan oleh organisasi/ badan sosial yang formal pula. Kegiatan yang dilaksanakan memperoleh pengakuan masyarakat karena memberikan pelayanan secara teratur, dan pelayanan yang diberikan merupakan fungsi utamanya. Selain itu juga secara peran-serta masyarakat, dimana usaha kesejahteraan sosial harus melibatkan peranserta masyarakat agar dapat berhasil dan member manfaat kepada masyarakat (Adi Fahrudin, 2012: 16-17). Dalam usaha kesejahteraan sosial terdapat beberapa metode dalam mengetasi masalah kesejahteraan sosial yaitu: (zulfikarmapeksos10.blogspot.com : 27/10/2012 pukul 22.46 WIB) 1.
Metode bimbingan sosial atau terapi individu (sosial case work)
61 Universitas Sumatera Utara
Metode bimbingan sosial individu yang ditujukan kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial bersifat individual yang dilakukan secara tatap muka antara peksos dan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengungkapkan dan menggali permasalahan yang bersifat mendasar yang dapat menganggu terhambatnya proses pelayanan. Pada metode ini, pekeja sosial dituntut untuk dapat mendorong penyandang masalah kesejahteraan sosial uspaya mengungkapkan masalahnya baik yang bersifat individu, keluarga maupun masalah lainnya. Selanjutnya dalam metode ini peksos juga dituntut untuk dapat memfasilitasi para penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam mencarikan alternatif atau solusi pemecahan masalah yang dihadapi oleh penyandang masalah kesejahteraan sosial. 2.
Bimbingan sosial atau terapi kelompok (social groub work)
Metode dalam peksos dengan menggunakan kelompok sebagai media terapi bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial, dengan media ini penyandang masalah kesejahteraan sosial akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat dari adanya interaksi antara pekerja sosial dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Dalam metode ini pekerja sosial menciptakan berbagai kelompok dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pada proses kegiatan kelompok ini diharapkan peksos mampu memberikan penguatan terhadap sikap dan perilaku penyandang masalah kesejahteraan sosial secara positif untuk upaya memecahkan masalah. 3.
Bimbingan sosial komunitas (community development)
62 Universitas Sumatera Utara
Bimbingan sosial komunitas mengunakan metode kehidupan dan interaksi komunitas yang menjadi lingkungan sosial para penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam proses pelayanan. Pelaksanaa metode ini menekankan peran peksos untuk dapat menyiapkan lingkungan masyarakat yang kondusif agar dapat menerima kehadiran dan permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Selain menyiapkan komunitas/masyarakat dalam menerima penyandang masalah kesejahteraan sosial, pekerja sosial di tuntut menyiapkan juga penyandang masalah kesejahteraan sosial untuk bisa hidup dan diterima dalam komunitasnya. Pada metode bimbingsn ini menekankan pentingnya partisipasi seluruh komponen masyarakat melalui tokoh kunci masyarakat dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh penyandang masalah kesejahteraan sosial. 4.
Aksi sosial (social action)
Metode ini diartikan sebagai tindakan dalam suatu pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi permasalahan. Selain itu metode ini bisa juga diartikan tindakan atau kegiatan sekelompok individu dalam mempengaruhi kebijakan yang dilakukan pemerintah. Dalam
metode
ini
diperlukan
pendekatan-pendekatan
persuasif
dalam
melaksanakan atau melakukan tindakan aksi yang diperlukan. 5.
Penilitian sosial (sosial research)
Penilitian sosial adalah suatu metode dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial
guna
untuk
menemukan,
menggali
dan
mengkaji
permasalahan-
permasalahan dibidang kesejahteraan sosial. Pengkajian tersebut dilakukan sebagai
63 Universitas Sumatera Utara
kebutuhan untuk menjawab dan mencari alternatif pemecahan masalah terhadap permasalahan yang terjadi. 6.
Administrasi sosial (social adminintration)
Administrasi sasial adalah metode dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial untuk melakukan perumusan, pengorganisasian, dan evaluasi terhadap program dan kegiatan dalam pelayanan usaha kesejahteraan sosial. 2.6.
Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian dari hasil pertanian. Petani sangat bergantung pada lahan tanah sebagai alat produksi utama petani, tetapi kondisinya dimana rata-rata kepemilikan lahan oleh petani yaitu relatif sempit bahklan hanya menjadi buruh tani, yang mengakibatkan sistem produksi yang beroperasi tidak akan ekonomis. Hal tersebut disebabkan dari beberapa determisani yang diantaranya perampasan tanah secara paksa maupun secara neoliberalisasi ekonomi pada sistem kapitalisme yang diperaktekkan di Indonesia.
kondisi tersebut harus dihentikkan dengan
mengenalkan tatanan kelembagaan yang dapat mengkonsolidasikan para petani dalam suatu lembaga komunitas atau organisasi. Karena kelembagaan adalah wadah , mekanisme yang mengorganisasikan dan mengatur pengelolaan sumber daya agar memberi manfaat seperti yang dikehendaki. Suatu organisasi massa/sosial juga harus melakukan pengembangan terhadap anggota (kader) termasuk dalam hal sosial ekonomi mereka. Termasuk petani yang pada kondisinya dalam suatu ketidakadilan secara sosial ekonomi yang merupakan sebagai hak azasi petani itu sendiri, baik itu dari pendidikan petani
64 Universitas Sumatera Utara
sebagai kaderisasi hingga pengembangan untuk penyelesaian permasalahan petani dalam sistem produksi dari pertanian yang dimiliki petani. Serikat Petani Indonesia (SPI) melaksanakan pola pengorganisasian untuk kelompok-kelompok tani yang terkena imbas dari ketidakadilan dari sebuah sistem yang ada khususnya di daerah-daerah yang menjadi tanggungjawabnya secara organisatoris. Selain itu mampu memberikan kesadaran petani untuk melakukan perjuangan secara kolektif, melakukan kaderisasi dan melakukan pengembangan kondisi sosial ekonomi petani. Sehingga dengan suatu metode organisasi yang dipakai mampu mewujudkan semangat perjuangan tani untuk menuju tatanan sosial petani yang lebih ideal bagi petani, yang diantaranya berupa kedaulatan petani, hak azasi petani, atanan agrarian yang adil dan beradab, kehidupan ekonomi petani yang mandiri, adil, dan sejahtera.
65 Universitas Sumatera Utara
Bagan Kerangka Pemikiran Petani
Serikat Petani Indonesia (SPI)
Community Organizing and Community Development
Kesejahteraan sosial ekonomi petani
Hasil yang diharapkan •
Kedaulatan petani
•
Hak azasi petani
•
Tatanan agraria yang adil dan beradab
•
Peningkatan produksi tani
•
Kehidupan ekonomi petani yang mandiri, adil, dan sejahtera.
66 Universitas Sumatera Utara
2.7.
Penelitian/Karya Ilmiah Terdahulu
Adapun yang menjadi penelitian/karya ilmiah terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, ialah: a. Yudhistira, Dika. (2011) Skripsi: Gerakan Sosial kaum Tani (Studi Kasus Pengorganisasian Tani di Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara). Metode penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. b. Amirullah. (2011) Skripsi: Pengaruh partisipasi anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis terhadap sosial ekonomi keluarga petani di kelurahan rengas pulau kecamatan medan marelan kota medan. Metode penelitian eksplanatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. 2.8.
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti benar melalui data yang dikumpulkan. Hipotesis selalu disajikan dalam bentuk statement yang menghubungkan secara ekspilsit maupun implisit satu variable dengan satu atau lebih variable lainnya. Hipotesa yang baik harus memenuhi dua kriteria. Pertama, hipotesa harus menggambarkan hubungan antara variable-variabel. Kedua, hipotesa harus memberikan petunjuk bagaimana pengujian hubungan tersebut. Ini berarti bahwa variabel-variabel yang dicantumkan dalam hipotesa harus dapat diukur dan besar serta arah hubungan antara variabelvariabel tersebut harus jelas (Singarimbun & Effendi, 1985: 22). Hipotesis itu bisa ditolak (H-) dan juga bisa diterima (H+), dan bias juga tidak dipengaruhi sama sekali terhadap penelitian yang dilakukan (Hо) (Nawawi, 1998: 43). Hipotesis
67 Universitas Sumatera Utara
dalam penelitian kuantitatif dalam berupa hipotesis satu variabel dan hipotesis dua atau lebih variabel yang dikenal sebagai hipotesis kausal (Prasetyo & Jannah, 2005: 76). Adapun hipotesa penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: H+ :
Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Hо:
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pengorganisasian
dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. 2.9.
Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.9.1. Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini, maka disusunlah defenisi konsep sebagai berikut: 1. Pengaruh adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu keadaan atau kondisi, dalam hal ini dilihat bagaimana pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) terhadap
68 Universitas Sumatera Utara
kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. 2. Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses dari usaha dan praktek (membantu) dalam hubungan-hubungan pada individu-individu atau kelompok-kelompok yang dikembangkan untuk mencapai suatu kesatuan tujuan dan tindakan atau gerakan. 3. Pengembangan masyarakat adalah suatu usaha dan proses perubahan secara sadar dengan pembangunan dan menstimulir aktivitas serta partisipasi
aktif
masyarakat
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat. 4. Sosial ekonomi adalah suatu kombinasi atas pekerjaan, pendidikan, hubungan produksi, dan pendapatan yang saling berkaitan satu sama lain. 5. Petani adalah seseorang yang melakukan pengelolaan tanah sebagai alat produksi dengan bercocok tanam agar memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk pemenuhan kebutuhan sendiri ataupun sebagai mata pencaharian. 6. Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah sebuah organisasi massa petani di Indonesia. Organisasi ini merupakan wadah perjuangan para petani kecil dan buruh tani yang semakin termarjinalkan dari pembangunan. Fokus perjuangannya adalah pembaruan agraria, hak asasi petani, kedaulatan pangan, pertanian berkelanjutan, dan melawan neoliberalisme.
69 Universitas Sumatera Utara
2.9.2. Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah penjabaran lebih lanjut tentang konsep, dan keterkaitan konsep yamg telah diterangkan. Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variable diukur, dengan membaca defenisi operasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti akan tahu bagaimana suatu variable sehingga dapat mengetahui baik-buruknya pengukuran tersebut (Singarimbun, 1989: 49). Dalam penelitian ini yang menjadi defenisi operasional adalah sebagai berikut: A. Variabel bebas atau disebut juga X adalah segala gejala, factor, atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variable kedua. Tanpa variable ini maka variable berubah sehingga akan muncul (Nawawi, 1998:57). Dalam penelitian ini, yang menjadi variable X adalah pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI), yang menjadi suatu proses dan usaha yang dilakukan berasaskan pancasila untuk mencapai tujuan organisasi secara Sosial-Ekonomi, SosialPolitik, dan Sosial-Budaya dengan kegiatan-kegiatan terorganisir yang menjadi bagian dari gerakan SPI. B. Variabel terikat atau disebut juga Y adalah sejumlah gejala atau factor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan dengan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1998:57). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya adalah kondisi sosial ekonomi petani, sebelum dan sesudah bergabung bersama
70 Universitas Sumatera Utara
Serikat Petani Indonesia (SPI) di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Sosial Ekonomi petani tersebut meliputi: a. Pendidikan (formal, informal, maupun non formal) merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. b. Sistem produksi merupakan suatu gabungan dari beberapa unit atau elemen
yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk
melaksanakan proses produksi. Beberapa elemen tersebut antara lain adalah alat produksi, sistem produksi, dan hasil produksi. Bagi petani sendiri yang menjadi alat produksi absolute ialah lahan tanah. c. Penghasilan, yang dalam hal ini tingkat penghasilan bagi petani yang diukur berdasarkan pendapatan dari hasil proses pertanian.
71 Universitas Sumatera Utara