Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan dan Pengorganisasian Kelompok pada Pemulihan Pasca Bencana Berbasis Masyarakat Ahmad Riza Yunan Eka Putra Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Bencana menjadi isu utama yang dihadapi Indonesia, salah satu dampak yang diakibatkan bencana adalah hilangnya mata pencaharian masyarakat, oleh karena itu muncul upaya untuk mengatasi masalah hilangnya mata pencaharian tersebut, salah satunya yaitu Merapi Joint Programme yang menggunakan pendekatan berbasis masyarakat dimana korban bencana diharapkan berpartisipasi dalam program tersebut. Upaya peningkatan partisipasi masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan cara membentuk kelompok dan mengorganisir kelompok yang telah ada di masyarakat dalam implementasi program. Tujuan skripsi ini adalah untuk melihat bagaimana pembentukan dan pengorganisasian dalam proses kegiatan pemulihan mata pencaharian Merapi Joint Programme yang dilakukan FAO. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan menggunakan konsep community driven development, partisipasi, dan organisasi berbasis komunitas untuk menganalisa temuan penelitian. Pada penelitian ini, partisipasi anggota kelompok dalam pemulihan umumnya muncul dalam tahapan implementasi program, selain itu kelompok masyarakat yang telah ada sebelum bencana cenderung memiliki pengorganisasian yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang baru dibentuk setelah bencana terjadi. Kata Kunci
:Program, pembangunan berbasis komunitas, partisipasi, organisasi berbasis masyarakat
Community Participation in The Process of Formation and Organizing of Group on Community-Based Disaster Recovery Abstract Disaster becomes a major issue facing Indonesia, one of the impacts of disasters is loss of people's livelihood, therefore appears an effort to overcome that problem. one of them is Merapi Joint Programme that community-based approach where the victims are expected to participate in the program. The effort to increase community participation can be done by forming a group and organize existing groups in the community for implementation program. The purpose of this paper is to look how the formation and organizing of groups in the process of livelihood recovery activities in Merapi Joint Programme by FAO. This studi use qualitative approach trough in-depth interviews, and use concept of community driven development, participation, and community-based organizations to analyze research findings. In this study, participation of group member in the recovery process generally appear in implementation phase of program. Furthermore, community group that had existed before the disaster tend to have better organizing group compared to with newly group that formed after disaster.
Keywords : Program, Community Driven Development, Participation, Community Based Organization
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
1. Pendahuluan Berbagai bentuk implementasi pemulihan yang dilakukan pasca benacana saat ini dirasakan masih kurang sesuai dengan pendekatan berbasis komunitas yang mengharuskan peran serta masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi penting dalam pemulihan bencana dan pemberdayaan masyarakat pasca bencana.
Hal ini dikarenakan
proses
patisipasi menjadi penting
sebagai sarana meningkatkan proses pembangunan (G. Craig dan M. Mayo, 1995). Partisipasi masyarakat dalam pemulihan pasca bencana juga tidak
lepas dari pembentukan serta
pengorganisasian kelompok masyarakat dimana pendampingan dan pembinaan dalam mengembangkan usaha kelompok lebih penting bagi masyarakat untuk dapat menjadi bekal dan kekuatan masyarakat dalam menghadapi bencana (Kharisma danPrakoso, 2012). Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan dan pengorganisasian kelompok dalam program pemulihan. Contoh kasus yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu program pemulihan mata pencaharian Merapi Joint Programme yang dilaksanan
oleh FAO.
Pembahasan mengenai implementasi program dalam pemulihan pasca bencana masih belum banyak diteliti. Beberapa penelitian mengenai implementasi pemulihan pasca bencana yang dilakukan sebelumnya, salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan Putri Cep Alam, Herbasuki Nurcahyanto, dan Susi Sulandari (2013) hanya membahas dan menganalisa penerapan rehabilitasi dan rekonstruksi di seluruh sektor dalam bencana merapi di Kabupaten Klaten. Penelitian ini menjelaskan bahwa proses pemulihan pasca bencana dilakukan oleh berbagai pihak dan dalam implementasi tersebut diperlukan peran dari berbagai pihak agar dapat berjalan dengan baik. Kekurangan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan implementasi dari proses rehabilitasi dan rekonstruksi dari bencana Merapi. Penelitian yang dilakukan penulis ini difokuskan pada partisipasi masyarakat dalam pembentukan kelompok. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bevaola Kusumasari dan Quamrul Alam (2012) membahas pemulihan berbasis kearifan lokal yang dilakukan pasca gempa di Bantul, pemulihan ini menghasilkan strategi pembangunan yang terencana dan memuaskan karena masyarakat korban bencana mengurus secara mandiri pembangunan kembali rumah mereka yang hancur sehingga pemerintah bertindak sebagai pemberi bantuan sebagai pendukung pemulihan yang dilakukan
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
masyarakat. penelitian ini memberikan gambaran mengenai partisipasi masyarakat dalam kelompok dalam pembangunan kembali rumah masyarakat yang terkena bencana. Kekurangan dalam penelitian ini adalah tidak berfokus pada partisipasi masyarakat dan proses yang terjadi dalam pembentukan dan pengorganisasian kelompok yang ada dalam impelementasi program pemulihan. Padahal baik dalam pemulihan berbasis kearifan lokal dan pemulihan berbasis masyarakat partisipasi masyarakat menjadi salah satu aspek penting. Oleh karena itu penulis berusaha untuk mengisi kekurangan dari penelitian sebelumnya dengan membahas partisipasi masyarakat dalam pembentukan dan pengorganisasian kelompok pada pemulihan mata pencaharian berbasis masyarakat. 2. Kerangka Konsep Community Driven Development Community Driven Development
(CDD) merupakan pendekatan yang memberikan kontrol
terhadap pengambilan keputusan dan sumberdaya kepada kelompok di komunitas (World Bank: 2010), sedangkan menurut
International Fund for Agricultural Development
adalah cara dalam merancang dan
(IFAD), CDD
mengimplementasikan kebijakan dan proyek-proyek
pembangunan yang memfasilitasi akses ke aset modal manusia dan modal fisik bagi masyarakat miskin pedesaan dengan menciptakan kondisi: 1.) Mengubah agen pembangunan pedesaan dari perencanaan
top
down menjadi berorientasi klien. 2.) Memberdayakan masyarakat pedesaan
untuk mengambil inisiatif untuk pengambilan inisiatif untuk mereka sendiri dalam pembangunan sosial-ekonomi (membangun aset masyarakat). 3.) Memungkinkan organisasi di tingkat masyarakat, terutama
bagi masyarakat miskin pedesaan untuk dapat berperan dalam merancang
dan mengimplementasikan kebijakan dan program yang mempengaruhi mata pencaharian mereka. 4.) Meningkatkan pengaruh pembelanjaan publik pada ekonomi lokal di masyarakat. CDD merupakan
mekanisme efektif dalam mengurangi
kemiskinan, melengkapi pasar dan
kegiatan pemerintah dengan capaian hasil yang cepat dan kekal di tingkat akar rumput (Klugman, 2002). CDD berfokus pada mekanisme yang medukung pada Community Based Organization (CBO) muncul, beroperasi, dan tumbuh. Dari definisi tersebut CDD dapat dikatakan sebagai istilah yang mengacu pada mekanisme pada proyek atau program yang penerima manfaatnya secara aktif turut serta dalam mendesain dan melakukan manajemen pada proyek atau
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
program
tersebut, CDD memungkinkan merubah hubungan antara pelaksana program (pemerintah,LSM, Lembaga Donor) kepada penerima manfaat (masyarakat miskin dan masyarakat desa) yang awalnya cenderung kebijakan dalam proyek atau program diambil dengan mekanisme top-down
menjadi bottom-up
dengan cara menciptakan agen-agen yang menyuarakan
pendapat mereka dan memungkinkan masyarakat miskin atau desa untuk memiliki kontrol yang lebih besar dari bantuan yang akan diterima dari program atau proyek tersebut. Partisipasi Program yang mengacu pada Community Driven Development bergantung pada partisipasi masyarakat, keterlibatan aktif masyarakat muncul pada berbagai aspek kegiatan. Sedangkan menurut Brager, Speccht, dan Torczyner (1987), partisipasi didefinisikan sebagai sarana mendidik dan meningkatkan kompetensi masyarakat,
partisipasi menjadi alat untuk dapat
mempengaruhi keputusan yang berdampak pada kehidupan masyarakat tersebut (Hussein Abdi Ali, 2013, p. 9). Menurut beberapa ahli partisipasi yang dilakukan masyarakat dapat dibagai menjadi beberapa tingkatan seperti yang dikemukakan Cohen dan Uphoff (1977) partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam program dapat dibagi menjadi empat(Didi Prayitno, 2008, p : 53): 1.) Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. 2.) Partisipasi masyarakat dalam implementasi program. 3.) Partisipasi masyarakat dalam penerimaan manfaat. 4.)
Partisipasi
masyarakat dalam penilaian penilaian pembangunan. Sedangkan Sherry R Arnstein (1969) membagi tingkat partisipasi masyarakat ke dalam delapan tipologi yaitu: 1.
Manipulation
Merupakan tingkat partisipasi paling rendah bahkan menggambarkan tingkat dari non partisipasi yang telah diubah untuk menggantikan partisipasi yang sebenarnya. Dalam hal ini keanggotaan di masyarakat memang ada namun mereka tidak memiliki peran yang nyata
dalam partisipasi
tersebut.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
2.
Therapy
Partisipasi dalam tingkatan ini tidak memungkinkan masyarakat berpartisipasi baik dalam perencanaan dan pelaksanaan program, namun hanya masyarakat dijadikan hanya sebagai “pasien” dalam program tersebut. 3.
Informing
Partisipasi pada tingkat ini masyarakat diberikan informasi mengenai hak-hak mereka, di tingkat ini partisipasi masyarakat dalam memberikan pendapat memang diberikan dan didengar oleh para pelaksana program, namun masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk memast ikan bahwa aspirasi mereka akan mendapat perhatian dan dipertimbangkan oleh pelaksana program. 4.
Consultation
Merupakan partisipasi yang juga memungkinkan masyarakat memberi aspirasi untuk mempengaruhi program namun jika konsultasi tersebut tidak disertai dengan tindakan partisipatif lain, tingkat keberhasilan program akan menjadi rendah. 5.
Placation
Pada tingkatan ini masyarakat mempunyai pengaruh, meskipun ada sebagian ada kebijakan yang di tentukan oleh pelaksana program atau pemberi bantuan, beberapa anggota masyarakat yang memiliki pengaruh menjadi anggota dalam badan kerjasama sehingga mereka dapat menyampaikan aspirasi masyarakat, tetapi kedudukan yang relatif rendah karena jumlah mereka yang sedikit dalam badan kerjasama dibandingkan dengan anggota lain pelaksana
program
ataupun
pemerintah,
maka
aspirasi
masyarakat
yang berasal dari seringkali
tidak
diperhitungkan. 6.
Partnership
Pada tingkatan ini memungkinkan masyarakat untuk bernegosiasi dan terlibat dalam setiap tahapan program, hal ini dimungkinkan karena adanya pembagian tanggung jawab dan paritisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan, pemencahan masalah yang di hadapi.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
7.
Delegated Power
Pada tingkat ini masyarakat memperoleh wewenang dalam membuat keputusan dalam program, masyarakat menentukan program yang bermanfaat bagi mereka. 8.
Citizen Control
Partisipasi masyarakat pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuatan dalam mengatur program maupun kelembagaan yang terkait dengan kepentingan mereka. Community Based Organization Community Based
Organization (CBO) atau organisasi berbasis masyarakat adalah menurut
Crains, M. Harris, Hutchison (2006) istilah yang digunakan untuk merujuk pada organisasi seperti pemukiman, pusat aksi sosial, asosiasi masyarakat, pengembangan rasa saling percaya,balai
desa, dan masyarakat pertanian yang berkomitmen untuk bekerja di tingkat
lingkungan lokal (Lucie Kate Middlemiss, 2009, p.7). Menurut Marta Chechetto -Salles (2005) Community Based Organozation
adalah sebuah organisasi yang menyediakan layanan sosial di
level lokal. CBO merupakan organisasi non profit yang
bergantung pada kontribusi
sukarelawan sebagai tenaga kerja dan dukungan keuangan. Sedangkan menurut FAO (Carloni dan Crowley : 2005) Organisasi berbasis masyarakat (CBO) merupakan istilah umum yang diterapkan di semua organisasi yang dikendalikan oleh komunitas, secara umum menurut FAO, CBO dibagi ke dalam dua kategori, pertama, Lembaga, seperti Komite Pembangunan Desa (VDC) yang memiliki fungsi “Publik” di tingkat masyarakat dan dimaksudkan untuk mewakili kepentingan seluruh populasi penduduk. Kedua, Kelompok kepentingan umum (CIGs) yang memiliki fungsi “Privat” dan mewakili kepentingan pribadi anggota mereka saja.Pembentukan CBO menjadi penting karena mempengaruhi kegiatan operasional dan keberlansungan program oleh masyarakat. dalam tahapan pembentukan ini ada beberapa prasyarat yang penting dalam proses pembentukan tersebut yaitu (Baas dan Ali : 2005): 1.) Visi dan misi yang jelas yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat lokal. 2.) Pembangunan Paritisipatif yang tepat dari konstitusi dan hukum dari CBO. 3.) Kepemimpinan yang berkomitmen (orang-orang yang siap untuk menginvestasikan waktu dan energi mereka untuk kepentingan dan kebaikan kolektif). 4.) Jika pembentukan CBO diusulkan oleh pelaksana program yang berasal dari luar (eksternal), keputusan membangun CBO harus dilakukan sendiri oleh masyarakat setempat, dengan dibantu
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
oleh peran terbatas dari pelaksana program tersebut yaitu terbatas hanya pada konsultasi, peningkatakan kesadaran, dan dukungan teknis. 5.) Istilah CBO menekankan pada masyarakat, berimplikasi pada orang -orang dengan hubungan mereka sekaligus asosiasi mereka dengan lokasi, gagasan ini menekankan pada kedua dimensi yaitu sosial (orang-orang dan relasi mereka ) dan fisik (tempat
dan sumber daya). 6.) Dalam konteks perkotaan, formasi CBO didasarkan
pada zona geografis terkecil yang akan menjamin tingkat homogenitas sosial. 7.) Kegiatan CBO harus terpisah di kegiatan politik. Sedangkan pada konteks masyarakat pertanian, menurut FAO (Swanson, Bentz, dan Sofranko : 1997) terdapat langkah-langkah dalam membentuk CBO yang harus dilakukan oleh pelaksana program
sebelum
melaksanakan
CDD
yaitu:
1.)
Memahami
masyarakat
desa.
2.)
Mengidentifikasi potensi pemimpin di masyarakat. 3.) Berbicara dengan pemimpin yang diidentifikasi dan mencari kerjasama dari instansi lain. 4.) Membantu pemimpin lokal untuk melakukan
pertemuan
komunitas. 5.)
Mencalonkan
mengembangkan atau menetapkan organisasi petani atau
pemimpin
kelompok
inti
untuk
Farmer Organization(FO) (dalam
kasus CDD yaitu Community Based Organization). 6. Mengembangkan struktur organisasi 7.) Mengembangkan
manajemen kelompok melalui kegiatan pendidikan dan belajar. 8.)
Mempersiapkan aksi. 9.) Implementasi Proyek yang dipilih. 10.) Pemantauan dan Evaluasi. 3. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk memahami proses pembentukan dan pengorganisasian kelompok masyarakat dalam pendekatan berbasis masyarakat dan menejelaskan partisipasi masyarakat yang muncul dalam kegiatan pemulihan tersebut. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan cara Purposive yang merupakan teknik yang dilakukan peneliti dengan maksud agar informan yang dipilih memiliki informasi, data, ataupun pengetahuan yang sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Untuk memperoleh data tersebut peneliti melakukan wawancara kepada informan yang dianggap memiliki informasi, data, dan pengetahuan yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Jumlah informan utama dalam penelitian sebanyak lima belas orang, yang terdiri dari satu orang informan yang menjadi koordinator porgram pemulihan mata pencaharian yang berasal dari FAO, tiga orang informan yang berasal dari LSM Inprosula yang Menjadi rekan FAO dalam proses
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
Implementasi Program yang dilakukan di tiga lokasi berbeda. Pada lokasi pertama ditentukan empat orang informan yang berasal dari lokasi implentasi program di hunian tetap (Huntap) Dusun Kuwang, Cangkringan, Sleman. yang terdiri dari satu orang kepala dusun, satu orang ketua dari kelompok kandang sapi komunal yang merupakan bentuk dari implentasi program, dua orang informan anggota kelompok kandang. Pada lokasi Kedua dipilih Empat orang informan yang berasal dari Dusun Karangasem, Blongkeng, Magelang. Penentuan kriterian informan pada lokasi kedua ini sama seperti yang dilakukan pada lokasi pertama. Pada lokasi ketiga dipilih tiga orang informan yang berasal dari Asosiasi Salak Prima Sembada dalam implementasi program sertifikasi salak yang dilakukan FAO dan Inprosula yang terdiri dari satu orang informan yang menjadi ketua asosiasi, dan dua orang informan yang menjadi anggota dalam asosiasi. 4. Temuan Dan Analisis Implementasi
Community Driven Developmentpada
Program
Pemulihan Mata
Pencaharian FAO Dalam pelaksanaan program yang
dilakukan FAO dalam pemulihan mata pencaharian yang
berbasis masyarakat, apabila merujuk pada definisi International Fund for Agricultural Development
(IFAD)
dalam
implementasi CDD,
maka
tidak semua kondisi yang
memfasilitasi masyarakat yang terdampak erupsi memperoleh akses baik ke modal fisik ataupun modal manusia berhasil diciptakan,
beberapa
kondisi yang diciptakan oleh FAO agar
masyarakat mendapatkan akses dalam proyek pembangunan diantaranya yaitu mengubah agen pembangunan pedesaan dari sifat perencanaan yang bersifat klien, dalam pemulihan yang dilakukan FAO perencanaan
top down
menjadi berorientasi
kebijakan dilakukan dengan
melakukan assessment
di tingkat komunitas yang dipilih
Selanjutnya FAO juga
berusaha memberdayakan masyarakat dalam mengambil inisiatif bagi
mereka sendiri
dan memberikan peluang masyarakat untuk berperan dalam merancang dan
mengimplementasikan
dalam program pemulihan. Hal ini terlihat dari pemilihan ketua
kelompok, pembangunan dan desain kandang, serta pemilihan jenis hewan yang menjadi bantuan dari program pemulihan mata pencaharian oleh FAO di Dusun Karangasem, Blongkeng yang dilakukan oleh masyarakat penerima bantuan.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
Proses pemulihan
mata pencaharian yang dilakukan FAO memberikan kesempatan
pada
munculnya komunitas yang berbasis masyarakat (CBO) seperti kelompok kandang komunal ternak kambing yang ada di Dusun Karangasem, Blongkeng, dan juga di kelompok kandang komunal ternak sapi
yang ada di hunian tetap Dusun Kuwang yang kemudian menjadi satu
bergabung dengan UB Ngudimulyo. Proses pemulihan mata pencaharian yang dilakukan FAO dengan menggunakan konsep CDD yang dilakukan di tiga lokasi berbeda, menunjukkan bahwa mekanisme CDD yang memfasilitasi
masyarakat untuk mengendalikan langsung dari keputusan
kunci dalam proyek dan pengelolaannya masih belum bisa di implementasikan, hal ini disebabkan karena masyarakat hanya di ikut sertakan
pada tahapan sebelum dan ketika
perencanaan dimana masyarakat ikut berpartisipasi pada tahapan
assessment
dalam
menentukan program yang akan di laksanakan. Partisipasi Masyarakat dalam
Program Pemulihan Mata Pencaharian FAO
Program pemulihan mata pencaharian yang dilakukan FAO dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda. Dalam melakukan analisis mengenai partisipasi masyarakat ini penulis akan akan membaginya menjadi tiga pembahasan. Pertama, pada pemulihan mata pencaharian dilaksanakan di hunian tetap Dusun Kuwang, Sleman. Partisipasi masyarakat dalam pemulihan dapat dilihat dengan assessment
yang dilakukan selama tiga bulan
dalam
penyusunan database terkait
modal dan potensi masyarakat. Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari implementasi program kandang komunal seperti pada kegiatan arisan “delapanan” yang dalam acara tersebut membahas mengenai kegiatan kandang komunal, partisipasi masyarakat cenderung rendah hal ini dapat dilihat dari sedikitnya pendapat ataupun saran yang disampaikan anggota terkait kandang komunal dalam rapat Selain itu, kurangnya partisipasi masyarakat dalam kelompok juga terlihat dari
kehadiran dan
pembayaran iuran yang dilakukan di acara arisan tersebut dimana menurut ketua UB Ngudimulyo, dua kelompok binaan FAO masih belum terlibat dalam kegiatan arisan di UB Ngudimulyo yang berasal dari kelompok binaan UGM. Apabila merujuk pada pembagian partisipasi
menurut Cohen dan Uphof partisipasi masyarakat
di Dusun Kuwang ada pada partisipasi dalam
implementasi program
dimana partisipasi
masyarakat di Dusun Kuwang cenderung muncul di luar aktivitas yang bersifat bersama-sama
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
seperti dalam kegiatan beternak yang dilakukan di kandang komunal yang memang menjadi tanggung jawab individu, sedangkan pada partisipasi yang dalam aktivitas yang dilakukan bersama-sama seperti dalam acara arisan partisipasi masyarakat cenderung lemah. Kedua, dalam program pemulihan mata pencaharian yang dilakukan di Dusun Karangasem, Blongkeng partisipasi masyarakat dalam program tidak jauh berbeda dengan partisipasi yang ada di masyarakat Dusun Kuwang yang muncul dalam tahapan assessment
yang dilakukan
oleh
FAO dan Inprosula, namun dalam tahapan tersebut partisipasi masyarakat tidak dapat mempengaruhi bentuk kebijakan atau program yang akan masyarakat terima, karena keputusan program ditentukan oleh FAO
sebagai pelaksana yang sebelumnya dikonsultasikan
terlebih
dahulu dengan pihak-pihak yang terkait. Selain dalam tahap assessment, partisipasi masyarakat juga muncul dalam proses pelaksanaan program dimana masyarakat secara
mandiri membentuk
kelompok sebagai salah satu syarat untuk menerima bantuan ternak kambing dan kandang komunal, partisipasi itu muncul yaitu dalam pemilihan ketua kelompok kandang komunal yang dihadiri oleh masyarakat yang menjadi calon penerima bantuan. Namun, ketika program kandang komunal telah berjalan, partisipasi masyarakat cenderung menurun, kegiatan partisipatif hanya berjalan selama tiga bulan setelah bantuan ternak turun. Apabila merujuk pada pembagian
partisipasi masyarakat menurut Cohen dan Uphoff,
partisipasi masyarakat muncul dalam implementasi program. Partisipasi masyarakat di Dusun Karangasem, Blongkeng muncul dalam aktifitas yang diluar kegiatan kelompok seperti pemberian makan ternak, dan kegiatan yang terkait pemeliharaan ternak, berbeda dengan yang terjadi pada kelompok ternak di Dusun Kuwang. Tidak adanya partisipasi masyarakat Dusun Karangasem dalam kegiatan bersama disebabkan karena hilangnya kegiatan bersama tersebut setelah tiga bulan kelompok tersebut berjalan. Ketiga, dalam program yang yang dilaksanakan pada Asosiasi Salak Prima Sembada, partisipasi masyarakat sudah muncul sebelum program tersebut datang, dimana memang kelompok tersebut sudah terbentuk sejak tahun 2009 sebelum FAO datang. Sedangkan dalam program pemulihan,
partisipasi tidak muncul pada semua
anggota asosiasi, hal ini dapat dilihat dari jumlah anggota asosiasi yang mengikuti program sertifikasi salak yang di laksanakan FAO yang hanya berjumlah sembilan kelompok salak
dari total
dua puluh delapan kelompokpetani salak dalam Asosiasi.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
petani
Penyebab dari rendahnya partisipasi anggota asosiasi salak disebabkan adanya pengalaman kegagalan yang dialami oleh sebagian anggota kelompok asosiasi dalam sertifikasi salak organik yang dilakukan oleh Global GAP yang di dampingi oleh
Horti Chain Center.
Meskipun FAO
telah berusaha untuk mengajak kelompok lain berpartisipasi dengan menunjukkan kesungguhan dengan melakukan pendampingan secara rutin namun hal tersebut masih belum mampu menarik perhatian kelompok petani lain untuk berpartisipasi dalam program disebabkan dalam dalam mengambil keputusan untuk berpartisipasi, kelompok petani salak harus memperhatikan aspirasi dan pendapat dari petani yang bernaung di dalam kelompok tani salak tersebut. Pada kelompok tani yang berpartisipasi dalam program sertifikasi salak FAO, kelompok tani turut berpartisipasi dalam implementasi program seperti dalam pemasangan papan nama pemilik kebun yang dilakukan bersama-sama. Partisipasi juga muncul dalam pembentukan ICS (Internal Control System) yang dibentuk dalam program sertifikasi yang didalamnya terdapat beberapa komisi, seperti komisi persetujuan, inspektor internal, dan bagian penyuluhan dan manajer ICS, semua ini dilakukan oleh anggota asosiasi yang ikut bergabung dalam program sertifikasi salak. Semua ini dilakukan untuk mengevaluasi kerja kelompok sebelum penilaian sertifikasi salak oleh FAO mulai dilaksanakan. Apabila merujuk pada tingkatan partisipasi oleh Cohen dan Uphoff maka partisipasi masyarakat muncul pada implementasi program, dimana anggota asosiasi yang berjumlah sembilan kelompok tersebut bersama-sama terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan program, Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan di tiga lokasi yang menjadi sasaran pelaksanaan program pemulihan mata pencaharian yang dilakukan FAO tersebut berdasarkan tipologi dari tingkat partisipasi yang dilakukan oleh Sherry R. Arnstein maka tingkat partisipasi masyarakat dapat digolongkan kedalam tingkat
Informing
dimana partisipasi masyarakat di tiga lokasi tersebut
diberikan kesempatan memberikan aspirasi untuk mempengaruhi bentuk program yang akan dijalankan dan aspirasi masyarakat tersebut juga didengar
oleh pelaksana program. Namun
masyarakat di tiga lokasi tersebut tidak memiliki kekuatan untuk memastikan aspirasi mereka mendapat perhatian dan di tindak lanjuti oleh pelaksana program, karena dalam praktiknya pelaksana program juga bertanggung jawab terhadap donor yang memberikan bantuan untuk menjalankan program di masyarakat.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
Berdasarkan pernyataan tersebut tingat partisipasi dalam program dalam pemulihan FAO berada pada tingkat
Informing, hal ini disebabkan sebelumnya FAO yang bekerjasama dengan
Inprosula telah bekerjasama dalam melakukan assessment
di masyarakat yang menjadi sasaran
program di lokasi tersebut, sehingga tidak terlalu merubah bentuk dari program yang akan diberikan ke masyarakat, karena dalam assessment tersebut juga di dilakukan pengumpulan data terkait kebutuhan dari masyarakat tersebut. Proses Pembentukan dan Pengorganisasian Kelompok
dalam Program Pemulihan Mata
Pencaharian FAO Program pemulihan mata pencaharian yang dilakukan FAO di tiga lokasi tersebut memiliki persamaan yaitu program yang dilakukan FAO tersebut mensyaratkan adanya kelompok, seperti kelompok kandang komunal di DusunKuwang dan Dusun Karangasem, serta Asosiasi Salak Prima Sembada, proses pemulihan mata pencaharian yang menggunakan pendekatan berbasis komunitas (CDD) memang memberikan kesempatan terbentuknya kelompok di masyarakat. Pembentukan serta pengorganisasian kelompok memiliki pengaruh dalam keberlangsungan program di masyarakat. keberhasilan tersebut ditentukan oleh beberapa prasarat seperti visi dan misi yang jelas didasarkan pada kebutuhan masyarakat lokal, dalam implementasi program ini organisasi yang palingmemiliki visi dan misi yang jelas. Dalam Pemulihan mata pencaharian pasca bencana yang dilakukan, FAO bekerjasama dengan Inprosula dalam melakukan implementasi program, proses assessment dan Dusun Karangasem
yang dilakukan di dua tempat yaitu Dusun Kuwang
menjadi pintu masuk bagi Inprosula dalam mengorganisasikan warga
dalam proses pemulihan. Pertama,
dalam kasus di Dusun Karangasem assessment dilakukan
ketika kondisi tanggap darurat yaitu ketika Inprosula memberikan bantuan karitatif kepada korban dengan
memberikan alat pompa air untuk membantu kebutuhan sehari-hari warga.
Untuk mendukung proses pengorganisasi warga ini Inprosula juga bekerjasama dengan pemerintah desa dalam usaha pengorganisasian ini, dengan kerjasama tersebut Inprosula memperoleh assessment
contact Person
warga yang dapat membantu dalam pemulihan ini. Dari
yang dilakukan ketika tanggap darurat tadi, diperoleh data mengenai kerusakan,
kerugian, kebutuhan serta keinginan warga.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
Berdasarkan assessment funding(FAO)
tersebut, maka Inprosula menyampaikan hal tersebut ke lembaga
yang terlibat dalam program ini. Berdasarkan data hasil assessment
yang
dilakukan Inprosula. lembaga tersebut memberikan gambaran program yang akan dilakukan dan inprosula kembali melakukan
assessmentsecara formal di masyarakat di kedua lokasi tadi
berdasarkan program yang akan dilakukan tersebut Setelah itu proses pengorganisasian warga pun dilakukan kembali dengan melakukan pendampingan, hal ini dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai program yang akan di implementasikan pada warga di lokasi tersebut, selain itu untuk mendukung program pemulihan yang akan dijalankan, masyarakat dipersiapkan dengan melakukan pelatihan keterampilan yang akan mendukung program hal ini adalah mengenai keterampilan beternak
kandang komunal ini, dalam
khusunya ternak kambing.
Setelah dilakukan pelatihan, sosialisasi kemudian dilanjutkan kembali dengan menentukan kepanitianan dari kelompok kandang. Proses rembug dilakukan dalam memilih ketua, proses pemilihan ketua dilakukan oleh anggota kelompok yang terdiri dari calon penerima bantuan. Setelah kelompok tersebut terbentuk maka proses pemberian bantuan ternak dilakukan.Setelah terbentuk kelompok dan diberikannya bantuan ternak kambing oleh FAO dan Inprosula, kegiatan bersama kandang komunal pun berjalan, namun setelah tiga bulan berjalannya kelompok, kegiatan bersama dalam kelompok kandang komunal di Dusun Karangasem, Blongkeng terhenti. Lumpuhnya kegiatan bersama ini membuat pengorganisasian kelompok tidak dapat dilakukan dengan baik oleh FAO maupun Inprosula, selain itu dengan keadaan kelompok yang seperi itu, sangat disayangkan apabila program tersebut tidak berjalan.kelompok kandang komunal Dusun Karangasem, Blongkeng dianggap sebagian anggota kelompok kandang kurang memiliki komitmen, menurut mereka ketua kelompok telalu sibuk sehingga tidak dapat mengurus kelompok kandang komunal. Selain itu, permasalahan organisasi dalam kelompok ini tidak hanya dalam hal kepemimpinan namun juga dalam hal komunikasi. Seperti
yang
telah
dijelaskan oleh FAO dalam tinjauan literatur,
dimana salah satu hal
yang mempengaruhi keberlangsungan program yaitu kepemimpinan yang berkomitmen, dan dalam kasus ini, hal tersebut tidak muncul.Kedua, pada
masyarakat Dusun Kuwang, proses
pembentukan kelompok tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan di Dusun Karangasem. Perbedaan dengan yang dilakukan di Dusun Karangasem adalah tidak adanya assessmentinformal
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
pada implementasi program di Dusun Kuwang ini, proses pengorganisasian warga dilakukan dengan melakukan pendekatan dengan kepala desa dan melakukan sosialisasi ke warga. Bentuk bantuanyang diberikan pada program kandang komunal di Dusun Kuwang ini berupa ternak sapi. Sebelum bantuan diberikan, komponen pendukung berupa pelatihan keterampilan diberikan kepada warga yang menjadi penerima manfaat. Pelatihan yang diberikan diantaranya adalah mengenai pengelolaan kandang komunal, pelatihan kesehatan ternak, pembuatan pakan, dan pelatihan terkait peningkatan rantai nilai ( value chain) dikarenakan terkait dengan keberlanjutan dari pemulihan mata pencaharian mereka. Selain melakukan pelatihan, dilakukan pula studi banding ke kandang kelompok yang sukses dan memiliki usaha tambahan dari kandang tersebut.Setelah semua komponen pendukung
tersebut dilaksanakan maka dibentuklah
kelompok kandang dan dilanjutkan dengan penurunan bantuan ternak sapi oleh FAO dan Inprosula. Proses pengorganisasian
tersebut bukan tanpa hambatan, salah satunya muncul pada pemulihan
yang dilakukan di Dusun Kuwang dimana sebelumnya program bantuan ternak sapi sudah pernah diberikan oleh indosiar, namun karena tidak disertai dengan pendampingan sehingga hampir semua bantuan ternak tersebut dijual dan tidak meratanya bantuan ternak dari Indosiar yang diperoleh masyarakat menyebabkan kecemburuan. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan muncul kecurigaan masyarakat terhadap pemulihan yang dilakukan FAO akan bernasib sama dengan yang dilakukan Indosiar. Namun dengan
sosialisasi dan penjelasan yang diberikan FAO dan Inprosula setidaknya,
kepercayaan masyarakat terhadap
program yang dilaksanakn ini dapat meningkat. Dalam
program kandang komunal di Dusun Kuwang ini
Pembentukan kelompok dimulai dengan
menyusun kepengurusan yang ada dalam kelompok dalam hal ini FAO dan Inprosula ikut berpartisipasi dalam pemilihan kepengurusan dimana sesuai dengan assessment
yang
telah
dilakukan yaitu dengan menempatkan orang-orang yang memiliki pengaruh dimasyarakat serta menempatkan pihak yang pro dan kontra pada program ini diikutsertakan di dalam kepengurusan pada kelompok yang dibentuk. Dalam program kandang komunal ternak sapi ini FAO membentuk dua kelompok ternak untuk dapat mengorganisir kegiatan kandang komunal ini. Namun pembentukan kelompok menjadi tidak jelas, dimana dua kelompok
yang dibina oleh FAO tidak berjalan karena kelompok binaan
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
FAO tersebut dimasukkan kedalam UB Ngudimulyo yang berakibat tugas dan wewenang kelompok menjadi tidak jelas. Sedangkan menurut anggota kelompok anggota UB Ngudimulyo yang berasal dari kelompok yang dibentuk FAO, tidak hadirnya kelompok yang dibentuk FAO dalam kegiatan UB Ngudimulyo disebabkan oleh kurangnya sikap kepemimpinan yang dimiliki ketua UB Ngudimulyo Meskipun begitu, kondisi kandang kambing di Dusun
Kuwang tidak mengalami kelumpuhan
organisasi karena masih terdapat sekitar tiga puluh anggota UB Ngudimulyo yang dibentuk UGM aktif dalam kegiatan kandang, dan masalah operasional kandang komunal seperti membayar listrik untuk penerangan, kegiatan siskamling di malam hari tidak menjadi masalah.Ketiga adalah Asosiasi Petani Salak Prima Sembada yang menjadi
best practice
dari bentuk pembentukan
dan pengorganisasian yang baik karena usiaorganisasi yang cenderung lebih lama dan pembentukannya didasarkan pada kesadaran para anggotanya dalam mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh para petani salak. Pada proses pengorganisasian masyarakat pada kasus Asosiasi Salak Prima Sembada, pengorganisasian dapat dilakukan dengan lebih mudah karena Asosiasi Salak Prima Sembada membawahi kelompok-kelompok petani salak yang ada di Sleman, sehingga proses pengorganisasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan kedua lokasi yang disebutkan sebelumnya. Proses pengorganisasian pada kelompok ini dilakukan FAO dengan bekerjasama dengan Asosiasi Salak Prima Sembada, Asosiasi tersebut yang membantu FAO dalam melakukan Koordinasi dengan kelompok yang ada di bawah naungan asosiasi. Sosialisasi Program dilakukan FAO dalam acara rapat kelompok yang dilakukan Asosiasi. Selain itu Asosiasi juga memberikan masukan dari permasalahan yang dihadapi kepada FAO sebagai bahan pertimbangan bagi FAO untuk menentukan bentuk program yang akan dilaksanakan. Dibandingkan dengan dua kelompok kandang komunal tersebut terlihat pula pengorganisasian anggota dalam Asosiasi salak Prima Sembada cenderung lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang dibentuk di Dusun Karangasem, Blongkeng dan Dusun Kuwang, Agromulyo. Selain itu,
kualitas kepemimpinan dalam kelompok Asosiasi Salak Prima Sembada cenderung
lebih baik dibandingkan dengan pemimpin atau ketua dari kelompok kandang komunal.Dalam
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
Asosiasi Salak Prima Sembada, kinerja asosiasi tidak hanya dipusatkan pada satu orang saja yaitu ketua, namun kinerja asosiasi di tentukan oleh usaha yang dilakukan oleh seluruh pengurus asoasiasi. Hal ini berbeda dengan Infroman lainnya yang menjelaskan bahwa kinerja asosiasi juga dikarenakan peran dari anggota yang memiliki komitmen yang siap menginvestasikan waktu dan energi dirinya untuk kepentingan bersama. dalam hal
pengorganisasi kelompok
dilakukan FAO. Kelompok
pada program pemulihan mata pencaharian yang
yang ikut serta dalam program sertifikasi salak yang dilakukan
FAO pun dapat dikatakan cukup mudah, hal ini karena pengalaman anggotaasosiasi atau kelompok tani sama
untuk
yang
sebelumnya juga telah melakukan usaha
mendapatkan sertifikasi salak organik yang bekerjasama dengan
dengan pendampingan dari Horti Chain Centre organik tersebut.
yang dimiliki yang
Global GAP
namun gagal memperoleh sertifikat salak
Dengan pengalaman yang mereka miliki maka mereka pun mengerti apa yang
harus mereka lakukan ketika FAO menawarkan program sertifikasi salak organik bagi anggota atau kelompok tani yang berada dibawah naungan Asosiasi. Dalam kasus program pemulihan mata pencaharian pasca bencana oleh FAO yang dilaksanakan di Asosiasi Salak Prima Sembada juga dilakukan pembentukan kelompok yaitu pembentukan ICS (Internal Control System) dimana dalam program sertifikasi mereka diwajibkan untuk membuat kelompok. Fungsi dibentuknya ICS ini adalah untuk melakukan inspeksi internal dan melakukan pendampingan kepada para petani pemilik kebun yang tergabung dalam kelompok tani dibawah naungan Asosiasi Salak Prima Sembada yang ikut berpartisipasi dalam program sertifikasi salak yang dilaksanakan FAO Dengan pengalaman yang dimiliki kelompok,usia kelompok
yang lebih matang pantas jika
pengorganisasianpada kelompok di Asosiasi Salak Prima Sembada lebih baik jika dibandingkan dengan pengorganisasian yang dilakukan pada kelompok yang ada di Dusun Kuwang, Desa Agromulyo dan Dusun Karangasem, Desa Blongkeng. 5. Kesimpulan Pendekatan berbasis komunitas seperti
Community Driven Development dapat dikatakan
sebagai salah satu pendekatan yang baik dalam upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
setiap kebijakan pembangunan, selain itu pendekatan CDD ini pun menjadikan setiap program pembangunan menjadi lebih efektif dan tepat sasaran karena memperhatikan aspek masyarakat yang tidak hanya dijadikan sebagai penerima bantuan namun juga ikut berpartisipasi dalam seluruh kegiatan program. Namun pelaksanaan pembangunan yang berbasis CDD yang ideal sepertinya sulit untuk diterapkan, karena dalam pelaksanaanya tidak dalam semua tahapan program masyarakat dapat berpartisipasi, selain itu dalam pengambilan keputusan mengenai bentuk program yang akan diberikan, masyarakat pun sulit untuk memastikan bahwa keinginan mereka akan direalisasikan, karena umumnya pelaksana program pun sudah memiliki konsep dari bentuk program yang akan di laksanakan di masyarakat tersebut berdasarkan hasil assessment mereka kepada masyarakat. Bentuk pendekatan CDD yang dilaksanakan FAO dalam program pemulihan mata pencaharian pasca bencana Merapi
juga menunjukkan hal serupa dimana dari tiga lokasi yang dijadikan
sasaran pelaksanaan program, tidak semua masyarakat tersebut dapat berpartisipasi dalam tahapan program, umumnya masyarakat dapat berpartisipasi dalam tahapan perencanaan
dan
implementasi program. Selain itu, dalam memutuskan bentuk pemulihan yang akan dilakukan oleh FAO, masyarakat juga tidak memastikan bentuk pemulihan yang akan mereka terima, karena FAO sendiri yang memutuskan bentuk dari program tersebut berdasarkan hasil assessment
yang mereka lakukan. Namum masyarakat masih dapat melakukan intervensi dalam
hal yang terkait dengan komponen program seperti jenis ternak yang akan diberikan, desain kandang. Namun bentuk pemulihan yang dilakukan FAO ini memberi kesempatan
bagi
munculnya komunitas berbasis masyarakat, karena seluruh program pemulihan yang dijalankan FAO dalam program pemulihan mata pencaharian pasca erupsi
Merapi ini pemberian bantuan
selalu dilaksanakan di tingkat organisasi atau kelompok masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya partisipasi masyarakat dalam program yang dilaksanakan oleh FAO ini memiliki respon
partisipasi yang berbeda-beda,
namun tingkat
partisipasi secara umum muncul dalam tahapan pelaksanaan atau implementasi program yang dapat dilihat disemua lokasi yang menjadi sasaran program pemulihan dimana dalam tahapan pelaksanaan program cenderung lebih terlihat berpartisipasi seperti dalam tahapan pembuatan kandang, dan pemilihan hewan ternak yangakan diberikan ke masyarakat, dan pelaksanaan kegiatan beternak, dan untuk program sertifikasi salah dapat dilihat dari kegiatan pemasangan
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
bersama dari papan nama pemilik kebun, pembentukan dan pelaksanaan (ICS) sebagai bentuk pengawasan internal dari anggota
internal control system
kelompok tani yang berpartisipasi
dalam program sertifikasi salak organik sebelum dinilai oleh lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat salak yang menjadi mitra FAO dalam program tersebut yaitu IMO yang berasal dari Swiss. Dalam program pemulihan yang dijalankan oleh FAO dapat dilihat bahwa kelompok yang ada dalam program sertifikasi salak cenderung lebih matang untuk menerima bantuan, hal ini dikarenakan
kelompok yang ada dalam program sertifikasi salak bernaung dibawah asosiasi
salak. pengetahuan mereka mengenai kelembagaan dan pengorganisasian kelompok cenderung lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang ada di program kandang komunal karena mereka telah terbiasa berinteraksi dengan kelompok lain yang berasal dari luar kelompok mereka seperti pemerintah, universitas, maupun pihak swasta. Selain itu, peraturan yang dibuat dan dilaksanakan di asosiasi membuat partisipasi kelompok dalam setiap rapat asosiasi sangat baik, namun dalam kegiatan implementasi sertifikasi salak oleh FAO partisipasi yang baik ini tidak terlihat, dimana dalam program tersebut kelompok dalam asosiasi yang ikut serta hanya sembilan kelompok dari dua puluh delapan kelompok yang ada dalam asosiasi, namun hal tersebut terjadi karena ada permasalahan yang muncul sebelum FAO melaksanakan program tersebut, dimana sebagian kelompok masih merasa takut akan kegagalan yang mereka peroleh ketika mengikuti program sertifikasi salak yang dilaksanakan oleh Global GAP yang didampingi Horti Chain Centre. Sedangkan dalam kelompok kandang komunal
di Dusun Kuwang dan Dusun Karangasem
pembentukan kelompok terjadi setelah bencana erupsi merapi terjadi, sehingga pembentukan kelompok memang ditujukan
untuk memperoleh bantuan yang akan diberikan oleh FAO.
Meskipun masyarakat di kedua tempat tersebut telah terbiasa dengan kehidupan bekerja sama di kehidupan sehari-hari, namun dalam hal bekerjasama dalam sebuah organisasi bagi kedua masyarakat
di lokasi tersebut sepertinya cukup sulit untuk dilakukan.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi Alam, P., Nurcahyanto, H., & Sulandari, S. 2013. Upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi di Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah.Journal Of Public Policy And Management Review, 2(3), 169--181. Ali, H. 2013. Determinant Of Community Participation In The Implementation Of Development Projects : A Case Of Garissa Sewerage Project (Master). University Of Nairobi. Arnstein, S. 1969. A ladder of citizen participation. Journal Of The American Institute Of Planners, 35(4), 216--224. Baas, S., & Ali, A. 2005. Participaci\'on de las organizaciones de base comunitaria en la mitigaci\'on de la pobreza en el Yemen: buenas pr\'acticas y ense\~nanzas extra\'\idas; Community-based organizations in Yemen: good practices and lessons learned. Reforma Agraria: Colonizaci\'On Y Cooperativas, 6--19. Carloni, A., & Crowley, E. 2005. Rapid guide for missions (1st ed.). Rome: Food and agriculture organization of the United nations (FAO). Chechetto-Salles, M., & Geyer, Y. 2006. Community-based organisation management (1st ed.). Pretoria: Idasa. Craig, G., & Mayo, M. 1995. Community empowerment (1st ed.). London: Zed Books. Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015: * Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana. 2005. In Konferensi Sedunia tentang Peredaman Bencana. Kobe. Kharisma, L., & Prakoso, H. 2012. DAMPAK BENCANA LAHAR DINGIN PADA PERUBAHAN STRATEGI PENGHIDUPAN MASYARAKAT DESA SIRAHAN, KECAMATAN SALAM, KABUPATEN MAGELANG. Jurnal Bumi Indonesia, 1(2). Klugman, J. 2002. A Sourcebook for Poverty Reduction Strategies (1st ed.). Washington: World Bank Publications.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014
Kusumasari, B., & Alam, Q. 2012. Local wisdom-based disaster recovery model in Indonesia. Disaster Prevention And Management, 21(3), 351--369. MDF, JRF,. 2012. Rangkaian Makalah Kerja MDF-JRF: Hasil Pembelajaran dari Rekonstruksi Pascabencana di Indonesia. Jakarta: Sekretariat MDF-JRF. Middlemiss, L. 2009. The role of community-based organisations in stimulating sustainability practices among participants. Prayitno, D. 2008. Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah (Studi Kasus Pelaksanaan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun di Distrik Semangga, Kabupaten Merauke)(Master). Universitas Diponegoro. Swanson, B., Bentz, R., & Sofranko, A. 1997. Improving agricultural extension (1st ed.). Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. UNDP, FAO, IOM,. 2012. Laporan Triwulan Program Pemulihan Mata Pencaharian Korban Bencana Letusan Gunung Merapi. World Bank,. 2009. IDA at work : community driven development - delivering the results people need. Washington, DC: World Bank.
Partisipasi masyarakat..., Ahmad Riza Yunan Eka Putra, FISIP UI, 2014