BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENELITIAN TERDAHULU Berbagai penelitian telah dilakukan dalam hal perencanaan strategis dan pengembangan organisasi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Karadal, et.al. (2012) dengan judul “Corporate Values on Strategic Planning Process: A Research about the Universities in Terkey” di dalamnya dijelaskan bahwa nilai organisasi dapat menentukan cara berpikir, perilaku dan tanggapan terhadap peristiwa. Penelitian ini juga membahas tentang apakah manager menggunakan konsep nilai strategis selama proses manajemen strategis. Dimana proses perencanaan strategis berkaitan dengan mendefinisikan arah organisasi, maka proses ini harus diselesaikan secara komprehensif dan rinci. Jadi dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut menjelaskan bahwa perencanaan
strategis
merupakan
penentuan
arah
organisasi
dalam
menghadapi suatu peristiwa. Sehingga kaitannya dengan penelitian ini adalah bahwa dalam membuat perencanaan strategis pengembangan sarana prasarana drainase harus komprehensif dan rinci. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Kataev et. al. (2014) yang berjudul “The Model Strategic Planning At The Enterprise With Process Management
Approach”,
menjelaskan
tentang
unsur
kontrol
suatu
perusahaan adalah pembentukan rencana strategis pengembangan dan pemantauan proses bisnis dengan lingkungan eksternal. Manajemen strategis perusahaan berhubungan dengan proses manajemen bisnis dalam perusahaan
11
12
dan interaksinya dengan lingkungan eksternal. Perencanaan strategis dari aktivitas perusahaan akan menjadi dasar untuk mengembangkan dan membuat kebijakan perusahaan yang efektif. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa perencanaan strategis akan menghasilkan kebijakan yang efektif. Maka relevansi dengan penelitian ini yaitu penilaian lingkungan internal dan eksternal DPU perlu dilakukan untuk melakukan pengembangan sarana prasarana drainase. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Gabriel, et.al. (2015) dengan judul “Perencanaan Strategis Pengembangan Industri Rumah Tangga Gula Kelapa (Studi Kasus Industri Rumah Tangga Gula Kelapa Desa Gledug Kecamatan Sanan Kulon, Kabupaten Blitar)” penelilian tersebut dilakukan untuk memperoleh perumusan strategi yang dapat digunakan untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi dalam upaya mengembangkan Industri Rumah Tangga (IRT) gula kelapa Desa Gledug. Sebab IRT tersebut memiliki prospek pasar yang cukup besar, baik di pasar lokal maupun pasar luar negeri. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan strategi penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk merupakan alterfnatif strategi yang tepat untuk dikembangkan dan diterapkan dalam upaya pengembangan IRT gula kelapa Desa Gledug Kabupaten Blitar. Dalam penelitian tersebut menjelaskan
perlu
dibuat
perencanaan
strategis
yang
tepat
untuk
memanfaatkan peluang yang ada. Sehingga kaitannya dengan penelitian ini adalah bahwa peluang-peluang yang ada di masyarakat dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan sarana prasarana drainase.
13
Selain itu, penelitian yang berjudul judul “Perencanaan Strategis Pengembangan Usaha Kain Tenun Sutra Dengan Pendekatan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus di Pabrik Sutra Tiga Putra)” oleh Aulia dan Andri Ikhwana (2012). Di dalam penelitian tersebut telah
diidentifikasi
faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan serta merumuskan dan merencanakan strategi pengembangan usaha kain tenun sutra Tiga Putra dalam upaya memperoleh banyak relasi bisnis serta menambah nilai profitabilitas bagi perusahaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan berada pada posisi Question Mark yang berarti posisi pangsa pasar relatif rendah tetapi harus bersaing dalam industri dengan pertumbuhan yang tinggi, maka strategi yang intensif yaitu penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Berdasarkan penelitain tersebut dapat diambil sebuah nilai bahwa posisi perusahaan dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi yang tepat. Maka dari itu relevansi dengan penelitian ini adalah dimana hasil penilaian lingkungan internal dan eksternal akan memperlihatkan posisi organisasi (DPU) sehingga dapat dipilih strategi yang tepat dalam upaya pengembangan drainase. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Supriyani, et. al. (2012) yaitu “Studi Pengembangan Sistem Drainase Perkotaan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus Sub Sistem Drainase Magersari Kota Mojokerto)”. Penelitian tersebut menjelaskan tentang kondisi sistem drainase, mengevaluasi kapasitas saluran drainase, dan metode drainase berwawasan lingkungan yang bisa diterapkan. Dari hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa penting adanya
14
kerjasama antara masyarakat dan instansi yang berwenang dalam menangani genangan dengan prinsip kepada pembangunan yang berwawasan lingkungan (Low Impact Development) yaitu dengan fokus pada pencegahan; pengelolaan air hujan dekat dengan sumbernya; serta penekanan pada metode sederhana, non-structural, low-tech, dan low cost. Penelitain tersebut menghimbau untuk dilakukannya pembangunan yang berwawasan lingkungan, berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat menjadi masukan dalam pengembangan sarana prasarana drainase untuk perlu memperhatikan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan. Sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Mguni et. al. (2015) dengan judul “Green infrastructure for flood-risk management in Dar es Salaam and Copenhagen: exploring the potential for transition towards sustainable urban water management”, di dalamnya dijelaskan bahwa di daerah perkotaan lebih besar menghadapi resiko banjir. Hal tersebut dapat ditekan dengan adanya sistem saluran konvensional dalam sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan (SUDS). Masalah banjir menjadi salah satu hambatan dalam pembangunan di Dar es Salaan dan Copenhagen. Sehingga perlu untuk mengetahui implementasi dari pengelolaan drainase perkotaan yang berkelanjutan (SUDS) untuk mendukung terlaksananya peneglolaan air perkotaan yang berkelanjutan (SUWM). Sehingga relevansi dengan penelitian ini yaitu dalam pengembangan drainase harus mengacu pada sistem drainase yang berkelanjutan. Sehingga mampu menekan terjadinya banjir di perkotaan.
15
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, maka dapat dibuat matriks sebagi berikut: Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu No.
1.
Judul, Penulis, Tahun Corporate Values on Strategic Planning Process: A Research about the Universities in Terkey, Karadal, Cemile Celik, Muhammet Saygin, 2012
Metode
Isi Materi
Relevansi
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan metode analisis konten.
Proses perencanaan strategis berkaitan dengan mendefinisikan arah organisasi , maka proses ini harus diselesaikan secara komprehensif dan rinci.
Persamaan: Mengidentifikasi nilainilai perusahaan dalam membuat perencanaan strategis. Perbedaan: Menilai relevansi antara nilainilai organisasi dengan perencanaan strategis yang dibuat, dengan metode analisis konten. Relevansi: Dalam membuat perencanaan strategis pengembangan sarana prasarana drainase harus komprehensif dan rinci. Persamaan: Faktor lingkungan dapat dijadikan dasar dalam membuatperencanaan strategis. Perbedaan: Mengacu pada siklus produksi di perusahaan swasta. Relevansi: Penilaian lingkungan internal dan eksternal DPU perlu dilakukan untuk melakukan pengembangan sarana prasarana drainase. Persamaan: Membuat perencanaan strategis
2.
The Model Strategic Planning At The Enterprise With Process Management Approach ,Kataev, V.A. Emelyanenko, M. G. Ponomareva, 2014
Penelitian tersebut dilakukan dengan metode deskriptif.
Perencanaan strategis dari aktivitas perusahaan akan menjadi dasar untuk mengembangkan dan membuat kebijakan perusahaan yang efektif .
3.
Perencanaan Strategis
Penelitian tersebut
Perumusan strategi dapat
16
4.
5.
Pengembangan Industri Rumah Tangga Gula Kelapa (Studi Kasus Industri Rumah Tangga Gula Kelapa Desa Gledug Kecamatan Sanan Kulon, Kabupaten Blitar), Gabriel, Azmi Alvian, Imam Santoso dan Dhita Morita Ikasari, 2015 Perencanaan Strategis Pengembangan Usaha Kain Tenun Sutra Dengan Pendekatan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus di Pabrik Sutra Tiga Putra), Aulia, Dewi, Andri Ikhwana. 2012
dilakukan dengan 2 metode yaitu Swot dan Analytical Network Process (ANP)
digunakan untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi dalam upaya mengembangkan Industri Rumah Tangga (IRT) gula kelapa Desa Gledug.
Metode yang digunakan yaitu Balance Scorecard (BSC)
Perencanaan strategi dalam pengembangan usaha kain tenun sutra Tiga Putra dapat digunakan untuk memperoleh banyak relasi bisnis serta menambah nilai profitabilitas bagi perusahaan.
Studi Pengembangan Sistem Drainase Perkotaan Berwawasan
Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kuantitatif
untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi. Perbedaan: Pengembangan IRT Gula Kelapa dengan metode ANP. Relevansi: Peluangpeluang yang ada di masyarakat dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan sarana prasarana drainase.
Persamaan: Mengidentifikasi faktor lingkungan untuk melakukan perencanan strategis. Perbedaan: Pengembangan Usaha Kain Tenun Sutra di sebuah perusahaan swasta dengan metode BSC. Relevansi: Hasil penilaian lingkungan internal dan eksternal akan memperlihatkan posisi organisasi (DPU) sehingga dapat dipilih strategi yang tepat dalam upaya pengembangan drainase. Dalam menangani Persamaan: genangan dapat Melakukan menggunakan pengembangan prinsip drainase perkotaan. pembangunan Perbedaan: yang berwawasan Mendeskripsikan
17
Lingkungan (Studi Kasus Sub Sistem Drainase Magersari Kota Mojokerto), Supriyani, Endah, M. Bisri dan Very Dermawan, 2012
6.
Green infrastructure for flood-risk management in Dar es Salaam and Copenhagen: exploring the potential for transition towards sustainable urban water management ,Mguni, L. Herslund dan M.B Jansen, 2015
Dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif.
lingkungan (Low Impact Development) yaitu dengan fokus pada pencegahan; pengelolaan air hujan dekat dengan sumbernya; serta penekanan pada metode sederhana, nonstructural, lowtech, dan low cost. Dijelaskan bahwa di daerah perkotaan lebih besar menghadapi resiko banjir. Hal tersebut dapat ditekan dengan adanya sistem saluran konvensional dalam sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan (SUDS).
kondisi, kapasitas, dan metode pengembangan secara teknis. Relevansi: Pengembangan sarana prasarana drainase perlu memperhatikan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan. Sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga.
Persamaan: Drainase merupakan alternatif untuk mengatasi masalah banjir di perkotaan. Perbedaan: Melihat dukungan stakeholders dalam implementasi sistem drainase yang berkelanjutan. Relevansi: Pengembangan drainase harus mengacu pada sistem drainase yang berkelanjutan. Sehingga mampu menekan terjadinya banjir di perkotaan.
Dari beberapa penelitian sejenis di atas memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, sebab beberapa penelitian tersebut membahas terkait perencanaan strategis di perusahaan swasta serta mengkaji sistem drainase secara teknis. Sedangkan, penelitian ini akan membahas terkait perencanaan strategis untuk melakukan pengembangan drainase di
18
Kota Surakarta dengan metode deskriptif kualitatif. Dimana peneliti akan melakukan penilaian lingkungan untuk membuat perencanaan yang tepat dalam pengembangan drainase sehingga diharapkan dapat mengatasi kelemahan dan ancaman yang ada dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki organisasi.
B. LANDASAN TEORI 1. Pengembangan Pengertian pengembangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:414) yaitu proses, cara, perbuatan mengembangkan, sedangkan mengembangakan merupakan perintah selalu berusaha di pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus pada sasaran yang dikehendaki. Sedangkan pengertian pengembangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu, 1994:655) adalah hal, cara atau hasil kerja mengembangkan; (1) membuka (2) memajukan, menjadikan maju, bertambah baik (3) memperluas, memperbesar. Selain itu, pengembangan organisasi menurut Moekijat (1988:5), pengembangan organisasi adalah peningkatan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dengan memanfaatkan potensi manusia secara lebih efektif dan mengevaluasi setiap perubahan dan mengarahkannya secara konstruktif. Sedangkan, menurut Supriyani et.al. (2012) sebagai berikut: “Perkembangan perkotaan memerlukan perbaikan dan penambahan fasilitas sistem drainase perkotaan. Dimana sistem pembuangan air
19
hujan bertuhujan: a. Agar tidak terjadi genangan; b. Berusaha meresapkan air hujan kedalam tanah (prinsip kelestarian lingkungan).” Menurut Poerwadarminta (2002:474) lebih menekankan bahwa pengembangan merupakan suatu proses atau suatu cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik sempurna dan berguna. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa pengembangan sarana prasarana drainase adalah suatu upaya memajukan sarana (saluran-saluran air) dan prasarana (insfrastruktur penunjang saluran air) drainase baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya untuk mendukung sistem drainase yang lancar. Sarana Prasarana Drainase Kota Surakarta perlu dikembangkan karena jumlahnya yang masih terbatas dan kualitasnya belum cukup memadai.
2. Sarana Prasarana Drainase Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2002), pengertian sarana prasarana memiliki arti yang berbeda. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Selanjutnya, Kodoatie berpendapat (2005:288) bahwa: “sarana (infrastruktur) adalah bangunan atau ruang terbuka, istilah umum dipakai untuk menunjuk pada suatu unsur penting dalam aset pemerintah atau pemberian jasa layanan pada umumnya; jaringan dan/atau bangunan yang memberi pelayanan dengan fungsi tertentu kepada masyarakat maupun perorangan berupa kemudahan kehidupan masyrakat dan pemerintah.”
20
Selain
itu,
Departemen
Permukiman
dan
Prasarana
Wilayah
(Depkimpraswil) dalam Suripin (2004:1) mendeskripsikan sarana dan prasarana sebagai berikut: “Sarana dan prasarana (permukiman) merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang terbuka yang terbatas agar manusia bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam mempertahankan kehidupan.”
Sedangkan, pengertian drainase tidak lepas dari sistem perkotaan. Akibat air tidak dapat mengalir dan meresap secara alamiah, maka dibangunlah saluran drainase. Menurut Buku Pedoman dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Drainase Perkotaan (2003)yaitu: “Drainase perkoatan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban). Sistem tersebut berupa jaringan pembuangan air yang berfungsi mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan manusia.”
Pengertian sarana prasarana drainase dalam penelitian ini diartikan sebagai alat yang berfungsi untuk mengalirkan air dan mengendalikan kelebihan air diwilayah perkotaan beserta bangunan-bangunan pelengkapnya. Jadi yang dimaksud sarana drainase adalah saluran primer, saluran sekunder, daluran tersier, dan saluran kuarter. Dalaam Buku Pedoman dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Drainase Perkotaan (2003) dijelaskan 4 saluran tersebut sebagai berikut:
21
a. Saluran Primer adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Akhir saluran primer adalah badan penerima air (sungai). b. Saluran Sekunder adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya serta meneruskannya ke saluran primer. c. Saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari sistem drainase kwarter dan mengalirkannya ke saluran sekunder. Saluran tersier biasanya menerima aliran air dari rumah-rumah, juga merupakan saluran kiri dan kanan jalan. d. Saluran kwarter adalah saluran kolektor dari jaringan drainase lokal. Beberapa saluran drainase tersebut, biasanya dilengkapi dengan bangunan-bangunan pelengkap drainase menurut Kodoatie (2008:111-112) dan Suripin (2004:196-205) antara lain: a. Inlet yaitu fasilitas saluran dari saluran terbuka atau lahan terbuka dimana pembuangannya akan dimasukkan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar. b. Manhole yaitu lubang untuk pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup. Biasanyan ada disetiap jarak 1-25 m, disetiap perubahan bentuk selokan. Bentuknya bulat kecil, namun cukup untuk dimasuki orang dewasa. c. Gorong-gorong yaitu lubang yang dibuat untuk menembus jalan raya, jalan kereta api, dan penghalang lainnya.
22
d. Bangun terjun yaitu bangunan untuk menerjukan aliran dengan tujuan meredam energi air, biasanya ada di kontur tanah dengan kemiringan yang sangat curam. e. Pintu air yaitu bangunan pelengkap drainase sebagai pengatur untuk menghindari terjadinya aliran balik. Biasanya ada di ujung saluran atau di sungai yang ada di tengah kota untuk menghindari dan pengendali banjir. f. Pompa air yaitu alat yang berfungsi untuk membantu mengeluarkan air dari kolam penampung banjir atau langsung dari saluran air ketika air tidak dapat mengalirkan secara gravitasi. Adanya sarana prasarana drainase tentunya akan mendukung kelancaran sistem drainase. Sedangkan sarana prasarana drainase Kota Surakarta dapat dikatakan belum memadai dan masih terbatas. Sehingga perlu adanya pengembangan sarana prasarana drainase Kota Surakarta, dalam hal ini yang dimaksud adalah meningkatkan kualitas ataupun kuantitas drainase agar dapat berfungsi secara optimal.
3. Perencanaan Strategis Perencanaan strategis merupakan bagian dari manajemen strategis, dengan tujuan suatu organisasi dapat melihat kondisi internal dan eksternal organisasi untuk dapat mengantisipasi perubahan lingkungan. Perencanaan dilakukan agar suatu tujuan dapat tercapai. Pendapat Bryson dan Einsweiler (1987) dalam Bryson (2005: 10) yang menjelaskan bahwa “perencanaan
23
strategis adalah sekumpulan konsep, prosedur, dan alat, serta sebagian karena sifat khas praktik perencanaan sektor publik di tingkat lokal.” Sedangkan menurut pendapat Kataev et.al. (2014): “strategic planning is system of the enterprise on new parameters of functioning with application of the methodological framework of a process-oriented approach to strategic decision making” (perencanaan strategis adalah sistem perusahaan pada fungsi parameter baru dengan aplikasi kerangka metode dari sebuah proses yang berorientasi pada pembuatan kebijakan strategis). Selain itu, menurut Karadal, et. al. (2013:764): “strategic planning is designed to help public and non-provit organizations respond effectively to their new situations” (perencanaan
strategis
dirancang
untuk
membantu
masyarakat
dan
perusahaan-perusahaan non profit menanggapi situasi baru mereka secara efektif). Jadi dapat dikatakan bahwa perencanaan strategis dapat membantu suatu organisasi dalam menentukan sebuah kebijkan untuk menghadapi perubahan situasi di lingkungannya. Definisi lain terkait perencanaan strategis juga dikemukana oleh Olsen dan Eadie (dalam Bryson 2007: 4-5) yaitu: “perencanaan strategis sebagai upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan-tindakan yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi (atau entitas lainnya), dan mengapa organisasi (atau entitas lainnya) mengerjakan hal seperti itu.”
Dapat
disimpulkan
bahwa
perencanaan
strategis
merupakan
perencanaan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan berorientasi pada masa yang akan datang. Karadal, et. al. (2013:764) menjelaskan bahwa:
24
“strategic plans have the answer of these three facts: what is done, for whom it is done and how it is performed. Moreover, strategic plans can differentiate in terms of their size and shape but at least all of them should have these components: a mission statement indicating the reason of existence of the organization, a vision statement defining the future position of organization, values statement including core beliefs, a SWOT analysis, competitive advantage showing organization’s efficiency, short/long -term strategic objectives and financial assessment allowing the organization to gain the control itself.” (Perencanaan strategis memiliki jawaban atas ketiga fakta : apa yang dilakukan, untuk siapa hal itu dilakukan, dan bagaimana hal itu dilakukan. Selain itu, rencana strategis dapat membedakan dalam ukuran dan bentuk tujuan tetapi setidaknya mereka semua harus memiliki komponen-komponen sebagai berikut : pernyataan misi yang menunjukkan alasan keberadaan organisasi, pernyataan visi menentukan posisi masa depan organisasi, pernyataan nilai-nilai termasuk keyakinan, analisis SWOT, keunggulan kompetitif yang menunjukkan efisiensi organisasi, menentukan tujuan strategis jangka pendek atau panjang dan penilaian keuangan yang memungkinkan organisasi untuk mendapatkan kontrol itu sendiri ). Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar suatu organisasi mampu mengetahui kondisi internal dan eksternalnya, sehingga dapat dimanfaatkan dalam menghadapi perubahan. Selain memiliki tujuan, perencanaan startegis juga memiliki manfaat antara lain yaitu (Bryson, 2007:12-13 ): a. Berpikir secara strategis dan mengembangkan strategi-strategi yang efektif; b. Memperjelas arah masa depan; c. Menciptakan prioritas; d. Membuat keputusan sekarang dengan mengingat konsekuensi masa depan;
25
e. Mengembangkan landasan yang koheren dan kokoh bagi pembuatan keputusan; f. Menggunakan keleluasaan yang maksimum dalam bidang-bidang yang berada di bawah kontrol organisasi; g. Membuat keputusan yang melintasi tingkat dan fungsi; 1) Memecahkan masalah utama organisasi; 2) Memperbaiki kinerja organisasi; 3) Menangani keadaan yang berubah dengan cepat secara efektif; 4) Membangun kerja kelompok dan keahlian. Menurut Bryson dalam Shalikah (2011: 13-14), meskipun perencanaan strategis dapat memberikan seluruh manfaat di atas, namun tidak ada jaminan semuanya akan tersedia. Karena perencanaan strategis hanyalah kumpulan konsep, prosedur, dan alat. Para perencana perlu bersikap hati-hati dalam membuat perencanaan strategis, karena tidak semua pendekatan memiliki kegunaan yang sama serta beberapa syarat akan mempengaruhi keberhasilan penggunaan masing-masing pendekatan. Sebab perencanaan strategis berhubungan dengan berbagai faktor, seperti pendapat Kataev et.al. (2014) sebagai berikut: “The task of strategic planning linked to the such factors: - the influence of the industry value system of the company; - influence of external and internal factors; - uncertainty indicators for decision-making; - the necessity of selection of the strategic development plan based on financial indicators.” (Tugas dari perencanaan strategis berhubungan dengan beberapa faktor: - pengaruh dari sistem nilai industri perusahaan; - pengaruh dari faktor ekstrenal dan internal; - ketidaktentuan indikator untuk pembuatan kebijakan;
26
-
pemilihan kebutuhan dari rencana berdasarkan pada indikator keuangan.”
strategis
pembangunan
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam melakukan perencanaan strategis perlu dilakukan pengumpulan data yang luas, agar rencana yang dibuat dapat membantu organisasi dalam menghadapi perubahan di masa yang akan datang. Perencanaan strategis juga memiliki bentuk dan isi yang beragam. Bentuk sederhana dari perencanaan strategis dapat berupa pemikiran pembuat keputusan tentang misi organisasi dan apa yang harus dilakukan organisasi. Sedangkan pada perusahaan yang berskala besar biasanya pemimpin tidak memiliki informasi yang detail karena besarnya sumber daya yang dikelola. Sehingga perlu ada rencana untuk menjalankan organisasinya. Perencanaan strategis merupakan konsep untuk membantu para pemimpin dalam membuat keputusan penting dan melakukan tindakan. Namun, Bryson juga berpendapat bahwa perencanaan strategis juga ditentukan oleh proses perencanaan itu sendiri (Bryson, 2007: 54). Menurut Bryson (2007:55) terdapat beberapa proses dalam perencanaan strategis yaitu: a. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis. b. Mengidentifikasi mandat organisasi. c. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. d. Menilai lingkungan eksternal: peluang dan ancaman. e. Menilai lingkungan internal: kekuatan dan kelemahan.
27
f. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. g. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. h. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan. Langkah-langkah di atas harus mengarah pada tindakan, hasil, dan evaluasi yang mana ketiga hal tersebut harus muncul dalam setiap langkahnya. Sehingga implementasi dan evaluasi tidak hanya dilakukan di akhir melainkan menyatu dalam proses. (Bryson, 2005:55-56) Berikut adalah penjabaran dari kedelapan proses dalam perencanaan strategis, anatara lain (Bryson, 2005:5-70): Langkah pertama, Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis. Bryson berpendapat bahwa tujuan dari langkah ini yaitu untuk mengembangkan kesepakatan awal terkait perencanaan strategis dan langkah perencanaan dengan pembuat keputusan (decision maker) atau pembuat opini (opini leaders) internal dan mungkin eksternal. Langkah
kedua,
Mengidentifikasi
mandat
organisasi.
Mandat
organisasi merupakan tugas yang wajib dilaksanakan oleh suatu organisasi. Identifikasi mandat dapat membantu organisasi dalam menentukan arah untuk masa yang akan datang. Bentuk dari mandat itu sendiri dapat bersifat formal dan informal. Langkah ketiga, Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. Misi organisasi berhubungan erat dengan mandat organisasi. Memperjelas misi artinya menentukan cara untuk mencapai suatu yang diharapkan organisasi.
28
Dalam langkah ini perlu melakukan pendekatan dengan para stakeholders untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Langkah keempat, Menilai lingkungan eksternal: peluang dan ancaman. Dalam langkah ini, tim perencana perlu melihat lingkungan di luar organisasi untuk dapat mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada. Sehingga perlu memahami stakeholders yang beragam. Langkah kelima, Menilai lingkungan internal: kekuatan dan kelemahan. Langkah ini dapat dilakukan dengan melakukan kontrol terhadap sumber daya yang dimiliki, strategi yang digunakan saat ini, serta kinerja. Langkah keenam, Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. Pada tahap ini berkaitan dengan persoalan kebijakan penting yang mempengaruhi mandat, misi, dan nilai–nilai; tingkat dan campuran produk atau pelayanan; klien, pengguna atau pembayar; biaya keuangan; atau manajemen organisasi. Selain itu, pernyataan mengenai permaasalahan strategis harus mengandung tiga unsur yaitu metode pengukuran yang singkat, melakukan tabulasi faktor penyebab permasalahan, dan menentukan kensekuensi jika terjadi kegagalan dalam mengatasi permasalahan strategis tersebut. Langkah ketujuh, Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Pada langkah ini telah ditentukan strategi yang akan dilakukan organisasi dalam menghadapai permasalahan strategis. Dimana strategi tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut: secara teknis dapat dilaksanakan, secara
29
politis dapat diterima, dan strategi harus berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Langkah kedelapan, Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan. Pada tahap ini, organisasi harus mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana organisasi mampu mengimplementasikan srategi yang telah diambilnya serta mencapai seluruh potensinya. Selain delapan proses tersebut, terdapat proses implementasi strategi dan evaluasi strategi atau pengendalian. Implementasi strategi merupakan proses perealisasian kebijakan yang telah diambil. Menurut Rangkuti (2009:183-184) terdapat beberapa kegiatan dalam implementasi strategi yaitu penyusunan program, anggaran, dan prosedur. Selanjutnya, evaluasi strategi adalah proses pengendalian dari pelaksanaan kebijakan dengan tujuan untuk memastikan bahwa kegiatan yang telah dilakukan berjalan sesuai yang diharapkan. Berdasarkan delapan proses dalam perencanaan strategis menurut Bryson serta berdasarkan visi dan misi Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta, maka penelitian terkait perencanaan strategis Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta dalam pengembangan sarana prasarana drainase menggunakan tiga langkah pokok, yaitu: a. Analisis lingkungan internal dan eksternal b. Identifikasi isu strategis c. Perumusan strategi untuk mengelola isu
30
Alasan peneliti hanya melakukan tiga langkah tersebut karena DPU Kota Surakarta telah memiliki visi dan misi yang dianggap telah sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga penulis menggunakan visi misi yang ada sebagai acuan. Selain itu, penelitian ini hanya bersifat memberikan masukan pada DPU Kota Surakarta terkait pengembangan sarana prasarana drainase.
a.
Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Dalam menghadapi perubahan lingkungan, organisasi harus terus
mencermati lingkungan internal dan eksternalnya. Pengamatan lingkungan merupakan proses perencanaan strategis untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan internal organisasi, serta adanya peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi yang selanjutnya dapat diidentifikasi isu-isu strategis. Sehingga organisasi dapat bergerak cepat dan tepat untuk mencapai kesuksesan. Analisis lingkungan internal, menurut Bryson (2007:145) bahwa menilai lingkungan internal organisasi bermanfaat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahannya, aspek-aspek yang membantu dan merintangi pencapain misi organisasi dan pemenuhan mandatnya. Serta ada tiga kategori yang harus dinilai yaitu sumber daya (input); strategi sekarang (process); dan kinerja (output). Menurut Rangkuti (2006:26), variabel-variabel yang mempengaruhi suasana dimana pekerjaan dilakukan meliputi:
31
1) Struktur yaitu cara bagaimana organisasi diorganisasikan, berkaitan dengan komunikasi, wewenang, dan arus. 2) Budaya yaitu pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. 3) Sumber Daya Organisasi yaitu aset yang merupakan bahan baku produksi barang dan jasa organisasi. Sumber daya yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi sumber daya manusia (SDM), sumber daya keuangan, dan sarana prasarana yang dimiliki DPU Kota Surakarta. SDM dilihat dari dua aspek yaitu dari segi kualitas yang berkaitan dengan kompetensi pegawai dan kuantitas yang berhubungan dengan jumlah pegawai. Sumber daya keuangan mengacu pada kemampuan
organisasi
untuk
membiayai
aktivitas-aktivitanya
serta
kemampuan organisasi dalam memperoleh sumber anggaran kegiatan organisasi.Ketersediaan sarana prasarana menunjukkan pada kemudahan untuk menyelesaikan pekerjaan, sebab tersedianya sarana prasarana akan mendukung pelaksanaan kegiatan organisasi. Selain itu, kinerja organisasi juga penting untuk dipertimbangkan dalam pembuatan perencanaan strategis. Kinerja organisasi adalah pencapaian tugas, sejauhmana program atau kebijakan telah dilaksanakan sehingga tercapai tujuan program dan kebijakan tersebut. Analisis lingkungan eksternal, lingkungan eksternal merupakan faktor di luar kendali organisasi. Menurut Bryson (2007:142), penilaian lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang
32
dihadapi organisasi. Menurut Bryson (2007:142), peluang dan ancaman dapat diidentifikasi melalui tiga kategori yaitu Kondisi (Politik, Sosial, Ekonomi, Teknologi), Pelanggan/ Klien, serta Para Pesaing dan Kolaborator. Analisis lingkungan ekternal dalam penelitian ini meliputi: 1) Kondisi: Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi Mengidentifikasi perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan teknologi yang mempengaruhi pengembangan sarana prasarana drainase Kota Surakarta. Kondisi Politik, Sosial, Ekonomi, dan Teknologi merupakan faktor dari luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. 2) Pelanggan/ Klien Pelanggan disini adalah masyarakat sebagai pengguna layanan drainase. Sehingga penting bagi organisasi untuk mengetahui karakteristik masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan sarana prasarana drainase. 3) Para Pesaing dan Kolaborator Terkait pesaing, DPU tidak memiliki pesaing sebab layanan drainase merupakan layanan pekerjaan umum yang hanya disediakan oleh pemerintah. Sedangkan, kolaborator adalah pihak-pihak
yang
bekerjasama
dengan
pengembangan sarana prasarana drainase.
DPU
dalam
33
Selain beberapa faktor tersebut, faktor alam juga penting untuk dilihat. Sebab adanya musim penghujan akan berpengaruh terhadap jumlah debit air serta akan mempengaruhi proses pengembangan sarana prasarana drainase. Maka dari itu, faktor alam juga penting untuk dipertimbangkan dalam pembuatan perencanaan strategis. Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal akan memberikan gambaran mengenai kekuatan (strength),kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) atau sering disebut SWOT. Selanjutnya dapat dilakukan analisis SWOT yaitu identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan atau organisasi. Menurut Rangkuti (2009:18-19), cara yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah dengan matriks SWOT. Dimana matriks tersebut akan mendeskripsikan terkait kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi, serta bagaimana peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal yang harus dihadapi. Matriks SWOT akan menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi. Berikut adalah gambaran matrik SWOT:
34
Tabel 2.2 Matriks SWOT IFAS
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5 – 10 faktor kelemahan internal
Tentukan 5 – 10 faktor kekuatan internal
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
EFAS OPPORTUNIES (O)
Tentukan 5 – 10 faktor peluang eksternal
THREATS (T)
Tentukan 5 – 10 faktor ancaman eksternal
Sumber: Rangkuti (2009:31) 1) Strategi SO (Strength-Opportunities) Merupakan strategi yang dibuat dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki organisasi untuk dapat memanfaatkan peluang yang ada. 2) Strategi ST (Strength-Threats) Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang akan dihadapi organisasi.
35
3) Strategi WO (Weakness-Opportunities) Yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatkan peluang dengan cara meminimalkan kelemahan yang dimiliki organisasi. 4) Strategi WT (Weakness-Threats) Adalah strategi yang bersifat defensif , dimana organisasi berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada.
b. Identifikasi Isu Strategis Setelah dilakukannya analisis lingkungan internal dan eksternal, maka langkah selanjutnya adalah identifikasi isu strategis. Proses ini merupakan proses vital dalam perencanaan strategis, sebab akan mempengaruhi kebijakan yang akan diambil organisasi. Hal tersebut senada dengan pendapat Bryson (2007:161) yaitu: “Identifikasi isu strategis adalah jantung dalam proses perencanaan strategis, yang sekaligus merupakan pilihan kebijakan pokok yang mempengaruhi mandat, misi, nilai organisasi, tingkat dan perpaduan produk atau jasa, klien atau pemakai biaya keuangan, organisasi, atau manajemen.”
Tujuan dari identifikasi isu strategis adalah untuk mengidentifikasi pilihan kebijakan pokok yang akan dilakukan organisasi. Manfaat yang akan diperoleh organisasi dalam langkah ini antara lain (Bryson, 2007:163-164): 1) Perhatian difokuskan kepada apa yang benar-benar penting. Arti penting dari manfaat ini janganlah diremehkan. Identifikasi isu juga membantu mengenali adanya tiga macam isu strategis yang berbeda yaitu:
36
1. Isu-isu dimana tidak dibutuhkan tindakan sekarang, tetapi isu itu harus terus dipantau. 2. Isu-isu yang bisa ditangani sebagai bagian dari lingkaran perencanaan strategis reguler organisasi. 3. Isu-isu yang memerlukan tanggapan segera dan karenanya tidak bisa ditangani dengan cara yang lebih rutin. 2) Perhatian difokuskan kepada isu, bukan kepada jawaban. Semua konflik serius yang sering muncul adalah tentang solusi terhadap masalah tanpa satupun kejelasan mengenai apa masalahnya (Filley et.al. dalam Bryson, 2007:163) 3) Identifikasi isu biasanya menciptakan semacam ketegangan yang berguna serta diperlukan untuk mendorong perubahan organisasi. Ketegangan itu harus cukup besar untuk mendorong perubahan, tapi tidak meyebabkan kelumpuhan. 4) Identifikasi
isu
strategis
harus
memberikan
petunjuk
yang
bermanfaat mengenai bagaimana memecahkan isu 5) Memperjelas proses perencanaan strategis bagi para stakeholders. Selanjutnya, untuk mengidentifikasi isu strategis perlu adanya pendekatan. Menurut Bryson (2007:171-181), tiga pendekatan bagi identifikasi isu strategis kemungkinannya adalah: 1) Pendekatan langsung (the direct approach) Pendekatan ini mungkin paling berguna bagi sebagian besar pemerintah dan organisasi nirlaba. Perencanaan bergerak lurus dari peninjauan
37
terhadap mandat, misi, dan SWOT hingga identifikasi isu-isu strategis. Pendekatan langsung baik digunakan jika: tidak ada kesepkatan tentang sasaran; tidak ada visi keberhasilan sebelumnya; tidak ada otoritas hierarkis yang dapat memaksakan sasaran kepada stakeholders lain; dan lingkungan visi tampak tidak bijaksana serta tindakan parsial merupakan tindakan yang tepat sebagai tindakan segera atas isu strategis. 2) Pendekatan sasaran (the goals approach) Pendekatan sasaran lebih terikat dengan teori perencanaan tradisional. Dimana organisasi membuat tujuan dan sasaran bagi dirinya sendiri, kemudian diidentifikasi isu-isu atau mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran itu. Pendektan ini lebih tepat digunakan bagi organisasi dengan struktur otoritas yang hierarkis. 3) Pendekatan visi keberhasilan (the vision of success approach) Dalam pendekatan ini, organisasi diminta membuat gambaran terbaik tentang keberhasilan yang akan diperoleh di masa depan. Pendekatan ini bermanfaat bagi organisasi yang sulit mengidentifikasi isu-isu strategis secara langsung. Pendekatan ini lebih cocok digunakan bagi organisasi nirlaba dari pada organisasi publik. Setelah dilakukannya identifikasi isu strategis, maka isu-isu tersebut perlu diurutkan berdasarka prioritas, logis, atau urutan temporal untuk mempermudah dalam perumusan strategi. Selanjutnya isu strategi tersebut perlu dievaluasi untuk mengukur tingkat strategisnya sebuhah isu. Proses
38
tersebut dapat dilakukan dengan melakukan Uji Tes Litmus (Litmus Test). Dimana dalam tes tersebut, setiap isu strategis diberikan 13 pertanyaan yang kemudian akan dinilai. Isu yang memiliki skor tertinggi merupakan isu yang paling strategis, sedangkan isu yang skornya terendah adalah isu operasioanl. Sistem pemberian skor dalam tes litmus sebagai berikut: 1) Skor 1 = untuk isu yang bersifat operasional; 2) Skor 2 = untuk isu yang cukup strategis; 3) Skor 3 = untuk isu yang sangat strategis. Hasil perkalian antara jumlah soal dan skor yang diperoleh akan didapat nilai tertinggi dari setiap isu strategis adalah 39 dan nilai terendah adalah 13. Sehingga dapat kategorikan sebagai berikut: 1) Nilai 13-21 = isu kurang strategis; 2) Nilai 22-30 = isu cukup strategis; 3) Nilai 31-39 = isu sangat strategis.
39
Tabel 2.3 Daftar Pertanyaan Tes Litmus No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7..
Pertanyaan Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis yang ada dihadapan anda? Seberapa luas isu akan berpengaruh pada organisasi anda? Seberapa banyak resiko/peluang keuangan organisasi anda? Apakah strategi pemecahan isu membutuhkan: a. Pengembangan sarana dan program pelayanan baru b. Perubahan signifikan dalam sumber-sumber atau jumlah pajak? c. Perubahan signifikan dalam ketetapan atau peraturan? d. Penambahan atau modifikasi fasilitas? e. Penambahan staf yang signifikan? Bagaimana pendekatan terbaik bagi pemecahan isu? Tingkat manajemen manakah yang dapat menetapkan bagaimana menanggulangi isu? Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu tidak diselesaikan?
(1) Sekarang
(2) Tahun Depan
(3) Dua tahun/lebih dari sekarang
Unit atau divisi tunggal
Beberapa divisi
Seluruh departemen
Kecil
Sedang
Besar
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Jelas, siap untuk diimplementasikan Pengawas staff lini
Parameter luas, agak terperinci
Terbuka luas
Kepala divisi
Kepala departemen
Ada gangguan, inefisiensi
Kekacauan pelayanan jangka panjang, biaya besar, merosotnya penghasilan 4 atau lebih
Sangat Sensitif
8.
Seberapa banyak departemen lain dipengaruhi oleh isu ini dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
Tidak ada
Kekacauan pelayanan, kehilangan sumber dana Satu-tiga
9.
Bagaimana sensifitas isu ini terhadap nilai sosial, politik, religius, dan kultural?
Lunak
Agak Berpengaruh
Sumber: Bryson, 2007:184-185
40
c.
Perumusan Strategi untuk Mengelola Isu Tahap setelah dilakukannya penilaian terhadap isu-isu strategis adalah
perumusan strategis untuk mengelola isu. “Strategi dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimana organisasi itu, apa yang dilakukan, dan mengapa organisasi itu melakukannya” (Bryson, 2005:189). Hal serupa juga disampaikan oleh Allison dan Jude Kaye (2005), yaitu: “Strategi adalah pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk mencapai misi organisasi. Merumuskan strategi adalah merumuskan program-program strategis atau alternative kebijakan mendasar yang akan dilakukan organisasi untuk mengelola isu. Pada tahap ini dirumuskan program-program strategis, alternatif-alternatif kebijakan mendasar yang dilakukan organisasi untuk menanggapi isu strategis yang berada pada tahap sebelumnya.”
Sedangkan menurut Nawawi (2005:175-179)
terdapat jenis-jenis
strategi untuk organisasi non-profit adalah sebagai berikut : 1) Strategi Agresif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) mendobrak penghalang, rintangan atau ancaman untuk mencapai prestasi yang ditargetkan. 2) Strategi Konservatif Strategi yang dilakukan dengan membuat program-program serta mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) dengan cara yang sangat hati-hati dan disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku.
41
3) Strategi Difensif (Strategi Bertahan) Strategi yang dilakukan dengan membuat program-program serta mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) untuk mempertahankan kondisi keunggulan atau prestasi yang sudah dicapai oleh organisasi. 4) Strategi Kompetitif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program serta mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) untuk mencapai keunggulan yang melebihi organisasi non profit lainnya yang berada pada posisi serta jenjang yang sama. 5) Strategi Inovatif Strategi yang dilakukan dengan membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) agar organisasi non profit selalu tampil sebagai pelopor pembaharuan di bidang tugas pokok masing-masing, sebagai keunggulan atau prestasi. 6) Strategi Diversifikasi Strategi yang dilakukan dengan membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) berbeda dari strategi yang biasa dilakukan sebelumnya, atau berbeda dengan strategi yang dilakukan atau dipergunakan oleh organisasi lainnya dalam memberikan pelayanan umum. 7) Strategi Prefentif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) untuk mengoreksi dan
42
memperbaiki kekeliruan, baik yang dilakukan oleh organisasi itu sendiri maupun yang diperintahkan organisasi atasan. 8) Strategi Reaktif Strategi ini dalam membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) bersikap menunggu dan hanya memberikan tanggapan jika telah memperoleh petunjuk, pengarahan, pedoman pelaksanaan, dan lain-lain dan organisasi atasannya. 9) Strategi Oposisi Strategi ini dalam membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) bersikap menolak dan menentang atau menunda pelaksanaan setiap perintah, petunjuk, pengarahan dan bahkan mungkin peraturan perundang-undangan dari organisasi atasan yang dinilai tidak menguntungkan, mempersulit atau tidak mungkin dilaksanakan karena tidak mungkin dapat mencapai keunggulan atau prestasi yang diinginkan oleh organisasi. 10) Strategi Adaptasi Strategi ini hampir sama dengan strategi difensif, yaitu strategi yang dilakukan dengan membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) dengan mengadaptasi dari organisasi non profit lain. 11) Strategi Ofensif Strategi ini dalam membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah
atau
tindakan
(action)
selalu
berusaha
untuk
43
memanfaatkan semua yang dimiliki dan setiap peluang baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan pengarahan, petunjuk pedoman, peraturan dari organisasi atasan, bahkan perundang-undangan yang berlaku bagi semua organisasi non profit bidang pemerintahan. 12) Strategi Menarik Diri Strategi ini dilakukan dengan kecenderungan menghindari untuk membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) sesuai petunjuk, pengarahan dan pedoman karena beberapa sebab, yang diantaranya karena menghindar dari tanggungjawab yang berat, organisasi memiliki kinerja yang relatif rendah dan takut gagal, program dan atau proyek tidak sesuai dengan kebutuhan lingkungan atau masyarakat, dan lain-lain. 13) Strategi Kontijensi Strategi yang dilakukan dengan membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) sebagai cara pemecahan masalah dengan memilih alternatif yang paling menguntungkan atau yang terbaik dari berbagai pilihan alternatif lainnya, sesuai dengan petunjuk, pengarahan dan pedoman dari organisasi atasan dan bahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 14) Strategi Pasif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program, proyek dan mengatur langkah-langkah atau tindakan (action) dengan mengikuti perintah, petunjuk, pengarahan, pedoman serta perundang-undangan yang
44
berlaku, dan lebih dominan pada pelaksanaan rutin yang sudah berlangsung lancar. Tidak semua strategi yang telah dijelaskan di atas dapat digunakan oleh organisasi non profit untuk mencapai prestasi atau tujuan yang telah ditetapkan. Dari beberapa strategi di atas harus dipilih mana yang paling sesuai berdasarkan hasil analisis internal dan eksternal. Dalam waktu yang sama, setiap organisasi non profit mungkin saja menggunakan dua atau lebih strategi yang saling menunjang, tetapi tidak mungkin menggunakan dua atau lebih strategi yang saling bertentangan. (Nawawi, 2005:179). Perumusan strategi dapat dilakukan melalui analisis SWOT, dengan melihat perbandingan antara faktor internal organisasi (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal oragnisasi (peluang dan ancaman). Macammacam strategi yang merupakan gabungan dari beberapa faktor akan membentuk quadran-quadran. Berdasarkan pendapat Rangkuti, analisis SWOT dapat digambarkan sebagai berikut:
45
Gambar 2.1 Diagram Analisis SWOT Peluang Eksternal Quadran III
Quadran I
Strategi Turn-around (WO)
Strategi Aggressive (SO)
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal Quadran IV
Quadran II
Strategi Defensive (WT)
Strategi Diversification (ST)
Ancaman Eksternal Sumber: Rangkuti (2006: 19) Quadran I merupakan situasi yang sangat menguntungkan, dimana organisasi memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat dimanfaatkan organisasi untuk menangkap peluang yang ada. Strategi yang digunakan adalah strategi agresif (Growth Oriented Strategy). Quadran II merupakan kondisi dimana suatu organisasi sedang menghadapi ancaman, namun organisasi tersebut masih memiliki kekuatan dari segi Internal. Strategi
yang harus diterapkan yaitu dengan
menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi ( produk / pasar ). Quadran III disini organisasi mempunyai peluang yang besar tetapi organisasi tersebut dihadapkan pada kelemahan internal sekaligus ancaman dari luar. Strategi yang tepat digunakan adalah Strategi Turn – Around,
46
dimana organisasi harus meminimalkan masalah-masalah internal organisasi sehingga dapat merebut peluang yang ada. Quadran
IV
kondisi
Ini
merupakan
situasi
yang
tidak
menguntungkan bagi organisasi, sebab dihadapkan dengan berbagai macam ancaman dan kelemahan internal. Strategi yang tepat digunakan dengan Strategi Defensif. Berdasarkan diagram di atas dapat dipakai dalam menentukan suatu strategi yang efektif bagi organisasi. Maka dalam penelitian ini akan dipakai dalam
membuat
rencana
strategis
DPU
Kota
Surakarta
dalam
pengembangan sarana prasarana drainase.
C. KERANGKA PIKIR Kerangka pikir dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan berbagai teori yang digunakan dalam penelitian ini. Sesuai tinjauan pustaka yang telah dikemukakan maka kerangka pikir penelitian ini adalah: Hingga saat ini, Kota Surakarta belum dapat terlepas dari permasalahan genangan air. Salah satu faktor penyebabnya adalah jumlah sarana prasarana drainase yang terbatas dan kurang memadai. Sehingga ancaman banjir selalu ada, terutama saat musim penghujan. Dalam hal ini, Dinas Pekerjaan Umum adalah penyedian dan penyelenggaran pelayanan pekerjaan umum. Maka perlu dilakukan sutau perencanaan strategis untuk mengembangkan sarana prasarana drainase Kota Surakarta agar masalah genangan air dapat teratasi. Berdasarkan pendapat Bryson, perencanaan strategis dapat dilakukan melalui
47
beberapa langkah yaitu melakukan analisis lingkungan baik internal maupaun eksternal dengan mengacu pada mandat visi dan misi Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta. Selanjutnya, faktor-faktor dalam analisis lingkungan akan dianalisis menggunakan matriks SWOT, sehingga menghasilkan isu-isu strategis yang kemudian akan diuji melalui tes litmus untuk menentukan isu yang paling strategis. Selanjutnya, langkah akhir yang dilakukan adalah mengelola isu strategis yang paling strategis menjadi rencana strategis terkait pengembangan sarana prasarana drainase Kota Surakarta. Sehingga dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Pikir Misi Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta: “Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana drainase yang mampu mematuskan genangan kota”
Analisis Faktor Internal
Analisis Faktor Eksternal
Identifikasi Isu-Isu Strategis
Merumuskan Strategi Pengembangan Sarana Prasarana Drainase Kota Surakarta