BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1
Pengukuran Kinerja Perusahaan
2.1.1 Pengertian Kinerja Perusahaan Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja ( performance measurement ) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran kinerja merupakan bagian dari fungsi pengendalian manajemen, karena pengukuran kinerja dapat digunakan untuk melakukan pengendalian aktivitas. Setiap aktivitas harus terukur kinerjanya agar dapat diketahui tingkat efisien dan efektivitasnya. Efisien dan efektivitas tersebut merupakan dasar untuk melakukan peniaian kinerja. Menurut Mulyadi (2001:415) kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas dan efisiensi operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya didasarkan sesuai sasarannya, dengan standart dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu cara untuk menilai kinerja perusahaan yang positif adalah dengan melihat sejauh mana perusahaan telah menggunakan sumber dayanya secara maksimal, dalam arti perusahaan melakukan kegiatan perusahaannya secara efektif dan efisien. Pengertian efektif adalah kemampuan satu unit untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, sedangkan efisien
menggambarkan sejauh mana masukan (input) yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu unit keluaran ( output ). Sedangkan menurut Kriamiaji dan Aryani (2011:345) pengukuran kinerja adalah suatu proses mengkuantitaskan keefisienan dan atau keefektifan dari suatu tindakan tersebut. 2.1.2 Alasan Dilakukannya Pengukuran Kinerja Perusahaan menggunakan seperangkat ukuran kinerja untuk mengevaluasi kinerja bisnis unit dan kinerja para manajernya. Ukuran kinerja ini memungkinkan para manajer untuk tetap fokus pada pencapaian tujuan organisasi. Untuk dapat berkompetisi, suatu perusahaan manufaktur misalnya harus mempunyai kualitas produk yang tinggi, pelayanan pengiriman yang handal, produk yang lebih bervariasi dengan harga yang murah, kebutuhan pelanggan yang baru dan hubungannya dengan perubahan teknologi serta filosofi perusahaan sangat jelas menggambarkan bahwa, sistem pengukuran kinerja menjadi sangat penting bagi suatu organisasi. Menurut Neely ( dalam Krismiaji dan Aryanni, 2011:344) terdapat beberapa alasan mengapa pengukuran kinerja sangatlah penting, diantaranaya adalah sebagai berikut : a.
Perubahan Lingkungan Kerja Pada era 1950-an dan 1960-an sistem akuntansi tradisional yang
mengalokasikan biaya overhead berdasarkan tenaga kerja langsung, cara ini mungkin tepat karena proporsi biaya tenaga kerja langsung yang sering kali melebihi 50% dari total biaya produksi. Tapi pada era 1980-an proporsi biaya tenaga kerja langsung melebihi 50% atau 10%, karena tingginya investasi pada teknologi, perubahan lingkungan kerja inilah yang mendorong perusahaan menyusun dan menggunakan sistem akuntansi manajemen baru, mengharuskannya untuk menggunakan sistem pengukuran kinerja.
yang
b.
Meningkatnya Persaingan Tidak diragukan lagi bahwa tingkat persaingan yang dihadapi perusahaan
meningkat pada era globalisasi ini. Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia terus menghadapi tekanan untuk mampu menurunkan biaya produksi dan meningkatkan nilai produknya kepada pelanggan mereka. c.
Inisiatif-inisiatif Pengembangan Khusus Untuk merespon meningkatnya persaingan, banyak organisasi yang
melakukan
inisiatif-inisiatif
pengembangan
khusus
seperti
total
quality
management ( TQM ), learn production world class manufacturing ( WCM ), taguchi method dan quality costing d . Penghargaan Nasional dan Internasional Untuk menghargai pencapaian kinerja organisasi, sejumlah penghargaan kualitas bertaraf nasional maupun internasional banyak diadakan, seperti : deming price, baldrige award dari USA dan european foundation for quality management ( EFQM ) award. e.
Perubahan peranan organisasi Adanya berbagai perubahan yang mengharuskan perubahan peranan
Akuntan Manajemen untuk tidak hanya menyediakan informasi bagi pihak eksternal tetapi lebih pada menyediakan informasi yang diperlukan untuk menjalankan suatu bisnis. 2.1.3
Tujuan Pengukuran Kinerja Perusahaan
Tujuan pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi perusahaan. Tujuan pengukuran kinerja menurut Supriyono (2000:385) adalah sebagai berikut :
a. Untuk menilai prestasi manajer devisi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya. b. Untuk mengidentifikasi penyebab selisih pelaksanaan dan rencana sesuai dengan ukuran prestasi dan manajer divisi yang telah ditentukan. c. Untuk menentukan besarnya kontribusi devisi dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. d. Untuk membuat saran dan keputusan tindakan perbaikan atau sesuai yang diluar kendali. Pendapat lain menyatakan bahwa pengukuran kinerja keuangan memiliki beberapa peranan bagi perusahaan; diantaranya dapat mengetahui beberapa besarnya biaya yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas yang telah dilakukan perusahaan; sebagai penentu efisiensi di setiap bagian, proses atau produksi untuk menentukan tingkat keuntungan yang dapat dicapai; sebagai penilaian kinerja pada tiap-tiap individu yang diberi wewenang dan tanggung jawab serta untuk pengambilan keputusan perlu atau tidaknya dilakukan prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa mendatang. 2.1.4 Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Mulyadi ada beberapa manfaat
dari pengukuran kinerja
keuangan perusahaan, diantaranya sebagai berikut : a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan evisien melalui pemotivasian karyawan secara optimum. b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti : promosi, transfer dan pemberitahuan. c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai atasan mereka menilai kinerja mereka. e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. 2.1.5 Rasio Keuangan 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa, tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan, terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar, menurut S Munawir (1998:64). Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:297) rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). 2. Kelebihan dan Keterbatasan Rasio Keuangan a
Kelebihan Rasio Keuangan Menurut Harahap (2004:298) kelebihan analisis rasio keuangan adalah :
(1) Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar stastik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. (2) Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
(3) Mengetahui posisi perubahan ditengah industri lain. (4) Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi. (5) Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan yang lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik. (6) Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. b. Keterbatasan Rasio Keuangan Keterbatasan dalam penggunaan rasio keuangan menurut Harahap (2004:298) adalah sebagai berikut : (1) Kesulitan memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya. (2) Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan dapat menjadi keterbatasan teknik. (3) Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan dalam menghitung rasio. (4) Sulit jika data yang tersedia tidak sinkorn. (5) Beberapa perusahaan yang dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
2.1.6 Rasio Profitabilitas 1. Pengertian Rasio Profitabilitas Analisis kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit dibutuhkan untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang dan kelangsungan hidup perusahaan, karena perusahaan harus dalam keadaan yang menguntungkan. Menurut
Harahap
(2004:304)
rasio
profitabilitas
menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada, seperti : kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. 2. Cara Mengukur Rasio Profitabilitas a. Net Profit Margin ( NPM ) Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Rasio ini bisa dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut : Net Profit Margin
Laba Setelah Pajak Penjualan
Net Profit Marjin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Sebaliknya net profit margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukan ketidakefisienan manajemen.
Menurut Suryono (Nurjanti T dan H.Hendrarini, Journal Of Business and Bangking Vol.1, 2011:93) berpendapat bahwa semakin besar NPM maka semakin baik perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibanding dengan penjualan yang dicapai dan investor akan semakin tertarik sehingga mempengaruhi peningkatan harga saham, sedangkan Mais menyatakan bahwa NPM yang tinggi dapat meningkatkan harga saham karena saham yang disukai oleh investor adalah saham yang perusahaannya sehat, yaitu perusahaan yang mempunyai kemampuan menghasilkan laba yang tinggi dan dapat dipahami bahwa dengan meningkatnya NPM maka akan meningkatkan earning perusahaan sehingga akan meningkatkan kekayaan pemegang saham. b. Return On Investment ( ROI ) Rasio ini juga biasa disebut Return on assets digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertent. Rasio yang tinggi menunjukan efisiensi manajemen asset, yang berarti efisiensi manajemen. Rasio ini bisa dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut : Return on investment
Laba Setelah Pajak Total Aktiva
Menurut Krismiaji dan Aryani (2011:295) Dalam penerapan ROI terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya sebagai berikut:
a. Kelebihan ROI : 1. Mendorong manajer untuk memusatkan perhatian pada hubungan antara penjualan, biaya dan investasi. 2. Mendorong efisiensi biaya. 3. Mengurangi investasi yang berlebihan pada aktiva operasi. b. Kelemahan ROI : 1. Mencegah manajer untuk berinvestasi dalam proyek yang menurunkan ROI, meskipun investasi tersebut dapat meningkatkan kemampulabaan perusahaan secara keseluruhan. 2. Mendorong manajer memusatkan perhatian pada kegiatan jangka pendek untuk biaya berjangka panjang. c.
Return On Equity Rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba
berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut padang pemegang saham. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut : Return on equity
Laba Setelah Pajak Modal Sendiri
Menurut Luhur (Nurjanti T dan H.Hendrarini, Journal Of Business and Bangking Vol.1, 2011:93) berpendapat bahwa jika seseorang ingin menekankan pada sudut pandang dari sudut pandang secara keseluruhan, maka fokusnya
diarahkan pada profitabilitas ekuitas (ROE). Artinya tingkat efisiensi diukur berdasarkan atas seberapa besar tingkat pengembalian modalnya. Semakin tinggi tingkat profitabilitas maka nilai perusahaan cenderung semakin meningkat sebaliknya, semakin rendah tingkat profitabilitas maka nilai perusahaan cenderung menurun. Sedangkan Noor berpendapat bahwa perubahan ROE akan mempengaruhi harga saham, bila ROE cukup tinggi maka perusahaan yang mempunyai kemampuan untuk membatasi deviden yang cukup tinggi dari perusahaan tersebut dapat dikatakan menggunakan equity dengan efektif dan efisien, sehingga para pemegang saham percaya bahwa dikemudian hari perusahaan akan memberikan pendapatan yang lebih besar. 2.1.7 Konsep EVA (Economic Value Adedd) 1.
Pengertian EVA EVA ( Economic Value Adedd ) adalah suatu sistem manajemen keuangan
untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital). Menurut Blocher (2001:965) “Economic Value Adedd (EVA) adalah laba suatu bisnis setelah pajak dan setelah mengurangi biaya modal. Tujuan dari penhukuran tersebut adalah secara efektif memotivasi para manajer unit strategi bisnis investasi dan secara tepat untuk mengukur kinerja mereka. EVA atau di Indonesia dikenal dengan istilah Nitami atau nilai tambah ekonomi adalah satu alat untuk menilai kinerja keuangan. Teknik ini dilandasi pada konsep bahwa pengukuran laba suatu perusahaan harus adil dalam
mempertimbangkan harapan-harapan setiap para penyandang dana. Economic value adedd juga dapat dipakai sebagai tolok ukur atau kriteria apakah suatu anggaran tertentu, karyawan dan manajer berhak mendapatkan bonus atau tidak. Konsep ini dikenal sebagai pengukur kinerja perusahaan yang secara adil mempertimbangkan sepenuhnya harapan setiap para penyandang dana, dalam hal ini adalah para kreditor dan para pemegang saham dimana derajat keadilannya diukur atau dinyatakan dengan biaya modal rata-rata tertimbang Weight Average Cost of Capital dari struktur modal yang ada. EVA dapat diformulasikan sebagai berikut :
EVA = NOPAT – BIAYA MODAL Dengan catatan apabila : a.
Jika EVA > 0, maka telah terjadi penambahan nilai ekonomi ke dalam perusahaan (bisnis) tersebut.
b.
Jika EVA = 0, maka artinya adalah bahwa secara ekonomi perusahaan “impas” karena semua digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditor maupun pemegang saham.
c.
Jika EVA < 0, maka tidak terjadi atau tidak memberikan nilai tambah ke dalam perusahaan tersesebut karena laba yang tersedia tidak memenuhi harapan-harapan penyandang dana.
2.
Tujuan dan Manfaat EVA
a.
Tujuan EVA Dalam penerapannya EVA memiliki tujuan sebagai berikut :
1) Dengan perhitungan EVA diharapkan mendapatkan hasil perhitungan nilai
ekonomis perusahaan yang lebih realistis, hal ini disebabkan oleh EVA dihitung berdasarkan pendekatan biaya modal ( cost of capital ) yang menggunakan nilai pasar yang berdasarkan kepentingan kreditur terutama para pemegang saham dan bukan pada nilai bukunya yang bersifat historis. 2) Perhitungan EVA juga diharapkan dapat mendukung penyajian laporan keuangan akan mempermudah bagi investor, kreditur, karyawan pemerintah, pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan di dalamnya. b. Manfaat EVA Dalam penggunaannya EVA memiliki manfaat sebagai berikut : 1) Penerapan EVA sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai pengukuran kinerja perusahaan, dimana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value creation). 2) Penilaian kinerja keuangan dengan pendekatan model EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham, dengan EVA para manajemen akan berpikir dan bertindak sama halnya dengan pemegang saham, yaitu pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal. 3) EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan struktur modalnya. 4) EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek baru atau kegiatan yang memberikan pengembalian yang lebih dari pada modalnya, kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total nilai yang positif menunjukan adanya penciptaan nilai dari proyek tersebut.
5)
EVA membuat para manajer memfokuskan pada kegiatan perusahaan yang menciptakan nilai dari mengevaluasikan kinerja berdasarkan kriteria memaksimalkan nilai perusahaan.
3.
Kelebihan dan Kelemahan EVA
a.
Kelebihan EVA Dalam penggunaannya EVA memiliki kelebihan sebagai berikut :
1) EVA menunjukan nilai tambah yang terjadi selama satu tahun tertentu. 2) EVA dapat diterapkan pada masing-masing divisi atau unit-unit lain dari sebuah perusahaan besar. 3) EVA adalah alat pengukur kinerja perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya, yaitu dengan memperhatikan harapan para pemilik modal (kreditur atau para pemegang saham) secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukannya pada nilai buku. 4) Model EVA dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam pemberian bonus kepada karyawan, karena EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk menjalankan stockholder statisfaction concept yakni memperhatikan karyawan, pelanggan dan pemilik modal. 5) Meskipun model EVA hanya berorientasi pada kinerja operasional perusahaan akan tetapi sangat berpengaruh untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategis perkembangan portofolio perusahaan. b. Kelemahan EVA Dalam penggunaannya EVA memiliki kelemahan sebagai berikut :
1) Secara konseptual EVA memang lebih unggul dari pada pengukur tradisional akuntansi, namun secara praktis belum tentu dapat diterapkan dengan mudah. Penentuan biaya modal saham yang cukup rumit sehingga diperlukan analisis yang lebih mendalam tentang teknik-teknik didalam menafsir biaya modal saham. 2) EVA adalah alat ukur semata dan tidak berfungsi sebagai cara untuk mencapai sasaran perusahaan, sehingga diperlukan suatu cara bisnis tertentu untuk mencapai sasaran tersebut. 3) Masih mengandung unsur keberuntungan (tinggi rendahnya EVA dapat dipengaruhi oleh gejolak pasar) 4) EVA hanya menggambarkan nilai pada suatu tahun tertentu. 5) EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah, investasi yang demikian umunya memiliki resiko yang kecil sehingga secara tidak langsung EVA mendorong perusahaan untuk menghindari resiko. Sedangkan sebagian besar inovasi di dalam berbisnis mempunyai resiko yang cukup tinggi terutama di dalam era pasar bebas yang penuh dengan ketidak pastian. 2.1.8 Konsep Biaya Modal a.
Pengertian Biaya Modal Biaya modal merupakan biaya peluang dari penggunaan dana untuk
diinvestasikan dalam proyek baru, hal ini dikarenakan biaya modal merupakan tingkat pengembalian yang diisyaratkan dari semua sumber keuangan jika perusahaan dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari pada
biaya modal, maka pengembalian sisanya akan menyebabkan peningkatan nilai saham biasa perusahaan dan peningkatan kekayaan pemilik saham. b. Perhitungan Biaya Modal 1) Biaya Modal Hutang Biaya hutang menunjukan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena perusahaan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman. Apabila disajikan dalam bentuk rumus perhitungan biaya hutang adalah sebagai berikut : Biaya Hutang : kd (1 – t ) Dimana : kd
Beban Bunga Hu tan g
Keterangan : kd = Tingkat suku bunga dari hutang sebelum pajak t = Tarif pajak 2.
Biaya Modal Saham Preferen Biaya modal saham preferen adalah biaya riil yang harus dibayar apabila
perusahaan menggunakan dana dengan menjual saham preferen. Biaya modal saham preferen diperhitungkan sebesar tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of return) oleh investor pemegang saham preferen. Saham preferen memberikan hasil yang tetap berupa deviden preferen. Oleh karena itu, saham preferen mempunyai sifat campuran antara hutang dan obligasi. Saham preferen mempunyai hak atas deviden tetap dan hak pembayaran
terlebih dahulu, jika perusahaan terjadi likuidasi. Besarnya biaya saham preferen dapat dihitung sebagai berikut : Kp
Dp PP
Keterangan : Kp = Biaya komponen saham preferen Dp = Deviden saham preferen Pp = Harga pasar saham preferen 3.
Biaya Modal Saham Biasa Saham biasa adalah saham yang akan memperoleh deviden dalam jumlah
tidak tetap setiap tahunnya tergantung besar kecilnya laba yang diperoleh, tersedianya kas dan keputusan rapat pemegang saham perusahaan tersebut. Bahkan dalam keadaan merugi perusahaan tidak membayar deviden kepada pemegang saham umum. Terdapat dua model pendekatan untuk menghitung biaya modal, antara lain : 1. Model Penentuan Harga Aktiva Modal (Capital Assets Pricing Model = CAPM) Model CAPM merupakan penetapan biaya modal dengan menganalisis hubungan antara tingkat return saham yang diharapkan (ke) dengan return pasar (Rm) yang terjadi. Model CAPM ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : besarnya tingkat bunga bebas resiko ( risk free rate , Rr ), resiko
sistematis yang ditunjukan oleh koefisien beta ( β ) dan premium resiko pasar yang ditunjukan oleh selisih antara return saham ( Rm – Rf ), sehingga jika disajikan dalam rumus menjadi : Ke = Rf + ( Rm - Rf ) β Keterangan : Ke = Tingkat keuntungan yang disyaratkan investor Rf = Tingkat return bebas resiko β = Beta, pengukur resiko sistematis saham Rm = Tingkat keuntungan pasar Rumus perhitungan ( β ) melalui pendekatan regresi adalah : β=
n n
Rm Ri − Rm . Ri R 2m −( R m )2
Dimana : Rm = Tingkat keuntungan portofolio pasar Ri = Tingkat keuntungan saham Sedangkan tingkat keuntungan saham dapat dihitung :
Ri
D t Pt - Pt -1 Pt -1
Dimana : Ri = Pengembalian keuntungan saham pada periode ke t Dt = Deviden saham pada periode t Pt = Harga saham pada periode ke t
Pt-1 = Harga saham pada periode t-1 Tingkat pengembalian pasar (Rm) diperoleh besarnya keuntungan seluruh saham yang beredar di suatu bursa efek. Perhitungan return pasar didasarkan pada pendekatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar modal. Rumus dari perhitungan return pasar tersebut adalah sebagai berikut : Rm
IHSG t - IHSG t -1 IHSG t -1
Dimana : IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan periode t IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan sebelum periode t 2. Pendekatan Model Diskonto Deviden ( Deviden Discount Model ) Merupakan tingkat diskonto yang menyeimbangkan nilai sekarang dari keseluruhan deviden per lembar saham yang diharapkan di masa yang akan datang, sehingga biaya modal merupakan faktor diskonto dari deviden yang ada. ke
D1 g Po
Dimana : Ke = Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor Po = Harga pasar saham pada saat ini D1 = Deviden yang diterima untuk periode t g = Tingkat pertumbuhan deviden
4.
Perubahan Struktur Modal Struktur modal merupakan perpaduan antara hutang, saham preferen dan
saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu : 1. Resiko bisnis Atau resiko yang inheren dengan operasi jika perusahaan tidak mempergunakan hutang. Semakin tinggi resiko bisnis perusahaan, maka semakin rendah rasio hutang optimalnya. 2. Posisi perpajakan perusahaan Alasan perusahaan menggunakan hutang adalah bunganya yang dapat menjadi pengurang pajak, yang selanjutnya akan mengurangi biaya hutang efektif. Tetapi jika sebagian besar laba perusahaan telah dilindungi dari pajak karena perlindungan penyusutan pajak, bunga dari hutang yang beredar saat ini, atau karena kerugian pajak yang dibawa ketahun berikutnya, maka tarif pajaknya akan rendah, sehingga tambahan hutang mungkin tidak akan begitu menguntungkan lagi dibandingkan jika perusahaan memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi. 3. Fleksibilitas keuangan Jika operasi yang stabil akan membutuhkan pasokan modal yang lancar, yang merupakan hal yang vital bagi keberhasilan jangka panjang
perusahaan. Keputusan pambiayaan sekarang dipengaruhi oleh keinginan pembiayaan dimasa yang akan datang. 4. Konservatisme atau keagresifan manajemen Beberapa manajer lebih agresif, sehingga beberapa perusahaan cenderung menggunakan hutang sebagai usaha untuk mendorong keuntungan. 5.
Biaya Modal Rata-Rata tertimbang Biaya modal yang tepat digunakan dalam pembuatan keputusan keuangan
adalah biaya modal rata-rata tertimbang. Dasar pemikiran penggunaan biaya modal rata-rata tertimbang adalah bahwa masing-masing sumber pembelanjaan mempunyai biaya modal sendiri-sendiri, dan besarnya dana dari masing-masing sumber pembelanjaan tidak sama. Adapun rumus untuk perhitungan WACC adalah : WACC : Wd.Kd ( 1-T ) + Wp.Kp + Wc.Ks Dimana : WACC : Biaya modal rata-rata tertimbang Wd : Bobot hutang pada struktur modal Kd : Komponen biaya hutang sebelum pajak T : Tarif pajak marginal perusahaan Wp : Bobot dari saham preferen Kp : Biaya komponen modal saham preferen
Wc : Bobot dari ekuitas biasa Ks : Biaya komponen ekuitas biasa
2.2
Rerangka Pemikiran Laporan Keuangan
Laporan Laba Rugi
Neraca Keuangan
Mengevaluasi Kinerja Keuangan
Rasio Profitabilitas
EVA
Kinerja Keuangan Perusahaan
Gambar 1 Rerangka Pemikiran