BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Kinerja Kinerja
adalah
gambaran
mengenai
tingkat
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi (Wibowo, 2010). Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan periaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Veithzal et al, 2013). Veithzal et al juga menyatakan dengan penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang objektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang disumbangkan
masing-masing
pusat
pertanggungjawaban
kepada
perusahaan
secara
keseluruhan. Penilaian kinerja dapat dimanfaatkan manajemen untuk : 1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya seperti promosi, pemberhentian dan mutasi. 3) Mengindentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
14
5) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang digunakan biasanya adalah ukuran keuangan karena mudah dilakukan pengukuran. Maka kinerja personel yang diukur adalah hanya yang berkaitan dengan keuangan, hal-hal yang sulit diukur diabaikan atau diberi nilai kuantitatif yang tidak seimbang. Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang riil mengenai keadaan perusahaan, sehingga Kaplan dan Norton mengembangkan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif yang dikenal dengan nama Balanced Scorecard. 2.2.
Balanced Scorecard Balanced scorecard adalah rencana strategis dan sistem manajemen yang digunakan
secara ekstensif dalam bisnis dan industri, pemerintahan dan organisasi-organisasi non profit dunia untuk bersama aktivitas bisnis menjalankan visi dan strategi dari organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal dan memonitor kinerja organisasi terhadap tujuan strategik (Ali dan Homayun, 2011). Balanced scorecard merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Profesor Dr. Robert S. Kaplan dari Harvard Business School dan Dr David P. Norton awal tahun 1990. Pendekatan Balanced scorecard menunjukkan beberapa kekurangan dan ketidakjelasan dari pendekatan manajemen sebelumnya. Balanced scorecard mencoba menyediakan presepsi yang jelas seperti apa organisasi seharusnya diukur. Ini juga menjelaskan visi dan strategi, menemukan hubungan strategi untuk mengintegrasikan kinerja organisasi, komunikasi yang objektif dan mengukur unit bisnis serta sejalan dengan inisiatif strategi. Ketika diterapkan secara menyeluruh, Balanced scorecard akan sejalan dengan keseluruhan organisasi sehingga karyawan akan mengerti bagaimana dan apa yang bisa mereka lakukan untuk mendukung strategi (Nopadol, 2011).
Demetrius dan Patricia (2005) menyatakan bahwa Kaplan dan Norton menyarankan organisasi, saat menggunakan pendekatan keuangan, seharusnya mengembangkan seperangkat langkah-langkah tambahan untuk digunakan sebagai indikator terkemuka dan prediktor kinerja keuangan. Mereka menyarankan bahwa pengukuran harus dibangun berdasarkan empat perspektif : 1) Perspektif Keuangan, ukuran dalam perspektif ini harus menjawab pertanyaan “bagaimana kita harus tampil untuk para pemegang saham?” 2) Perspektif Pelanggan, ukuruan ini harus menjawab pertanyaan “bagaimana kita harus tampil untuk para pelangan?” 3) Perspektif Proses bisnis internal, ukuran dalam pendekatan ini harus menjawab pertanyaan “proses apa yang harus diunggulkan?” 4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, ukuran ini harus menjawab pertanyaan “bagaimana kita bisa mempertahankan kemampuan kita untuk berubah dan peningkatan?”
2.2.1. Perspektif Keuangan Balanced scorecard tetap menggunakan perspektif keuangan karena ukuran finansial sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaanya memberikan kontribusi atau tidak terhadap peningkatan laba perusahaan. Tujuan finansial biasanya berhubungan dengan profitabilitas yang diukur misalnya oleh laba operasi, return on capital employed (ROCE), nilai tambah eknomis (economic value
added). Tujuan finansial lainnya, mungkin berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau terciptanya arus kas (Kaplan dan Norton, 1996). Kaplan dan Norton (1996) membagi daur hidup bisnis menjadi tiga tahapan : 1) Bertumbuh (Growth), merupakan tahap awal siklus hidup perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini, harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun kemampuan operasi menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global dan memelihara serta mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Pada tahap ini perusahaan mungkin beroperasi dengan arus kas negatif dan pengembalian modal yang rendah. Tujuan finansial pada tahap ini adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan dan tingkat pertumbuhan penjualan diberbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan dan wilayah. 2) Bertahan (Sustain), ini merupakan situasi dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun. Tujuan finansial pada tahap ini berkaitan dengan profitabilitas perusahaan. 3) Menuai (Harvest), pada tahap ini bisnis tidak lagi membutuhkan investasi yang besar, cukup untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan perluasan atau pembangunan berbagai kapabilitas baru. Tujuan finansial keseluruhan untuk tahap
bisnis pada tahap menuai adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja. Pengukuran perspektif keuangan pada penelitian ini menggunakan beberapa analisis rasio keuangan. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat, terdapat beberapa faktor yang digunakan untuk menilai kesehatan BPR yaitu Faktor Kualitas Aktiva Produktif, Faktor Manajemen, Faktor Rentabilitas dan Faktor Likuiditas. Rasio Keuangan yang digunakan antara lain Kualitas Aset – Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas kredit BPR, Rasio Likuiditas – Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya, Rasio Rentabilitas (Return On Asset (ROA) dan Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan asset dan modal (Ayu, 2013). 2.2.2. Perspektif Pelanggan Kaplan dan Norton (1996) membagi perspektif pelanggan menjadi dua kelompok pengukuran, kelompok pertama merupakan ukuran generik yang digunakan oleh hampir semua perusahaan yang disebut sebagai kelompok ukuran utama. Kelompok ukuran kedua merupakan faktor pendorong kinerja pembeda (differentiator) hasil pelanggan. Kelompok pengukuran pelanggan utama terdiri dari : 1) Pangsa pasar, menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. 2) Retensi pelanggan, cara yang disukai untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan sasaran diawali dengan mempertahankan
pelanggan yang ada di segmen tersebut. Selain mempertahankan pelanggan, banyak perusahaan menginginkan dapat mengukur loyalitas pelanggan melalui persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini. 3) Akusisi pelanggan, mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru. 4) Kepuasan pelanggan, menilai tingkat kepuasan atas kriteria di dalam proposisi nilai. 5) Profitabilitas pelanggan, mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Diluar Kelompok Utama : mengukur Proposisi Nilai Pelanggan. Proposisi nilai pelanggan menyatakan atribut yang diberikan perusahaan kepada produk dan jasanya untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam segmen pasar sasaran. Atribut ini dapat dibagi kedalam tiga kategori : 1) Atribut barang dan jasa, mencakup fungsionalitas produk atau jasa, harga dan mutu. 2) Hubungan pelangan, mencakup penyampain produk/jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu tanggap dan penyerahan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan. 3) Citra dan reputasi, menggambarkan faktor-faktor tak berwujud yang membuat pelanggan tertarik kepada suatu perusahaan. Perspektif pelanggan diukur dengan menggunakan dua indikator kunci yaitu pertumbuhan pelanggan dan kepuasan pelanggan (Herlina et al, 2012). Tingkat pertumbuhan pelanggan digunakan untuk mengukur pertumbuhan nasabah yang menggunakan jasa PT BPR NAGA setiap tahunnya dan Tingkat Kepuasan Pelanggan merupakan pernyataan kepuasan
nasabah yang menggunakan jasa PT BPR NAGA mengenai kualitas jasa pelayanan yang mereka peroleh, diukur dengan menggunakan Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP). 2.2.3. Perspektif Bisnis Internal Kaplan dan Norton (1996) menyatakan dalam perspektif proses bisnis internal, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuranukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif finansial dan pelanggan. Urutan ini memungkinkan perusahaan memfokuskan pengukuran proses bisnis internal kepada proses yang mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan dan para pemegang saham. Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Kaplan dan Norton mengamati bahwa model rantai nilai generik memberi suatu template yang dapat disesuaikan oleh setiap perusahaan dalam mempersiapkan perspektif setiap bisnis internal. Model ini terdiri atas tiga proses bisnis utama : 1) Proses inovasi, dalam proses ini unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. 2) Proses operasi adalah tempat dimana produk dan jasa diproduksi dan disampaikan kepada pelanggan. Proses ini secara historis telah menjadi fokus sebagian besar sistem pengukuran kinerja perusahaan. 3) Layanan Purna Jual merupaka layanan kepada pelanggan setelah penjualan atau penyampain produk dan jasa. Sebagian perusahaan mempunyai strategi yang eksplisit untuk menyediakan layanan purna jual yang istimewa.
Pengukuran perspektif Proses Bisnis Internal pada penelitian ini menggunakan credit realization ratio dan service cycle efficiency. Kedua pengukuran ini digunakan karena kredit merupakan sumber pendapatan utama dari bank. Service cycle efficiency digunakan untuk mengukur pelayanan bagian kredit, bagian dana dan kasir dalam penyelesaian kredit sedangkan credit realization ratio menggambarkan seberapa besar kemampuan bank dalam menyalurkan kredit pada nasabah. Ketika proses pencairan kredit dapat dilakukan dengan lebih efisien akan menyebabkan peningkatan jumlah realisasi kredit (Pramesti dan Ayu 2013). 2.2.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan perspektif keempat dalam Balanced Scorecard yang mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan dan proses bisnis internal mengidentifikasi apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif scorecard yang pertama. Balance scorecard menekankan pentingnya menanamkan investasi bagi masa datang dan bukan hanya dalam bidang jasa investasi tradisional saja seperti peralatan baru, riset dan pengembangan produk baru, tapi perusahaan juga harus melakukan investasi dalam infrastruktur para pekerja, sistem dan prosedur (Kaplan dan Norton, 1996). Kaplan dan Norton (1996) membagi tiga kategori utama perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam balanced scorecard : a) Kapabilitas pekerja b) Kapabilitas sistem informasi c) Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan
Pengukuran perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan pada penelitian ini menggunakan tingkat employee retention dan tingkat kepuasan karyawan. Kedua pengukuran ini digunakan karena karyawan dianggap sebagai salah satu sumberdaya utama perusahaan untuk bisa mencapai target yang diinginkan (Pramesti dan Ayu, 2013). Employee retention merupakan pengukuran terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan karyawannya sebagai modal intelektual dan aktiva non keuangan yang berguna untuk kelangsungan hidup perusahaan (Pramesti dan Ayu, 2013). Tingkat kepuasan karyawan diukur dengan menggunakan metode kuesioner yang sudah pernah digunakan pada penelitian - penelitian sebelumnya. Tingkat kepuasan karyawan diukur karena para karyawan yang merasa puas merupakan suatu prasyarat untuk meningkatkan produktivitas, tanggung jawab, kualitas dan pelayanan pelanggan (Medi Tri et al, 2012). 2.3.
Keunggulan Perencanaan Strategik dengan Balanced Scorecard Terdapat empat keunggulan penggunaan rerangka Balanced Scorecard dalam
penyusunan rencana strategik seperti yang dinyatakan oleh Mulyadi dan Johny (2001) dalam bukunya yang berjudul Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, yaitu : 2.3.1. Komprehensivan Sasaran Strategik Balanced Scorecard menjanjikan kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kinerja keuangannya dalam jangka panjang melalui kekomprehensivan sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Dengan Balanced Scorecard, kinerja keuangan diperoleh dari usaha-usaha nyata (real efforts) yang menjadi penyebab utama diwujudkannya kinerja keuangan. Balanced Scorecard memperluas sasaran strategik ke perspektif non keuangan yang mencakup perspektif customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut merupakan penyebab sesungguhnya pencapaian sasaran keuangan.
Untuk menghasilkan kinerja keuangan sesungguhnya (bukan artifisial atau semu), perusahaan harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan value terbaik bagi customer (perspektif customer), harus mengoperasikan proses untuk melayani customer secara cost effective (perspektif proses bisnis/intern), dan harus mempekerjakan personel yang produktif dan berkomitmen (perspektif pertumbuhan dan pembelajaran). Dengan demikian, perluasan sasaran strategik ke perspektif non keuangan mengarahkan perhatian personel ke usaha-usaha yang menjadi pemacu sesungguhnya (the real drivers) diwujudkannya sasaran keuangan. 2.3.2. Kekoheran Sasaran Strategik Penggunaan rerangka Balanced Scorecard dalam perencanaan strategik dapat menghasilkan sasaran-sasaran strategik yang koheren – yaitu dibangunnya hubungan sebabakibat (kausal) antara sasaran strategik nonkeuangan dan sasaran strategik keuangan serta hubungan sebab-akibat antara sasaran strategik nonkeuangan yang satu dengan sasaran strategik nonkeuangan yang lain. Setiap sasaran strategik yang dipilih dalam perspektif nonkeuangan diarahkan untuk mewujudkan sasaran strategik non keuangan yang lain atau secara langsung diarahkan untuk mewujudkan sasaran strategik di perspektif keuangan. Dengan demikian tidak ada satu pun pencapaian sasaran strategik di perspektif nonkeuangan yang tidak bermanfaat untuk mewujudkan sasaran strategik di perspektif keuangan, sehingga dengan demikian semua usaha dikerahkan dan diarahkan untuk melipatgandakan kinerja keuangan. 2.3.3. Keterukuran Sasaran Strategik Keterukuran sasaran strategik menjadikan sasaran tersebut jelas sehingga menjanjikan ketercapaian (achievability) sasaran-sasaran strategik yang dihasilkan dari perencanaan strategik dengan rerangka Balanced Scorecard. Sasaran strategik yang dihasilkan dengan rerangka Balanced Scorecard ditentukan ukuran pencapaiannya melalui dua macam ukuran: (1) ukuran
hasil (outcome measure) dan (2) ukuran pemacu kinerja (performance driver measure). Balanced Scorecard mengharuskan personel menentukan ukuran pencapaian sasaran strategik yang dipilih, meskipun untuk sasaran-sasaran strategik di perspektif non keuangan penentuan ukurannya seringkali sulit dilakukan. 2.3.4. Keseimbangan Sasaran Strategik Sasaran strategik yang dirumuskan dalam perencanaan strategik perlu diarahkan ke empat perspektif secara seimbang: keuangan, customer, proses serta pembelajaran dan pertumbuhan. Customer dan pembelajaran dan pertumbuhan merupakan perspektif yang berfokus pada orang. Perspektif customer diwujudkan untuk menghasilkan value terbaik bagi customers. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan diwujudkan melalui pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Keuangan dan proses merupakan perspektif yang berfokus pada proses, proses untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer dan proses untuk menghasilkan financial returns bagi investors. Perspektif proses dan pembelajaran dan pertumbuhan berorientasi ke dalam perusahaan, sedangkan perspektif keuangan dan customer berorientasi ke luar perusahaan. Sasaran strategik harus diarahkan keempat perspektif secara seimbang: (1) seimbang antara fokus ke proses dan pembelajaran dan pertumbuhan, serta (2) seimbang antara fokus ke intern perusahaan dan ke luar perusahaan. Keseimbangan sasaran strategik yang dirumuskan akan menjanjikan dihasilkannya shareholder value yang berlipatganda dan berjangka panjang. Ada tiga pihak utama yang berkepentingan terhadap perusahaan: personel perusahaan, customer, dan pemegang saham. Personel perusahaan (terdiri dari manajer dan karyawan) dengan menggunakan organizational capital menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan customer. Dari penyediaan produk dan jasa bagi customer ini, perusahaan akan memperoleh arus kas masuk (cash inflow) yang
digunakan untuk membayar arus kas keluar untuk operasi (cash outflow for operation) dan beban modal (capital charge).
2.4.
Penelitian Sebelumnya Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang pernah meneliti tentang Balanced
Scorecard antara lain : Rizki dan Nur tahun 2012 yang meneliti tentang Faktor-Faktor Pertumbuhan PT. Bank Muamalat Cabang Kalimalang Bekasi Ditinjau dari Strategi Model Balanced Scorecard (analisis kinerja tahun 2008-2010) mendapatkan hasil dari perspektif keuangan ditemukan bahwa efisiensi yang ditunjukkan melalui BOPO tidak stabil karena adanya kondisi in efisiensi dimana nilai BOPO mencapai 80,94% tahun 2009. Dari perspektif pelanggan menunjukkan kurangnya loyalitas pelanggan karena jumlah pelanggan mengalami penurunan drastis. Sedangkan dari perspektif proses bisnis internal ditunjukkan bahwa pengukuran kebutuhan nasabah akan produk dan jasa bank telah diukur dan diawasi secara efektif, manajemen juga melakukan pengukuran dan pengawasan terhadap penyampaian produk dan jasa bank. Dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat dikatakan PT Bank Muamalat Indonesia telah melakukan pengukuran secara efektif dan sesuai dengan model standar kerja yang berlaku di Indonesia. Yanne tahun 2013 meneliti tentang penerapan Balanced Scorecard sebagai alat ukur kinerja pada PT Bank Sulut, dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa perspektif keuangan menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun dan dari perspektif pelanggan, pada akuisisi pelanggan dinilai belum maksimal sedangkan dari retensi pelanggan dinilai sudah cukup baik untuk mempertahankan jumlah dan kepuasan pelanggan. Proses bisnis internal mengalami
peningkatan pendapatan dan berkurangnya keluhan dinilai cukup baik. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dilihat dari retensi karyawan PT Bank Sulut mampu mempertahankan karyawannya tapi pelatihan karyawan yang masih kurang menyebabkan produktivitas karyawan belum maksimal. Medi Tri et al., tahun 2012 juga pernah melakukan penelitian tentang Analisis Pengukuran Kinerja pada PD BPR KK Banjarharjo Kabupaten Brebes dengan Pendekatan Balanced Scorecard dimana dari perspektif keuangan menunjukkan kriteria baik karena terdapat kecenderungan kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Perspektif pelanggan menunjukkan kriteria baik karena terdapat kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran juga menunjukkan kriteria yang baik terlihat dari kecenderungan peningkatan kinerja. Tapi dari perspektif proses bisnis internal walaupun menunjukkan adanya perbaikan efisiensi dan kredit macet, inovasi produk dari PD BPR KK Banjarharjo justru mengalami penurunan. Ayu Kusuma tahun 2013 telah melakukan Analisis pengukuran kinerja perusahaan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard pada PD BPR BKK Kudus. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa perspektif keuangan dilihat dari rasio NPL, Profit Margin dan BOPO dikategorikan buruk walaupun ROA dan LDR dapat dikategorikan baik karena mendekati target yang diharapkan bank. Perspektif proses bisnis internal juga menunjukkan tidak adanya inovasi yang dilakukan atau dapat dikategorikan stagnan dan dari rasio AERT menurun menunjukkan bahwa bank harus meningkatkan efisiensi, efektivitas dan ketepatan proses transaksi yang dilakukan. Sedangkan dari perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengalami peningkatan dan menunjukkan hasil yang baik atau puas.
Sunita dan Vinita (2013) juga telah melakukan penelitian yang berjudul Devising a Balanced Scorecard to determine Standard Chartered Bank’s Performance: A case study di India. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dari perspektif keuangan adanya penurunan rasio likuiditas, penurunan deposito dan juga penurunan jumlah tabungan yang disebabkan masyarakat lebih memilih menginvestasikan dana mereka pada surat-surat berharga pemerintah karena bunga yang diberikan lebih besar. Perspektif proses bisnis internal tidak menunjukkan adanya kenaikan yang signifikan, rata-rata pertumbuhan pertahun hanya sekitar 2%. Perspektif pelanggan adalah yang terburuk dimana rata-rata pertumbuhan simpanan dan deposito nasabah mengalami penurunan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menunjukkan hasil yang lebih baik dari perspektif keuangan, proses bisnis internal dan pelanggan dengan mendapatkan poin 100% berdasarkan penilaian karyawan tetap, karyawan training dan karyawan kontrak. Hal ini menunjukkan bahwa bank secara pasti memberi nilai nasabah juga sebagai stakeholder. Sagar dan Swati tahun 2012 melakukan penelitian mengenai Penerapan Balanced Scorecard pada sektor perbankan di India. Penelitian dilakukan pada State Bank of India (SBI). Berdasarkan hasil penelitian di peroleh pada perspektif keuangan dari enam indikator keuangan yang diuji yaitu growth of net return, return on asset, cash-deposit ratio, credit-deposit ratio, investment-deposit ratio, dan interst income to total assets ratio hanya investment-deposit ratio yang mengalami peningkatan sehingga dapat disimpulkan secara keseluruhan kekuatan keuangan dari SBI mengalami penurunan. Perspektif pelanggan menunjukkan bahwa SBI menyediakan berbagai fasilitas untuk konsumennya dan memungkinkan untuk SBI memperluas jaringannya keseluruh area di India. Dari perspektif proses bisnis internal SBI menghabiskan lebih banyak dana pada sumberdaya manusia dibandingkan sumberdaya yang lainnya karena banyak cabang dari SBI berada di daerah yang tidak memungkinkan untuk teknologi modern bisa masuk, hal ini
menyebabkan pada Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, SBI lebih fokus pada pelatihan para karyawan sehingga kemampuan dari karyawannya mengalami peningkatan. Esther et al tahun 2013 juga melakukan penelitian mengenai dampak balanced scorecard terhadap kinerja perusahaan dibidang jasa. Penelitian ini dilakukan pada 63 perusahaan jasa yang ada di Kakamega Municipality Kenya. Hasil dari penelitian ditemukan bahwa seluruh perusahaan mengembangkan kemampuan dan kinerja dari karyawan mereka. Pelatihan, inovasi dan kepuasan pelanggan yang merupakan bagian dari keempat perspektif dari balanced scorecard adalah penggerak paling penting untuk kesuksesan sebuah perusahaan. Para manajer perusahaan setuju bahwa penerapan salah satu perspektif dari balanced scorecard akan berdampak pada penerapan perspektif lainnya. Ketika perusahaan meningkatkan kemampuan dan kinerja karyawan maka sudah pasti akan meningkatkan efisiensi dalam hal proses bisnis internal, ini juga akan berdampak pada kepuasan konsumen dan bisa memperluas pangsa pasar perusahaan, yang nantinya profitabilitas dari perusahaan juga akan ikut meningkat. Meningkatnya profitabilitas perusahaan akan mendorong fungsi lain dari perusahaan seperti meningkatnya reward untuk karyawan dan bertambahnya partisipasi sosial sebagai bentuk corporate social responsibility. Ini juga akan memberikan gambaran positif terhadap perusahaan di mata publik dan meningkatkan daya saing dari perusahaan.