9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka Penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengaruh NGO dalam pelestarian
lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian ”NGO dan Sustainable Development: Peran Wetlands International – Indonesia Programme Dalam Merehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Mengembangkan Mata Pencaharian Di AcehNias Tahun 2005-2009 (Proyek Green Coast)”. Penelitian ini membukakan tentang Proyek Green Coast sebagai upaya memberdayakan masyarakat di Aceh-Nias untuk sadar dalam mempertahankan atau melestarikan tanaman-tanaman daerah pesisir. Salah satu usaha yang dilakukan adalah information politics, bahwa NGO tersebut mengumpulkan data dan menyebarkannya sebagai informasi terkait kondisi ekologi dan sosial-ekonomi masyarakat. Melalui tulisan Qisthiarini, membantu penulis untuk memahami pengaruh NGO melalui suatu program untuk memberdayakan masyarakat melalui penyebaran informasi untuk menyadarkan pemerintah dan masyarakat. Walaupun memiliki tema yang sama mengenai usaha NGO terhadap pelestarian lingkungan namun perbedaan dengan penelitian selanjutnya adalah upaya penyadaran dilakukan melalui sekolah hijau sebagai wadah pemberdayaan masyarakat lokal di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
10
Penelitian yang terkait dengan upaya NGO dalam pelestarian lingkungan kawasan hutan adalah berasal dari tulisan Rozaq (2015) dengan judul penelitian “Peran Greenpeace Dalam Mengatasi Kasus Deforestasi Hutan Di Kalimantan Tengah Indonesia Tahun 2010-2014”. Penelitian ini mengungkapkan tentang peran serta upaya Greenpeace dalam menjaga kelestarian lingkungan global. Usaha yang dilakukan adalah advokasi mengenai isu deforestasi di Kalimantan Tengah yaitu politic campaign untuk mendorong pemerintah mencanangkan peraturan-peraturan untuk melindungi hutan yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011 dan Nomor 06 Tahun 2013. Kedua peraturan tersebut tentang penundaan pembukaan area lain di kawasan hutan. Melalui kampanye, Greenpeace memanfaatkan media sebagai sarana yang digunakan menyebarkan informasi secara luas mengajak masyarakat peduli kondisi kawasan hutan Kalimantan Tengah. Melalui tulisan Rozaq, walaupun memiliki tema yang sama mengenai usaha NGO terhadap isu lingkungan seperti deforestasi melalui advokasi namun perbedaan dengan penelitian tersebut sedang yang dilakukan penulis selanjutnya adalah melihat upaya NGO mempengaruhi pemerintah daerah menetapkan kebijakan mengenai pendidikan lingkungan melalui sekolah hijau. penelitian sebelumnya membantu penulis memahami usaha advokasi seperti politic campaign agar pemerintah mencanangkan kebijakan mengenai isu permasalahan lingkungan. World Vision Indonesia melakukan pelestarian hutan akibat deforestasi di kawasan Sambas, Kalimantan Barat melalui program sekolah hijau untuk membantu masyarakat di wilayah tersebut dari ancaman deforestasi.
11
Penelitian yang terkait dengan upaya NGO dalam pelestarian hutan berasal dari tulisan Sarah (2013) dengan judul “Peran Greenpeace dalam menanggulangi masalah kerusakan hutan alam dan gambut di Riau, Sumatra, Studi kasus: PT. Riau Andalan Pulp and Paper”. Tulisan sarah memberikan gambaran umum mengenai kerusakan hutan yang terjadi di Semenjung Kampar, Riau akibat deforestasi yang dilakukan oleh perusahaan sehingga mengancam kelestarian hutan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Perusahaan telah melakukan tindakan penebangan ilegal yang dilihat memiliki cacat hukum dalam izin penebangan hutan alam. Greenpeace sebagai aktor NGO berupaya dalam mendesak pemerintah agar menghasilkan kebijakan untuk mendukung pelestarian hutan. Upaya tersebut dilakukan berdasarkan fungsinya sebagai advokasi untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat sekitar hutan. Greenpeace memonitor aktivitas deforestasi dengan cara patroli kawasan hutan dan lahan gambut. Greenpeace juga memberikan fasilitas bagi masyarakat dan sebagai jembatan antara masyarakat dan instansi pemerintah dalam melakukan pelestarian hutan. Tulisan dari sarah, memiliki kesamaan dan berkontribusi bagi penulis kedepannya melalui fungsi dari NGO sebagai dasar dalam usaha pelestarian hutan seperti advokasi dengan mengidentifikasi masalah bagi masyarakat hutan. Kontribusi yang diberikan dapat membantu untuk melihat upaya World Vision dalam mempengaruhi pemerintah pusat maupun daerah agar menetapkan kebijakan agar pelestarian hutan dapat berjalan serta memberi pengaruh kepada penduduk Sambas melalui pendidikan. Walaupun terdapat persamaan namun adanya perbedaan dengan
12
tulisan sarah yakni World Vision memiliki program sekolah hijau dalam pembangunan berkelanjutan untuk membantu kehidupan masyarakat di wilayah Kalimantan Barat agar dapat melestarikan hutan di Sambas.
2.2
Kerangka Konseptual Peneliti menggunakan beberapa konsep di dalam penulisan ilmiah dengan
maksud mengkaji upaya World Vision dalam pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat melalui analisa terhadap program yang dilakukan selama 20112014. Beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah
2.2.1
Politik lingkungan Paterson (2000, dalam Hidayat H, 2011: 8-9, 20) mengungkapkan politik
lingkungan merupakan suatu pendekatan yang menggabungkan permasalahan lingkungan dengan politik ekonomi. Terdapat relasi yang dinamis antara lingkungan dan manusia, serta antar kelompok yang bermacam-macam di dalam masyarakat dari skala individu sampai transnasional secara keseluruhan. Paterson (dalam Haynes et.al., 2006) menjelaskan bahwa munculnya aktor-aktor baru di kancah internasional melalui hubungan masyarakat global seperti Non-Governmental Organization, berguna untuk memecahkan sifat eksklusif negara. Paterson (Haynes et.al., 2006: 5471) mengungkapkan isu lingkungan dapat masuk mempengaruhi kebijakan melalui gerakan kepedulian atau pelestarian terhadap lingkungan yang semakin rusak (green politics).
13
Paterson menjelaskan bahwa Tahun 1970, menjadi awal dari tindakan green politics, yang menolak sistem dari pemikiran tradisional, menempatkan negara sebagai aktor dominan. Aktor negara secara terus-menerus mengejar kepentingan dan membuka akses dalam pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan. Hal ini berdampak pada kerusakan lingkungan dan mengakibatkan kelangkaan sumber daya serta meningkatnya jumlah pengungsi. Para pemikir green politic merasa bahwa struktur politik global yang berjalan harus diubah ke arah yang demokratis, yaitu adanya sikap saling berbagi permasalahan lingkungan. Green politic juga memperhatikan isu ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
sehingga
menggagas
pembangunan
berkelanjutan yang bertujuan agar terdapat keseimbangan antara lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi dalam menangani kemiskinan serta kelaparan (Steans & Pettiford, 2005: 382 dalam Ikbar, Y., 2014). Willetts (2011) mengungkapkan bahwa NGO muncul di ranah internasional sejak munculnya piagam PBB yang tertuang pada pasal 71 yang menyatakan bahwa dewan ekonomi dan sosial dapat membuat kesepakatan untuk berkonsultasi dengan NGO yang memiliki kepentingan sesuai kompetensinya sebagai penjembatan antara masyarakat sipil dan pemerintah. NGO mulai menyadari perlunya berkontribusi untuk merubah pemikiran bahwa pembangunan seharusnya memprioritas keterlibatan masyarakat sipil pada setiap perencanaan. Fungsi NGO melalui advokasi bertujuan mempengaruhi para pengambil keputusan dan opini publik untuk membawa perubahan ditingkat nasional serta internasional bagi kepentingan masyarakat miskin.
14
Advokasi NGO dengan cara melakukan kampanye (penyebaran informasi) dan lobi guna mengekpresikan kondisi kemiskinan maupun kerusakan lingkungan sehingga advokasi dapat melampaui batas-batas negara (Rugendyke, B., 2007). Pemikiran Willetts memiliki keterkaitan dengan konsep pemberdayaan (empowerment) yang menetapkan bahwa masyarakat sebagai subjek dalam proses pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan. Pemberdayaan memberikan posisi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan melalui inisiatif lokal dengan mencari fenomena permasalahan. Fenomena kemiskinan menjadi informasi penting sebagai cara pandang tentang pemenuhan kebutuhan dalam pembangunan. Menurut Sumarto (2003 dalam Sulistiyani A. T., 2007), dalam Pemberian posisi kepada masyarakat merupakan kesadaran pemerintah terhadap peran penting masyarakat dalam pengambilan keputusan. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan citranya sebagai pengendali sistem pembangunan dan keseimbangan membagi kekuasaan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Melalui gagasan ini memunculkan konsep kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan organisasi lainnya seperti NGO. Kemitraan pemerintah dan rakyat dapat dilihat dari hubungan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Namun terdapat ketidakmampuan masyarakat berhadapan dengan pemerintah dalam proses politik, sehingga NGO dibutuhkan untuk memberdayakan masyarakat dalam menyuarakan kepentingan. Keberadaan NGO dalam kemitraan melalui kerjasama dengan pemerintah melalui hubungan timbal balik untuk memberdayakan masyarakat (Sulistiyani, A. T., 2007: 139-145).
15
NGO juga memberikan kesadaran umum atas masalah-masalah lingkungan, peduli terhadap isu pembangunan dan keadilan sosial bagi kaum miskin terpinggirkan secara sosial dan ekonomi. NGO melihat akibat deforestasi, masyarakat memiliki akses minim untuk mendapatkan hasil sumber daya alam karena pengaruh eksploitasi dalam menggantikan kawasan hutan dengan tanaman yang memberikan keuntungan seperti kelapa sawit, karet, kopi dan lainnya. Hal ini membuat melemahnya kontribusi masyarakat
lokal dalam sektor ekonomi
dan mengakibatkan menurunnya
kesejahteraan (Hidayat H, 2011: 17). Indonesia melalui Kementerian lingkungan mencanangkan kebijakan nasional mengenai pendidikan lingkungan di indonesia agar dapat diimplementasikan dan dikembangkan
oleh
seluruh
pihak.
NGO
dapat
menjadi
mitra
untuk
mengimplementasikan pendidikan lingkungan yang telah dicanangkan PBB dengan menetapkan periode 2005-2014 sebagai integrasi pembangunan berkelanjutan dengan pendidikan di seluruh dunia (Salim, E., 2005). Salah satu keputusan pemerintahan Indonesia mengenai program pelestarian lingkungan adalah program Adiwiyata (sekolah hijau). Program yang dicanangkan untuk mendorong peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat secara khusus warga sekolah agar diupayakan pelestarian lingkungan hidup sehingga bermanfaat bagi kepentingan generasi sekarang maupun mendatang. Wujud dari program Adiwiyata adalah pengembangan kebijakan sekolah, pengembangan kurikulum berbasis lingkungan dan pengembangan kegiatan lingkungan berbasis partisipatif seperti pembuatan taman sebagai sarana
16
pembelajaran pelestarian hutan, menghemat air, pengelolaan sampah agar dapat dimanfaatkan kembali (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Berdasarkan pengertian tentang politik lingkungan, kita dapat melihat aktivitas NGO untuk membantu dalam pelestarian lingkungan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. upaya pemberdayaan masyarakat oleh NGO melalui pendidikan lingkungan untuk penyadaran kepada masyarakat mengenai isu lingkungan. NGO sebagai penyedia pendidikan non-formal merupakan manifestasi sebagai program pelestarian lingkungan agar masyarakat berpartisipasi memecahkan permasalahan lingkungan. Pendidikan lingkungan merupakan aspek penting dari proses pembangunan berkelanjutan. World Vision membantu masyarakat di kabupaten Sambas, Kalimantan Barat menggunakan sekolah hijau sebagai alat untuk memberi pengaruh kepada masyarakat dan pemerintah dalam menemukan cara atau solusi guna menjaga dan melestarikan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar di masa depan mereka tetap dapat merasakan manfaat dari hutan melalui pemberdayaan masyarakat lokal.
2.2.2
Non-Governmental Organization World Bank (1992, dalam Kim, Y., 2011) memberikan definisi mengenai
Non-Governmental Organization sebagai kelompok dan lembaga yang seluruh atau sebagian besar independen dari pemerintah dan memiliki tujuan utama yakni kemanusiaan atau kooperatif. Willetts (2001) juga memberikan definisi mengenai NGO secara umum berdasarkan karakteristiknya, yang pertama bahwa NGO bukan
17
sebagai partai politik atau lembaga pemerintah, sehingga tidak harus memiliki tujuan mencapai kekuasaan politik. Kedua, NGO tidak harus menghasilkan keuntungan terutama dari pihak swasta. Ketiga, bahwa tidak ada keikutsertaan kelompok kriminal di dalam NGO walaupun mereka bukan berasal dari pemerintah atau swasta. World Bank (1995) mendefinisikan NGO dalam dua kategori berdasarkan tujuannya yakni operasional dan advokasi. NGO operasional memiliki tujuan utama yakni merancang dan melaksanakan proyek-proyek yang berkaitan dengan pembangunan. Tujuan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang dengan cara memberikan layanan kesehatan, program pendidikan dan kredit mikro bagi masyarakat. NGO operasional biasanya melakukan kontrak atau kesepakatan dengan negara untuk program pembangunan. NGO advokasi memiliki tujuan mempertahankan atau mengangkat secara spesifik mengenai kebijakan ataupun penyebab kebijakan tertentu. Kedua tipe tersebut tidak menjadi eksklusif karena NGO operasional dapat melakukan kegiatan advokasi dan sebaliknya, seperti yang dilakukan NGO kemanusiaan. Terdapat pendekatan untuk melihat arah hubungan NGO dengan aktor negara, yakni Top-down dan Bottom-up. Penelitian ini menggunakan pendekatan Bottom-up yang merupakan hubungan pengaruh NGO kepada negara dengan tujuan meningkatkan kehidupan manusia. Landasan utama NGO adalah misi yang dijalankan oleh masyarakat sipil untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Misi yang dijalankan adalah menangani masalah-masalah tertentu yang dialami masyarakat lokal. NGO memiliki program yang dikerjakan bersama masyarakat
18
untuk pengembangan kemampuan atau kapasitas mereka sebagai fokus dalam proses pendekatan Bottom-up (Ulleberg, 2009). Menurut Sutomo (1998), intervensi lebih difokuskan sebagai bagian enabling process atau upaya pengembangan kapasitas masyarakat. Menurut Sumodiningrat (2002) Enabling process merupakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk membangun daya atau kemampuan melalui pengembangan potensi. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat.
Ife (1995) mengungkapkan bahwa pemberdayaan juga
merupakan proses membantu masyarakat tertinggal dengan cara mendidik, menggunakan lobi, memakai media dan terlibat dalam aksi politik dan sebagainya. Pengertian diatas bahwa intervensi NGO dilakukan melalui pengembangan kapasitas masyarakat lokal dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dan merupakan proses pendekatan Bottom-up. UNESCAP / United Nation Economic and Social Commission for Asia and Pasific (2000) menjelaskan bahwa NGO memiliki fungsi penting untuk meningkatkan kepedulian lingkungan melalui kesadaran terhadap isu lingkungan serta menjalankan program pembangunan berkelanjutan. Berikut fungsi yang dijalankan dari NGO:
1.
Awareness – Raising, Campaigning and Advocacy a.
Peningkatan Kesadaran
Organsasi
non-pemerintah
(NGO)
melakukan
kegiatan
peningkatan
kepedulian masyarakat terhadap permasalahan agar menjadi sadar terhadap
19
lingkungan dan terlibat dalam pembangunan berkelanjutan. Finnemore dan Sikkink (1998, dalam Kim, Y., 2011) menjelaskan NGO sebagai Norm Generator berupaya membangkitkan kesadaran norma kepada publik. Terdapat tiga tahap yang dilakukan yakni NGO memberikan perhatian kepada suatu kondisi kritis negara supaya menerima norma-norma baru (norm emergence); mensosialisasikan norma baru melalui penyuaraan isu penting untuk membujuk masyarakat menerima norma tersebut (Norm cascade); menyebarkan norma baru di antara masyarakat (internalization norm). Tahap internalisasi norma, dilakukan untuk mensinkronkan norma internasional ke dalam praktik-praktik domestik. b.
Kampanye
Penyuaraan (kampanye) dilakukan melalui pendekatan kepada masyarakat. NGO memainkan fungsinya untuk membangun hubungan antara masyarakat dengan proses politik. NGO membujuk masyarakat untuk ikut mendukung program kemanusiaan melalui media seperti televisi, surat kabar dan majalah. Apabila media di batasi oleh negara maka NGO juga dapat melakukan pengiklanan mengenai suatu isu masalah kepada publik dengan cara mengirim pesan singkat. NGO dalam kegiatan ini dapat mengubah pandangan publik supaya merespon dan mempengaruhi keputusan pemerintah. Menurut Bouget dan Prouteau (2002, dalam Kim, Y., 2011) Melalui fungsi tersebut, NGO dapat dikatakan berperan sebagai Agenda Setters. c.
Advokasi
NGO melakukan lobi kepada pemerintah untuk mendorong perubahan kebijakan dan adanya program pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan
20
masyarakat. NGO melakukan lobi kepada pemerintah karena kemampuan dalam mengakses informasi tanpa batas. Lobi dilakukan guna perubahan kebijakan melalui laporan data yang dikumpulkan dari kondisi masyarakat ataupun pengorganisasian masyarakat. NGO juga berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan melalui penyebaran informasi. NGO sebagai jaringan transnasional masyarakat sipil dapat memberikan informasi ke luar negeri tentang realita yang terjadi di suatu negara sehingga bisa menekan pemerintah untuk mempertimbangkan isu-isu yang terjadi (Demars, 2005 dalam Kim, Y., 2011). World Vision melakukan penyadaran kepedulian, kampanye dan advokasi untuk mempengaruhi penduduk dan pemerintah di Kabupaten Sambas agar sadar terhadap permasalahan. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan agar masyarakat di Sambas untuk mendukung program sekolah hijau. NGO juga memiliki maksud untuk menyadarkan pemerintah di Kabupaten Sambas, untuk menemukan solusi peningkatan kualitas pendidikan yang berkarakter sesuai lingkungan hutan agar kesejahteraan masyarakat meningkat.
2.
Education, Training and Capacity Building NGO berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait isu
lingkungan agar terdapat komitmen dalam pembangunan yang berkelanjutan. kemampuan dan keterlibatan masyarakat lokal untuk melestarikan sumber daya yang dimiliki secara berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan NGO. NGO bekerja untuk membantu pemerintah untuk mengembangkan dan implementasi pendidikan
21
lingkungan. Pendidikan lingkungan menjadi faktor penting di dalam memberikan kesadaran untuk melindungi lingkungan dimulai dari tingkat pendidikan dasar. Pelatihan kepada tenaga pengajar mengenai pendidikan lingkungan dimulai dari memperkenalkan
perencanaan
kurikulum
dan
metode
pengajaran
melalui
pengembangan keterampilan dan lokakarya (UNESCAP, 2000).
3.
Government and NGO Partnership Kemampuan NGO yang tidak dimiliki oleh aktor negara dalam menjangkau
masyarakat di berbagai daerah menjadi hal yang diperlukan bagi pemerintah untuk mengadakan kerjasama antar aktor tersebut. Rekomendasi dapat diberikan oleh NGO untuk mengembangkan program melalui pengkajian dari informasi pemerintah. Pemerintah sebagai mitra dapat mendanai program NGO dalam bidang pelestarian lingkungan. NGO dapat berpartisipasi dengan pemerintah daerah melalui pendekatan yang inovatif seperti strategi pendidikan (Ulleberg, 2009). Salah satu strategi yang diberikan oleh World Vision adalah pendidikan lingkungan melalui sekolah hijau. Melalui penjelasan mengenai hubungan NGO dengan masyarakat dan pemerintah dapat melihat posisi NGO sebagai dasar tujuan kegiatannya dan pengaruh yang dilakukan NGO kepada negara. Hal ini akan memperlihatkan upaya yang dilakukan NGO dalam konteks ini adalah World Vision untuk pelestarian hutan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Program pengembangan wilayah yang dipersiapkan World Vision di Indonesia kepada Kabupaten Sambas sebagai bentuk pendekatan bottom-up untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat
22
melalui sekolah hijau yang diadopsi dari program adiwiyata. Sekolah hijau menjadi bentuk upaya pendekatan dan pengaruh kepada masyarakat dan kebijakan pemeritah yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat Sambas, Kalimantan Barat agar pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan untuk melestarikan hutan dapat diterapkan di sekolah-sekolah wilayah tersebut.