BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lingkungan dan Pencemaran Lingkungan Menurut Undang-undang No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. 2.2. Pengertian Pencemaran Udara Udara adalah suatu campuran gas yang berbentuk lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi udara tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap H 2 O dan karbon dioksida (CO 2 ). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO 2 ), hydrogen sulfide (H 2 S), dan karbon monoksida (CO) selalu terdapat di udara sebagai hasil dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya. Selain itu partikel-partikel padatan atau pencemaran cairan berukuran
kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya (Fardiaz, 2003). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara ialah pencemaran yang terjadi jika udara di atmosfer dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh buruk terhadap organisme hidup. Jumlah pengotoran ini cukup banyak sehingga tidak dapat di absorpsi atau dihilangkan. Pada umumnya pengotoran udara ini bersifat alamiah, misalnya gas pembusukan, debu akibatnya erosi, dan serbuk tepung sari yang terbawa angin. Kemudian ditambah oleh ulah manusia dan jumlah dan kadar bahayanya makin meningkat (Sastrawijaya, 2009). Menurut Wardhana (2004) pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat menganggu kehidupan manusia.
2.3. Penyebab Pencemaran Udara Menurut Wardhana (2004), secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam, yaitu: 1.
Faktor internal (secara alamiah), contoh: a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin. b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik. c. Proses pembusukan sampah organik
2.
Faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh: a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil. b. Debu/serbuk dari kegiatan industri. c. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran
dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini tentu akan tergantung pada keadaan geografi dan meteorologi setempat. 2.4. Komponen Pencemar Udara yang Terdapat Di TPA Dari beberapa macam komponen pencemar udara, maka yang paling banyak terdapat di TPA adalah sulfur dioksida (SO 2 ), nitrogen dioksida (NO 2 ), karbon monoksida (CO), Metana (CH 4 ), dioksin, dan debu.
2.4.1. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Polusi oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO 2 ) dan sulfur trioksida (SO 3 ), dan keduanya disebut SO x . Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif. Pembakaran dari bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi memiliki jumlah yang relative yang tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO 2 selalu terbentuk dalam jumlah terbesar (Fardiaz, 2003). Mekanisme pembentukan SO 2 dapat dituliskan dalam reaksi sebagai berikut: S
+
O2
SO 2
Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO 2 . Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO 2 . Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H 2 S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata (Depkes, 2007). Sulfur dioksida didapat baik dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber-sumber SO 2 alamiah adalah gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Sumber-sumber SO 2 buatan adalah
pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan batu bara yang mengandung sulfur tinggi. Sumber-sumber buatan ini diperkirakan memberi kontribusi sebanyak sepertiganya saja dari seluruh SO 2 atmosfir/tahun. Akan tetapi, karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri, maka hal ini dianggap cukup gawat. Apabila pembakaran bahan bakar fosil ini bertambah di kemudian hari, maka dalam waktu singkat sumbersumber ini akan dapat memproduksi lebih banyak SO 2 dari pada sumber alamiah (Soemirat, 2009). Dampak utama polutan SO x terhadap manusia adalah iritasi system pernapasan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO 2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm. SO 2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mempunyai riwayat penyakit kronis pada system pernapasan dan kardiovaskuler. Individu yang memiliki gejala tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO 2 , meskipun dengan konsentrasi yang relatif rendah, misalnya 0,2 ppm atau lebih (Fardiaz, 2003).
Tabel 2.1. Pengaruh SO 2 Terhadap Manusia Konsentrasi (ppm) 3–5 8 – 12
Pengaruh
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan 20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi mata 20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk 20 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam waktu lama 500 – 100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam waktu singkat (30 menit) 400 – 500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat Sumber: Kirk dan Othmer yang dikutip dari Fardiaz, 2003 2.4.2. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Nitrogen oksida (NO x ) adalah gas yang terdapat di atmosfer yang terdiri dari gas nitrit oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2 ). Kedua bentuk gas nitrogen oksida ini merupakan yang paling banyak ditemui sebagai polutan udara. Nitrit oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sebaliknya nitrit dioksida mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam (Fardiaz, 2003). Pembentukan NO dan NO 2 mencakup reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk NO 2 . Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut: N2
+ O2
2NO + O 2
2NO 2NO 2
Berbagai pengaruh merugikan yang ditimbulkan karena polusi NO x bukan disebabkan oleh oksida tersebut, tetapi karena peranannya dalam pembentukan oksidan fotokimia yang merupakan komponen berbahaya di dalam asap. Produksi
oksidan terjadi jika terdapat polutan-polutan lain yang mengakibatkan reaksi-reaksi yang melibatkan NO dan NO 2 . Reaksi-reaksi tersebut disebut disebut reaksi fotolitik NO 2 dan merupakan akibat langsung dari interaksi antara sinar matahari dengan NO 2 . Daur reaksi fotolitik NO 2 dapat dituliskan menjadi persamaan sebagai berikut: NO 2
+ sinar matahari
--------->
NO
+ O
O
+ O2
---------->
O 3 (Ozon)
O3
+ NO
---------->
NO 2 +
O2
NO 2 mengabsorbsi energi dalam bentuk sinar ultraviolet dari matahari. Energi yang diabsorbsi tersebut memecah molekul-molekul NO 2 menjadi molekulmolekul NO dan atom oksigen (O). atom oksigen yang terbentuk bersifat sangat reaktif. Atom-atom oksigen akan bereaksi dengan oksigen atmosfer (O 2 ) membentuk ozon (O 3 ) yang merupakan polutan sekunder. Ozon akan bereaksi dengan NO membentuk NO 2 dan O 3 sehingga reaksi menjadi lengkap (Fardiaz, 2003). Emisi nitrogen oksida dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NO x yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran, dan kebanyakan dari pembakaran yang disebabkan oleh kendaraan, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NO x yang dibuat manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin (Fardiaz, 2003). Oksida nitrogen seperti NO dan NO 2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO 2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Diudara ambient yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO 2 yang bersifat racun. Kadar NO 2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar
binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari). Kadar NO 2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO 2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Depkes, 2007). 2.4.3. Karbon Monoksida (CO) Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin (Depkes, 2007). Di udara gas CO terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, hanya sekitar 0,1 ppm. Di daerah perkotaan dengan lalu lintas yang padat konsentrasi gas CO berkisar antara 10-15 ppm (Wardhana, 2004). Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksida metal di atmosfer, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan
sepertiganya berasal dai sumber tidak bergerak seperti pembakaran batu bara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik (Depkes, 2007). Karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolis, ikut beraksi secara metabolis dengan darah. Efeknya terhadap kesehatan disebabkan karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat hemoglobin menjadi karbon monoksida hemoglobin (COHb). Reaksi ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O 2 kepada jaringan- jaringan tubuh. Waktu paruh CO dalam tubuh berkisar antara 5-6 jam. Gejala yang terasa dimulai sebagai pusingpusing, kurang dapat memperhatikan sekitarnya, kemudian terjadi kelainan fungsi susunan saraf pusat, perubahan fungsi paru-paru dan jantung, terjadi rasa sesak napas, pingsan pada 250 ppm, dan akhirnya dapat menyebabkan kematian pada 750 ppm (Soemirat, 2009). 2.4.4. Dioksin Dioksin adalah senyawa yang terbentuk dari adanya karbon, hidrogen, oksigen, khlor dan panas. Dioksin dihasilkan dari pembakaran kendaran bermotor, pembakaran sampah di rumah-rumah, kebun, TPS dan TPA, kebakaran hutan, PLTU, tumpukan kompos, tumpukan sampah oganik yang membusuk, dan sebagainya. Dioksin tidak larut dalam air dan sangat kuat terikat dengan padatan, oleh sebab itu dioksin dapat dikeluarkan dari gas buang dengan penyaring debu. Dioksin terikat kuat
dalam tanah, dan tidak mencemari air tanah. Disungai dan danau, dioksin akan terikat dalam lumpur dan endapan di dasar. Dioksin dapat dihasilkan dari hasil pembakaran komponen sampah yang mengandung Khlor seperti kertas, PVC, dan peralatan elektronik pada temperatur di bawah 400˚C. Dioxin dapat bertahan lama, tidak mudah hilang atau hancur di lingkungan. Meskipun semua penghasil dioxin bisa dihentikan,dioxin yang sudah di hasilkan dahulu akan tetap ada di lingkungan untuk beberapa tahun ke depan. Karena dioxin tidak bisa mengurai dioxin yang tertimbun dalam makhluk hidup (di lingkungan atau di tubuh). Ini artinya tubuh akan menyerap dan menyimpan dioxin. Dan dengan berjalannya waktu ini akan berpengaruh pada kesehatan (Aninomous, 2008). Ilmuwan telah membuktikan bahwa kedapatan mengandung zat dioxin akan menyebabkan masalah kesehatan. Waktu paruh gas dioksin dalam tubuh berkisar antara 7-11 tahun. Sistem imunisasi (pada manusia) juga bisa rusak terutama pada anak-anak. Di tingkatan tinggi efek yang cepat yang ditimbulkan termasuk wabah chloracne (jerawat) penyakit kulit yang cukup keras dengan bintik seperti luka yang terjadi terutama pada wajah dan tubuh bagian atas , pada kulit lainnya, perubahan warna kulit, bulu pada tubuh yang berlebihan, dan kerusakan organ tubuh lainnya seperti,ginjal dan saluran pencernaan (Ricos, 2007). Masalah kesehatan terbesar yang dapat disebabkan oleh dioksin adalah menyebaban kanker pada orang dewasa. Pekerja yang membakar sampah terkena dioksin dalam tingkat tinggi di tempat mereka bekerja selama bertahun tahun mempunyai resiko tinggi terkena kanker.
2.4.5. Metana Gas metana merupakan senyawa hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau dengan rumus kimia CH 4 . Metan (CH 4 ) merupakan gas yang diproduksi oleh bakteri tertentu pada proses pemecahan bahan organik. Sebagai sumber metan adalah daerah pertanian padipadian dan daerah peternakan. Terjadinya peningkatan jumlah penduduk, akan menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan pertanian, peternakan, dan industri, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi gas metan pula (Mukono, 2008). Metana (CH 4 ) merupakan gas dominan selain karbon dioksida (CO 2 ) yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah di tempat pembuangan akhir. Keberadaan dan pergerakan metan sangan berbahaya pada TPA yang tidak dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan gas. Pembuangan sampah terbuka di TPA mengakibatkan sampah organic yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobic, dan proses itu menghasilkan gas metan yang mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO 2 . Jumlah emisi gas metana dari pembuangan akhir sampah secara keseluruhan mencapai kira-kira 30 – 70 juta ton per tahunnya. (Anonimous, 2008). Kandungan metana yang tinggi akan mengurangi konsentrasi oksigen di atmosfer. Jika kandungan oksigen di udara hingga di bawah 19,5%, akan mengakibatkan aspiksia atau hilangnya kesadaran makhluk hidup karena kekurangan asupan oksigen dalam tubuh. Meningkatnya metana juga meningkatkan risiko mudah terbakar dan meledak di udara (Anonimous, 2010).
2.4.6. Hidrogen Sulfida (H 2 S) Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif terhadap metal, dan menghitamkan berbagai material. Karena H 2 S lebih berat daripada udara, maka H 2 S ini sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan sering di dapat di sumur-sumur, saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama- sama gas beracun lainnya seperti metan dan karbon dioksida (Soemirat, 2009). Gas ini merupakan gas tidak berwarna, beracun, sangat mudah terbakar, karakteristik bau telur busuk (sudah tercium pada konsentrasi 0,5 ppb) dengan berat molekul 34,1 dan titik didih -77˚F pada tekanan mmHg, rapat gas: 1,2 serta sedikit larut dalam air. Bila terbakar menghasilkan SO 2 (US EPA, 2003). H 2 S didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi dan dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada industri kimia, industri minyak bumi, kilang minyak, dan terutama pada industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat, 2009) Pada umumnya manusia dapat mengenali bau H 2 S ini dengan konsentrasi 0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Bila konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan penciuman. Hidrogen sulfida dilepaskan dari sumbernya terutama sebagai gas dan menyebar di udara pada lapisan bawah, dekat dengan manusia. Gas ini dapat bertahan di udara rata-rata 18 jam – 3 hari. Selama waktu itu hydrogen sulfida dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO 2 ). Absorbsi dari paparan inhalasi teruatama akibat ukuran partikel hidrogen sulfida yang kecil dapat mencapai saluran nafas bawah di mana hidrogen sulfida
dapat diabsorbsi. Partikel dengan ukuran kecil akan mengalami penetrasi pada sacus alveolaris yang sebagian dari partikel akan mengalami pembersihan oleh macrophage dan sebagian lainnya akan diabsorbsi dalam darah. Zona alveolar merupakan bagian dalam paru dengan permukaan 50 sampai 100 m2. Gas pada alveoli hamper selalu menyatu dengan aliran darah yang tergantung pada kelarutan gas tersebut (Mukono,2008). Gas H 2 S dengan konsentrasi 500 ppm, dapat menimbulkan kematian, edema pulmonary, dan asphyxiant. H 2 S digolongkan asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernapasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernapasan (Soemirat, 2009). 2.4.7. Amoniak (NH 3 ) Amoniak merupakan bahan kimia yang bersifat basa, dalam bentuk gas bersifat iritan, tidak berwarna, dan memiliki bau yang sangat tajam. Sangat mudah larut dan membentuk larutan ammonium hidroksida yang dapat mengakibatkan iritasi dan terbakar. Amoniak sering digunakan dalam produksi peledakan, farmasi, pestisida, tekstil, bahan-bahan yang terbuat dari kulit binatang, pencegah api, kertas dan bubur kertas, karet, petroleum, dan sianida. Nilai ambang batas amoniak yang aman dihirup pekerja selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu adalah 25 ppm. Pekerja dapat terpapar dengan amoniak dengan cara terhirup gas ataupun uapnya, tertelan, ataupun kontak dengan kulit, pada umunya adalah melalui pernafasan (dihirup). Amoniak dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara sehingga dapat naik, dalam bentuk uap, lebih berat dari udara, sehingga tetap berada dibawah.
Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amoniak tergantung pada jalan pemaparan, dosis, dan lama pemaparan. Gejala-gejala yang dialami dapat berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak, iritasi tenggorokan, kerongkongan dan jalan pernafasan terasa panas dan kering, batuk-batuk. Pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan paru-paru, bahkan kematian. Amoniak juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit. Efek yang ditimbulkan akibat pemaparan amoniak bervariasi tergantung kadarnya, yaitu: a. 25 ppm, merupakan nilai ambang batas yang dapat diterima b. 25-50 ppm, bau dapat ditandai, pada umunya tidak menimbulkan dampak c. 50-100 ppm, mengakibatkan iritasi ringan pada mata, hidung, dan tenggorokan, toleransi dapat terjadi dalam 1-2 minggu tanpa memberikan dampak d. 140 ppm, mengakibatkan iritasi tingkat menengah pada mata, tidak menimbulkan dampak yang lebih parah selama kurang dari 2 jam e. 400 ppm, mengakibatkan iritasi tingkat menengah pada tenggorokan f. 500 ppm, merupaka kadar yang memberikan dampak bahaya langsung pada kesehatan g. 700 ppm, bahaya tingkat menengah pada mata h. 1000 ppm, dampak langsung pada jalan pernafasan i. 1700 ppm, mengakibatkan laryngospasm j. 2500 ppm, berakibat fatal setelah pemaparan selama setengah jam k. 2500-6500 ppm, mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan permukaan jalan pernafasan, sakit pada dada, edema paru, dan bronchospasm
l. 5000 ppm, berakibat fatal 2.4.8. Partikel debu Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayanglayang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Karena Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti : Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), black smoke (Depkes, 2007). Berbagai proses alami mengakibatkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan gunung berapi dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikelpartikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber
partikel yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya, diikuti oleh proses-proses industri (Fardiaz, 2003). Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernapasan. Factor yang paling berpengaruh terhadap system pernapasan terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam system pernapasan (Fardiaz, 2003). System pernapasan mempunyai beberapa system pertahanan yang mencegah masuknya partikel-partikel, baik berbentuk padat maupun cair, ke dalam paru-paru. Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel berukuran besar, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan dicegah masuk oleh membrane mukosa yang terdapat di sepanjang system pernapasan dan merupakan permukaan tempat partikel menempel (Fardiaz, 2003). Pada saat orang menarik napas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran napas bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Partikel yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil lagi, kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat napas dihembuskan (Wardhana, 2004).
2.5. Pembakaran Sampah Pembakaran sampah merupakan metode pengolahan sampah secara kimiawi dengan proses oksidasi (pembakaran) dengan maksud stabilisasi dan reduksi volume dan berat sampah. Setelah proses pembakaran akan dihasilkan abu dengan volume serta beratnya jauh lebih kecil/rendah dibandingkan dengan sampah sebelumnya (Sastrawijaya, 2009). Hasil dari pembakaran sampah diantaranya: a. Asap, yaitu karbon (C) yang berdiameter kurang dari 0,1 mikron, akibat dari pembakaran hidrat yang kurang sempurna. Dari 1 ton sampah kira-kira dihasilkan 9 kg artikel padat yang tak terbakar berupa asap cokelat. Suatu studi menyimpulkan, asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena 350 kali lebih besar dari asap rokok. Asap pembakaran sampah ini akan menghasilkan racun udara dioksin dan furan yang sama banyaknya dengan racun udara yang dikeluarkan oleh incinerator. b. Partikulat, yaitu zat padat/cair yang halus dan tersuspensi di udara. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. c. Gas-gas pencemar udara, diantaranya adalah dioksin, metana, karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO 2 ), nitrogen dioksida (NO 2 ). 2.6. Baku Mutu Udara Ambien Menurut
Srikandi
Fardiaz
(2003)
untuk
menghindari
terjadinya
pencemaran udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara yang dapat dibedakan atas baku mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien
adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh – tumbuhan dan atau benda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tangal 26 Mei 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional, menyatakan bahwa kadar SO 2 , NO 2 , H 2 S, CO dan PM 10 di udara yang memenuhi syarat berturut-turut adalah tidak melebihi dari
900 μg/m3, 400 μg/m3, 30.000 μg/m3, 150 μg/m3.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan Kadar H 2 S di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari 0,02 ppm. 2.7. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan 2.7.1. Anatomi Pernapasan Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring trakes, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama mukosa inspirasi yan terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi mukosa yang ekskresi oleh goblet dan kelenjar serose. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga toraks atau dada. Kedua paru saling terpisah oleh mediastum sentral yang didalamnya terdapat jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Jika arteri pulmonalis dan darah arteria bronkialis, bronkus, saraf, dan pembuluh limfe masuk ke setiap paru menunjukan telah terjadi
gangguan paru, yaitu terbentuknya hilus berupa akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan di bagi 3 lobus oleh fistrus interlobaris, sedangkan paru-paru kiriterbagi menjadi 2 lobus (Price dan Wilson, 1994). 2.7.2. Mekanisme Pernapasan Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler. Pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar (Anonimous, 2010). Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan. 1. Pernapasan Dada Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut: a.
Fase inspirasi Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan volume paru-paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. b. Fase ekspirasi Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru-paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar. 2. Pernapasan Perut Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktivitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua fase, yakni: a.
Fase inspirasi Fase inspirasi merupakan kontraksi otot diafragma sehingga mengembang,
akibatnya paru-paru ikut mengembang. Hal tersebut menyebabkan rongga dada membesar dan tekanan udara di dalam paru-paru lebih kecil daripada tekanan udara luar sehingga udara luar dapat masuk ke dalam.
b.
Fase ekspirasi Fase ekspirasi merupakan fase relaksasi otot diafragma (kembali ke posisi
semula) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paruparu lebih besar daripada tekanan udara luar, akibatnya udara keluar dari paru-paru. 2.6.3. Gangguan Saluran Pernapasan Saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneks seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan saluran pernapasan adalah ganguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta organ-organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 1999). Infeksi saluran pernapasan diartikan infeksi pada berbagai area saluran pernapasan termasuk hidung, telinga tengah, pharing, laring, trakea, bronchi dan paru (WHO, 1995). Sedangkan gangguan saluran pernapasan menurut Wardhana (2004) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan mengendap di dalam paru-paru dan polusi udara lainnya. 2.7.3. Gejala-gejala Gangguan Saluran Pernapasan Gejala-gejala yang mungkin timbul akibat dari pencemaran udara, diantaranya adalah: a. Batuk Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan terasa amat mengganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/ hari. Penderita
TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari. Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu (Aditama, 1993). Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah. Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50-100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup
adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glottis. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%. b. Flu Influenza adalah infeksi virus yang menyerang sistem pernapasan, termasuk hidung, tenggorokan, cabang tenggorokan dan paru-paru (Anonimous, 2010). Beberapa tanda dan gejala yang biasa terjadi pada flu : a.
Demam lebih dari 38 Celsius pada orang dewasa, dan sering sampai 39,5 Celsius sampai 40,5 Celsius pada anak.
b. Panas dingin dan berkeringat. c. Batuk kering. d. Nyeri otot, khususnya pada punggung, lengan dan kaki e. Kelelahan dan lemah f.
Hidung tersumbat
g. Hilang nafsu makan h. Diare dan muntah pada anak
Virus flu menyebar lewat udara ketika seseorang terinfeksi batuk, bersin atau bicara. Anda dapat menghirup virus tersebut secara langsung, atau melalui suatu benda seperti telepon atau keyboard komputer, dan kemudian menghantarkannya ke mata, hidung atau mulut. Flu disebabkan oleh tiga tipe virus – influenza A, B, dan C. Tipe A menyebabkan pandemi flu yang mematikan (epidemi pada belahan bumi) yang menyerang setiap 10 sampai 40 tahun. Tipe B menyebabkan pandemi dengan skala yang lebih kecil. Tipe A atau B dapat menyebabkan sirkulasi flu setiap musim dingin. Tipe C tidak pernah berkaitan dengan epidemi yang besar. Tipe C cukup stabil, tapi tipe A dan B secara konstan berubah dan memunculkan kekhawatiran baru bagi masyarakat secara reguler. Sekali terkena flu, antibodi yang terbentuk akan menekan penyebabnya, tetapi tidak akan melindungi anda dari virus yang telah bermutasi. Transimisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya ditraktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) tang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran nafas. Pada dosisi infeksius 10 virus/droplet 50% orang-orang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman Gram negative.
c. Batuk darah Batuk berdarah adalah batuk yang disertai darah. Jika darahnya sedikit dan tipis kemungkinan adalah luka lecet dari saluran napas, karena batuk yang terlalu kuat. Batuk berdarah dengan darah yang tipis dan sedikit bisa terjadi pada penderita maag kronis dimana maag penderita mengalami luka akibat asam lambung yang berlebih. Batuk berdarah dengan jumlah darah yang banyak biasanya terjadi pada penderita TB paru (tuberculosis paru) yang sudah lama dan tidak diobati. Batuk berdarah pada penderita TBC merupakan suatu hal gawat darurat (emergency) karena dapat menyebabkan kematian dan harus mendapat pertolongan yang cepat. Pengobatan batuk berdahak adalah memberikan antibiotik, dicari penyebabnya jika karena TBC maka harus diberikan obat TBC, diberikan obat penekan batuk (Sani, 2007). d. Sesak napas Sesak napas merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernapasan.sesak napas bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan sesak napas sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan. Hal-hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain : 1. Faktor psikis. 2. Peningkatan kerja pernapasan. a. Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis metabolik).
b. Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis dinding toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial). 3. Otot pernapasan yang abnormal a. Penyakit otot ( Kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi). b. Fungsi mekanis otot berkurang. Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O 2 dan CO 2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama. e. Nyeri dada Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang
tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri serta faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada. Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penangannan yang serius. f. Sakit tenggorokan Radang tenggorokan adalah infeksi pada tenggorokan (tekak) dan kadangkala amandel. Penyebab lainnya di antaranya adalah adanya polusi udara, alergi musiman dan merokok. Perubahan cuaca dan alergi musiman adalah penyebab yang paling sering terjadi.Terutamanya banyak terjadi pada anak-anak. Dan infeksi ini disebarkan melalui orang ke orang (person to person contact). Penularan terjadi melalui dorplet.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisal bereaksi,terjadi pembendungan radangdengan infiltrasi leukosit polimorfonukloear.Pada stadium awal, terdapat hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tetapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. 2.8. Tinjauan Tentang Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Berdasarkan ketentuan pemerintah melalui SNI nomor 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah, yang dimaksud dengan tempat pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan
pembuangan akhir sampah berupa tempat yang digunakan untuk mengkarantinakan sampah kota secara aman. Metode pembuangan sampah yang banyak dilakukan di Indonesia adalah metode open dumping. Open dumping atau pembuangan terbuka adalah metode yang paling sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi lalu dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Metode pembuangan
seperti
ini
sebenarnya tidak
direkomendasikan
karena dapat
menyebabkan perkembangbiakan vektor seperti lalat dan tikus, pencemaran air karena banyaknya lindi (cairan sampah) yang muncul, gangguan estetika karena pemandangan yang kotor, dan juga pencemaran udara akibat bau dan gas yang dihasilkan. Gas yang sering terdapat di tempat pembuangan akhir sampah akibat pembuangan secara open dumping biasanya adalah gas metan (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ), hydrogen sulfide ( H2S ), amoniak (NH 3 ) dan lain-lain. Gas metan dan karbon dioksida merupakan gas yang dapat menyebabkan pemanasan global.
2.9. Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Kualitas Udara : - SO2 - NO2 - CO
Melebihi baku mutu menurut: - PP No.41 Tahun 1999
Keluhan gangguan saluran pernapasan: - Batuk-batuk
- Kepmenlh No. 50 Tahun 1996
-
Flu
-
Batuk darah
-
Nyeri dada
-
Sakit tenggorokan
- H2S - PM10
Tidak melebihi baku mutu menurut: - PP No.41 Tahun 1999 - Kepmenlh No. 50 Tahun 1996
Karakteristik pemulung: - Umur - Jenis kelamin - Jam kerja perhari - Masa kerja - Merokok