1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk
dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan sosok seniman yang masih aktif berkarya seni tato di Semarang pernah dilakukan oleh Sri Wahyuni (2011). Awang yang dikenal sebagai tattoo artist bergaya Indian karena karya-karyanya yang memiliki ciri khas bergambar suku Indian. Penelitian ini juga melihat segala aspek yang mempengaruhi keindahan karya seni tato, dan profesionalitasnya dalam berkarya. Nilai estetika seni tato karya Awang dapat dilihat secara visual dengan melihat objektivitas tata bentuk garis, bidang, tekstur, gelap terang, warna, serta komposisi desain yang diungkapkan pada irama, dominasi proporsi, kesatuan, keselarasan dan keseimbangan yang saling melengkapi antara bagian satu dengan bagian lainnya. Kemampuan artistik Awang dalam mengolah gagasan yang dimilikinya dalam karya seni tato terlihat pada karya-karyanya yang kreatif, mempunyai karakter tersendiri antara lain dalam membuat gambar orang Indian, goresan garis terlihat tegas dan spontan sehingga memberi kesan dingin, tegas dan tenang sehingga menjadikan karya Awang terkesan eksotis. Hasil penelitian ini memperlihatkan bagaimana profesionalitas Awang sebagai tattoo artist dalam bekerja, nilai estetika karya, ciri khas tato dengan gambar orang Indian pada karya Awang serta sifat Awang yang fleksibel dalam pembayaran.
2
Terkait hubungannya dengan konstruksi sosial, Penelitian tentang sebuah konstruksi sosial tattoo artist pernah dilakukan sebelumnya dengan judul Konstruksi Makna Tato pada Anggota Komunitas “Paguyuban Tattoo Bandung” oleh Reza Pahlevy (2012) pada penelitian ini membahas bagaimana sebuah konstruksi antara penggemar tato, tattoo artist dan juga masyarakat yang tergabung di dalam sebuah wadah bernama “Paguyuban Tatoo Bandung” disingkat dengan PTB, merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari para pencinta dan penggemar tato di Kota Bandung. Sebagian besar anggota yang tergabung dalam komunitas ini adalah seniman tato atau tattoo artist, sedangkan yang lainnya adalah anggota partisipan. Penelitian ini menghasilkan tiga kategori makna tato secara sosial, dan kategori-kategori faktor ketertarikan terhadap tato berdasarkan dua ranah kategori, yang diperoleh melalui pengetahuan, kesadaran, dan pengalaman hidup individu. Konstruksi makna dilakukan dalam ranah kognitif individu hingga intersubjektif dengan orang lain untuk membangun pengetahuan dan pandangan terhadap tato secara sosial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa realitas makna tato menurut pandangan anggota komunitas Paguyuban Tattoo Bandung yaitu sebagai identitas, karya seni, dan bisnis. Faktor ketertarikan mereka terhadap tato terbentuk dalam ranah individu dan ranah komunitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2011) dan Reza Pahlevy (2012) Pada penelitian ini penulis memiliki perbedaan dalam hal objek yang akan diteliti, waktu dan tempat, dimana pada penelitian yang akan dilakukan
3
memfokuskan pada sebuah bentuk konstruksi sosial yang terbentuk dari sebuah pekerjaan sebagai tattoo artist. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian-penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya dari segi bentuk sebuah profesionalitas seorang tattoo artist terhadap pekerjaan mereka serta bentuk-bentuk hubungan mereka dengan para pengguna tato dan komunitas mereka sendiri. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian-penelitian tersebut terletak pada kajian penelitian ini yang menitikberatkan pada bentuk konstruksi sosial tattoo artists, dan dengan lokasi penelitian di Legian, Kuta.
2.2
Kerangka Konseptual
2.2.1
Konsep Tattoo Artist Tato adalah pengindonesiaan dari kata tattoo artinya adalah goresan,
desain, gambar, atau lambang yang dibuat pada kulit secara permanen. Pembuatan gambar permanen pada tubuh secara garis besar dilakukan dengan dua cara: 1) retas tubuh, yaitu menggoreskan permukaan kulit dengan benda tajam sehingga menimbulkan luka, dan ketika luka ini sembuh terbentuklah tonjolan pada permukaan kulit; 2) melubangi permukaan kulit dengan benda yang runcing sesuai dengan gambar yang diinginan, lalu melalui lubang itulah tinta/ zat cair berwarna dimasukan dalam permukaan kulit (Marianto & Bhari, 2004:2). Dibalik pembuat goresan gambar, desain tersebut terdapat para seniman yang disebut dengan tattoo artist . Para seniman tersebut terlahir ketika dimana seni merajah tubuh memasuki era modern, dimana adanya perkembangan tato dari bersifat
4
tradisional seperti contohnya; suku mentawai, Sumatera Barat yang menggunakan tato sebagai sebuah manifestasi dari kepercayaan yang dinampakan dari tubuh secara permanen yang mereka anggap pakaian abadi yang disandang sampai mati. Perkembangan jaman membuat tato tidak lagi digunakan oleh suatu masyarakat adat tertentu saja namun juga masyarakat perkotaan yang sudah modern. Makna tato terbentuk dari sebuah pengalaman dalam masyarakat itu sendiri, dimana didalamnya terdapat realitas-realitas yang dipandang secara subjektif, objektif, dan simbolik sehingga masyarakat dapat dipandang sebagai realitas subjektif maupun realitas objektif (Berger & Luckmann, 1990:29). Sebagai tattoo artist, tato dimaknai dari tiga aspek, yaitu seni, bisnis, dan identitas sedangkan bagi non tattoo artist dimaknai dari dua, yaitu aspek seni dan identitas. Tato dari aspek seni dimaknai dalam bentuk hobi, ekspresi, kreativitas, dan gaya hidup, dari aspek bisnis tato dimaknai sebagai sumber penghasilan, atau lahan pekerjaan terutama oleh mereka yang berprofesi sebagai tattoo artist dan pemilik studio. Tato sebagai identitas merupakan perwujudan dari diri seseorang atau sebagai simbol untuk menggambarkan diri seseorang berdasarkan maksud dan tujuan dari tato yang dimilikinya. Selain itu, dalam ranah komunitas dan lingkungan sosial, tato pun menjadi identitas mereka yang menunjukkan bahwa mereka sebagai pencinta dan penggemar tato. Selain itu, identitas pun dapat dimengerti melalui kesengajaan mereka untuk mengungkapkan identitasnya sebagai pencinta dan penggemar tato.
5
2.2.2
Konsep Konstruksi Sosial Menurut Peter L. Berger Proses masyarakat mengenal suatu budaya baru terdapat tiga momen
simultan yakni adanya eksternalisasi (dunia sosiokultural sebagai produk manusia) objektivasi (interaksi sosial dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi) dan internalisasi (individu mengindentifikasikan diri dengan lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya). Karena itulah muncul istilah masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat (Berger, 1994:10). Dalam halnya sebuah hubungan sosial yang terbentuk karena adanya sebuah keyakinan bahwa masyarakat akan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan hal baru yang terdapat di dalamnya termasuk disini adalah seni tato, dimana tattoo artist sebagai subjek baru dalam sebuah hubungan individu sebagai penyedia jasa di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi karena adanya sebuah proses eksternalisasi dialami oleh seorang tattoo artist, dimana mereka merubah sebuah tatanan profesi jasa yang ada dan menyesuaikan dengan tatanan yang baru. Tatanan baru yang dimaksud adalah sebuah sebuah pergeseran kebudayaan dari sebuah hal tradisonal menjadi sebuah hal yang modern, dimana masyarakat sudah tidak asing lagi dengan adanya globalisasi di semua aspek kehidupan mereka. Kenyataan yang terbentuk akibat dari sebuah
pengetahuan dengan kata lain
bahwa pengetahuan menekuni analisa pembentukan kenyataan oleh masyarakat. (Berger & Luckmann, 1990:4). Maka tujuan tattoo artist dapat dilihat dari sebuah
6
kenyataan sosialnya dalam masyarakat terdapat tiga aspek, yaitu dari aspek seni, aspek identitas, dan bisnis.
2.2.2.1 Eksternalisasi Eksternalisasi merupakan hasil ekspresi manusia terhadap dunianya, ekspresi diri manusia merupakan sifat dasar manusia dalam membentuk dunia sosiokulturalnya. Dunia yang dibentuk merupakan tempat mencurahkan diri sehingga menemukan dunia dan budaya nonmaterial yang membentuk hubungan kesinambungan antara manusia dengan sesamanya, sehingga ia menghasilkan suatu dunia, yakni dunia sosial (Berger, 1994:8-9). Eksternalisasi dari sebuah konstruksi sosial bagi tattoo artist mempunyai makna sebagai dunia seni bagi tattoo artist itu sendiri, tattoo artist menciptakan dunia sosial mereka sendiri melalui bidang seni yang mereka tekuni. Timbulnya rasa suka, senang, hobi, dan ketertarikan dari dari tattoo artist terhadap seni tato itu sendiri juga terbentuk melalui dunia sosial dan budaya dari lingkungan para tattoo artist itu sendiri. Dunia manusia adalah dunia yang dibentuk oleh aktivitas manusia sendiri; ia harus membentuk dunianya sendiri dalam hubungannya dengan dunia (Berger, 1994:6-7). Dunia yang dibentuk manusia itu sendiri adalah sebuah kebudayaan agar mempunyai struktur yang kokoh dan oleh karena merupakan bentukan manusia, struktur-struktur itu selalu memiliki sebuah kemungkinan berubah. Itulah sebabnya, kebudayaan selalu dihasilkan dan dihasilkan kembali oleh manusia. Ia terdiri atas totalitas produk-produk manusia, baik yang berupa material dan nonmaterial (Berger, 1994:8). Dunia seni tato modern merupakan
7
hasil sebuah kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat yang memandang bahwa tato adalah sebuah seni. Pada perkembangannya budaya seni tato kini bisa dinikmati banyak kalangan masyarakat, tidak lepas dari pengaruh tattoo artist itu sendiri, seni tato kini merupakan sebuah gaya hidup bagi masyarakat itu sendiri. Perkembangan sebuah budaya bertato merupakan bentuk sebuah eksternalisasi dimana tattoo artist tersebut menciptakan budaya tato dengan mengembangkan bakat seni yang dimilikinya.
2.2.2.2 Objektivasi Tattoo artist sebagai sebuah bentuk objektivasi merupakan hasil dari kegiatan fisik dari bentuk eksternalisasi itu sendiri. Disini sebagai seorang tattoo artist sebuah ekspresi yang menjadi sebuah kenyataan dalam dunia sosialnya, hasil yang diciptakan dalam realitasnya sebagai seniman tato, sebuah pekerjaan atau sebagai sebuah bisnis dalam pelayanan jasa. Sebagai sumber penghasilan dengan latar belakang dan pengalaman mereka sebagai tattoo artist baik di studio miliki sendiri maupun bekerja sebagai tattoo artist di studio orang lain. Bisnis yang dibentuk itu sendiri merupakan hasil dari proses pengalaman, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing- masing dan beradaptasi dengan dunia sosial dan realitasnya di dalam masyarakat. Objektivasi merupakan hasil produk manusia, kemudian berada di luar dirinya, namun produk yang dihasilkan tidak langsung dapat diserap kembali ke
8
dalam kesadarannya. Kebudayaan berada di luar subjektivitas manusia, menjadi dunianya sendiri dan dunia yang diproduksi manusia memperoleh sifat realitas objektif (Berger, 1994:11-12). Proses untuk mencapai adaptasi itu dilakukan dengan sosialisasi, ada dua macam sosialisasi, yakni: pertama, sosialisasi primer, adalah sosialisasi pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak. Kedua, sosialisasi sekunder, adalah setiap proses berikutnya ke dalam sektorsektor baru dunia objektif masyarakatnya (Berger & Luckmann, 1990:187). Sebagai sosialisasi dunia bisnis tato, tattoo artist harus memiliki pengetahuan diluar kemampuan seninya agar bisa diterima di dalam lingkungan masyarakat. Pengetahuan didefinisikan sebagai sebuah kepastian bahwa fenomena-fenomena yang nyata dan memiliki karakteristik-karakterisitik yang spesifik. (Berger & Luckmann, 1990:32). Perlunya sebuah pengenalan yang positif di dalam masyarakat agar seni tato dapat beradaptasi dengan budaya lokal itu sendiri, dan dalam kaitannya dengan pengetahuan tato mempunyai karakterisktik tersendiri dimana pada dunia seni tato merupakan seni tradional yang kini mulai dikomersilkan dan menjadi sebuah bisnis baru yakni studio tato yang dapat diterima di dalam dunia sosial budaya masyarakat setempat.
2.2.2.3 Internalisasi Internalisasi merupakan bentuk individu mengidentifikasikan diri dengan berbagai lembaga sosial atau organisasi sosial dimana individu menjadi anggotanya. Internalisasi merupakan peresapan kembali realitas oleh manusia dan
9
mentransformasikannya kembali dari struktur-struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif (Berger, 1994:5). Bentuk sebuah internalisasi bagi tattoo artist itu sendiri yakni dimana mereka mengekspresikan pekerjaan mereka sebagai sebuah identitas baik itu sebagai pekerjaan maupun sebagai penggemar seni tato. Hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi menghasilkan realitas objektif bagi masyarakat yang memandang tattoo artist sebagai sebuah identitas pekerjaan dalam dunia seni tato. Pola dari dari pembiasaan aktivitas para tattoo artist itu sendiri mengekspresikan diri mereka sebagai seorang seniman yang dilembagakan berdasarkan identitas mereka sendiri sebagai penggemar tato. Di balik pembiasaan ini, juga sangat mungkin terjadi inovasi dan proses-proses pembiasaan mendahului sikap pelembagaan (Berger & Luckmann 1990:77-84). Identitas dimaksudkan yakni bagaimana tattoo artist mengenalkan karya mereka bagaimana tattoo artist membentuk karaktek mereka sendiri di kalangan komunitas maupun di pergaulan mereka sehari-hari. Melakukan banyak sebuah pameran tato atau sebuah tato kontes merupakan salah satu caranya. Ketertarikan mereka terhadap tato disebabkan pula oleh pengaruh dari lingkungan. Di antaranya adalah anggota keluarga yang menggunakan tato memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada individu untuk melakukan hal yang sama. Selain keluarga, lingkungan pergaulan pun mempengaruhi ketertarikan individu terhadap tato. Hal-hal tersebut merupakan
10
sebuah bentuk bagaimana seorang tattoo artist tertarik mendalami seni tato sebagai sebuah identitas.