BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijabarkan tentang tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
2.1. Sejarah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Didalam reliability,
mengevaluasi
perencanaan
sistem
dari
sudut pandang
failure modes and effect analysis (FMEA) merupakan metode
yang vital. Sejarah FMEA berawal pada tahun 1950 ketika teknik tersebut digunakan
dalam
merancang
dan
mengembangkan
sistem
kendali
penerbangan. Sejak saat itu teknik FMEA diterima dengan baik oleh industri luas. Terdapat standar yang berhubungan dengan metode FMEA. Standar Inggris yang digunakan secara garis besar menjelaskan BS 5760 atau British Standar 5760, yaitu : Bagian 2
Guide to the assesment of reliability
Bagian 3
Guide to reliabilitypractice
Bagian 4
Guide failure modes and effect analysis (FMEA)
Standar militer Amerika, US MIL STD 1629 (procedur for performing a failure modes effect and criticality analysis) yang banyak dipertimbangkan menjadi referensi standar.
2.2. Dasar FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) FMEA
merupakan
salah
satu
10
alat
dari
Six
Sigma
untuk
mengidentifikasi
sumber-sumber
atau
penyebab
dari
suatu masalah
kualitas. Menurut Chrysler (1995), FMEA dapat dilakukan dengan cara : 1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya. 2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi. 3. Pencatatan proses (document the process). Sedangkan manfaat FMEA adalah sebagai berikut : Hemat biaya. Karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada potensial
causes
(penyebab
yang
potential)
sebuah kegagalan /
kesalahan. Hemat waktu ,karena lebih tepat pada sasaran. Kegunaan FMEA adalah sebagai berikut : Ketika diperlukan tindakan preventive / pencegahan sebelum masalah terjadi. Ketika ingin mengetahui / mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan. Pemakaian proses baru Perubahan / pergantian komponen peralatan Pemindahan komponen atau proses ke arah baru
2.3. Pengertian
FMEA (Failure Mode and Effect
Analysis) FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur
untuk
mengidentifikasi
dan
11
mencegah sebanyak mungkin
mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan
adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam
desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain
akan
membantu
menghilangkan
kegagalan-kegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA Proses akan
menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain. Penelitian tugas akhir ini menggunakan metode FMEA Proses. Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai failure modes and effect analysis, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi failure modes and effect analysis tersebut disampaikan oleh : Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan dari perancangandan
engineer
selama
pengembangan. Analisa tersebut biasa disebut analisa
"bottom up", seperti dilakukan pemeriksaan pada proses produksi tingkat
12
awal dan mempertimbangkan kegagalan sistem yang merupakan hasil dari keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda. Menurut John Moubray, definisi dari failure modes and effect analysis
adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh
kegagalan
berhubungan
dengan
setiap bentuk kegagalan.
2.4. Tujuan Failure Modes and Effect Analysis Terdapat banyak variasi didalam rincian failure modes and effect analysis (FMEA), tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai : 1. Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat terjadi. 2. Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sistem yang ada. 3. Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui daftar peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki. 4. Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil
untuk mencegah
atau
mengurangi
potensikegagalan atau pengaruh pada sistem. 5. Mendokumentasikan proses secara keseluruan.
13
kesempatan terjadinya
2.5. Langkah Dasar FMEA Terdapat
langkah
dasar
dalam
proses
FMEA
yang dilakukan
oleh tim desain for six sigma (DFSS) adalah : 1. Membangun batasan proses yang dibatasi oleh struktur proses. 2. Membangun
proses
pemetaan
dari
FMEA
yang
mendiskripsikan proses produksi secara lengkap dan alat penghubung tingkat hirarki dalam struktur proses dan ruang lingkup. 3. Melihat struktur proses pada seluruh tingkat hirarki dimana masingmasing parameter rancangan didefinisikan. 4.
Identifikasi kegagalan potensial pada masing-masing proses.
5. Mempelajari penyebab kegagalan dari pengaruhnya. Pengaruh dari kegagalan adalah konsekuensi langsung dari
bentuk
kegagalan pada tingkat proses berikutnya, dan puncaknya ke konsumen. Pengaruh biasanya diperlihatkan oleh operator Terdapat dua hal utama penyebab diikuti
pada
atau
sistem
keseluruhan
pengawasan.
tingkat,
dengan
oleh pertanyaan seperti :
1. Apakah variasi dari input menyebabkan kegagalan ? 2. Apakah yang menyebabkan proses gagal, jika diasumsikan input tepat dan sesuai spesifikasi ? 3. Jika proses gagal, apa konsekuensinya terhadap kesehatan dan keselamatan operator,
mesin,
komponen
itu
sendiri, proses
berikutnya, konsumen dan peraturan ? 4. Pengurutan
dari
bentuk
kegagalan
proses
potensial
menggunakan risk priority number (RPN) sehingga tindakan dapat diambil
14
untuk kegagalan tersebut. 5. Mengklasifikasikan variabel proses sebagai karakteristik khusus yang membutuhkan berhubungan
kendali
dengan parameter
seperti
keamanan operator yang
proses,
yang tidak mempengaruhi
produk. 6. Menentukan kendali proses sebagai metode untuk mendeteksi bentuk kegagalan atau penyebab. Terdapat dua tipe kendali, yaitu : 7. Rancangan yang digunakan untuk mencegah penyebab atau bentuk kegagalan dan pengaruhnya. 8. Kegiatan tersbut dilakukan untuk mendeteksi penyebab dalam tindakan korektif. 9. Identifikasi san mengukur tindakan korektif. Menurut nilai risk priority number (RPN), tim melakukannya dengan :
Mentranfer resiko kegagalan pada sistem diluar ruang linkup pekerjaan.
Mencegah seluruh kegagalan.
Meminimumkan resiko kegagalan dengan : -
Mengurangi severity.
-
Mengurangi occurance.
-
Meningkatkan kemampuan deteksi.
10. Analisa, dokumentasi dan memperbaiki FMEA. Failure modes and effect analysis (FMEA) merupakan dokumen yang harus dianalisa dan diurus secara terus-menerus.
15
2.6. Identifikasi Element-Element Proses FMEA Element
FMEA
dibangun
berdasarkan
informasi
yang mendukung
analisa. Beberapa elemen-elemen FMEA adalah sebagai berikut : 1. Nomer FMEA (FMEA Number) Berisi nomer
dokumentasi FMEA yang berguna untuk \identifikasi
dokumen. 2. Jenis (item) Berisi
nama
dan
kode
nomer
sistem,
subsistem
atau komponen
dimana akan dilakukan analisa FMEA. 3. Penanggung Jawab Proses (Process Responsibility) Adalah
nama
departemen/bagian
yang
bertanggung
jawab terhadap
berlangsungnya proses item diatas. 4. Disiapkan Oleh (Prepared by) Berisi nama, nomer telpon, dan perusahaandari personal yang bertanggung jawab terhadap pembuatan FMEA ini. 5. Tahun Model (Model Year(s)) Adalah kode tahun pembuatan item, bentuk ini yang dapat berguna terhadap analisa sistem ini. 6. Tanggal Berlaku (Key Date) Adalah FMEA due date dimana harus sesuai dengan jadwal. 7. Tanggal FMEA (FMEA Date) Tanggal dimana FMEA ini selesai dibuat dengan tanggal revisi terkini. 8. Tim Inti (Core Team) Berisi daftar nama anggota tim FMEA serta departemennya.
16
9. Fungsi Proses (Process Function) Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan dianalisa. 10. Bentuk Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode) Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk. 11. Effek Potensial dari Kegagalan (Potential Effect(s) of Failure) Merupakan
suatu
efek
dari
bentuk
kegagalan
terhadap pelanggan.
Dimana setiap perubahan dalam variabel yang mempengaruhi akan
menyebabkan proses
proses
itu menghasilkan produk diluar batas-batas
spesifikasi. 12. Tingkat Keparahan (Severity (S)) Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial. 13. Klasifikasi (Classification) Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut. 14. Penyebab Potensial (Potential Cause(s)) Adalah
bagaimana
kegagalan
tersebut
bisa
terjadi. Dideskripsikan
sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki. 15. Keterjadian (Occurrence (O)) Adalah sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi. 16. Pengendali Proses saat ini (Current Process Control) Merupakan deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau
17
memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi terjadinya bentuk kegagalan tersebut. 17. Deteksi (Detection (D)) Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan. 18. Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN)) Merupakan
angka
prioritas
resiko
yang
didapatkan
dari perkalian
Severity,Occurrence, dan Detection RPN
=
S * O * D
19. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action) Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPNnya, maka tindakan perbaikan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai RPN tertinggi. 20 Penanggung
jawab
Tindakan
yang
Direkomendasikan (Responsibility
(for the Recommended Action)) Mendokumentasikan departemen target
penanggung jawab
tindakan perbaikan
nama
dan
tersebut
serta
waktu penyelesaian.
21. Tindakan yang Diambil (Action Taken) Setelah tindakan diimplementasikan, dokumentasikan secara singkat uraian tindakan tersebut serta tanggal effektifnya. 22. Hasil RPN (Resulting RPN) Setelah
tindakan
perbaikkan
diidentifikasi,
perkiraan
dan rekam
Occurrence, Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung RPN yang baru. Jika tidak ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri
18
catatan mengenai hal tersebut. 23. Tindak Lanjut (Follow Up) Dokumentasi proses FMEA ini akan menjadi dokumen hidup dimana
akan
dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan perusahaan.
2.7. Menentukan
Severity,
Occurrence,Detection
dan RPN
Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim
FMEA
harus
mendefinisikan
terlebih
dahulu
tentang Severity,
Occurrence, Detection, serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.
2.7.1. Severity Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko menghitung output dimana
seberapa
proses. 10
besar
Dampak
dampak/intensitas kejadian
yaitu
mempengaruhi
tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10,
merupakan dampak terburuk. Proses sistem peringkat yang
dijelaskan pada tabel
2.1
sesuai
dengan
Industry Action Group) dibawah ini :
19
standar
AIAG
(Automotive
Tabel 2.1 Automotive Industry Action Group (AIAG) severity Effect Hazardous Without Warning
Hazardous With Warning
Very High
High
Moderate
Low
Very Low
Minor
Very Minor
Severity of Effect for FMEA May endanger machine or assembly operator. Very high severity ranking whwn a potential failure mode effect safe vehicle operation and/ or involves noncompliance with government regulation. Failure will occure without warning
Rating 10
May endanger machine or assembly operator. Very high severity ranking whwn a potential failure mode effect safe vehicle operation and/ or involves noncompliance with government regulation. Failure will occure with warning
9
Major disruption to production line. 100 % of product may have to be scrapped vehicle/ item in operable, loss of primary fuction. Customer very dissatisfied. Minor disruption to production line. Product may have to be sorted and a portion (less than 100%) scrapped. Vehicle operable, but at a reduced level of performance. Customer dissatisfied.
8
Minor disruption to production line. a portion (less than 100%) of the product may have to be scrapped (no sorting). Vehicle/ item operable, but some comfort/ convenience items in operable. Customers experience discomfort. Minor disruption to production line. 100 % of the product may have to be reworked. Vehicle/ item operable, but some comfort/ convenience items operable at reduced level of performace. Customer experience some dissatisfied Minor disruption to production line. The product may have to be sorted and portion (less than 100%) reworked. Fit & Finish/ Squek & Rattle item does not conform. Defect noticed Minor disruption to production line. The product may have to be sorted and a portion (less than 100%) reworked. Fit & Finish/ Squek & Rattle item does not conform. Defect noticed Minor disruption to production line. The product may have to be sorted and a portion (less than 100%) reworked. Fit & Finish/ Squek & Rattle item does not conform. Defect noticed
Low
No Effect
Tabel severity diatas merupakan adopsi dari Automotive Industry Action Group (AIAG) yang menggambarkan industri otomotif, sedangkan objek penelitian yang digunakan adalah produk printer sehingga diperlukan modifikasi
20
7
6
5
4
3
2
1
dari tabel severity tersebut sesuai dengan kebijakan internal perusahaan. Dimana tabel modifikasi tersebut disajikan pada tabel 2. 2 berikut ini : Tabel 2. 2 Modifikasi severity rating Effect
Severity of Effect for FMEA
Rating
Hazardous Without Warning Injury a customer or an employee Hazardous With Warning
10
Be illegal (government legislation)
9
Very High
Make product or service unsuitable for use (Main Function Problem)
8
High
Generate extreme customer dissatisfaction (Machines can operate but low performance)
7
Generate partial dysfunction (items related to convenience and comfort do not operate)
6
Cause decreasing performance on items related to convenience/comfort which can lead to a complaint
5
Very Low
Cause slight degradation in performance (Most customers (over 75%) take note of these defects.)
4
Minor
Cause small trouble (50% customer take note of these defects)
3
Escape noticed : small effect in performance Customer with good identification ability (less than 25%) take note of these defects.
2
Escape noticed and no effect in performance
1
Moderate Low
Very Minor Low
2.7.2. Occurrence Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10. Pada tabel 2.3 berdasarkan standar AIAG mendeskripsikan proses sistem peringkat. Karena peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala. Standar menilai dengan cara interpolasi dan pembulatan nilai Occurrence.
21
Tabel 2. 3 Automotive Industry Action Group (AIAG) occurrence Probability of Failure
Occurrence
Ppk
Rating
≥ 1 in 2
< 0.33
10
1 in 3
≥ 0.33
9
1 in 8
≥ 0.51
8
1 in 20
≥ 0.67
7
1 in 80
≥ 0.83
6
1 in 400
≥ 1.00
5
1 in 2000
≥ 1.17
4
Low : Isolated failures associated with similar processes
1 in 15,000
≥ 1.33
3
Very low : only isolated failures associated with almost identical processes
1 in 150,000
≥ 1.50
2
< 1 in 1,500,000
≥ 1.67
1
Very high : Failure almost inevitable
High : Generally associated with processes similar to previous processes that have often failed Moderate : Generally associated with processes similar to previous processes which have experienced occasional failures, but not in major proportions
Remote : Failure is likely. NO failures ever associated with almost identical processes
Dari tabel occurrence tersebut diatas diperlukan modifikasi sesuai dengan kebijakan internal perusahaan. Dimana tabel modifikasi tersebut disajikan pada tabel 2. 4 berikut ini :
22
Tabel 2.4 Modifikasi occurance rating Probability of Failure
Occurrence
Rating
1 in 2
10
1 in 3
9
1 in 8
8
1 in 20
7
1 in 80
6
1 in 400
5
1 in 2000
4
Low
1 in 15,000
3
Very low
1 in 150,000
2
Remote
1 in 1,500,000
1
Very high
High
Moderate
2.7.3. Detection Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Proses
penilaian ditunjukkan pada tabel 2.4 berdasarkan
standar AIAG adalah sebagai berikut :
23
Tabel 2.5 Automotive Industry Action Group (AIAG) detection Detection
Likelihood of Detection
Rank
Almost Imposible
No known controll available to detect cause/ mechanism of failure or the failure mode
10
Very Remote likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
9
Remote likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
8
Very Low likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
7
Low likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
6
Moderate likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
5
Moderately high likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
4
High likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
3
Very high likelihood current controll will defect cause/ mechanism of failure or the failure mode
2
Current controll almost certain te detect cause/ mechanism of failure or the failure mode reliable detection controlls are known with similar processes
1
Very Remote
Remote
Very Low
Low
Moderate
Moderately High
High
Very High
Almost Certain
Dari tabel detection tersebut diatas diperlukan modifikasi sesuai dengan kebijakan internal perusahaan. Dimana tabel modifikasi tersebut disajikan pada tabel 2. 4 berikut ini :
24
Tabel 2.6 Modifikasi detection rating Detection Almost Imposible
Likelihood of Detection Failure is undetectable
Rating 10
It can be managed by random or indirect checks
Very Remote
9 Detection by Double visual inspection
Remote Very Low
8 Detection by 100% manual inspection
7
It can be managed by control chart methods (SPC)
Low
6 Detection by gauge inspection for 100% of parts.
Moderate
5 Detection of error in following works/ next process
Moderately High
4 Detection in every stage and test in following works
High Very High Almost Certain
3 100% automatic Inspection/measure
2
Failure is evident and prevented through process/product design
1
2.7.4. Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko) RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (Detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : RPN = S * O * D Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan.
25
2.8. Pareto Diagram Untuk mengidentifikasi penyebab terbesar yang terjadi dapat digunakan pareto diagram. Pareto digunakan untuk menstratifikasi data ke dalam kelompokkelompok dari yang terbesar sampai terkecil. Dengan bentuknya berupa diagram batang, pareto berguna untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Analisa pareto didasarkan pada hokum 80/20 yang berarti bahwa 80% kerugian hanya disebabkan oleh hanya 20% masalah terbesar.
Biaya perbaikan kerusakan dalam agustus 1989 200
100 %
160 75 % 140 120 100
50 %
80 60 25% 40 20
A
B
Jumlah masalah besar
C
D E Kerusakan
F
Jumlah masalah-masalah kecil
Gambar 2.1 Pareto chart
26
G
Lainlain
Persentase dari biaya total
Biaya kerusakan dalam ribuan rupiah
180
2.9. Cause and Effect Analysis 2.9.1. Cause and Effect Diagram (Fishbone) Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Ada 5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu: metode kerja, mesin / peralatan lain, bahan baku, dan pengukuran kerja dan environment/ lingkungan.
Machine
Methode
Big Bone
Back Bone
Mutu
Environment
Man
Material
Gambar 2.2 Fishbone Diagram (Ishikawa, 1989) Cause and Effect Diagram ini mempunyai keuntungan yaitu : 1. Menganalisa kondisi sesungguhnya untuk tujuan peningkatan kualitas service atau produk, penggunaan sumber yang efisien dan mengurangi biaya.
27
2. Mengurangi kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian dan komplain dari customer. 3. Melakukan standarisasi terhadap operasional yang telah ada maupun akan datang. 4. Mentraining personel dalam melakukan aktivitas keputusan masalah dan perbaikan. 2.9.2. Cause and Effect Matric Cause and Effect Matric adalah merupakan alat untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah setelah dilakukan analisa dengan menggunakan metode diagram tulang ikan atau fishbond, dimana pada analisa penyebab masalah ini dilakukan penilaian atau scoring terhadap semua potensi – potensi masalah yang sudah diidentifikasi pada fishbone diagram. Tujuan dari analisa ini adalah untuk lebih menfokuskan lagi potensi – potensi penyebab masalah serta berapa besar pengaruhnya terhadap terhadap terjadinya suatu masalah.
Tabel 2.7 Struktur Cause and Effect Matric
No.
Impact on project (weightage)
Key Process Input Variable (KPIV)
1
1 NO
2
3
4
5 Very
2
1 NO
2
3
4
5 Very
3
1 NO
2
3
4
5 Very
4
1 NO
2
3
4
5 Very
5
1 NO
2
3
4
5 Very
6
1 NO
2
3
4
5 Very
7
1 NO
2
3
4
5 Very
8
1 NO
2
3
4
5 Very
9
1 NO
2
3
4
5 Very
10
1 NO
2
3
4
5 Very
28
KPOV
Key Process Output Variable (KPOV)
KPOV
Selection Criteria
KPOV
Ref.
KPOV
Cause and Effect Matrix
Score of 5 to 10 depend on the Impact of the KPOV to the project. Score of either 1, 2, 3, 4, 5 depend on the impact of the KPIV on the KPOV.
Final score Calculation of (KPOV 1 * KPIV 1) + (KPOV 2 * KPIV 2) + (KPOV n * KPIV n)
Struktur dalam lembar Cause and Effect Matric : 1. Key Process Input Variable (KPIV) merupakan potensi – potensi masalah yang timbul yang didapatkan dari analisa dari Cause and Effect Diagram/ fishbone berdasarkan penyebab dari metode kerja, mesin / peralatan lain, bahan baku, dan pengukuran kerja dan environment/ lingkungan. 2. Key Process Output Variable (KPOV) adalah akibat yang ditimbulkan apabila suatu potensi penyebab masalah terjadi dan berhubungan dengan project. 3. Key Process Input Variable (KPIV) Score merupakan pemberian nilai terhadap seberapa besar pengaruhnya terhadap output apabila suatu penyebab masalah terjadi. Nilai 1 sampai 5 atau mulai dari 1 tidak ada pengaruh sampai 5 yaitu sangat berpengaruh. 4. Key Process Output Variable (KPOV) Score merupakan pemberian nilai terhadap seberapa besar akibat yang terjadi terhadap suatu project apabila masalah terjadi. Nilai 5 sampai 10 atau mulai dari 5 tidak ada pengaruh sampai 10 yaitu sangat berpengaruh. 5. Final Score merupakan nilai akhir yang didapatkan dari perhitungan (KPOV 1* KPIV 1) + (KPOV 2 * KPIV 2) + (KPOV n * KPIV n), yang nantinya nilai ini akan dijadikan sebagai pertimbangan untuk dilakukan analisa lebih lanjut atau langsung diperbaiki.
29
2.10. Proses Audit/ Operasional Audit 2.10.1. Pengertian Audit Definisi audit menurut Arens dkk (2003:11) adalah sebagai berikut : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and establish criteria. Auditing should be done by competent, independent person. Definisi auditing menurut Arens dkk :2003:11) diatas meliputi beberapa konsep penting yang memiliki pengertian sebagai berikut : 1) Informasi dan kriteria yang ditetapkan (information and establish criteria) Pelaksanaan audit didalamnya terkandung informsi – informasi yang berupa bukti – bukti (verifiable form) dan beberapa standart (kriteria), dimana melalui kedua hal tersebut auditor dapat mengevaluasi semua informasi yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan audit tersebut dilaksanakan. 2) Menggumpulkan
dan
mengevaluasi
bukti
(Accumulating
and
evaluating evidence) Bukti – bukti adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang digunakan oleh auditor sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Bukti=- bukti dapat berupa pernyataan lisan para piahak teraudit (auditee), komunikasi tertulis dari pihak luar, dan hasil pengamatan yang dilakukan auditor
30
3) Orang yang kompeten dan tidak memihak (Competent, independent, person) Auditor harus memiliki kualifikasi dalam memahami criteria yang digunakan dan harus kompeten dalam mengetahui tipe- tipe dan jumlah bukti- bukti yang harus dikumpulkan, untuk menghasilkan kesimpulan yang tepat setelah bukti- bukti tersebut diperiksa. Auditor juga harus memiliki sikap mental yang independent (independent mental attitude) jika penggumpulan dan pengevaluasian bukti- bukti dilakukan secara berat sebelah maka pelaksanaan audit dikatakan tidak memadai. 4) Pelaporan (reporting ) Tahap terakhir dalam proses auditing adalah penyiapan laporan audit (audit report), yang merupakan komunikasi anatara temuan auditor kepada pemakai yang berkepentingan.
2.10.2. Pengertian Audit Operasional Audit operasional sering disebut audit proses, manajemen, prestasi, audit system dan audit efisiensi. Menurut Arens dkk (2003:738) definisi audit operasional yaitu : “ An operational audit is a review of any part of organization’s operating procedure and methods for the purpose of evaluating efficiency and effectiveness. At the completion af an operational audit, recommendation to management for improving operations are normally expected” Definisi audit operational menurut Kell dan Boynton (2001:987), adalah :
31
“Operational audit is systematic process evaluating an organization’s effectiveness, efficiency, and economy of operation under management’s control and reporting to appropriate person the result of the evaluation a long with recommendation for improvement.” Menurut Reider (1999:10), definisi audit operasional yaitu : “Combining these definition it could be said that operational review is a review of operations performance from a management view point to evaluate the economy, efficiency, and effectiveness of any all operations, limited only by management’s desire.” Dari beberapa definisi daiatas kita dapat melihat bahwa audit operasional (operational audit) meliputi tinjauan sistematis untuk mengevaluasi dan menilai efektifitas dan efisiensi akan keseluruhan aktifitas suatu obyek yang diaudit, atau sebagian darinya. Tujuan dari audit operasional adalah untuk menilai kinerja mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan, dan membuat rekomendasirekomendasi untuk pengembangan dan perbaikan.
2.10.3. Tujuan Audit Proses /Audit Operational Tujuan dari audit operasional dari proses produksi ini adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan- kesalahan proses produksi yang dapat menyebabkan kecacatan produk. Kecacatan produk yang dimaksud disini adalah apabila
produk
yang
dihasilkan
tidak
sesuai
dengan
standart
yang
ditetapkan.Audit . Audit operasional atas proses produksi untuk menekan tingkat kecacatan produk ini dapat dilakukan oleh auditor internal yang telah memenuhi kualifikasi tertentu.
32
Pelaksanaan audit operasional terdiri dari pada tahap pendahuluan, tahap pemeriksaan mendalam dan tahap pelporan. Pada pelaksanaan audit, auditor akan mengidentifikasi masalah, menggumpulkan informasi dan menggungkapkan halhal yang memerlukan penyelesaian secara khusus. Setelah itu auditor akan memberikan informasi, menyajikan berbagai alternative pemecahan masalah, memberi saran atau merekomendasikan tindakan yang diperlukan yang diperlukan untuk menekan atau menghilangkan penyebab terjadinya kecacatan kepada proses produksi. Pelaksanaan rekomendasi atau saran dari hasil kegiatan audit operasional proses produksi oleh manajer produksi dan para karyawan diharapkan dapat membantu manajemen produksi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses produksi sehingga akhirnya dapat meminimalkan tingkat kecacatan produk.
33
Gambar 2.3 Flow skema hubungan audit dengan kecactan produk
34
2.10.4. Pelaksanaan Audit Proses /Audit Operational Hal utama yang harus diperhatikan oleh auditor operasional atau proses produksi adalah memastikan bahwa semua informasi yang didapatkan adalah benar dan aktual (sesuai dengan fakta). Tiga prinsip aktual yang menolong kita untuk mengumpulkan fakta secara ilmiah yaitu pergi melihat
hal-hal yang aktual, memperhatikan
ke lokasi yang aktual,
keadaan-keadaan yang aktual,
dalam bahasa atau istilah jepang dikenal dengan (genba) tempat yang sesungguhnya, (genbutsu) benda yang sesungguhnya dan (genjitsu) fakta yang sesungguhnya. Istilah – istilah ini sering dipakai oleh perusahan – perusahaan Jepang dan bahkan perusahaan Eropa dalam keseharian produksinya. 1) Tempat yang sesungguhnya (Genba) Genba biasa dilafalkan dengan gemba merupakan terminologi umum bahasa jepang yang berarti “tempat dimana kebenaran dapat ditemukan“ atau “tempat yang sesungguhnya“, didalam dunia bisnis sering juga disebut sebagai “tempat dimana nilai tambah diciptakan“, contohnya didalam pabrik, proses produksi dimana nilai tambah diciptakan. Didalam ilmu kepolisian dan intelijen dikenal dengan nama TKP (tempat kejadian Perkara) atau tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/ terjadi, atau akibat yang ditimbulkanya atau tempat- tempat lain dimana barang- barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat diketemukan. 2) Benda yang sesungguhnya (Genbutsu) Merupakan terminologi umum bahasa Jepang yang berarti “Kondisi dari benda yang sesungguhnya“. Dalam kaitanya dengan kegiatan
35
produksi dan istilah sebelumnya GENBA, kita bertanya dalam hati “bagaimanakah kondisi benda yang sesungguhnya ditempat kerja, dimanakah pekerjaan tersebut yang sebenarnya diselesaikan?“ Benda sesungguhnya yang dimaksud adalah desainya, mutunya , prosesnya, operatornya, metode kerjanya, mesinya, peralatanya, dll. Ketika kita sedang berfikir GENBA – GENBUTSU, kita sedang membandingkan penyimpangan yang terjadi anatara standar terhaap kondisi nyata di tempat kerja. 3) Fakta yang sesungguhnya (Genjitsu) Terminologi umum bahasa Jepang yang berarti “situasi yang nyata”. Kita sedang mencari fakta/ data sedemikian rupa sehingga kita bisa memahami gap antara kenyataan terhadap standarnya. Kita tidaklah sedang mencari apa seharusnya terjadi tetapi mengetahui bahwa kejadian sebenarnya. Kita sedang mencari situasi nyata atau fakta yang membantu untuk mulai menggali masalah hingga ke akar penyebab yang sebenarnya. Jika kita hanya mempertimbangkan standar yang dituju maka kita cenderung untuk hanya duduk disuatu ruang pertemuan yang membahas keraguan kita mengapa peralatan, orang – orang, material dan proses yang tidak sesuai dengan standart. Satusatunya cara untuk mengetahui fakta yang sesungguhnya adalah pergi ke tempat kejadian perkara, amati kondisi- kondisi yang nyata dan kumpulkan fakta – fakta yang ada. Mengarahkan kita kepada pemahaman terhadap kenyataan yang sebenarnya. Lain halnya jika kita menemukan solusi diruang pertemuan untuk permasalahan yang
36
tidaklah benar- benar terjadi ditempat kerja. Ini menjadi alasan mengapa pemecahan masalah dimulai dengan perkataan, “Pergi dan lihatlah sendiri ditempat kerja dimana pekerjaan benar- benar sedang berlangsung”.
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Tahap penelitian merupakan sebuah kerangka penelitian yang memuat langkah-langkah yang akan ditempuh dalam memecahkan permasalahan yang dicapai. Bab ini merupakan tahap – tahap dan tata cara penulisan laporan penelitian, yang mana fungsinya adalah sebagai kerangka utama yang menjaga arah tata cara penulisan laporan penelitian untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan mengurangi kesalahan yang mungkin timbul pada penulisan laporan. Berikut adalah penjelasan masing-masing langkah dalam penelitian ini:
3.1. Penelitian dan Observasi pendahuluan Tahap ini meruapakan tahap awal dalam penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai perusahaan dan masalah yang dihadapi. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung di lapangan. Dari hasil penelitian pendahuluan inilah didapatkan definisi awal mengenai masalah- masalah yang dihadapi oleh perusahaan. 3.2. Identifikasi Masalah Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan analisa lebih detail mengenai permasalah yang dihadapi oleh perusahaan dengan melihat kondisi sebenarnya, Dalam hal ini adalah jumlah cacat yang tinggi pada masa awal produksi produk baru.
38