11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERATURAN DI BIDANG AIR MINUM
Pembangunan tertentu menuntut kota untuk merencanakan dengan lebih efektif apabila ingin meneruskan fungsi secara baik dan menghindari bentuk kegagalan manajemen perkotaan. Kota tidak dapat terbentuk tanpa perencanaan yang dibutuhkan untuk komponen operasionalnya agar dapat berfungsi secara baik. Tapi manajemen kota harus melakukan lebih untuk tidak hanya menjalankan operasional seefektif mungkin, tapi menghindari atau memperhalus permasalahan yang akan terjadi, mengantisipasi kebutuhan masa depan, dan mencapai tujuan-tujuan jangka yang lebih panjang (Branch, 1913). Kebutuhan penyediaan infrastruktur merupakan salah satu bentuk manajemen perkotaan untuk dapat menjalankan fungsi perkotaan secara baik. 2.1
Kelayakan Finansial dan Investasi Studi kelayakan atas rencana investasi harus dilakukan untuk semua aspek yang
terkait sehingga keputusan investasi yang dibuat didukung oleh kelayakan dari semua aspek yang terkait, dan tidak hanya kelayakan aspek finansialnya saja. Studi mengenai aspek finansial merupakan aspek kunci dari studi kelayakan. Dikatakan demikian, karena sekalipun aspek lain tergolong layak, jika studi aspek finansial memberikan hasil yang tidak layak, maka usulan proyek akan ditolak karena tidak akan memberikan manfaat ekonomi. Kelayakan finansial adalah gambaran aspek finansial atas penggunaan sumber daya (input) dengan hasil (output) yang diperoleh dari pelaksanaan rencana kegiatan, dimana perhitungannya menggunakan harga pasar. Kajian kelayakan finansial terutama dilakukan untuk usulan kegiatan yang dapat menghasilkan dan meningkatkan penerimaan langsung bagi pengguna pinjaman. Kajian tersebut berisi analisis perkiraan pendapatan dan pembiayaan dari suatu kegiatan. Analisis ini memperhitungkan keuntungan finansial dan komersial dari kegiatan tersebut pada kondisi harga pasar (Eugene, 1996),.
Kelayakan ekonomi adalah Langkah kelayakan ekonomi pengembangan usaha adalah periode di mana-bahkan keuangan model istirahat dari usaha bisnis dikembangkan didasarkan pada semua biaya yang terkait dengan mengambil produk dari ide ke pasar dan mencapai penjualan yang cukup untuk memenuhi persyaratan hutang atau investasi.Investasi secara umum diartikan sebagai keputusan mengeluarkan dana pada saat sekarang untuk membeli aktiva riil atau aktiva keuangan dengan tujuan 11
12
untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dimasa yang akan datang. Investasi berbeda dengan tabungan, karena tabungan memiliki motif konsumtif. Penyisihan sebagian pendapatan pada saat sekarang kedalam tabungan adalah bertujuan untuk memungkinkan penabung agar dapat memanfaatkannya guna memenuhi kebutuhan konsumsinya yang lebih besar dimasa yang akan datang. Namun demikian, baik investasi maupun tabungan, keduanya terkait dengan manfaat yang diharapkan dimasa mendatang (Flanagan dan Norman, 1993). Investasi atau pengeluaran modal adalah komitmen untuk mengeluarkan dana sejumlah tertentu pada saat sekarang untuk memungkinkan lembaga pendidikan menerima manfaat dimasa yang akan datang. Oleh karena investasi berkaitan dengan pengeluaran dana pada saat sekarang dan manfaatnya baru akan diterima dimasa yang akan datang, maka investasi berhadapan dengan resiko, setidak-tidaknya mengenai : 1. Resiko nilai riil dari uang yang akan diterima dimasa datang tersebut. 2. Resiko mengenai ketidakpastian menerima uang dalam jumlah yang sesuai dengan yang diperkirakan akan diterima di masa datang tersebut. Pada umumnya, proyek investasi memanfaatkan dana yang tidak kecil jumlahnya. Pengeluaran dana dilakukan pada saat sekarang, sedang manfaatnya baru akan diterima dimasa-masa
yang
akan
datang.
Masa
mendatang
itu
mengandung
resiko
ketidakpastian. Semakin jauh jarak antara waktu pelaksanaan investasi dan waktu pemulihan investasi, akan semakin besar pula resiko yang dihadapi. Berbagai perubahan dapat terjadi dan perubahan dimaksud mungkin saja besar pengaruhnya atas operasi proyek, seperti inflasi, perubahan nilai tukar valuta asing, persaingan global, kebijakan pemerintah dan perubahan cita rasa konsumen. Analisis kelayakan finansial merupakan analisis yang dilakukan bila manfaat dan biaya investasi berkaitan dengan kepentingan pihak individu/pengusaha untuk mendapat manfaat langsung. Mengukur kelayakan suatu proyek secara financial dimulai dari estimasi biaya dan pendapatan yang dihasilkan dari proyek tersebut. •
Estimasi biaya investasi awal Estimasi segala biaya yang merupakan pengeluaran yang dipergunakan untuk
memperoleh aset fisik yang diharapkan memiliki umur pemakaian lama, meliputi biaya memperoleh ijin usaha, biaya peralatan, biaya instalansi, biaya engineering, biaya pelatihan, biaya pembelian tanah, dan lain-lain.
13
•
Estimasi biaya operasi Biaya operasi umumnya diklasifikasikan atas biaya langsung (segala biaya yang
terkait langsung dengan proses produksi mencakup biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung), biaya tidak langsung (segala biaya yang tidak terkait langsung dengan proses produksi mencakup biaya bahan tak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung) dan biaya komersial (mencakup biaya pemasaran, biaya administrasi). •
Estimasi pendapatan Proyeksi pendapatan dapat dilakukan dengan melakukan estimasi jumlah konsumen
yang mampu diraih, serta pendapatan yang diperoleh per konsumen yang terkait dengan komponen harga produk per unit. Pada akhirnya dapat dilakukan evaluasi atas kelayakan suatu proyek secara finansial berdasarkan cash flow yaitu aliran kas yang akan dihasilkan oleh suatu proyek. Perlu dicatat bahwa dasar evaluasi adalah menggunakan cash flow dan bukan menggunakan pendapatan, karena hanya kas-lah yang dapat dipergunakan oleh perusahaan kelak untuk membayar dividen atau dipergunakan untuk investasi kembali. Terdapat beberapa indikator finansial yang lazim digunakan oleh analis dalam menilai layak atau tidaknya suatu proyek secara finansial, yaitu : 1.
Internal Rate of Return (IRR) IRR didefinisikan sebagai tingkat pengembalian investasi yang dihasilkan suatu
proyek, diukur dengan membandingkan cash flow yang dihasilkan proyek terhadap investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut. Pada umumnya investor akan membandingkan IRR ini dengan apa yang dinamakan inimal Attractive Rate of Return (MARR). MARR merupakan suatu tingkat pengembalian minimum yang diterima investor sebelum berinvestasi dimana termasuk risiko investasi didalamnya atau berinvestasi pada tempat lain yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih besar. Risiko investasi yang diperhitungkan dalam penentuan MARR, antara lain risiko sosial-ekonomi, risiko pemerintahan (politik, hukum dan peraturan), risiko konstruksi (kinerja proyek). Investor yang menginginkan profit yang tinggi akan memberikan nilai MARR yang tinggi. Apabila tingkat pengembalian yang didapat investor rendah, maka investor akan menerima keuntungan yang lama, dan begitu pula sebaliknya. Sebagai contoh, sebuah perusahaan membutuhkan estimasi MARR 10% (rendah) untuk investasi sebuah
14
bangunan baru di kota besar, hal lain apabila investasi di sebuah kota dengan kondisi politik yang tidak stabil yang dapat mempengaruhi nilai estimasi MARR yang dapat mencapai 20% (tinggi). Faktor-faktor yang biasanya dipertimbangkan dalam penetuan MARR untuk digunakan selama periode waktu tertentu (Eugene, 1996), antara lain: 1. Tersedianya dana untuk investasi dan sumber-sumbernya, modal sendiri atau pinjaman. 2. Kesempatan-kesempatan investasi bersaing. 3. Perbedaan-perbedaan dalam risiko yang terlibat dalam kesempatan investasi yang bersaing dan berlainan. 4. Perbedaan-perbedaan dalam waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian investasi dengan rate of return yang diinginkan, investasi berumur pendek lawan berumur panjang. 5. Harga uang yang berlaku yang dinyatakan oleh tingkat suku bunga yang dibayarkan atau dibebankan pada investasi tersebut, tingkat utama yang digunakan oleh bankbank besar dan surat-surat berharga Pemerintah jangka panjang atau pendek dan obligasi-obligasi. 2.
Net Present Value (NPV) NPV didefinisikan sebagai nilai dari proyek yang bersangkutan yang diperoleh
berdasarkan selisih antara cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan. NPV yang positif, ditinjau dari segi profitibilitas, proyek yang direncanakan akan dibangun cukup layak, dimana ini berarti cash flow yang dihasilkan melebihi jumlah yang diinvestasikan. Sebaliknya apabila NPV negative, rencana investasi proyek yang bersangkutan tidak layak. Kriteria ini digunakan untuk menentukan layak tidaknya suatu investasi. Perhitungan present value mengkonversi nilai uang di masa datang ke nilai uang saat ini dengan mempertimbangkan bunga yang ditanggung. Present Value dimodifikasi menjadi Net Present Value (NPV). NPV merupakan selisih antara Present Value dari inflow dan Present Value dari outflow. NPV dirumuskan sebagai berikut: n n NVP = ∑ {(It-Ot) / (1+r)t }= ∑ CFt / (1+r)t t=1 t=1
15
dimana : It = inflow dari suatu proyek pada tahun ke-t Ot = outflow dari proyek pada tahun ke-t Cft = cashflow proyek pada tahun ke-t n
= umur ekonomis dari proyek ke-t
r
= Opportunity Cost of Capital, yang ditunjuk sebagai discount rate
Penilaian kelayakan suatu investasi : • Jika NPV > 0, berarti proyek layak untuk dilaksanakan atau dipilih. • Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar Opportunity Cost of Capital. • Jika NPV < 0, proyek ditolak, artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek. • Jika dalam menentukan alternatif proyek ada keterbatasan budget, maka proyek yang dipilih adalah yang memberikan NPV maksimum dari budget tersebut. • Dalam kondisi tidak ada batasan budget, harus dipilih alternatif yang menghasilkan NPV terbesar. • Kekurangan pemakaian kriteria NPV : jika digunakan untuk memilih di antara proyek yang mempunyai umur berbeda akan memberikan pertimbangan yang salah. Oleh karena itu penggunaannya harus hati-hati. 3.
Benefit Cost Ratio Method (BCR) Metoda
ini
dipakai
untuk
mengevaluasi
kelayakan
proyek
dengan
membandingkan total keuntungan terhadap total biaya yang telah diekivalenkan ke tahun dasar dengan memakai nilai discount rate yang berlaku. Metoda ini dilakukan berdasarkan nilai sekarang, yaitu dengan membandingkan selisih manfaat dengan biaya yang lebih besar dari nol dan selisih manfaat dan biaya yang lebih kecil dari nol. Dalam melakukan analisis dengan menggunakan ketiga indikator di atas, perlu diperhatikan dua faktor yaitu : •
Periode evaluasi Periode yang dipergunakan untuk melakukan evaluasi secara finansial diestimasikan
berdasarkan faktor tertentu misalnya usia kepemilikan (ownership life) usaha apakah terhingga atau abadi.
16
•
Konsep nilai uang terhadap waktu (time value of money) Uang mempunyai nilai terhadap waktu dan besar nilai itu sangat tergantung pada
saat kapan uang itu diterima. Konsep ini mengandung implikasi bahwa sejumlah uang tertentu saat ini tidak sama nilainya dengan sejumlah uang yang sama di saat yang lalu atau yang akan datang. Baik metode analisis IRR maupun NPV di atas dihitung setelah sebelumnya menyesuaikan nilai cash flow di masa yang akan datang (future value) ke nilai saat ini (present value). Hal ini dilakukan dengan menggunakan Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang merupakan kombinasi antara cost of debt (suku bunga pinjaman apabila sebagian proyek akan dibiayai oleh hutang) dan cost of equity (tingkat pengembalian yang diinginkan oleh investor). 2.2
Sistem Penyediaan Air Bersih Dalam proses penyediaan air bersih, yang menjadi perhatian utama adalah
menjaga keberlangsungan ketersediaan air bersih. Terdapat tiga komponen utama dalam sistem penyediaan air bersih. Komposisi dari suatu sistem penyediaan air bersih dapat terdiri dari sebagian atau keseluruhan dari ketiga komponen tersebut. Komponenkomponen tersebut adalah (Chatib, 1996): 1. Sumber (dengan atau tanpa bangunan pengolahan air bersih) Sumber dapat terdiri dari sumber dan sistem pengambilan / pengumpulan (collection works) saja ataupun dapat pula dilengkapi dengan suatu sistem pengolahan air (purification / treatment works). 2. Transmisi Sistem transmisi dimulai dari sistem pengumpulan sampai bangunan pengolahan air bersih atau dimulai dari sumber yang sudah memenuhi syarat kualitas atau dari bangunan pengolahan air bersih sampai reservoar (tempat penampungan). Cara pengangkutannya bisa dengan cara gravitasi atau pemompaan. 3. Distribusi Sistem distribusi merupakan sistem penyaluran air bersih dari reservoar sampai ke daerah-daerah pelayanannya. Pendistribusian dapat dilakukan dalam bentuk sistem perpipaan, yaitu berupa sambungan langsung rumah dan sambungan melalui krankran umum ataupun dalam bentuk sistem non perpipaan, yaitu berupa terminal air/tangki air.
17
Adapun, secara umum sistem penyediaan infrastruktur air bersih atau water supply system dapat disederhanakan sebagai berikut (Kodoatie, 2003): 1. Sumber daya air • Sumberdaya air permukaan (sungai, danau, waduk, dan lain-lain) • Sumberdaya air tanah (sumur, pemompaan, dan lan-lain) 2. Pengolahan (treatment). Untuk memenuhi suatu kualitas air tertentu dan atau dalam rangka meningkatkan nilai tambah dari air, maka air dari sumber pada umumnya harus melewati proses lebih lanjut berupa: • Penjernihan dari partikel lain (sedimentation, flocculation, filtration, dan lain-lain) • Pengontrolan bakteria air (disinfction, ultra violet ray, ozone treatment,dan lainlain) • Komposisi kimia air (aeration, iron and manganese removal, carbon activated, dan lain-lain). 3. Penampungan (Storage): • Penampungan bahan baku air (waduk, sungai/long storage) • Penampungan bahan baku air olahan (tangki tertutup, kolam terbuka, dan lain-lain) 4. Transmisi: • Jaringan pipa transmisi dari primer ke sekunder • Bak pelepas tekan • Pipa 5. Jaringan distribusi ke pelanggan • Sistem jaringan pipa • Sistem tampungan • Fitting • Control • Valve • Pompa Sistem penyediaan air bersih dapat dibedakan atas dua macam sistem dilihat dari sudut bentuk dan tekniknya, yaitu (Chatib, 1996): 1. Sistem penyediaan air bersih individual (Individual Water Supply System) Sistem penyediaan air bersih individual adalah sistem penyediaan air bersih untuk penggunaan individual dan untuk pelayanan terbatas. Sumber air yang digunakan
18
dalam sistem ini umumnya berasal dari air tanah. Hal ini disebabkan air tanah memiliki kualitas air yang relatif lebih baik dari sumber lainnya. Sistem penyediaan ini biasanya tidak memiliki komponen transmisi dan distribusi. Yang termasuk dalam sistem ini adalah sumur gali, pompa tangan dan sumur bor individu. 2. Sistem penyediaan air bersih komunitas atau perkotaan (Community/Municipality Water Supply System) Sistem penyediaan air bersih komunitas atau perkotaan adalah suatu sistem penyediaan untuk komunitas atau kota, dan untuk pelayanan yang menyeluruh termasuk untuk keperluan domestik, perkotaan maupun industri. Pada umumnya sistem ini merupakan sistem yang mempunyai kelengkapan komponen yang menyeluruh dan terkadang sangat kompleks, baik dilihat dari sudut teknik maupun sifat pelayanannya. Sumber air yang digunakan pada sistem ini umumnya berasal dari air permukaan. Pengelompokan lain yang dilakukan yaitu menggolongkan bentuk dan teknik penyediaan air bersih berdasarkan dari kuantitas air yang didistribusikan dan wilayah pelayanan infrastruktur, antara lain (Erwin, 2000): 1. Penyediaan air skala besar atau sistem penyediaan air publik Merupakan sistem penyediaan air bersih yang memproduksi air bersih dalam skala besar, dibangun oleh pemerintah kota melalui badan pengelola air bersih, penyediaan air tersebut dapat diakses oleh setiap individu, dengan aturan-aturan yang ditentukan oleh pemerintah. 2. Penyediaan air skala kecil Sistem penyediaan air skala kecil merupakan sistem penyediaan air bersih yang memproduksi air dalam skala kecil, dilakukan oleh individu atau sekelompok individu, bersifat ekslusif, tidak dapat diakses oleh individu atau kelompok individu lain yang tidak termasuk dalam suatu komunitas permukiman. Sistem penyediaan air bersih dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan atau bukan jaringan perpipaan. Sistem Penyediaan Air bersih dengan jaringan perpipaan dapat meliputi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005):
19
1. Unit air baku, merupakan sarana pengambilan dan/atau penyedia air baku. Unit ini terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat pengukur dan peralatan pemantau, sistem pemompaan, dan/atau bangunan saran pembawa serta perlengkapannya 2. Unit produksi, merupakan prasaran dan sarana yangdapat digunakan untuk mengolah air baku menjadi air bersih melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau biologi. Unit ini terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peraltan pemantauan, serta bangunan penampungan air bersih 3. Unit distribusi, merupakan unit untuk mendistribusikan air bersih yang sudah diolah. Unit ini terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan 4. Unit pelayanan, termasuk di dalamnya sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran 5. Unit pengelolaan terdiri dari pengelolaan teknis dan non teknis. Pengelolaan teknis terdiri dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi. Pengelolaan non teknis terdiri dari administrasi dan pelayanan. 2.3
Kebutuhan Air Bersih Hal yang menjadi perhatian yang berkaitan dengan kuantitas air bersih adalah
mengenai pemakaian dan kebutuhan air. Pemakaian air bertitik tolak dari jumlah air yang terpakai dan sistem yang ada walau bagaimanapun kondisinya. Pemakaian air dapat terbatas oleh karena terbatasnya air yang tersedia pada sistem yang dipunyai dan belum tentu sesuai dengan kebutuhannya. Pengertian kebutuhan air adalah jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk keperluan pokok manusia dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan air. Kebutuhan air menentukan besaran sistem dan ditetapkan berdasarkan pengalamanpengalaman dan pemakaian air (Chatib, 1996:15). Berdasarkan standar WHO, jumlah minimal kebutuhan air adalah 60 l/jiwa/hari (Chatib, 1996:19). Kebutuhan ini akan meningkat sampai tercapai pemenuhan kebutuhan yang memuaskan atau sampai harga air membatasi pemakaian. Menurut Departemen Kesehatan, standar keperluan air per orang per hari adalah sebesar 150 liter per hari seperti yang dapat dilihat pada Tabel II.1 berikut ini.
20
Tabel II.1 Keperluan Air Per Orang Per Hari (Standar Departemen Kesehatan) Keperluan Minum Memasak, kebersihan dapur Mandi, kakus Cuci pakaian Air wudhu Air untuk kebersihan rumah Air untuk menyiram Air untuk mencuci kendaraan Air untuk keperluan lain-lain Jumlah Sumber: Rachman, 2005
Air yang dipakai 2,0 liter 14,5 liter 20 liter 13 liter 15 liter 32 liter 11 liter 22,5 liter 20 liter 150 liter
Air bersih digunakan untuk hal-hal berikut: 1. Keperluan rumah tangga (domestic use), meliputi keperluan minum-masak, mandi dan membersihkan diri, keperluan cuci-mencuci, fasilitas sanitasi dalam rumah, dan keperluan dalam rumah tangga. 2. Keperluan industri (industrial use), meliputi penggunaan sebagai bahan pokok dan bahan pembantu. 3. Keperluan umum dan perkotaan (public use), misalnya penggunaan air untuk membersihkan jalan, menyiram taman-taman, penggelontoran saluran-saluran kota, persediaan air untuk pemadam kebakaran, untuk keperluan sekolah perkantoran, gedung pertemuan, untuk kepentingan sosial, untuk keperluan komersial, pelabuhan, dan fasilitas rekreasi Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum, terdapat suatu kriteria dalam perencanaan sistem air bersih yang merupakan alat untuk mengetahui tingkat kebutuhan air bersih suatu kota. Sedangkan untuk memperhitungkan kebutuhan air bersih non domestik kota-kota adalah dengan memperhatikan Tabel II.2 dan Tabel II.3 berikut.
21
Tabel II.2 Kebutuhan Non Domestik Kota Sarana
Tingkat kebutuhan
Sekolah 10 l/murid/hari Rumah Sakit 200 l/tempat tidur/hari Puskesmas 2.000 l/hari Masjid Sampai 2.000 l/hari Kantor 10 l/pegawai/hari Pasar 12.000 l/hektar/hari Hotel 150 l/tempat tidur/hari Rumah Makan 100 l/tempat duduk/hari Komplek Militer 60 l/orang/hari Kawasan Industri 0,2 – 0,8 l/det/hektar Kawasan Pariwisata 0,1 – 0,3 l/det/hektar Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1998 Tabel II.3 Kebutuhan Non Domestik Kota Desa Sarana
Tingkat kebutuhan
Sekolah 5 l/murid/hari Rumah Sakit 200 l/tempat tidur/hari Puskesmas 1.200 l/hari Hotel/Losmen 90 l/tempat tidur/hari Komersil/Industri 10 l/pekerja/hari Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1998 2.4
Kualitas Air Bersih Kualitas air bersih menjadi salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam
penyediaan air bersih. Penggolongan air dibuat berdasarkan pemanfaatannya dan hubungannya dengan kriteria kualitas air yang diperlukan, yaitu (UU Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004): 1. Golongan A Sumber air golongan A adalah yang dapat diminum langsung tanpa memerlukan pengolahan terlebih dahulu. Air dalam golongan A merupakan air berkualitas tinggi. 2. Golongan B Air golongan B digunakan untuk keperluan air baku bagi perusahaan air bersih dengan mempergunakan instalasi pengolahan biasa. Air untuk keperluan rumah tangga dan rekreasi disatukan dalam golongan ini
22
3. Golongan C Sebagai baku mutu air untuk pertanian, perikanan dan peternakan. 4. Golongan D Sebagai baku mutu air untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha di perkotaan, industri, Pembangkit Listrik Tenaga Air. Masih banyak air yang belum dimanfaatkan untuk golongan A, B, C, dan D. dalam hal ini industri dan pertambangan dapat memanfaatkan sumber air tersebut untuk menampung bahan buangannya dengan persyaratan yang paling ringan. Walaupun demikian, sumber air tersebut harus dilindungi untuk menjaga kelestariannya dan kelestariaan tempat sumber air itu bermuara (danau, laut). Klasifikasi penggunaan air yang diurutkan berdasarkan skala kebutuhan kualitas adalah (Terbutt, 1990:120): 1. penyediaan air bersih rumah tangga 2. penyediaan air industri 3. kolam pemancingan komersial 4. irigasi 5. rekreasi dan kesenangan 6. transportasi 7. tempat pembuangan air limbah
23
Tabel II.4 Kriteria Perencanaan Domestik Sistem Air Bersih
No
Uraian
1 2 3 4 5 6 7
Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) l/o/h Konsumsi Unit Hidran Umum (HU) l/o/h Konsumsi Unit Non Domestik (%) *) Kehilangan Air (%) Faktor Maximum Day Faktor Peak Hour Jumlah Jiwa per SR
8
Jumlah Jiwa per HU
9 Sisa tekan di jaringan distribusi (mka) 10 Jam operasi 11 Volume Reservoir (%) (max day demand) 12 SR : HU 13 Cakupan Pelayanan (*) Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1998 *) Tergantung Survey Sosek **) 60 % perpipaan, 30 % non perpipaan ***) 25 % perpipaan, 45 % non perpipaan
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa) 500.000100.000>1.000.000 20.000-100.000 <20.000 1.000.000 500.000 Metro Kecil Desa Besar Sedang 190 170 150 130 30 30 30 30 30 30 20-30 20-30 20-30 20-30 10-20 20-30 20-30 20-30 20-30 20 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 5 5 6 6 10 100
100
100
100-200
200
10 24 10 50:50 s.d 80:20 **) 90
10 24 10 50:50 s.d 80:20 **) 90
10 24 10 80:20 **) 90
10 24 10 70:30 **) 90
10 24 10 70:30 **) 70
23
24
2.5
Aspek Biaya Penyediaan Air Bersih Aspek biaya yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang menyebabkan atau
menimbulkan biaya pada suatu instalasi pengolahan air bersih/minum. Dari studi literatur yang telah dilakukan dapat digambarkan bahwa dalam suatu instalasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) akan memiliki unit-unit pengolahan sebagai berikut: 1. Unit penyadap air baku, air baku berasal dari air tanah maupun dari air permukaan. 2. Sistem transmisi, bisa merupakan sistem secara gravitasi maupun dengan menggunakan pompa 3. Unit prasedimentasi 4. Unit aerator 5. Unit koagulasi 6. Unit flokulasi 7. Unit filtrasi 8. Unit reservoir dan disinfeksi 9. Sistem distribusi, dan 10. Unit penyimpanan dan pembubuh bahan kimia 2.5.1 Perhitungan Biaya Investasi Pengolahan Air dan Transmisi Komponen biaya investasi merupakan komponen biaya tetap yang terdiri dari biaya yang dibutuhkan untuk penyediaan lahan, pengembangan sumber air baku/intake (termasuk pompa dan pekerjaan sipil), pipa transmisi (pengadaan dan pemasangan), IPA dan reservoir (pengadaan dan pekerjaan sipil), penambahan sambungan, pengadaan & pemasangan pipa distribusi, dan DED & supervisi. Berdasarkan Shah, 1971, terdapat suatu panduan mengenai estimasi biaya pembangunan suatu sistem jaringan penyediaan air minum. Persentase tiap-tiap bagian dari keseluruhan sistem jaringan penyediaan adalah: 1. Stasiun pemompaan
: 18%
2. Reservoir
: 6%
3. Instalasi pengolahan
: 10%
4. Sistem distribusi
: 50%
5. Sumber dan transmisi
: 9%
6. Bangunan
: 2%
7. Meters
: 5%
25
2.5.2 Perhitungan Biaya Operasi Pengolahan Air dan Transmisi Komponen biaya operasi terdiri dari biaya yang terjadi pada intake, sistem transmisi, pengolahan, dan distribusi. Studi ini tidak membahas biaya distribusi, oleh karenanya biaya distribusi tidak dipertimbangkan dalam studi ini. Pada bagian berikut akan dijelaskan mengenai komponen-komponen biaya tersebut, proses perhitungan biaya dan besaran biaya. Dari masing-masing unit pengolahan pada IPA di atas akan menghasilkan suatu biaya operasional yang harus ditanggung oleh IPA setiap bulannya. Berikut adalah berbagai komponen biaya dari masing-masing unit pada IPA secara umum, diantaranya (Rizky, 2005): 1. Unit penyadap air baku - Retribusi Air Baku Khusus untuk IPA yang menggunakan air baku bersumber dari air permukaan, khususnya yang berasal dari suatu waduk, akan terdapat suatu biaya retribusi yang tergantung dari besarnya volume air baku yang ditangkap setiap bulannya. - Biaya Energi Listrik untuk Pompa Air Baku Untuk air baku yang tidak mungkin ditangkap dengan menggunakan tenaga hidrolis maka pompa mutlak dibutuhkan untuk menangkap air tersebut, misalnya untuk air baku yang berasal dari air tanah, sehingga setiap bulannya ada biaya energi listrik yang harus dibayarkan untuk penggunaan pompa tersebut. 2. Sistem transmisi - Biaya Energi Listrik untuk Pompa Transmisi Untuk daerah dengan topografi yang tidak memungkinkan dilakukannnya suatu sistem penyalurannya secara gravitasi maka keberadaan pompa menjadi mutlak untuk menyalurkan air baku sampai ke tempat pengolahan. 3. Unit aerator - Biaya Energi Listrik untuk Pompa pada unit Aerator Khusus untuk aerator yang tidak menggunakan tenaga hidrolis (seperti pada spray aerator, dan multiple tray aerator) diperlukan suatu pompa untuk menaikkan head air agar unit aerator dapat beroperasi. 4. Unit Koagulasi - Biaya Energi Listrik untuk Mixer Untuk unit koagulasi yang menggunakan mechanical mixing untuk mendapatkan
26
keadaan turbulensi yang diperlukan untuk mencampurkan koagulan dengan air yang diolah, maka diperlukan suatu mixer (berupa paddle impeller atau propeller impeller) untuk menciptakan keadaan tersebut dan mixer tersebut beroperasi menggunakan energi listrik. 5. Unit Flokulasi - Biaya Energi Listrik untuk Mixer Sama seperti unit koagulasi, unit flokulasi menggunakan mechanical mixing juga emerlukan suatu mixer (berupa horizontal shaft atau vertical shaft) untuk menciptakan keadaan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses flokulasi. 6. Unit sedimentasi - Biaya Energi Listrik untuk Pompa Sludge Unit untuk sedimentasi sendiri (khususnya yang menggunakan sistem gravitasi biasa) tidak ada biaya yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan unit namun pada unit sedimentasi akan ada sejumlah sludge (lumpur) yang harus secara rutin dibuang dari unit ini. Untuk beberapa IPA yang tidak memungkinkan dibuangnya lumpur tersebut secara gravitasi biasa, maka pompa diperlukan untuk membuang lumpur tersebut secara rutin. 7. Unit filtrasi Untuk operasi unit filtrasi sendiri tidak ada biaya yang harus dikeluarkan namun pada unit ini setiap beberapa saat akan dilakukan operasi backwash yang bertujuan untuk membuang lumpur yang tertahan pada unit ini. Pada filter yang menggunakan tenaga pompa untuk melakukan operasi backwash tersebut, maka setiap bulannya akan terdapat biaya yang harus dikeluarkan untuk penggunaan pompa backwash tersebut. Pompa backwash ini terdiri atas dua jenis, yaitu: - Pompa backwash air, yang akan mengalirkan air yang dibutuhkan untuk proses backwash - Blower backwash udara, yang akan mengalirkan sejumlah udara yang dibutuhkan untuk proses backwash tersebut. 8. Unit reservoir, desinfeksi, dan stabilisasi - Unit Bahan Kimia berupa Desinfektan Setelah air melalui proses filtrasi dan sebelum memasuki reservoir, air akan ditambahkan bahan kimia berupa desinfektan yang berguna untuk membunuh berbagai mikroorganisme patogen yang mungkin masih terdapat dalam air.
27
- Biaya Bahan Kimia berupa Bahan Stabilisasi Sebelum memasuki reservoir, air juga harus mengalami proses stabilisasi yang bertujuan untuk menetralkan nilai pH (umumnya turun pada proses koagulasi) dan juga untuk menurunkan kadar karbondioksida agar air tidak menjadi agresif. Untuk proses stabilisasi ini baik dalam penrunan tingkat pH maupun penurunan kadar karbondioksida, biasanya digunakan bahan kimia berupa kapur. - Biaya Pajak Air Bersih Sesuai dengan peraturan daerahnya masing-masing, IPA juga harus mengeluarkan sejumlah biaya untuk setiap volume air bersih yang terjual. 9. Unit penyimpan dan pembubuh bahan kimia - Biaya Energi Listrik untuk Mixing Bahan Kimia Bahan kimia yang dibutuhkan pada auatu IPA biasanya tidak langsung dibubuhkan pada air yang akan diolah namun dibuat suatu larutan stok dari bahan kimia tersebut untuk penggunaan beberapa hari. Untuk membuat larutan tersebut, bahan kimia misalnya seperti koagulan akan dicampur dengan sejumlah air (yang umumnya berasal dari reservoir) sehingga diperlukan unit
mixer untuk proses
pencampuran tersebut. - Biaya Energi Listrik untuk Pompa Dosing Untuk membubuhkan bahan kimia pada air yang akan diolah, umumnya dari bak penyimpanan bahan kimia. Bahan kimia tersebut dibubuhkan pada air dengan menggunakan suatu dosing pump dengan debit larutan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 2.5.3 Komponen Biaya Investasi Instalasi Pengolahan Air Komponen biaya investasi merupakan komponen biaya tetap yang terdiri dari biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan sumber air baku/intake (termasuk pompa dan pekerjaan sipil), pipa transmisi (pengadaan dan pemasangan), IPA dan reservoir (pengadaan dan pekerjaan sipil), penambahan sambungan, pengadaan & pemasangan pipa distribusi, dan DED & supervisi. Adapun komponen biaya investasi air bersih ini dirinci per paket, dengan komponen-komponen sebagai berikut.
28
Tabel II.5 Komponen Biaya Instalasi Pengolahan Air No
1
2
3
Jenis dan Biaya Per Paket
IPA Mata Air
IPA Air Tanah /Sumur Dalam
IPA Air Permukaan
Komponen Unit Pengolahan (Kapasitas 50 l/dtk) - Unit Air Baku Rp. 195.000.000 Intake/Broncaptering Rp. 1.112.000.000 Pipa Transmisi (Ø300-500mm) - Unit Produksi Rp. 600.000.000 Sumur dalam Rp. 1.130.000.000 Reservoar - Unit Distribusi Rp. 5.812.000.000 Pipa Utama (Ø100-200mm) Pipa Pembagi (Ø75mm) Rp. 3.936.000.000 Rp. 6.700.000.000 Pipa Service (Ø50mm) Total Rp. 19.485.000.000 - Unit Air Baku Rp. 195.000.000 Intake/Broncaptering Rp. 1.112.000.000 Pipa Transmisi (Ø300-500mm) Rp. 64.000.000 Pompa - Unit Produksi Rp. 600.000.000 Sumur dalam Rp. 1.130.000.000 Reservoar - Unit Distribusi Rp. 5.812.000.000 Pipa Utama (Ø100-200mm) Pipa Pembagi (Ø75mm) Rp. 3.936.000.000 Rp. 6.700.000.000 Pipa Service (Ø50mm) Total Rp. 19.549.000.000 - Unit Air Baku Rp. 195.000.000 Intake/Broncaptering Rp. 1.112.000.000 Pipa Transmisi (Ø300-500mm) Rp. 64.000.000 Pompa - Unit Produksi Rp. 4.956.000.000 IPA Rp. 600.000.000 Sumur dalam Rp. 1.130.000.000 Reservoar - Unit Distribusi Rp. 5.812.000.000 Pipa Utama (Ø100-200mm) Pipa Pembagi (Ø75mm) Rp. 3.936.000.000 Rp. 6.700.000.000 Pipa Service (Ø50mm) Total Rp. 24.505.000.000
Sumber : Hasil Analisis,Dinas Cipta Karya dan PDAM Kab.Subang 2009
Komponen Unit Pengolahan (Kapasitas 20 l/dtk) - Unit Air Baku Rp. 179.000.000 Intake/Broncaptering Rp. 756.000.000 Pipa Transmisi (Ø300-500mm) - Unit Produksi Rp. 400.000.000 Sumur dalam Rp. 500.000.000 Reservoar - Unit Distribusi Rp. 1.852.000.000 Pipa Utama (Ø100-200mm) Rp. 1.988.000.000 Pipa Pembagi (Ø75mm) Rp. 3.350.000.000 Pipa Service (Ø50mm) Total Rp. 9.025.000.000 - Unit Air Baku Rp. 179.000.000 Intake/Broncaptering Rp. 756.000.000 Pipa Transmisi (Ø300-500mm) Rp. 32.000.000 Pompa - Unit Produksi Rp. 400.000.000 Sumur dalam Rp. 500.000.000 Reservoar - Unit Distribusi Rp. 1.852.000.000 Pipa Utama (Ø300-500mm) Rp. 1.988.000.000 Pipa Pembagi (Ø75mm) Rp. 3.350.000.000 Pipa Service (Ø50mm) Total Rp. 9.057.000.000 - Unit Air Baku Rp. 179.000.000 Intake/Broncaptering Rp. 756.000.000 Pipa Transmisi (Ø300-500mm) Rp. 32.000.000 Pompa - Unit Produksi Rp. 1.665.000.000 IPA Rp. 400.000.000 Sumur dalam Rp. 500.000.000 Reservoar - Unit Distribusi Rp. 1.852.000.000 Pipa Utama (Ø100-200mm) Rp. 1.988.000.000 Pipa Pembagi (Ø75mm) Rp. 3.350.000.000 Pipa Service (Ø50mm) Total Rp. 10.722.000.000
29
2.6
Studi Terdahulu Sebagai bahan pembanding dalam penyusunan tugas akhir ini, berikut beberapa
tinjauan terhadap studi yang telah dilakukan sebelumnya antara lain: 1. Penulis: Dian Mangiring Arika (Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung, Tugas Akhir, Tahun 2007 ). Judul: Kajian Pola Konsumsi Air Bersih Rumah Tangga di Kelurahan Sukamanah, Kota Cimahi Sebagai Masukan Bagi Upaya Konversi. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin hari semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula kebutuhan air bersih. Peningkatan kebutuhan air bersih ini tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber daya air bersih, malahan kuantitas dan kualitas air bersih semakin menurun. Pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan air rumah tangga (Mislan, 1999). Semakin tinggi jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk maka semakin besar pula konsumsi air bersih rumah tangga. Perilaku dan kebiasaan penduduk mempengaruhi pola konsumsi air bersih. Masalah air yang terjadi di Indonesia menurut Salim (1983) dan DRN (1994) adalah menyangkut masalah kuantitas, kualitas, pemborosan dan kepincangan dalam neraca air sehingga eksploitasi yang berlebihan akan bersifat merugikan yaitu menurunkan kemampuan penyediaan air di masa datang (Mislan, 1999). Di Kota Cimahi, muka air tanah tahun 1980 mencapai 15 meter di atas permukaan tanah, namun tahun 2004 permukaan air tanah turun mencapai 86 meter di bawah permukaan tanah (Cakrawala, 2005). Penurunan permukaan air tanah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: pembangunan industri, kurangnya daerah resapan air, dan penggunaan air tanah yang berlebihan oleh rumah tangga. Hal ini menunjukkan eksploitasi air tidak hanya dilakukan oleh sektor-sektor besar seperti sektor industri, perdagangan, jasa, pertambangan, dan sektor-sektor lain yang mengkonsumsi air dengan skala besar tetapi juga oleh sektor rumah tangga. Sekitar 40% dari total kebutuhan air bersih digunakan untuk keperluan rumah tangga (domectic use) (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997:510). Terpenuhinya kebutuhan akan air merupakan kunci utama bagi perkembangan suatu kegiatan dan elemen penting bagi keberlanjutan suatu produktivitas perekonomian.
30
Seluruh kegiatan penduduk termasuk perekonomian membutuhkan air, tanpa air maka semua aktivitas penduduk tidak akan bisa berjalan. Jika kebutuhan air tidak terpenuhi maka kegiatan dan produktivitas perekonomian tidak akan bisa berjalan. Pemenuhan kebutuhan air untuk sektor rumah tangga memegang peranan penting di dalam menjaga produktivitas nasional secara keseluruhan (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997:510).
Pemecahan terbatasnya penyediaan air bersih rumah tangga harus dilakukan secara komprehensif dan berdasarkan prinsip keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan serta keberlanjutan. Keterbatasan air dapat dipecahkan dengan pendekatan tradisional dan pendekatan konservasi. Pendekatan tradisional dengan pembangunan infrastruktur memiliki hambatan yaitu kurangnya sumber air baku. Pembangunan infrastruktur tanpa didukung oleh penyediaan air yang memadai untuk diolah dan didistribusikan mengakibatkan pembangunan infrastruktur tersebut menjadi mubajir. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang baru akan sulit dilakukan saat ini mengingat salah satu permasalahan yang dihadapi PDAM adalah keterbatasan dana. Karena alasan tersebut, maka pendekatan konservasi akan lebih bijak untuk diterapkan dalam pemecahan terbatasnya penyediaan air bersih rumah tangga. Sehubungan dengan itu, penelitian mengenai identifikasi karakteristik pola konsumsi rumah tangga perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah dan perilaku penduduk dalam mengkonsumsi air bersih serta mengetahui cara yang bisa ditempuh untuk mengkonservasi air bersih dari sisi kebutuhan (penduduk). Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pola konsumsi air bersih rumah tangga sebagai upaya bagi konservasi air bersih. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Statistik deskriptif, Statistik inferensial dan Statistik asosiasi
Analisis regresi berganda, Analisis anova dan Analisis sensitivitas
31
Kesimpulan Responden yang menggunakan sumber air pribadi mengkonsumsi air bersih lebih tinggi dibandingkan responden yang menggunakan sumber air publik. Aspek sosial ekonomi responden (tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga) tidak berpengaruh terhadap konsumsi air bersih rumah tangga. Sebagian besar responden menggunakan air bersih dengan jumlah yang tinggi, untuk itu perlu dilakukan penghematan air dengan merubah pola konsumsi air bersih. Perubahan pola konsumsi dapat dilakukan dengan mengubah frekuensi mencuci pakaian, membatasi konsumsi air untuk MCK dan wudhu, dan menggunakan air bekas cucian dapur untuk menyiram tanaman. Dampak perubahan pola konsumsi air bersih rumah tangga dapat mengubah kebutuhan air bersih dan mengkonservasi air bersih dalam jumlah yang cukup besar. Kelemahan Studi - Dalam proses pengumpulan data kemungkinan terjadi distorsi dan informasi yang hilang, khususnya untuk konsumsi air bersih yang menggunakan kran. Dan data jumlah konsumsi yang dikumpulkan kemungkinan tidak tepat karena diperkirakan dengan ukuran wadah yang tidak tepat ukurannya. - Konsumsi air bersih untuk seluruh anggota keluarga dianggap sama, dan tidak memperhitungkan beberapa hal yaitu: kebutuhan atau konsumsi individu yang berbeda, umur dan faktor lainnya. Padahal tiap anggota individu memiliki pola konsumsi yang berbeda menurut perilaku dan umur. - Proporsi dalam pengambilan sampel untuk tiap karakteristik responden seperti tingkat penghasilan dan sumber air bersih tidak sama karena tidak diketahuinya jumlah responden berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut. Hal ini mengakibatkan faktor pembagi antar tiap kelompok sampel (variabel) berbedabeda. - Terdapat sejumlah responden yang menggunakan wadah besar untuk menampung air seperti toren, bak mandi, atau gentong, menyebutkan bahwa konsumsi air bersih untuk keperluan tertentu seperti mandi, mencuci pakaian atau keperluan lainnya dengan satuan wadah tersebut sehingga jumlah konsumsi air bersihnya menjadi besar. Padahal air dalam wadah tersebut kemungkinan digunakan untuk keperluan lain seperti membersihkan kamar mandi atau tidak diisi setiap hari.
32
- Pengumpulan data jumlah konsumsi air bersih untuk pengguna sumur timba terdapat istorsi, karena sebagian besar responden cukup sulit menjawab berapa dibandingkan dengan lingkup wilayah yang cukup luas. Jadi hasil analisis masih kurang mewakili lingkup wilayah yang cukup luas, dalam hal ini Kota Cimahi. - Dalam perhitungan anova jumlah responden yang menggunakan sumber air pribadi dan sumber publik cukup jauh berbeda sehingga terjadi ketimpangan dalam perhitungan nilai signifikansi dan nilai anova. Kelemahan-kelemahan tersebut mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau rentang yang cukup besar antara konsumsi minimum dan maksimum untuk tiap keperluan dan karakteristik konsumsi air bersih berdasarkan aspek sosial ekonomi dengan pengujian menggunakan analisis statistik cenderung relatif sama dan tidak memiliki pola walaupun rata-rata konsumsi hasil survei berbeda. 2. Penulis: Mochamad Fatwadi (Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung, Tugas Akhir, Tahun 1996 ). Judul: Studi penyediaan prasarana air bersih perpipaan bagi rumah tangga miskin di kelurahan Benda kotamadya Tangerang. Latar Belakang Air bersih merupakan kebutuhan utama bagi setiap manusia. Tidak ada materi yang merupakan substitusi dari air, tidak ada yang dapat menggantikan fungsi air dalam mendukung kehidupan dimuka bumi ini. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Sebagai suatu sumber daya alam, air digunakan untuk pemenuhan kebutuhan berproduksi dan juga digunakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Penyediaan air bersih bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan usaha yang secara langsung dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kota secara keseluruhan. Hal ini didasarkan pada terdapatnya hubungan yang sangat erat antara pemakaian air bersih dengan tingkat kesehatan masyarakat di suatu kota. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan kegiatan kota secara langsung dan tidak langsung seringkali mengakibatkan dampak negative terhadap ketersediaan air tanah dan air permukaan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
33
Permasalahan penyediaan prasarana ini pada rumah tangga miskin terletak pada tidak tepatnya skema yang diberlakukan oleh pihak penyedia dalam pembayaran biaya pemasangan sambungan rumah bagi mereka. Padahal dalam kondisi pembayaran yang lebih mahal ini terdapat potensi yang mereka miliki untuk menutupi biaya pemasangan tersebut. Oleh karena itu perlu diadakan studi tentang penyediaan prasarana air bersih perpipaan di kawasan masyarakat miskin kota, terutama studi mengenai kemampuan rumah tangga miskin dalam menyediakan pemenuhan kebutuhan air bersih yang selama ini mereka lakukan dan kebijaksanaan pemerintah kota yang berkenaan dengan penyediaan air bersih tersebut. Hal ini dilakukan agar didapat suatu gambaran yang dapat digunakan untuk turut mengikutsertakan rumah tangga miskin berpartisipasi dalam peningkatan cakupan pelayanan prasarana air bersih perpipaan di permukiman mereka dalam rangka memperbaiki pola konsumsi air bersih mereka. Tujuan Tujuan dari peneliian ini adalah:
Menentukan skema penyediaan sambungan rumah bagi rumah tangga miskin di kelurahan Benda Kotamadya Tangerang dengan tetap mengacu pada potensi kemampuan pembayaran yang mereka miliki,
Kebijaksanaan PDAM Kotamadya Tangerang yang diberlakukan berkenaan penyediaan air bersih.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Deskriftif Analitis, yaitu pendekatan yang mendeskripsikan suatu fenomena. Kesimpulan
Permasalahan
ketersediaan
air
bersih
di
Kelurahan
Benda
sangat
memprihatinkan. Permasalahan ini ditandai dengan rendahnya kualitas air tanah dan air permukaan yang ada di kelurahan ini.
Bentuk penyediaan air yang biasa dilakukan oleh rumah tangga miskin di Kelurahan Benda adalah dengan cara membeli air baik dari penjaja air,kran umum yang disediakan PDAM, atau menggunakan air tanah,air permukaan yang berasal dari sumur pribadi.
34
Persoalan utama rumah tangga miskin tidak memiliki akses ke prasarana air bersih perpipaan adalah akibat tidak sesuainya skema pembayaran yang diberlakukan PDAM dengan kemampuan membayar yang dimiliki oleh rumah tangga miskin.
Kelemahan Studi Adapun kelemahan studi dalam penelitian ini adalah bahwa studi ini tidak memperhitungkan dampak negatif secara ekonomi bagi para vendor air dan pedagang air seandainya skema penyediaan prasarana air bersih perpipaan ini masuk ke wilayah studi, padahal keberadaan kegiatan penjualan air tersebut telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberlangsungan roda perekonomian masyarakat yang mata pencahariannya terkait dengan kegiatan jual beli air. 3. Penulis: Aswicaksana (Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung, Tugas Akhir, 2004 ). Judul: Kajian Sediaan dan Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga Di Wilayah Yang Belum Terlayani PDAM Kota Bandung Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia dan anpa air manusia tidak mungkin dapat hidup, karena untuk berbagai macam kegunaan, manusia selalu mengkonsumsi air dan menggunakan berbagai kumpulan air di permukaan bumi ini. Tidak ada yang dapat menggantikan fungsi air dan tidak ada barang yang dapat menjadi substitusi dari air. Dalam peningkatan kebutuhan terhadap pelayanan air bersih perkotaan yang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota menuntut pemerintah maupun masyarakat agar mampu melayani kebutuhan air bersih dengan sebaik-baiknya, karena kemampuan suatu kota dalam menyediakan air bersih merupakan suatu faktor yang dapat mendorong peningkatan mutu kehidupan masyarakat dan dengan adanya penyediaan air bersih yang baik di perkotaan, dalam hal ini mencukupi secara kualitas maupun kuantitas, maka akan memberikan kesempatan kepada kota untuk tumbuh dan berkembang. Namun dalam menyediakan sumber daya air setiap wilayah memiliki batas kemampuan alam tertentu sementara jumlah penduduk selalu bertambah sehingga
35
pemakaian air bersih semakin bertambah banyak. Hal ini berdampak dengan kurangnya pelayanan air bersih terhadap masyarakat. Masyarakat yang belum mendapat pelayanan air bersih dan sanitasi ini terutama adalah yang berpenghasilan rendah dan berada di daerah kumuh perkotaan dan pedesaan. Masyarakat ini biasanya belum mengerti arti hidup sehat, belum pula mengerti manfaat air bersih dan sanitasi, dan mengalami penyakit bawaan air yang tinggi. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan cara penyediaan air bersih yang sesuai di Kelurahan Cipadung Kulon. Metode Analisis Metoda penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifanalitis.
Metode
deskriptif-analitis
merupakan
metode
yang
menuturkan,
menganalisis dan mengklarifikasi dengan menggunakan teknik survey, wawancara, observasi atau teknik test, studi kasus, strudi komparatif, studi waktu dan gerak, analisis kuantitatif, studi kooperatif atau operasional. Metoda ini tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut. Kesimpulan Potensi air tanah yang tersedia di Kelurahan Cipadung Kulon adalah sebesar 962.287.5 m3/tahun, tetapi tidak semua dari potensi air tanah ini dapat dimanfaatkan karena adanya ketentuan dari Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan demi keberlanjutan lingkungan. Kebutuhan air bersih untuk Kelurahan Cipadung Kulon dengan penduduk sebanyak 9.122 jiwa dan dengan standard kebutuhan 94 liter/orang/hari adalah sebesar 312.975.82 m3/tahun. Sediaan air tanah di Kelurhan Cipadung Kulon masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sebasar ini. Tercukupinya kebutuhan air bersih penduduk di Kelurahan Cipadung Kulon dari segi kuantitas ini juga terlihat dari rata-rata konsumsi sehari-hari penduduk yang sudah sesuai dengan standard kebutuhan.
36
Berdasarkan sample hasil survey, dari 2074 rumah tangga di Kelurahan Cipadung Kulon sebanyak sekitar setengahnya mengeinginkan penyediaan air bersih yang lebih baik dan tidak puas dengan penyediaan air bersih yang ada saat ini. Kelemahan Studi Adapun kelemahan studi dalam penelitian ini, yaitu:
Kebutuhan air bersih dalam studi ini tidak memperhitungkan peningkatan tingkat ekonomi dan perubahan gaya hidup, karena dalam studi ini penduduk wilayah studi memiliki tingkat ekonomi yang rendah sehingga diasumsikan pemenuhan kebutuhan hanya berdasarkan standard saja.
Studi ini tidak memasukkan segi manajemen/pengelolaan air bersih baik rekomendaasi pertama dengan umum ataupun rekomendasi kedua dengan sumur artesis sebagai hasil rekomendasi studi ini, sehingga dalam pelaksanaannya pengelolaan tersebut diserahkan kepada kebijaksanaan penduduk.
Untuk lebih jelas mengenai studi terdahulu dapat dilihat pada Tabel II.6 mengenai Matriks Studi Terdahulu dibawah ini.
37
Penulis
Judul
Tujuan
Dian Mangiring Arika (Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung, Tugas Akhir, Tahun 2007 ).
Kajian Pola Konsumsi Air Bersih Rumah Tangga di Kelurahan Sukamanah, Kota Cimahi Sebagai Masukan Bagi Upaya Konversi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pola konsumsi air bersih rumah tangga sebagai upaya bagi konservasi air bersih.
Mochamad Fatwadi (Jurusan Teknik Planologi, Institut
Studi penyediaan prasarana air bersih perpipaan bagi rumah
Menentukan skema penyediaan sambungan rumah bagi rumah tangga
Tabel II.6 Matriks Studi Terdahulu Metode Pendekatan Hasil Studi Studi Statistik deskriptif, Responden yang menggunakan Statistik inferensial sumber air pribadi mengkonsumsi dan Statistik asosiasi air bersih lebih tinggi dibandingkan Analisis regresi responden yang menggunakan berganda, Analisis sumber air publik. Aspek sosial anova dan Analisis ekonomi responden (tingkat sensitivitas penghasilan, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga) tidak berpengaruh terhadap konsumsi air bersih rumah tangga. Sebagian besar responden menggunakan air bersih dengan jumlah yang tinggi, untuk itu perlu dilakukan penghematan air dengan merubah pola konsumsi air bersih. Dampak perubahan pola konsumsi air bersih rumah tangga dapat mengubah kebutuhan air bersih dan mengkonservasi air bersih dalam jumlah yang cukup besar. Metode analisis Permasalahan ketersediaan air yang digunakan bersih di Kelurahan Benda sangat dalam penelitian ini memprihatinkan. Permasalahan ini adalah Pendekatan ditandai dengan rendahnya kualitas Deskriftif Analitis, air tanah dan air permukaan yang yaitu pendekatan ada di kelurahan ini.
Kelemahan Studi Kelemahan-kelemahan tersebut mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau rentang yang cukup besar antara konsumsi minimum dan maksimum untuk tiap keperluan dan karakteristik konsumsi air bersih berdasarkan aspek sosial ekonomi dengan pengujian menggunakan analisis statistik cenderung relatif sama dan tidak memiliki pola walaupun rata-rata konsumsi hasil survei berbeda.
Adapun kelemahan studi dalam penelitian ini adalah bahwa studi ini tidak memperhitungkan dampak negatif secara ekonomi bagi para vendor air dan 37
38
Penulis Teknologi Bandung, Tugas Akhir, Tahun 1996 ).
Aswicaksana (Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung,
Judul
Tujuan
miskin di kelurahan Benda Kotamadya Tangerang dengan tetap mengacu pada potensi kemampuan pembayaran yang mereka miliki, Kebijaksanaan PDAM Kotamadya Tangerang yang diberlakukan berkenaan penyediaan air bersih. Tujuan dari Kajian Sediaan dan penelitian ini adalah Kebutuhan merumuskan Air Bersih cara Rumah penyediaan air Tangga Di bersih yang Wilayah tangga miskin di kelurahan Benda kotamadya Tangerang.
Metode Pendekatan Hasil Studi Studi yang Bentuk penyediaan air yang biasa mendeskripsikan dilakukan oleh rumah tangga suatu fenomena. miskin di Kelurahan Benda adalah dengan cara membeli air baik dari penjaja air,kran umum yang disediakan PDAM, atau menggunakan air tanah,air permukaan yang berasal dari sumur pribadi.
Kelemahan Studi
pedagang air seandainya skema penyediaan prasarana air bersih perpipaan ini masuk ke wilayah studi, padahal keberadaan kegiatan penjualan air tersebut telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberlangsungan roda perekonomian masyarakat Persoalan utama rumah tangga yang mata pencahariannya miskin tidak memiliki akses ke terkait dengan kegiatan jual prasarana air bersih perpipaan beli air. adalah akibat tidak sesuainya skema pembayaran yang diberlakukan PDAM dengan kemampuan membayar yang dimiliki oleh rumah tangga miskin.
Metoda penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis. Metode deskriptifanalitis merupakan
Potensi air tanah yang tersedia di Kebutuhan air bersih dalam Kelurahan Cipadung Kulon adalah studi ini tidak sebesar 962.287.5 m3/tahun, tetapi memperhitungkan tidak semua dari potensi air tanah peningkatan tingkat ini dapat dimanfaatkan karena ekonomi dan perubahan adanya ketentuan dari Direktorat gaya hidup, karena dalam Geologi dan Tata Lingkungan demi studi ini penduduk wilayah 38
39
Penulis Tugas Akhir, 2004 ).
Judul Yang Belum Terlayani PDAM Kota Bandung.
Tujuan sesuai Kelurahan Cipadung Kulon.
Metode Pendekatan Studi di metode yang menuturkan, menganalisis dan mengklarifikasi dengan menggunakan teknik survey, wawancara, observasi atau teknik test, studi kasus, strudi komparatif, studi waktu dan gerak, analisis kuantitatif, studi kooperatif atau operasional. Metoda ini tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut.
Hasil Studi
Kelemahan Studi
keberlanjutan lingkungan. studi memiliki tingkat Kebutuhan air bersih untuk ekonomi yang rendah Kelurahan Cipadung Kulon dengan sehingga diasumsikan penduduk sebanyak 9.122 jiwa dan pemenuhan kebutuhan dengan standard kebutuhan 94 hanya berdasarkan standard liter/orang/hari adalah sebesar saja. 312.975.82 m3/tahun. Sediaan air Studi ini tidak memasukkan tanah di Kelurhan Cipadung Kulon segi masih cukup untuk memenuhi manajemen/pengelolaan air kebutuhan sebasar ini. bersih baik rekomendaasi Tercukupinya kebutuhan air bersih pertama dengan umum penduduk di Kelurahan Cipadung ataupun rekomendasi kedua Kulon dari segi kuantitas ini juga dengan sumur artesis terlihat dari rata-rata konsumsi sebagai hasil rekomendasi sehari-hari penduduk yang sudah studi ini, sehingga dalam sesuai dengan standard kebutuhan. pelaksanaannya Berdasarkan sample hasil survey, pengelolaan tersebut dari 2074 rumah tangga di diserahkan kepada Kelurahan Cipadung Kulon kebijaksanaan penduduk. sebanyak sekitar setengahnya mengeinginkan penyediaan air bersih yang lebih baik dan tidak puas dengan penyediaan air bersih yang ada saat ini.
Sumber : Hasil Analisis, 2008
39