BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1
TEORI KEPATUHAN Kepatuhan berasal dari kata patuh, yang menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia, patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran atau peraturan. Teori kepatuhan telah diteliti dalam ilmu-ilmu sosial khususnya di bidang psikologi dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu. Menurut Tyler (dalam Saleh, 2004) terdapat dua perspektif dasar mengenai kepatuhan hukum yaitu instrumental dan normatif. Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan-tanggapan terhadap perubahan insentif, dan penalti yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka. Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut dianggap sebagai keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi berarti mematuhi peraturan karena otoritas
penyusun
hukum
tersebut
memiliki
hak
untuk
mendikte
perilaku
(Sudaryanti,2008). Teori kepatuhan dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, sama halnya dengan perusahaan yang berusaha untuk menyampaikan laporan keuangan secara tepat waktu karena selain merupakan suatu kewajiban perusahaan untuk menyampaikan laporan keuangan tepat waktu, juga akan sangat bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan. Perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban dalam menyampaikan laporan keuangan berkala akan dikenakan sanksi sesuai dengan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-307/BEJ/07-2004, tentang sanksi khusus bagi perusahaan tercatat yang terlambat menyampaikan laporan keuangan, dikenakan sanksi mulai dari Peringatan I sampai dengan peringatan III disertai denda sebesar Rp 50.000.000 sampai Rp 150.000.000, bahkan akan dikenakan suspense. Pengenaan sanksi tersebut dilakukan dengan proses tertentu sesuai peraturan. Perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan akan dikenakan sanksi administratif berupa denda berdasarkan ketentuan Pasal 63 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang menyatakan bahwa “emiten yang pernyataan pendaftrannya telah menjadi efektif, dikenakan sanksi denda Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan keuangan dengan ketentuan jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).” Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan alat penguji untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan. Sebelum membahas secara mendalam mengenai membaca, menganalisis dan menafsirkan kondisi keuangan suatu perusahaan melalui laporan keuangannya, maka berikut ini akan diuraikan terlebih
dahulu mengenai definisi akuntansi laporan keuangan. Sebab sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa laporan keuangan merupakan produk akhir dari siklus akuntansi. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2007) disebutkan bahwa laporan keuangan merupakan bagian dari pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk jadwal dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis, serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. 2.1.2
TEORI KEAGENAN Teori keagenan merupakan salah satu cara untuk lebih memahami ekonomi
informasi dengan memperluas satu individu menjadi dua individu yaitu agen dan principal. Menurut Jansen dan Mecling (1976), teori ini menjelaskan hubungan antara agen (manajemen usaha) dan prinsipal (pemilik usaha). Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principle) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan terbaik bagi principle. Informasi laporan keuangan yang disampaikan secara tepat waktu akan mengurangi asimetri yang erat kaitannya dengan teory agency (Kim dan Verrechia, 1994) dalam (Saleh, 2004). Sehingga dalam hubungan keagenan, manajemen diharapkan dalam mengambil kebijakan perusahaan terutama kebijakan yang
menguntungkan pemilik perusahaan. Bila keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan, maka akan timbul masalah keagenan (Ismiyanti dan Hanafi, 2004) Laporan akuntansi berupa laporan keuangan memang dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna eksternal. Informasi akuntansi ini penting bagi pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Para pengguna internal (para manajemen) memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahaannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar pengguna eksternal (Irfan, 2002). Sehingga untuk mengurangi asimetri informasi dan mencegah terjadinya konflik keagenan, sudah menjadi kewajiban bagi pihak manajemen untuk melaporkan laporan keuangan secara tepat waktu. Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan bahwa terdapat tiga unsur yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh agen. Unsur-unsur tersebut adalah bekerjanya pasar tenaga manajerial, bekerjanya pasar modal dan bekerjanya pasar bagi keinginan menguasai dan memiliki kepentingan perusahaan (market for corporate control). Agen bisa tidak mempunyai masa depan bila kinerjanya buruk sehingga diberhentikan oleh pemegang saham. Pasar tenaga manajerial akan menghapus kesempatan agen yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku menyimpang dari keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelola
oleh agen. Bekerjanya pasar modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer dari harga saham perusahaannya. Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkan diri pengelola sendiri, dalam hal menghentikan pengelola dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham baru menggantinya dengan pengelola (agent) lain setelah perusahaan diambil alih. 2.1.3
LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan alat penguji untuk
menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan. Sebelum membahas secara mendalam mengenai membaca, menganalisis dan menafsirkan kondisi keuangan suatu perusahaan melalui laporan keuangannya, maka berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai definisi akuntansi laporan keuangan. Sebab sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa laporan keuangan merupakan produk akhir dari siklus akuntansi. Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2007) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan bagian dari pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk jadwal dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis, serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.
2.1.4 KETEPATAN WAKTU PELAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan merupakan salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk memberikan informasi kepada pihak luar perusahaan. Informasi yang dihasilkan oleh pihak manajemen harus memiliki beberapa karakteristik kualitatif. FASB dalam SFAC No. 2 secara lebih spesifik membagi karakteristik kualitatif dari laporan keuangan sebagai berikut : A. Relevansi Relevansi adalah “membuat suatu perbedaan”. Aspek dari informasi yang relevan adalah: nilai umpan balik, nilai prediksi dan tepat waktu. Informasi yang relevan secara normal harus meneydiakan nilai umpan balik (feedback value) maupun nilai prediksi (predictive value) pada saat yang sama. Umpan balik dari kejadian masa lalu membantu dalam mengkonfirmasi atau memperbaiki perkiraan
sebelumnya.
Informasi
seperti
ini
dapat
digunakan
untuk
memperkirakan hasil dimasa yang akan datang. Sebagai contoh, ketika perusahaan menyajikan laporan laba rugi komparatif, seorang investor memiliki informasi untuk membandingkan hasil operasi tahun lalu dengan tahun ini. Hal ini memberikan dasar umum untuk mengevaluasi perkiraan sebelumnya dan untuk mengestimasi hasil yang mungkin diperoleh tahun depan. Tepat waktu (timeliness) adalah aspek yang penting agar informasi dapat “membuat suatu perbedaan” karena apabila informasi baru bisa didapat setelah keputusan diambil, tidak akan banyak berguna.
B. Reliabilitas Informasi dikatakan dapat diandalkan apabila secara relative bebas dari kesalahan dan menyajikan hal yang seharusnya. Reliabilitas tidak berarti ketepatan yang absolut. Informasi yang berdasarkan penilaian dan yang menggunakan estimasi dan perkiraan tidak mungkin akurat secara total, tetapi harus dapat diandalkan. Tujuannya adalah memberikan jenis informasi yang dapat memberikan kepercayaan bagi pemakainya. Informasi seperti ini harus memiliki kriteria dapat diverifikasi, penyajian jujur, dan netralitas. a)
Dapat Diverifikasi Dapat diverifikasi (verifiability) melibatkan consensus. Akuntan mencari
dasar pengukuran laporan keuangan yang dapat diverifikasi oleh akuntan lain yang terlatih dengan menggunakan metode pengkuran yang sama. b)
Penyajian Jujur Penyajian jujur (epresentational faithfulness) berarti bahwa ada kesesuaian
antara pengukuran dengan aktivitas ekonomi akan unsur akuntansi yang diukur. c)
Netralitas Netralitas (neutrality) merupakan konsep yang serupa dengan konsep yang
berkaitan dengan kejujuran. Apabila laporan keuangan bertujuan untuk memuaskan sebagian besar kelompok dari pemakainy, maka informasi yang disajikan tidak boleh berpihak terhadap kepentingan suatu kelompok dari pemakainya dan mengorbankan kelompok lain.
C. Dapat Dibandingkan Dapat dibandingkan (comparability) adalah bahwa informasi menjadi lebih berguna ketika dapat dikaitkan dengan suatu tolak ukur atau standar. Perbandingan dapat dilakukan dengan data dari perusahaan lain atau informasi yang sejenis dengan perusahaan yang sama, tetapi pada periode yang berbeda. Perbandingan dalam data akuntansi untuk perusahaan yang sama selama beberapa periode sering disebut konsistensi. D. Materialitas Materialitas
(materiality)
merupakan
faktor
penting
yang
harus
dipertimbangkan dalam mengakui suatu informasi akuntansi. Pertimbngan utama dalam konsep ini adalah apakah penyajian informasi tertentu akan mempengaruhi secara signifikan terhadap keputusan yang diambil. Masalah yang timbul dalam menentukan tingkat materialitas suatu informasi adalah tidak adanya aturan terhadap konsep tersebut. Sampai saat ini tidak ada konsep umum terhadap materialitas. Penentuan tingkat materialitas suatu informasi akhirnya diserahkan pada pertimbangan profesional. E. Manfaat Lebih Besar dari Biayanya Seperti halnya komoditas lainnya, harus bernilai lebih dari biaya untuk memproduksinya. Kesulitan untuk mengetahui efektivitas biaya dari pelaporan keuangan adalah bahwa manfaat dan biaya, terutama manfaat, tidak selalu dapat diukur dengan mudah. Selain biaya yang ditimbulkan oleh pihak-pihak yang dapat
diidentifikasi dan jelas, perusahaan wajib untuk menyiapkan laporan keuangan, sedangkan manfaatnya tersebar ke seluruh perekonomian. 2.1.5
FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETEPATAN WAKTU PELAPORAN KEUANGAN Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan
keuangan berdasarkan penelitian terdahulu, antara lain ukuran perusahan, umur perusahaan, profitabilitas, dan opini audit. 2.1.5.1 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan dan dapat dinilai dari beberapa segi. Ukuran perusahaan dapat diukur berdasarkan pada total penjualan, total nilai buku asset, nilai bersih kekayaan, dan jumlah tenaga kerja (Soegeng, 2006:79), semakin besar nilai item-item tersebut, semakin besar pula ukuran perusahan itu. Perusahaan besar cenderung ingin menyajikan laporan keuangan tepat waktu daripada perusahaan kecil. Perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan keuangan auditan lebih awal karena banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tersebut dan membutuhkan laporan keuangan tahunan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan. Manajemen dengan skala besar cenderung diberikan insentif untuk mempercepat penerbitan laporan keuangan auditan disebabkan perusahaan berskala besar dimonitor secara ketat oleh investo, Badan Pengawas Pasar Modal LK, dan pemerintah. Pelaporan keuangan akan semakin lama apabila ukuran perusahaan yang diaudit semakin bedar dan semakin luas (Soegeng, 2006:79). Hal tersebut berkaitan dengan semkin banyaknya jumlah
sampel audit yang harus diambil dan semakin luasnya prosedur audit yang harus dilakukan. 2.1.5.2 Profitabilitas (ROA) Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas juga merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan mencerminkan tingkat efektivitas yang dicapai oleh suatu operasional perusahaan. Givoly dan Palmon (dalam Saleh, 2004:18) berpendapat bahwa ketepatan waktu dan keterlambatan pengumuman laba tahunan dipengaruhi oleh isi laporan keuangan. Jika pengumuman laba berisi berita baik maka pihak manajemen cenderung melaporkan tepat waktu dan sebaliknya. Dalam penelitian ini menggunakan return on asset (ROA) karena para peneliti sebelumnya menggunakan ROA. 2.1.5.3 Opini Audit Opini audit adalah pendapat akuntan publik atau auditor independen atas laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah diauditnya. Auditor sebagai pihak yang independen di dalam mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan publik akan memberikan opini atas laporan keuangan yang diauditnya. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110 paragraf 1 menyatakan bahwa laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Laporan audit
hanya dibuat jika audit benar-benar dilakukan. Bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama dari laporan audit adalah opini audit. Opini audit yang diberikan oleh auditor independen melalui beberapa tahap audit yang dilakukan dapat member simpulan atas laporan keuangan yang diauditnya. Arens dkk (2008:58) mengemukakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengan demikian, auditor didalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan profeionalnya. Menurut Arens dan Loebbecke (1997:39) terdapat 5 jenis opini audit yang dapat diberikan oleh auditor atas laporan keuangan yang diauditnya. Opini audit tersebut dibedakan unqualified opinion (wajar tanpa pengecualian), unqualified opinion with explanatory paragraph (wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan), qualified opinion (wajar tanpa pengecualian), adverse opinion (tidak wajar), dan disclaimer opinion (tidak memberikan pendapat). 1) Wajar Tanpa Pengecualian Auditor memberikan opini unqualified opinion (wajar tanpa pengecualian), jika menyimpulkan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Laporan audit standar dengan opini wajar tanpa pengecualian dapat digunakan apabila kondisikondisi berikut terpenuhi: semua laporan keuangan (neraca yang mencerminkan posisi aktiva, kewajiban dan ekuits, laporan laba rugi, laporan perubahan saldo laba, dan laporan arus kas serta pelengkapnya yang memadai), sudah tercakup dalam laporan keuanga, ketiga standar umum auditing telah diikuti dengan sepenuhnya dalam penugasan, bahan bukti yang cukup dan memadai telah dikumpulkan, laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tidak terdapat situasi-situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. 2) Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan Auditor memberikan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan dalam laporan auditnya karena audit yang dilakukannya telah memenuhi kriteria suatu proses audit yang lengkap dengan hasil-hasil yang memuaskan dan laporan keuangan
telah disajikan secara wajar. Tetapi auditor merasa perlu untuk memberikan sejumlah informasi tambahan dalam laporan auditnya. Berikut ini adalah beberapa penyebab paling penting dari penambahan paragraf penjelasan dalam laporan audit wajar tanpa pengecualian : tidak ada konsistensi, keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan (going concern), penekanan atas suatu hal dan laporan yang melibatkan auditor lain (Arens dkk, 2008:65) Dengan kata lain, opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan diberikan jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penejelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien. 3) Wajar Dengan Pengecualian (WDP) Auditor memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan disajikan wajar dengan pengecualian untuk pos-pos tertentu yang memuat salah saji yang material. Pada saat auditor menerbitkan laporan wajar dengan pengecualian, auditor harus menggunakan istilah “kecuali untuk” dalam paragraf pendapat. Dalam hal ini harus tersirat bahwa laporan auditor tersebut merasa puas bahwa keseluruhan laporan keuangan adalah wajar “kecuali untuk” aspek tertentu yang menunjukan salah saji yang material. Tidaklah dibenarkan menggunakan ungkapan kecuali untuk pada semua jenis pendapat auditorselain pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion). Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan jika auditor menjumpai kondisikondisi berikut (Mulyadi, 2002:22): a. Lingkup audit dibatasi oleh klien b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. d. Prinsip akuntansi yang berlaku umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. 4) Tidak Wajar Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. Pendapat tidak wajar hanya diberikan jika auditor merasa yakin bahwa secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan memuat salah saji yang sngat material atau menyesatkan dan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan atau hasil operasi perusahaan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pendapat tidak wajar ini hanya dibuat jika auditor telah memiliki bahan bukti audit yang cuku. Hal ini bukanlah hal yang lazim sehingga pendapat tidak wajar (adverse opinion) sangat jarang diberikan.
5) Tidak Memberikan Pendapat Disclaimer opinion atau pendapat tidak memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika auditor tidak dapat menyimpulkan apakah laporan keuangan yang memuat salah saji sangat material telah disajikan secara wajar atau tidak. Pernyataan pendapat tidak memberikan pendapat dilakukan auditor jika auditor tidak berhasil meyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan timbul karena banyak pembatasan lingkungan audit atau hubungan yang tidak independen antara auditor dengan klien menurut kode etik professional. Masing-masing situasi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk dapat memutuskan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion ) dengan pernyataan pendapat tidak wajar (adverse opinion) adalah pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan yang disusun klien, sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion) karena auditor tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan laporan auditan atau auditor tidak independen (Mulyadi, 2002:22). Dyer dan McHugh dalam Naim (1999:54) menyatakan bahwa ketepatan waktu pelaporan keuangan dipengaruhi oleh opini audit yang diberikan oleh auditor independen. 2.1.5.4 Umur Perusahaan Idealnya umur perusahaan diukur berdasarkan tanggal pada saat berdirinya perusahan yang bersangkutan, namun umur perusahaan dalam penelitian yang dilakukan diukur berdasarkan tanggal first issue (listed) perusahaan tersebut di pasar modal (Owusu dan Ansah, 2000 dalam Catrinasari, 2006:11). Umur perusahaan juga merupakan hal yang dipertimbangkan oleh investor sebelum menanamkan modalnya. Umur perusahaan mencerminkan perusahaan tetap survive dan menjadi bukti bahwa
perusahaan tersebut mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Menurut Owusu dan Ansah (dalam Na’im, 1999:48) menyatakan, ketika sebuah perusahaan berkembang dan para akuntannya belajar lebih banyak masalah pertumbuhan, menyebabkan penundaan yang luar biasa dapat diminimalisasikan. Akibatnya, perusahaan yang memiliki umur lebih tua cenderung lebih terampil dalam pengumpulan, pemrosesan dan menghasilkan informasi ketika diperlukan karena perusahaan memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam proses pelaporan keuangan. 2.1.6 TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti dan para akademisi sebelumnya mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan dengan menggunakan beberapa variabel. Berikut adalah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan ketepatan waktu pelaporan keuangan yang ditunjukkan dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu NO. Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
1.
Owushu- Ansah
Variabel Independen:
(2000)
Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Gearing, Extraordinary and or Contigent items, Month Of Financial Year-End, dan Umur Perusahaan.
Hanya Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas yang mempengaruhi Ketepatan Waktu dimana perusahaan mengeluarkan laporan keuangan tahunan yang diaudit.
Variabel Dependen: Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan.
2.
Noviandi
Variabel Independen:
(2007)
Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Kompleksitas Operasi, dan Umur Perusahaan. Variabel Dependen: Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan.
3.
Prabowo
Variabel Independen:
(2008)
Profitabilitas, Audit dan Auditor.
Opini Kualitas
Variabel Dependen: Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan. 4.
Wijayanti
Variabel Independen:
(2008)
Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Opini Audit dan Kualitas Kantor Audit. Variabel Dependen: Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan.
5.
Putra
Variabel Dependen:
dan Thohiri
Debt to Equity Ratio, Profitabilitas, Struktur Kepemilikan, Pergantian Auditor, Ukuran Perusahaan dan Kualitas Auditor.
(2013)
Profitabilitas berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan. , tetapi Ukuran Perusahaan, Kompleksitas Operasi, dan Umur Perusahaan tidak berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan.
Profitabilitas berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan, tetapi Opini Audit dan Kualitas Auditor tidak berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan. Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Opini Audit dan Kualitas Kantor Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan.
Debt to Equity Ratio, Profitabilitas, Struktur Kepemilikan, Pergantian Auditor, Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan
Ketepatan Waktu Keuangan, sedangkan Kualitas Auditor Pelaporan Keuangan. berpengaruh signifikan terhadap KWPK.
Owushu – Ansah (2000) melakukan penelitian pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Harare, Zimbabwe. Dari lima variable yang diteliti, hanya ukuran perusahaan dan profitabilitas yang mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Sedangkan, tiga variabel yang lainnya tidak mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Noviandi (2007) melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005. Variabel yang digunakan lebih sedikit dibandingkan peneliti sebelumnya hanya empat variabel yakni ukuran perusahaan, profitabilitas, kompleksitas operasi dan umur perusahaan. Penelitian tersebut sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian
tersebut
membuktikan
bahwa
hanya
profitabilitas
yang
mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan, sementara variabel lainnya yakni ukuran perusahaan, kompleksitas operasi dan umur perusahaan tidak mempengaruhi ketapatan waktu pelaporan keuangan. Prabowo (2008) melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti menggunakan tiga variabel yakni profitabilitas, opini audit dan kualitas auditor. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti menemukan hasil yang sama dari peneliti sebelumnya. Bahwa hanya profitabilitas yang mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Sementara variabel yang lainnya yakni opini audit dan kualitas auditor, tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan.
Wijayanti (2008) melakukan penelitian pada perusahaan go public di Bursa Efek Jakarta tahun 2004-2005. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti menemukan bahwa dari semua variabel yang diteliti yakni profitabilitas, ukuran perusahaan, umur perusahaan, opini audit dan kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hal ini berbeda dengan peneliti-peneliti yang sebelumnya, yang menyatakan bahwa dari semua variabel yang diteliti setidaknya ada beberapa variabel yang berpengaruh. Sementara, berdasarkan penelitian Wijayanti tidak satu pun dari varaiabel yang diteliti tersebut yang berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Penelitian selanjutnya, Putra dan Thohiri (2013) melakukan penelitian pada perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010. Dari lima variabel yang diteliti yakni, debt to equity ratio, profitabilitas, struktur kepemilikan, pergantian auditor, ukuran perusahaan dan kualitas auditor. Peneliti menemukan bahwa hanya kualitas auditor yang berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Sementara variabel yang lainnya debt to equity ratio, profitabilitas, struktur kepemilikan, pergantian auditor dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Perbedaan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu kemungkinan dikarenakan perbedaan jumlah sampel perusahaan, uji regresi yang digunakan dan perusahaan yang diteliti. Owusu – Ansah (2000) meneliti 47 perusahaan non finansial dengan menggunakan uji regresi berganda, sedangkan Noviandi (2007) meneliti 127 perusahaan manufaktur dengan menggunakan uji regresi logistik, begitu juga dengan Prabowo (2008) meneliti 32 perusahaan manufaktur. Wijayanti (2008) meneliti 105 perusahaan go public dengan menggunakan uji regresi berganda. Putra dan Thohiri meneliti 57 perusahaan manufaktur dengan menggunakan uji regresi logistik.
Melihat hasil dari peneliti – peneliti terdahulu, peneliti tertarik untuk meneliti dengan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, opini audit dan umur perusahaan. Dengan meneliti perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berbeda dengan peneliti sebelumnya. Serta tahun yang berbeda yakni periode tahun 2011 – 2013. 2.1.7 KERANGKA KONSEPTUAL Setiap perusahaan yang go public memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan telah diaudit tepat waktu. Menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor 36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala, dalam lampirannya, disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan. Berdasarkan fakta yang ada, masih banyak perusahaan yang tidak tepat waktu atau terlambat dalam menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaannya, hal ini karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pada umumnya ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan ditentukan oleh adanya berita baik atau berita buruk mengenai kondisi perusahaan, jika pengumuman laporan keuangan berisi good news maka pihak manajemen akan cenderung melaporkan tepat waktu dan jika pengumuman berisi bad news maka pihak manajemen cenderung melaporkan tidak tepat waktu (Rachmawati, 2008). Namun Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :
Ukuran Perusahaan (X1)
Profitabilitas (X2)
Ketepatan waktu pelaporan keuangan (Y)
H1
Opini Audit (X3)
Umur Perusahaan (X4)
Gambar 2.1 Kerangka Koseptual
2.1.7.1 Hubungan Ukuran Perusahaan Terhadap KWPK Ukuran perusahaan pada penelitian ini diukur berdasarkan total penjualan. Total penjualan yang semakin besar berarti ukuran perusahaan juga semakin besar. Semakin besarnya ukuran perusahaan maka semakin baik pula Sumber Daya Manusia yang dimiliki perusahaan tersebut, sehingga semakin cepat juga laporan keuangan perusahaan tersebut disajikan. Perusahaan besar merupakan sorotan masyarakat dan terkait dengan lebih banyak pengguna informasi seperti investor, kreditor, pemasok, pelanggan, pemilik perusahaan, karyawan dan sebagainya. Hal tersebut mendorong perusahaan besar untuk mengusahakan ketepatan waktu demi keandalan dan relevansi laporan keuangan. Dapat disimpulkan, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan.
2.1.7.1 Hubungan Profitabilitas (ROA) Terhadap KWPK Variabel
profitabilitas
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba perusahaan pada masa yang akan datang, dimana laba perusahaan merupakan informasi penting sebagai pertimbangan bagi investor, perusahaan yang memperoleh laba dianggap sebagai good news sehingga perusahaan akan secepat mungkin melaporkan laporan keuangannya. Semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan, maka semakin cepat pula perusahaan tersebut dalam melaporkan pelaporan keuangannya. Dapat disimpulkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. 2.1.7.3 Hubungan Opini Audit Terhadap KWPK Opini audit ditunjukkan dari opini apa yang diterima perusahaan dari auditor atas laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Pendapat unqualified opinion dianggap sebagai berita baik (good news) bagi perusahaan di mata publik, sehingga pihak manajemen akan meyegerakan pelaporannya kehadapan publik dan proses audit akan lebih cepat. Hal tersebut menunjukkan bahwa opini audit berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan 2.1.7.4 Hubungan Umur Perusahaan Terhadap KWPK Umur perusahaan diukur sejak perusahaan tersebut terdaftar (listed) di Bursa Efek Indonesia sampai tahun berjalan. Perusahaan yang sudah lama terdaftar biasanya lebih berpengalaman dalam pelaporan keuangan. Semakin tinggi umur perusahaan, maka semakin berpengalaman perusahaan tersebut sehingga semakin
tepat waktu dalam melaporkan laporan keuangannya. Dapat disimpulkan bahwa umur perusahaan berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan.
2.1.8 HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis adalah pernyataan yang didefenisikan dengan baik mengenai karakteristik populasi (Rochaety dkk, 2007 : 104). Menurut Sugiyono (2006 : 51) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris. Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapatnya pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, opini audit dan umur perusahaan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.