BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian holding period saham Holding period adalah lamanya waktu yang diperlukan seorang investor dalam berinvestasi dengan sejumlah uang yang bersedia dikeluarkan. Menurut Jones (2004) serta Atkins dan Dyl (1997) holding period merupakan rata-rata panjangnya waktu investor menahan saham suatu perusahaan selama periode tertentu. Lamanya holding period bervariasi bisa dalam hitungan hari, bulan, minggu hingga tahun, tergantung dari return saham yang dianggap investor paling menguntungkan. Untuk menentukan holding period saham seorang investor harus memperhatikan transaction cost yang terjadi. Saham yang memiliki transaction cost lebih tinggi akan ditahan kepemilikannya oleh investor dalam waktu yang lebih lama (Amihud dan Mendelson, 1986). Holding period akan semakin panjang atau lama apabila saham memiliki transaction cost yang tinggi karena akan menurunkan tingkat spekulasi dari investor dan menurunnya volume transaksi yang terjadi di pasar saham. Investor akan menahan saham yang dimilikinya lebih lama apabila biaya transaksi atau transaction cost dari saham tersebut makin besar, transaction cost yang tinggi akan tercermin dari tingginya bid-ask spread dari saham tersebut.
Keputusan investor dalam membeli atau menjual saham umumnya ditentukan oleh perbandingan antara perkiraan nilai intrinsik dengan harga pasarnya (Halim,2005), dengan kriteria sebagai berikut: a) Jika harga pasar saham lebih rendah dari nilai intrinsiknya, maka saham tersebut sebaiknya dibeli dan ditahan sementara dengan tujuan untuk memperoleh capital gain jika kemudian harganya naik. b) Jika harga pasar saham sama dengan nilai intrinsiknya, maka jangan melakukan transaksi. Karena saham berada dalam keadaan keseimbangan, sehingga tidak akan ada keuntungan yang diperoleh dari transaksi pembelian atau penjualan saham. c) Jika harga pasar saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, maka saham sebaiknya dijual untuk menghindari kerugian. Karena harganya kemudian akan turun menyesuaikan dengan nilai intrinsiknya. Perhitungan holding period merupakan perkiraan secara kasar dari jangka waktu kepemilikan saham karena setiap investor memiliki waktu yang berbeda-beda dalam menahan kepemilikan suatu saham. Menurut Atkins dan Dyl (1997) holding period dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah saham perusahaan i per akhir tahun t yang beredar dengan volume transaksi saham i pada tahun t. Holding period dapat dihitung dengan rumus: Holding period =
Jumlah Saham Beredar Volume Transaksi
..........................................................(1)
Angka yang ditunjukan dari perhitungan holding period tidak menjelaskan seorang investor menahan kepemilikan sahamnya selama itu secara pasti, namun angka yang dihasilkan menunjukan bahwa semakin besar nominalnya maka semakin lama jangka waktu seorang investor dalam menahan sahamnya.
2.1.2 Spread Spread merupakan selisih harga jual dan harga beli saham suatu perusahaan di pasar modal. Spread yang terjadi di pasar modal disebabkan oleh faktor ketidakseimbangan informasi yang terjadi di pasar modal dan persaingan antar pelaku pasar. Semakin tidak seimbang informasi yang terjadi di pasar modal menyebabkan spread semakin besar atau semakin kuat persaingan yang terjadi di pasar modal, persaingan yang kuat ini menyebabkan harga jual makin rendah dan harga beli makin tinggi yang sehingga spread mengecil. Spread memiliki dua model yaitu: a) Dealer spread merupakan selisih antara bid price (harga beli) dengan ask price (harga jual) yang menyebabkan dealer ingin memperdagangkan sekuritas dengan aktiva sendiri. b) Market spread merupakan selisih antara highest bid atau harga tertinggi yang bersedia dibayar oleh pembeli dengan lowest ask atau harga terendah yang bersedia dilepas oleh penjual yang terjadi pada saat tertentu. Dalam melakukan suatu investasi investor harus mempertimbangkan dengan hatihati transaction cost yang terjadi agar memperoleh return maksimal. Atkins dan Dyl (1997) menyatakan bahwa bid-ask spread merupakan cerminan ukuran biaya
transaksi yang timbul akibat adanya transaksi saham. Fabozzi dalam Santoso (2008) menyatakan bahwa biaya transaksi terdiri dari biaya transaksi tetap dan biaya transaksi variabel. Biaya transaksi tetap merupakan komponen biaya transaksi yang mudah diukur, terdiri dari komisi untuk pialang atau broker, pajak transaksi dan ongkos. a) Komisi adalah jumlah uang yang dibayarkan kepada pialang yang melaksanakan pesanan. Di bursa efek biaya transaksi paling tinggi adalah 1% dari nilai tansaksi baik jual maupun beli. b) Pajak untuk transaksi saham baik pembelian maupun penjulan merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari nilai tansaksi serta Pajak Penghasilan untuk penjualan sebesar 0,1% dari nilai transaksi. c) Ongkos meliputi ongkos pemeliharaan yang dibayarkan kepada institusi yang memegang sekuritas milik investor, dan ongkos transfer yaitu ongkos yang dibayarkan untuk memindahkan kepemilikan saham. Biaya transaksi variabel berupa biaya pelaksanaan dan biaya peluang yang tidak mudah diukur. a) Biaya pelaksanaan (execution cost) merupakan biaya yang menggambarkan perbedaan antara harga pelaksanaan suatu sekuritas dan harga yang akan muncul jika tidak ada perdagangan. b) Biaya peluang (oppourtunity cost) merupakan biaya yang digambarkan bila tidak melakukan transaksi. Biaya peluang akan muncul apabila suatu perdagangan gagal untuk dilaksanakan.
Menurut Hamilton (1991) bid-ask spread merupakan biaya transaksi dealer kepada investor, yang ditunjukan dengan total uang yang dikorbankan investor secara bersama-sama untuk membeli atau menjual suatu sekuritas pada bid atau ask price tertentu. Bid-ask spread adalah selisih harga beli tertinggi yang ditawarkan oleh pihak yang akan membeli saham dengan harga jual terendah dari pihak yang menjual saham. Bid-ask spread dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
N ask it bid it Spread it / N t 1 ask it bid it / 2 ................................................................(2) Spreadit adalah rata-rata bid-ask spread saham perusahaan i pada tahun t, askit adalah harga jual terendah yang menyebabkan investor setuju untuk menjual saham perusahaan i pada bulan ke t, bidit merupakan harga beli tertinggi yang menyebabkan investor setuju untuk membeli saham perusahaan i pada bulan ke t, dan N adalah jumlah bulan transaksi saham i selama tahun t. Bid-ask spread yang besar akan mengakibatkan semakin lama investor menahan kepemilikan sahamnya (holding period) (Santoso, 2008). Investor yang melakukan perdagangan pada bid-ask price akan berusahah tidak menjual sahamnya pada tingkat harga tertentu (ask price) dan menunggu terjadi harga yang dapat menutupi biaya transaksi yang terjadi untuk membeli saham tersebut (bid price).
2.1.3 Market Value Nilai pasar saham (market value) merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu sebagai akibat dari aktivitas transaksi yang terjadi di pasar
modal. Market value menunjukkan ukuran suatu perusahaan atau merupakan nilai sebenarnya dari aktiva perusahaan yang direfleksikan di pasar. Nilai pasar ini juga merupakan cerminan dari besarnya ukuran dari suatu perusahaan yang diukur dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga pasar saham perusahaann. Market value dapat diukur dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga saham penutupan pada periode ke-t. Berdasarkan besarnya jumlah saham yang beredar dan harga saham, dapat dilihat ukuran suatu perusahaan. Semakin banyak saham yang beredar dan semakin tinggi harga saham menunjukkan semakin besar ukuran perusahan. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total aktiva atau dapat disimpulan ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan. Menurut Arma (2013) faktor utama yang menyebabkan harga pasar saham berubah adalah persepsi yang berbeda-beda dari tiap investor, sesuai dengan informasi yang dimiliki. Persepsi ini dapat dicerminkan oleh Rate of Return (ROR). Jika investor menganggap ROR saham sudah tidak menguntungkan maka investor akan mengambil keputusan untuk menjual sahamnya. Apabila hal tersebut cenderung terjadi maka harga saham akan menurun dan akan berdampak pada market value. Saat melakukan analisis investasi investor cenderung melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki market value yang besar. Umumnya perusahaan yang memiliki market value yang besar memiliki akses ke pasar modal dengan lebih mudah dan memiliki kondisi keuangan yang lebih stabil serta risiko yang lebih
rendah. Dibanding perusahaan berukuran kecil atau memiliki market value yang rendah. Menurut Atkins dan Dyl (1997) market value merupakan harga dari suatu saham yang terjadi pada pasar bursa pada waktu tertentu. Maka dapat disimpulkan makin besar market value saham suatu perusahaan, semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki market value yang besar juga akan berpengaruh pada semakin lamanya holding period perusahaan tersebut. Market value dapat diukur dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: MVit = ∑𝑁 𝑡=1 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚𝑖𝑇 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑖𝑇 ..........................(3) Keterangan: MVit
= rata-rata market value dari saham perusahaan i pada tahun t
N
= jumlah hari transaksi dari saham perusahaan i pada tahun t
Harga sahamit
= harga penutupan dari saham perusahaan i pada hari t
Saham beredarit = jumlah dari saham perusahaan i yang beredar selama tahun t
2.1.4 Variance return Analisis investasi yang baik, akan memperhatikan analisis mengenai return dan risiko yang merupakan bahan pertimbangan penting bagi seorang investor. Hubungan return dan risiko merupakan hubungan yang searah atau linier, dimana saham yang memiliki risiko yang besar memiliki return harapan yang tinggi pula. Terdapat beberapa risiko dalam melakukan investasi, yaitu:
a) Risiko finansial merupakan risiko yang diterima oleh investor akibat dari ketidakmampuan emiten memenuhi kewajibannya dalam membayar dividen atau bunga serta pokok investasi. b) Risiko suku bunga merupakan risiko yang bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan dari suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, pada keadaan cateris paribus. Artinya, jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun, dan sebaliknya jika suku bunga turun, maka harga saham akan naik, pada keadaan cateris paribus (Tandelilin, 2010:103). c) Risiko pasar merupakan risiko yang ditanggung oleh investor akibat menurunnya harga pasar subtansial baik keseluruhan saham maupun pada saham tertentu akibat tingkat inflasi, keuangan negara, kebijakan pemerintah maupun perubahan manajemen perusahaan. d) Risiko inflasi merupakan risiko yang akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. e) Risiko psikologis merupakan risiko bagi investor yang bertindak secara emosional dalam menghadapi perubahan harga saham berdasarkan optimisme atau pesimisme yang dapat mengakibatkan kenaikan atau penurunan harga saham. Risiko dari suatu investasi dapat diukur dengan beberapa ukuran, antara lain: beta saham, koefisien variasi, dan varian. Pada penelitian ini ukuran yang dugunakan
adalah varian yang merupakan cermin dari tingkat risiko yang diakibatkan oleh fluktuasi harga saham perusahaan. Variance return merupakan cermin dari tingkat risiko yang disebabkan oleh harga saham yang berfluktuasi. Risiko disini dapat diartikan sebagai besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian sebenarnya (actual return). Menurut Maulina (2012) variance return digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan jual atau beli bukan keputusan untuk menahan suatu saham. Variance return menunjukkan variabilitas return saham yang disebabkan oleh volatilitas atau fluktuasi harga saham. Menurut Atkins dan Dyl (1997) volalitas perusahaan yang tinggi mengindikasikan adanya asimetri informasi yang besar dan menyebabkan volume perdagangan menjadi lebih tinggi dan holding period yang lebih pendek. Untuk mengukur risiko perusahaan yang dicerminkan oleh variance return maka terlebih dahulu menghitung rata-rata return periode tertentu dari sekuritas menggunakan rumus sebagai berikut: Rit =
𝑃𝑡 −𝑃𝑡−1 𝑃𝑡−1
......................................................................................................(4)
Keterangan: Rit
= Rata-rata return saham i selama tahun t
Pt
= Harga saham penutupan periode ke t
Pt-1
= Harga saham penutupan periode ke t-1
Setelah mengetahui rata-rata return bulanan dari sekuritas, maka dapat dihitung variance return menggunakan rumus sebagai berikut: 2 ∑𝑁 𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
σit = √
𝑛−1
..............................................................................................(5)
Keterangan: σit
= tingkat risiko dari return saham perusahaan i selama periode t
n
= jumlah data return saham
Xi
= return saham perusahaan i
𝑥̅
= rata-rata return saham
2.1.5 Dividend payout ratio Kebijakan dividen merupakan keputusan yang diambil perusahaan dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga saham di pasar modal. Kebijakan dividen akan menentukan pembagian laba yang dicapai perusahaan baik itu dibayarkan kepada pemegang saham atau diinvestasikan kembali ke perusahaan. Rasio pembayaran dividen mencerminkan jumlah laba ditahan yang nantinya digunakan kembali sebagai sumber pendanaan. Semakin besar jumlah laba ditahan maka semakin sedikit jumlah laba yang digunakan untuk membayar dividen. Alokasi laba perusahaan yang digunakan sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan perhatian utama dalam kebijakan dividen.
Dividend payout ratio merupakan kebijakan mengenai cara pembagian dividen dan bentuk dividen saat dibagikan pada investor. Terdapat beberapa cara pembayaran dividen sebagai alternatif dividend payout ratio, antara lain: a) Stable and Occasionally Increasing Dividend per-share Merupakan kebijakan yang menetapkan pembayaran dividen per saham yang stabil, selama tidak terjadi peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. b) Stable Dividend per-share Merupakan kebijakan yang menetapkan pembayaran dividen per saham adalah tetap (stable amount) dari tahun ke tahun. Karena manajemen perusahaan menilai pembayaran dividen yang tetap akan lebih menarik investor daripada pembayaran dividen yang berfluktuasi. c) Stable Payout Ratio Merupakan kebijakan yang menetapkan jumlah dividen yang dibayarkan dihitung berdasarkan suatu persentase tetap (constant) dari laba yang diperoleh perusahaan. d) Regular Dividend plus Extras Merupakan kebijakan dividen dimana jumlah dividen yang dibayarkan ditetapkan dalam jumlah tertentu yang diyakini oleh manajemen perusahaan mampu dipertahankan tanpa menghiraukan adanya fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Investor juga mungkin mendapatkan dividen ekstra atau dividen bonus apabila terdapat tambahan kas.
e) Fluctuating Dividends and Payout Ratio Merupakan kebijakan dividen yang besar pembayaran dividen yang berfluktuasi sesuai dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan. Dividen merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang didistribusikan kepada para pemegang saham dan dilakukan secara berkala berdasarkan atas jumlah saham yang dimiliki. Besarnya dividen yang dibagikan ditentukan dalam rapat umum pemegang saham. Menurut Miller dan Rock (1985) dividen mempunyai informasi tentang ekspektasi-ekspektasi manajer dan sinyal positif dari manajemen tentang prediksi membaiknya kinerja perusahaan dimasa mendatang. Pembayaran dividen merupakan alat komunikasi secara langsung dan penting kepada pasar mengenai kesehatan ekonomi perusahaan. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2012:159) dan Jogiyanto dividend payout ratio merupakan persentase dari perbandingan dividen per lembar saham yang telah dibayar pada tahun tersebut dengan laba per lembar saham pada akhir tahun. Dividend payout ratio dapat dihitung dengan rumus: Dividend payout ratio =
𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒 𝑒𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒
x 100% ..........................................(6)
Keterangan: Dividend per share = Dividend per share selama periode t Earning per share = Earning per share selama periode t
2.2 Hipotesis Penelitian Teori dan penelitian yang terkait dengan variabel-variabel dalam penelitian ini sudah pernah dilakukan sebelumnya. Ditinjau dari teori dan penelitian-penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
2.2.1 Pengaruh spread terhadap holding period saham Spread merupakan proksi dari transaction cost atau biaya yang timbul akibat dari transaksi saham. Spread juga merupakan akibat dari asimetri informasi yang terjadi di pasar modal akibat dari persaingan yang tinggi antar emiten. Saham yang memiliki spread yang tinggi akan dipertahankan lebih lama oleh investor, hal ini terjadi karena investor memgharapkan keuntungan yang lebih tinggi dan mengurangi risiko. Fenomena ini menyebabkan spread memiliki pengaruh yang searah dengan holding period. Penelitian sebelumnya oleh Demsetz dalam Maulina (2009) yang menguji mengenai pentingnya bid-ask spread terhadap keputusan investasi dengan menghubungkan spread dengan transaction cost mengatakan bahwa aset yang memiliki spread yang besar akan menghasilkan expected return yang tinggi pula. Sehingga investor akan mengharapkan memperoleh net return yang lebih besar dengan menahan saham yang memiliki spread yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Atkins dan Dyl (1997) mengenai bid-ask spread menemukan bahwa bid-ask spread memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap holding period. Analisis yang dilakukan oleh Chung dan Wei (2005) menyimpulkan
bahwa bid-ask spread yang merupakan fungsi dari transaction cost merupakan variabel dominan yang mempengaruhi holding period saham. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan seorang investor yang membeli sahamnya dengan harga tinggi cenderung akan menahan sahamnya dalam waktu yang lebih lama, dengan harapan harga jual sahamnya akan lebih tinggi dimasa mendatang. Dalam penelitian lainnya disampaikan oleh Maulina (2009), Hadi (2008), Wisayang (2010) dan Santoso (2008) yang menyatakan pengaruh bid-ask spread adalah positif dan signifikan terhadap holding period. Transaction cost yang terjadi akibat perdagangan saham memiliki pengaruh yang searah terhadap holding period saham. Sehingga saham yang memiliki transaction cost yang tinggi akan ditahan kepemilikannya lebih lama oleh investor. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut: H1 : Spread berpengaruh positif dan signifikan terhadap holding period saham sektor industri dasar dan kimia di BEI.
2.2.2 Pengaruh market value terhadap holding period saham Investor menggunakan market value sebagai ukuran dari suatu perusahaan, dimana perusahaan yang besar memiliki market value yang besar pula.
Saham
perusahaan yang memiliki market value yang besar lebih menarik bagi investor karena perusahaan dianggap memiliki kondisi keuangan yang lebih stabil dan memiliki akses yang mudah di pasar modal. Estimasi tersebut menyebabkan saham
perusahaan yang memiliki market value yang besar cenderung memiliki holding period yang lebih lama. Fama (1993) menyatakan bahwa market value atau ukuran perusahaan berkaitan dengan profitabilitas perusahaan. Perusahaan besar dianggap memiliki profitabilitas yang tinggi sehingga investor lebih tertarik berinvestasi pada perusahaan tersebut. Hal serupa juga disampaikan Atkins dan Dyl (1997) dimana perusahaan besar lebih dipertimbangkan untuk berinvestasi daripada perusahaan kecil. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa semakin besar market value suatu perusahaan maka semakin lama pula investor menahan sahamnya karena asumsi perusahaan besar memiliki profitabilitas yang tinggi dan stabil. Penelitian mengenai hubungan market value dengan holding period yang dilakukan oleh Margareta (2015) menyatakan bahwa market value memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap holding period. Koefisien dari market value merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap holding period. Pernyataan ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu oleh Ratnasari (2014), Arma (2013), dan Wisayang (2009) yang menyatakan bahwa market value memiliki hubungan searah atau positif dan signifikan terhadap holding period. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut: H2 : Market value berpengaruh positif dan signifikan terhadap holding period saham sektor industri dasar dan kimia di BEI.
2.2.3 Pengaruh variance return terhadap holding period saham Hubungan return dengan risiko adalah hubungan yang searah atau linier, artinya semakin tinggi risiko yang ditanggung semakin tinggi pula return yang diharapkan. Perkembangan variance return saham yang tinggi akan menyebabkan holding period menjadi lebih pendek karena investor telah mendapatkan keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Arma (2013) menyimpulkan bahwa variance return memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap holding period. Hal ini berkaitan dengan analisis investor terhadap risiko yang mungkin dihadapinya karena variance return merupakan proksi dari risiko perusahaan. Seorang yang memperhatikan risiko dalam berinvestasi akan memperhatikan variance return suatu perusahaan, jika variance return meningkat maka holding period akan menurun. Penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin (2013) menyimpulkan bahwa variabel variance return merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap holding period saham sektor pertambangan periode 2009 hingga 2011. Hal ini menunjukkan bahwa investor akan menahan sahamnya lebih pendek pada perusahaan yang memiliki variance return yang tinggi. Menurut Santoso (2008) variance return memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap holding period. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut: H3 : Variance return berpengaruh negatif dan signifikan terhadap holding period saham sektor industri dasar dan kimia di BEI.
2.2.4 Pengaruh dividend payout ratio terhadap holding period saham Perusahaan yang membagikan dividen umumnya lebih menarik bagi seorang investor daripada peusahaan yang tidak membagikan dividen. Hal ini menyebabkan investor diharapkan mau memegang atau menahan kepemilikan sahamnya dalam waktu yang lebih lama. Perusahaan akan berusaha membayar dividen kepada pemegang saham dengan tepat waktu dan tidak mengurangi jumlahnya. Pengurangan jumlah dividen yang dibagikan dapat ditangkap sebagai sinyal negatif oleh pemegang saham karena perusahaan dianggap mengalami kesulitan likuiditas (Hartono, 2013:164). Bagi perusahaan pembayaran dividen merupakan alat komunikasi langsung kepada pasar mengenai ekonomi perusahaan. Sehingga saham perusahaan yang membagikan dividen akan lebih diminati oleh investor dan kepemilikan atas sahamnya akan ditahan lebih lama. Maulina (2009) menyatakan faktor motif pembelian saham merupakan hal utama yang dipertimbangkan investor, dimana investor mengharapkan memperoleh pendapatan dari dividen. Maka keputusan perusahaan untuk membagikan dividen merupakan kebijakan yang memiliki pengaruh yang besar terhadap harga saham perusahaan di pasar modal. Menurut Nurwani (2012) dividend payout ratio memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap holding period. Seorang investor yang memiliki orientasi jangka panjang tentunya mengharapkan memperoleh return atas investasi yang dilakukan yang berupa capital gain dan dividend. Penelitian yang dilakukan oleh
Kusumayanti (2015) dan Murniati (2015) menyimpulkan bahwa dividend payout ratio memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap holding period saham. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H4 : Dividend payout ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap holding period saham sektor industri dasar dan kimia di BEI.