perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka 1. Agency Theory (Teori Keagenan) Hubungan keagenan merupakan kontrak antara satu orang atau lebih (prinsipal) dengan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pelayanan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa kewenangan pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam sebuah organisasi hubungan tersebut berbentuk vertikal, yaitu pihak atasan sebagai prinsipal dan pihak bawahan sebagai agen (Halim dan Abdullah, 2006). Teori tentang hubungan keagenan tersebut dikenal populer dengan sebutan teori keagenan. Teori keagenan menekankan adanya pemisahan fungsi kepemilikan (prinsipal) dengan fungsi manajemen (agen) (Rustiarini, 2012). Pemisahan fungsi tersebut dapat menimbulkan munculnya konflik antara prinsipal dan agen yang disebut agency problem. Konflik muncul karena manajer dapat mengejar kepentingan mereka sendiri dan mengorbankan kepentingan prinsipal. (Ugurlu, 2000; Jensen dan Meckling, 1976). Asumsi dalam teori keagenan yaitu agen memiliki informasi lebih dibandingkan
prinsipal
dan
kesenjangan
informasi
(information
assymmetry) tersebut mempengaruhi secara negatif kemampuan prinsipal untuk mengawasi secara efektif apakah kepentingan mereka dilayani
9
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
dengan baik oleh agen. Asumsi lain yaitu prinsipal dan agen bertindak secara rasional sehingga mereka akan memanfaatkan hubungan keagenan tersebut untuk memaksimalkan kekayaan mereka. Hal itu berarti bahwa agen memiliki kepentingan sehingga mereka mungkin mengambil kesempatan untuk bertindak bertentangan dengan pemilik perusahaan. (Adams, 1994; Mustapha dan Ahmad, 2011). Masalah tersebut dikenal sebagai moral hazard problem. Masalah ketiga yang mungkin muncul adalah adverse selection yaitu ketika prinsipal tidak dapat memastikan bahwa dia memilih agen yang memiliki keahlian atau kecenderungan yang tepat. (Gilardi, 2001). Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk meminimalisir terjadinya agency problem disebut agency cost. Salah satu bentuk agency cost yang dilakukan oleh prinsipal adalah biaya monitoring, sebagai contoh biaya untuk mengaudit laporan keuangan oleh auditor eksternal (Adams, 1994). Audit adalah salah satu bentuk dari monitoring yang dilakukan oleh pemilik untuk meminimalisir terjadinya agency problem (Primadita dan Fitriany, 2012).
2. Agency Theory pada Pemerintah Daerah Halim dan Abdullah (2006) menyatakan bahwa teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik. Hubungan keagenan dalam pemerintahan demokrasi adalah hubungan pendelegasian kewenangan dari masyarakat kepada wakilnya di parlemen, dari parlemen ke pemerintah,
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
dari pemerintah kepada para menteri, dan dari pemerintah kepada birokrasi. (Gilardi, 2001). Di Indonesia, berdasarkan PP No. 6 Tahun 2005, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui proses pemilukada. Melalui mekanisme pemilihan langsung, rakyat mendelegasikan wewenang pemerintahan kepada kepala daerah. Fakta pendelegasian wewenang dan pemberian otoritas eksekutif kepada kepala daerah menunjukkan bahwa para kepala daerah berperan sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam konteks hubungan keagenan pada pemerintah daerah (Sutaryo dan Jakawinarna, 2013).
3. Pemeriksaan Keuangan Daerah Sebagai Bentuk Monitoring Adams (1994) menjelaskan bahwa audit (pemeriksaan) terhadap laporan keuangan yang dilaksanakan oleh auditor eksternal adalah salah satu bentuk monitoring yang dilakukan prinsipal untuk memastikan agen dapat meningkatkan kekayaannya tanpa mengorbankan kepentingan prinsipal. Dalam konteks Indonesia, untuk memastikan pemerintah daerah sebagai agen telah bekerja secara akuntabel dan transparan, sejak tahun 2006, LKPD diwajibkan untuk diaudit (diperiksa) setiap tahunnya. UU No. 15 Tahun 2004 mendefinisikan pemeriksaan (audit) sebagai: “proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.” Pemeriksaan terhadap LKPD dilakukan oleh BPK yaitu sebuah lembaga negara independen yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945. BPK
memiliki
kewenangan
untuk
melakukan
tiga
jenis
pemeriksaan yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Petunjuk pelaksanaan pemeriksaan keuangan pada BPK mendefinisikan pemeriksaan keuangan sebagai pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK menghasilkan opini yaitu sebuah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Peraturan perundang-undangan juga mengatur jangka waktu pelaksanaan pelaporan keuangan dan pemeriksaan terhadap pelaporan tersebut. Permendagri No. 13 Tahun 2006 mewajibkan kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) untuk menyampaikan LKPD kepada BPK dalam waktu tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sementara itu, UU No. 15 Tahun 2004 memberikan waktu (paling lambat) dua bulan
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan terhadap LKPD untuk kemudian BPK menyerahkan LHP atas LKPD tersebut kepada DPRD.
4. Audit Delay Beberapa literatur mengukur audit delay sebagai waktu dari akhir tahun keuangan perusahaan sampai pada tanggal pelaporan audit (Payne dan Jensen, 2002; Johnson et al, 2002; McLelland dan Giroux, 2000; Carslaw dan Kaplan 1991). Audit delay yang semakin panjang menyebabkan ketepatwaktuan (timeliness) laporan keuangan semakin berkurang. Pengaruh dari ketepatwaktuan yang semakin berkurang mengakibatkan
informasi
dalam
laporan
keuangan
kehilangan
kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan (Kieso et al., 2012). Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengukuran audit delay sebagai waktu sejak tanggal LKPD diterima oleh BPK sampai kepada tanggal LHP atas LKPD tersebut diserahkan kepada DPRD. Pengukuran tersebut lebih tepat karena di Indonesia, Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan UU No. 15 Tahun 2004 telah memisahkan dengan tegas antara jangka waktu penyampaian laporan keuangan dari pemerintah daerah kepada BPK dan jangka waktu pemeriksaan oleh BPK. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, berdasarkan kedua peraturan di tersebut di atas, jangka waktu penyampaian laporan keuangan dari pemerintah daerah kepada BPK adalah tiga bulan setelah tahun anggaran
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berakhir dan jangka waktu pemeriksaan LKPD oleh BPK adalah dua bulan sejak LKPD tersebut diterima. Kondisi tersebut berbeda pada sektor swasta. Pada sektor swasta, Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-346/BL/2011 hanya mengatur jangka waktu penyampaian laporan keuangan audited dari perusahaan kepada Bapepam yaitu selama tiga bulan setelah tanggal laporan keuangan namun peraturan tersebut tidak memisahkan jangka waktu penyampaian laporan dari perusahaan kepada auditor dengan jangka waktu pemeriksaan oleh auditor. Begitu juga dalam konteks pemerintahan Yunani dalam penelitian Cohen dan Leventis (2012), peraturan di Yunani tidak memisahkan jangka waktu review laporan keuangan oleh mayoral comittee dengan jangka waktu pemeriksaan oleh auditor eksternal.
5. Karakteristik Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan karakteristik sebagai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Dengan kata lain, karakteristik menunjukkan kekhasan suatu hal dibandingkan hal lainnya. Penelitian ini menggunakan tiga jenis karakteristik yang diperkirakan mempengaruhi
audit
delay.
Ketiga
karakteristik
tersebut
adalah
karakteristik auditor, karakteristik audit dan karakteristik pemerintah daerah.
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Karakteristik Auditor BPK sebagai satu-satunya institusi yang memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan LKPD memiliki standar audit yang disebut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). SPKN tersebut mempersyaratkan auditor yang melakukan pemeriksaan memiliki keahlian, kemahiran profesional, dan sikap indenpenden. Pengaturan persyaratan auditor dalam standar tersebut menunjukkan bahwa auditor memiliki peran penting dalam pelaksanaan pemeriksaan. Dalam penugasan pemeriksaan, auditor berperan melaksanakan program pemeriksaan dan menyusun laporan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, pelaksanaan pemeriksaan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh karakteristik auditor. Karakteristik auditor umumnya diidentifikasi berdasarkan karakteristik intitusi audit seperti kantor akuntan publik (KAP). Cohen dan Leventis (2012) dan Carslaw dan Kaplan (1991) membedakan karakteristik auditor berdasarkan kategori KAP internasional atau KAP lokal. Lowensohn et al (2007) membedakan karakteristik auditor berdasarkan kategori KAP big five atau KAP yang bukan big five. Primadita dan Fitriany (2012) dalam penelitian mereka tentang pengaruh tenure audit dan auditor spesialis terhadap informasi asimetri juga mengukur variabel tenure dan spesialisasi pada tingkatan KAP.
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi karakteristik auditor sampai pada tingkatan individu auditor dalam sebuah tim pemeriksaan. Sebuah tim pemeriksaan pada BPK terdiri dari pengendali mutu (penanggung jawab), pengendali teknis, ketua tim dan anggota tim. Penelitian ini menggunakan latar belakang pendidikan auditor, tenure auditor (penugasan ulang auditor pada pemerintah daerah yang sama), dan kecakapan profesional auditor sebagai proksi karakteristik auditor. Latar belakang pendidikan auditor diidentifikasi berdasarkan ilmu pengetahuan yang diperoleh auditor di perguruan tinggi yaitu auditor dengan latar belakang pendidikan akuntansi dan auditor berlatar belakang pendidikan non-akuntasi. Variabel latar belakang pendidikan auditor digunakan oleh Setyaningrum (2012) pada penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Menurut Setyaningrum (2012) latar belakang pendidikan akuntansi menjadi sebuah keharusan bagi pemeriksa laporan keuangan, dan semakin tinggi jenjang pendidikan maka pengetahuan akuntansi akan semakin komprehensif. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa kualitas pemeriksa dituntut untuk lebih tinggi daripada pelaksana, sehingga pemeriksa dapat melakukan penilaian atas ketaatan pelaksana terhadap standar yang berlaku, dan hal itu dapat tercapai jika auditor memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan bidang yang diperiksa. Setiawan dan Fitriany (2011) menjelaskan bahwa: “Keahlian dalam bidang akuntansi sangat diperlukan bagi seorang auditor dalam melakukan audit terhadap laporan keuangan agar informasi yang dihasilkan akurat dan tepat serta mengurangi terjadinya fraud yang mungkin terjadi dalam proses pelaporan keuangan. Latar belakang akuntansi dinilai berdasarkan latar belakang pendidikan di bidang akuntansi... ” Tenure auditor mengacu pada jumlah penugasan berturut-turut yang dilakukan auditor pada pemerintah daerah yang sama. Almutairi (2009)
menjelaskan
menyebabkan
bahwa
semakin
semakin
berkurangnya
panjang
tenure
independensi
dapat auditor,
meningkatkan kepuasan dan mengurangi objektivitas auditor. Namun, di sisi lain ada yang berpendapat bahwa kualitas audit akan meningkat dengan semakin panjangnya tenure karena dengan pengalaman yang semakin panjang, auditor menjadi lebih akrab dengan operasi bisnis klien dan dengan masalah pelaporan. Pada penelitian tersebut, Almutairi (2009) mengukur tenure sebagai jumlah tahun berturutturut dari hubungan auditor dengan klien. Payne dan Jensen (2002) dalam penelitian mereka mengenai efek karakteristik audit pada audit delay pada pemerintah kota menyatakan bahwa sebagaimana tenure auditor meningkat dengan klien, kemampuan untuk memfasilitasi penyusunan laporan keuangan yang cepat seharusnya meningkat. Kecakapan profesional auditor mengacu pada keahlian auditor yang ditunjukkan melalui sertifikasi keahlian dalam bidang akuntansi sebagai pengakuan akan kemampuan profesional seorang auditor.
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pernyataan standar umum pertama pada SPKN mempersyaratkan pemeriksa harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan audit. Selanjutnya, paragraf 12 dari pernyataan standar tersebut mewajibkan pemeriksa secara kolektif memiliki sertifikasi keahlian. Hutchison dan Fleischman (2003) menjelaskan bahwa sertifikasi keahlian akuntan mengindikasikan kompetensi yang menyatakan secara tidak langsung pengetahuan akuntansi yang diperlukan atau pengetahuan khusus dan kepatuhan terhadap standar profesional. Dalam jurnal mereka, Hutchison dan Fleischman (2003) menjelaskan berbagai sertifikasi keahlian yang tersedia bagi akuntan/auditor diantaranya Certified Public Accountant (CPA), Certified Fraud Examiner (CFE), Certified Government Auditing Professional (CGAP), Certified Information Systems Auditor (CISA), Certified Internal Auditor (CIA) dan lain-lain.
b.
Karakteristik Audit Karakteristik audit adalah sifat khas yang melekat pada audit. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan remarks, opini audit sebelumnya, dan jadwal audit sebagai proksi karakteristik audit. Remarks pada penelitian ini adalah jumlah item pengecualian dan item pembatasan dalam opini audit. Cohen dan Leventis (2012) menjelaskan bahwa remarks mengacu pada penyimpangan material dari prinsip akuntansi berlaku umum dan/atau peraturan yang relevan.
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah remarks dalam sebuah opini audit menunjukkan banyaknya penyimpangan material dalam sebuah laporan keuangan. Opini audit adalah pendapat auditor mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan berdasarkan kesesuaiannya pada standar akuntansi (Arens, Elder dan Beasley, 2012). Petunjuk pelaksanaan pemeriksaan keuangan pada BPK menjelaskan
empat
jenis
opini
auditor.
Opini
wajar
tanpa
pengecualian (unqualified opinion) yaitu opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan standar akuntansi. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion) yaitu opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai standar akuntansi, kecuali dampak pada hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Opini tidak wajar (adverse opinion) yaitu opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi.
Sedangkan
opini
menolak
memberikan
pendapat
(disclaimer opinion) yaitu opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diyakini kewajarannya dalam semua hal yang material sesuai dengan standar akuntansi. Jadwal audit mengacu pada waktu pelaksanaan audit yang dapat dilakukan pada semester I atau semester II. BPK membagi jadwal pelaksanaan auditnya dalam dua semester yaitu semester I
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Januari-Juni) dan semester II (Juli-Desember) setiap tahunnya. Oleh karena peraturan perundang-undangan mewajibkan pemerintah daerah menyerahkannya LKPD kepada BPK selambat-lambatnya akhir bulan Maret maka BPK menjadwalkan pemeriksaan LKPD pada semester I tiap tahunnya. Namun dalam kondisi penyampaian LKPD terlambat dari pemerintah daerah kepada BPK sampai melebihi semester I, pemeriksaan LKPD dilaksanakan tidak sesuai jadwalnya yaitu pada semester II.
c.
Karakteristik Pemerintah Daerah Penelitian ini menggunakan tipe pemerintah daerah, jumlah entitas akuntansi dan re-election kepala daerah sebagai proksi karakteristik pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota adalah dua tipe pemerintah daerah dengan tingkatan yang setara dan memiliki kewenangan yang sama. Keduanya adalah wilayah administratif setelah provinsi. Namun terdapat beberapa perbedaan antara kedua wilayah tersebut antara lain wilayah pemerintah daerah kabupaten relatif lebih luas daripada wilayah pemerintah daerah kota, kepadatan penduduk di kabupaten lebih rendah daripada kota, penduduk kabupaten umumnya bergerak di bidang pertanian sementara penduduk perkotaan bergerak di bidang perdagangan dan jasa,
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penduduk kota memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih baik daripada kabupaten. (Adhayanti, 2014). Jumlah entitas akuntansi terkait dengan jumlah Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) sebagai unit yang memiliki kewajiban menyusun laporan keuangan sebagai bahan penyusunan LKPD. Entitas akuntansi, menurut Permendagri 13 Tahun 2006, adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan. Pada pemerintah daerah, entitas akuntansi berbentuk Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011) menjelaskan bahwa SKPD mempresentasikan diferensiasi fungsional di pemerintah Indonesia. Hilmi dan Martani (2012) dalam penelitian mereka
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi menjelaskan bahwa “Jumlah SKPD menggambarkan jumlah urusan yang menjadi prioritas pemerintah daerah dalam membangun daerah. Semakin banyak urusan yang menjadi prioritas pemerintah daerah maka semakin kompleks pemerintahan tersebut melakukan kegiatannya. Semakin banyak SKPD yang dimiliki berarti semakin kompleks pemerintahan tersebut” Re-election berhubungan ketika kepala daerah yang sama dipilih dalam dua kali pemilihan kepala daerah berturut-turut (Cohen dan Leventis, 2012). Menurut Cohen dan Leventis (2012) dalam penelitian mereka, ketika kepala daerah memegang posisi yang sama lebih dari satu kali masa jabatan, kepala daerah tersebut akan semakin
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
memahami aturan akuntansi. Sutaryo (2011) dalam penelitiannya mengenai karakteristik eksekutif dan kinerja keuangan pemerintah daerah menjelaskan bahwa eksekutif daerah dengan pengalaman kerja yang lebih lama mempunyai hubungan yang positif dengan pengambilan keputusan sehingga berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah.
B. Pengembangan Hipotesis Hipotesis yang dikembangkan pada penelitian ini berdasarkan tiga karakteristik yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu karakteristik auditor, karakteristik audit, dan karakteristik pemerintah daerah. 1. Karakteristik Auditor dan Audit Delay LKPD disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintah (PP No. 24 Tahun 2005). Untuk dapat memeriksa LKPD, SPKN mengatur bahwa pemeriksa harus memiliki keahlian dalam bidang auditing dan akuntansi serta memahami prinsip akuntansi berlaku umum yang berlaku bagi pemerintah daerah. Pada umumnya auditor BPK memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Namun, kompleksitas pemeriksaan keuangan yang juga memerlukan keahlian lain selain keahlian dalam bidang akuntansi (mis: keahlian dalam bidang hukum, teknologi informasi, teknik) menyebabkan BPK juga merekrut auditor dengan latar belakang non-akuntansi. Para auditor berlatar belakang pendidikan non-akuntansi tersebut diberikan
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan dan pelatihan akuntansi dan audit oleh BPK sebelum mereka melaksanakan audit. Karena pada dasarnya LKPD disusun berdasarkan ilmu akuntansi maka diharapkan auditor dengan latar belakang pendidikan akuntasi dapat melakukan pemeriksaan dengan lebih tepat waktu. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Setiawan dan Fitriany (2011). Pada salah satu model penelitian yang mereka gunakan, mereka menemukan bahwa kualitas komite audit berhubungan positif dengan kualitas audit. Dalam penelitan tersebut, mereka menggunakan jumlah anggota komite audit yang memiliki latar belakang akuntansi sebagai salah satu unsur penilaian kualitas komite audit. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian seperti berikut. H
1a: Latar belakang pendidikan auditor berpengaruh terhadap audit delay
Pemeriksa yang melakukan audit berulangkali (tenure yang panjang)
di pemerintah
daerah
yang
sama diharapkan
semakin
berpengalaman untuk menghadapi kondisi pemeriksaan yang sama sehingga mampu mengerjakan tugas pemeriksaan lebih baik dan lebih cepat dibanding auditor yang tidak berulang. Namun ada penyebab lain yang dapat menyebabkan auditor tenure mempengaruhi audit delay. Seperti dijelaskan pada penelitan Li (2007), ia menemukan bahwa auditor
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
tenure memiliki hubungan negatif dengan audit conservatism disebabkan auditor yang melakukan pemeriksaan berulang telah akrab dengan auditee sehingga auditor memiliki sikap over trust. Sikap tersebut dapat membuat auditor mengurangi sampel audit dan mengabaikan beberapa prosedur audit sehingga waktu pemeriksaan lebih cepat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian seperti berikut. H 1b: Tenure auditor berpengaruh terhadap audit delay
Dalam bidang audit, dikenal ada berbagai gelar sertifikasi profesi antara lain Akuntan (Ak), Certified Public Accountant (CPA), Certified Information System Auditor (CISA), Certified Fraud Examiners (CFE) dan lain-lain. Sertifikasi profesional tersebut adalah bentuk pengakuan atas keprofesionalan seseorang akuntan terhadap bidang yang digelutinya yang diberikan oleh lembaga profesional pada bidang tersebut. Seseorang yang memiliki gelar sertifikasi profesi dalam bidang audit diharapkan memiliki kecakapan yang lebih baik. Kecakapan audit yang lebih baik tersebut memungkinkan audit dapat dilaksanakan tepat waktu. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Schelker (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan keahlian auditor dengan kinerja keuangan negara bagian di Amerika Serikat. Ia menemukan bahwa negara bagian yang mempersyaratkan auditornya harus memiliki setidak-tidaknya
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sertifikasi CPA, memiliki pengeluaran dan utang yang lebih sedikit serta memiliki peringkat utang yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara bagian yang tidak mempersyaratkan sertifikasi tersebut bagi auditornya. Oleh karena itu, rumusan hipotesis adalah sebagai berikut. H 1c: Kecakapan profesional auditor berpengaruh terhadap audit delay
2. Karakteristik Audit dan Audit Delay Pemeriksaan laporan keuangan bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Seperti dipaparkan sebelumnya remarks mengacu pada penyimpangan (qualifications) material dari prinsip akuntansi yang berlaku umum tersebut (Cohen dan Leventis, 2012). Semakin banyak pengecualian akibat penyimpangan material dari standar akuntansi mengakibatkan semakin banyak remarks dalam LHP. Begitu juga dengan pembatasan audit, semakin banyak pembatasan audit dalam sebuah pemeriksaan mengakibatkan semakin banyak remarks dalam LHP Dengan pelaksanaan
semakin
audit
akan
banyaknya semakin
remarks, panjang
diperkirakan karena
auditor
waktu akan
membutuhkan lebih banyak prosedur penelusuran dan waktu untuk menuangkannya dalam temuan audit. Hal tersebut sesuai dengan penelitan
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
Cohen dan Leventis (2012) yang menemukan bahwa jumlah remarks memiliki pengaruh positif pada audit delay. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian seperti berikut. H 2a: Remarks berpengaruh terhadap audit delay
Seperti dipaparkan sebelumnya, terdapat empat jenis opini auditor yaitu opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), opini tidak wajar (adverse opinion), dan opini menolak memberi pendapat (disclaimer opinion). Semakin baik opini audit sebuah LKPD menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal pada pemerintah daerah tersebut telah efektif dan pengelolaan keuangannya telah mematuhi peraturan perundang-undangan. Pada kondisi seperti tersebut, auditor dapat melakukan audit dengan efektif dan efisien karena sistem pada pemerintah daerah telah berjalan baik. Jadi, diharapkan dengan opini yang semakin baik audit delay semakin berkurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Merdekawati dan Arsjah (2011) yang menemukan bahwa opini auditor berpengaruh negatif pada audit delay. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut. H 2b: Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap audit delay
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti dijelaskan sebelumnya, peraturan perundang-undangan mewajibkan pemerintah daerah menyerahkannya LKPD kepada BPK selambat-lambatnya
akhir
bulan
Maret.
Oleh
karena
itu,
BPK
menjadwalkan pemeriksaan LKPD pada semester I tiap tahunnya. Pemeriksaan yang dijadwalkan dilakukan pada semester II adalah pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Namun dalam kondisi penyampaian LKPD terlambat dari pemerintah daerah kepada BPK sampai melebihi semester I, pemeriksaan LKPD ditangguhkan pelaksanaan sehingga dilaksanakan pada semester II. Kondisi tersebut membuat pemeriksaan pada semester II bertambah banyak karena selain melaksanakan pemeriksaan yang telah direncanakan pada semester II, BPK juga harus melaksanakan pemeriksaan LKPD yang tertunda dari semester I. Dengan kata lain, keterlambatan LKPD membuat pemeriksaan pada semester II bertumpuk. Dalam kondisi tersebut, pemeriksaan LKPD yang dilaksanakan pada semester II diperkirakan akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemeriksaan LKPD pada semester I. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Johnson (1998) yang menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara akhir tahun laporan keuangan pada musim sepi (off-season) dengan audit delay. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut. H 2c: Jadwal audit LKPD berpengaruh terhadap audit delay
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
3. Karakteristik Pemerintah Daerah dan Audit Delay Pemerintah daerah setelah provinsi, seperti telah dipaparkan sebelumnya, memiliki dua tipe pemerintah daerah yaitu pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Kedua tipe pemerintahan ini memiliki tingkatan yang setara dan kewenangan yang sama. Namun terdapat beberapa perbedaan antara kedua wilayah tersebut antara lain wilayah pemerintah daerah kabupaten relatif lebih luas daripada wilayah pemerintah daerah kota, kepadatan penduduk di kabupaten lebih rendah daripada kota, penduduk kabupaten umumnya bergerak di bidang pertanian sementara penduduk perkotaan bergerak di bidang perdagangan dan jasa, penduduk kota memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih baik daripada kabupaten (Adhayanti, 2014). Dengan luas wilayah yang relatif lebih sedikit, tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, kepadatan penduduk yang lebih tinggi, kota diharapkan lebih mampu untuk mendukung ketepatwaktuan pemeriksaan oleh auditor dibandingkan dengan kabupaten. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut. H 3a: Tipe pemerintah daerah berpengaruh terhadap audit delay
Setiap SKPD diwajibkan untuk menyusun laporan keuangannya untuk kemudian digabungkan oleh entitas pelaporan atau Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) menjadi laporan keuangan pemerintah daerah. Dengan semakin banyaknya SKPD, entitas yang perlu
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
diaudit oleh auditor akan semakin banyak. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa jumlah entitas akuntansi memiliki pengaruh terhadap jangka waktu pelaksanaan audit. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut. H 3b: Jumlah entitas akuntansi berpengaruh terhadap audit delay
Undang-Undang No. 32 Tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa seorang kepala daerah dapat menjabat maksimal selama dua kali masa jabatan. Oleh karena itu, kepala daerah yang memegang posisi yang sama lebih dari satu kali masa jabatan akan semakin memahami aturanaturan terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah termasuk aturan mengenai akuntansi dan pelaporan keuangan daerah. Dalam kondisi tersebut, seorang kepala daerah yang dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk kedua kalinya diharapkan lebih mampu untuk bekerja sama dengan auditor dan mendukung ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Cohen dan Levemtis (2012) yang menemukan bahwa pemilihan kembali kepala daerah (re-election) memiliki pengaruh negatif terhadap audit delay. Oleh karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut. H 3c: Re-election kepala daerah berpengaruh terhadap audit delay
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Pemikiran Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik Auditor Latar belakang pendidikan Tenure Kecakapan profesional
Karakteristik Audit Remarks AUDIT DELAY
Opini audit Jadwal audit
Karakteristik Pemerintah Daerah Tipe pemerintah daerah Entitas akuntansi Re-election
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar
di
atas
menunjukkan
kerangka
pemikiran
yang
menggambarkan model penelitian dan hubungan antar variabel. Masingmasing variabel dari ketiga karakteristik berbeda tersebut diperkirakan memiliki pengaruh terhadap audit delay.