3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bakso Ikan
2.1.1
Definisi Bakso Ikan Dalam Standar Nasional Indonesia (1995) bakso ikan dapat didefinisikan
sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging atau ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (SNI, 1995). Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat (Widyaningsih, 2006).
2.1.2
Bahan-Bahan dalam Pembuatan Bakso Ikan dan Fungsinya Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ikan yaitu: daging ikan,
tepung tapioka, dan bumbu-bumbu. Bahan utamanya adalah daging ikan yang berwarna putih misalnya, ikan kakap, kerapu, tengiri dan ikan remang. Untuk
3
4
mendapatkan produk bakso yang lezat dan teksturnya baik perlu ditambahkan tepung tapioka sekitar 10%-15% dari berat daging yang digunakan (Waridi,2004). Ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso ikan haruslah dipilih dari jenis yang memiliki kadar gizi dan kelezatan yang tinggi, tidak terlalu amis, dan benar-benar masih segar. Beberapa jenis ikan, baik ikan air tawar, air payau, ataupun air asin (laut), dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso ikan (Suprapti, 2003). Bagi tubuh manusia, daging ikan mempunyai beberapa fungsi, yaitu diantaranya: 1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari. 2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. 3. Mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dan juga memperlancar proses-proses fisiologis didalam tubuh (Afrianto, 1989). Tepung tapioka adalah pati dari umbi ubi kayu yang dikeringkan dan dihaluskan dan merupakan produk awetan ubi kayu yang memiliki peluang pasar yang sangat luas. Ubi kayu yang telah diolah menjadi tepung tapioka dapat bertahan selama 1-2 tahun dalam penyimpanan (apabila dikemas dengan baik). Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu berwarna putih ataupun kuning akan menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin. Perbedaan kulitas antara keduanya disebabkan oleh proses pembuatannya, yaitu berbeda dalam hal tingkat/derajat keputihan, tingkat kehalusan, kadar air tersisa, dan kandungan benda asing (Suprapti, 2005).
5
Minyak kelapa umumnya diperoleh dari daging buah kelapa yang dikeringkan (kopra), meskipun terdapat juga minyak kelapa yang diperoleh dari santan. Minyak kelapa banyak digunakan pada industri pangan sebagai pelapis es krim batang, sebagai minyak goreng, sebagai pelapis yang disemprotkan pada crackers, sebagai pelumas pada produk caramel, serta dalam pengolahan pangan lainnya yang memerlukan daya awet yang tinggi (Muchtadi, 2013). Bawang putih mengandung minyak asiri yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak asiri dari bawang putih ini diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara itu, zat yang diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin. Didalam tubuh, alisin merusak protein kuman penyakit, sehingga kuman penyakit tersebut mati (Syamsiah, 2003).
2.1.3
Cara Pembuatan Bakso Ikan Resep pembuatan bakso: -
Tepung tapioka sekitar 10%-15%
-
Es batu 15%-20%
-
Garam NaCl halus 2,5%
-
Bawang putih 3%
-
Bawang merah 2-2,5%
-
Lada sebesar 0,5% dari berat daging
6
Proses pembuatan bakso ikan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Filet yang telah bersih dilumatkan menggunakan alat penggiling daging sehingga diperoleh daging lumat. Jika masih mengandung serat dan duri, dipisahkan terlebih dahulu. 2. Daging lumat kemudian dicuci lalu ditiriskan, kemudian digiling dengan garam dan bumbu hingga rata. Selanjutnya ditambahkan tepung tapioka sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai diperoleh adonan yang homogen. 3. Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus. Ukuran dapat dibuat super, sangat besar, besar, sedang, dan kecil. 4. Bola-bola bakso direbus dengan air mendidih hingga matang. Bila bakso sudah mengapung dipermukaan air, berarti bakso sudah matang dan siap diangkat. Umumnya perebusan bakso ikan memerlukan waktu sekitar 15 menit. 5. Bakso yang sudah matang diangkat dan ditiriskan, kemudian didinginkan. 6. Bakso yang telah dingin dikemas dengan kantong plastik dan ditutup rapat (Waridi, 2004).
2.2
Syarat Mutu Bakso Ikan Kemasan Syarat mutu untuk bakso berdasarkan SNI 01-3819-1995 dapat dilihat
pada Tabel 2.1
7
Tabel 2.1 Syarat Mutu Bakso Ikan (SNI 01-3819-1995) No. 1 1.1 1.2 1.3
Kriteria Uji Keadaan : Bau Rasa Warna
1.4 2 3 4 5 6 7
Tekstur Air Abu Protein Lemak Boraks Bahan tambahan makanan:
8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 9 10. 10.1 10.2 10.3 10.4
Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Mg) Arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total Bakteri bentuk koli salmonella Staphylococcus aureus
Satuan % b/b % b/b % b/b % b/b -
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g APM/g Koloni/g
Spesifikasi Normal, kas ikan Gurih Normal, putih merata tanpa warna asing lainnya Kenyal Maks. 70,0 Maks. 3,0 Min. 9,0 Maks. 2,0 Tidak boleh ada Sesuai SNI dan revisinya 01-0222-1987 Maks. 2,0 Maks. 20,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5 Maks. 1,0 Maks. 1,0 x 105 Maks. 10 Negatif Maks. 1,0 x 102
Keterangan: APM adalah angka paling mungkin
2.3
Penetapan Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi “acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur serta cita rasa pangan. Didalam beberapa bahan pangan, air ada dalam jumlah yang relatif besar, misalnya didalam beberapa buah-buahan dan sayuran mencapai sekitar 90%, susu segar sekitar 87%, dan daging sapi sekitar 66%. Pada produk pangan yang kering
8
seperti dendeng, kerupuk dan susu bubuk, adanya air perlu mendapat perhatian seksama. Kenaikan sedikit kandungan air pada bahan kering tersebut dapat mengakibatkan kerusakan, baik akibat reaksi kimiawi maupun pertumbuhan mikroba pembusuk (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain, metode pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.3.1
Metode Pengeringan Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan, seperti pada penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dan lain sebagainya. Pada bahan yang berkadar air tinggi, susu misalnya, dilakukan evaporasi atau penguapan. Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat dua tingkat kecepatan penghilangan air. Pada awal pengeringan, kecepatan jumlah air yang hilang persatuan waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan waktu. Hal ini berhubungan dengan jenis air yang terikat dalam bahan (Winarno, 1992). Prinsip
penentuan
kadar
air
dengan
metode
pengeringanadalah
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Sudarmadji, dkk., 1989).
9
Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum. Berbagai cara dilakukan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah luas pemukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan air, dan lama pengeringan (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Kelemahan cara ini adalah bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.3.2
Metode Gravimetri Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur
atau senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Unsur atau senyawaan itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah ditimbang (Basset, et. al., 1994). Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan palingsederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut
10
perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyusunnya (Rohman, 2007). Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah dipanaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM, 1995). Pengeringan adalah penghilangan cairan dari sistem padat, gas atau sistem cair. Ini diartikan penghilangan sisa lembab yang terdiri dari air atau pelarut organik. Dalam gravimetri endapan dikeringkan pada suhu kamar dalam eksikator yang berisi zat pengering seperti asam sulfat pekat, silika gel, fosfor pentoksida, kalium hidroksida padat. Pengeringan berlangsung lama sampai didapat berat yang konstan, yaitu jika hasil dua penimbangan berturut-turut tidak berbeda lebih dari 0,0005 gram (Kisman dan Ibrahim, 1998). Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).
11
2.3.3
Metode Destilasi Destilasi adalah metode pemisahan zat-zat cair dari campurannya
berdasarkan titik didih. Pada proses destilasi sederhana, suatu campuran dapat dipisahkan bila zat-zat penyusutnya mempunyai perbedaan titik didih cukup tinggi. Dalam proses ini campuran didihkan pada kisaran suhu tertentu pada tekanan tetap. Uap dilepaskan dari dalam cairan tidak murni berasal dari salah satu komponen tetapi masih mengandung campuran kedua komponen dengan komposisi yang biasanya berbeda dengan komposisi cairan yang mendidih (Yazid, 2007). Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Contoh (sample) dimasukkan kedalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung aufhauser tersebut (Winarno, 1992). Prinsip penentuan kadar air dengan destilasiadalah menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol (Sudarmadji, dkk., 1989).
12
2.3.4
Metode Kimiawi
a. Cara Titrasi Karl Fischer Cara ini adalah dengan mentitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari pengaruh kelembapan udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan hasil yang tepat dan tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, dkk., 1989). b. Cara Kalsium Karbid Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Penentuan kadar air dengan cara kalsium karbid telah berhasil untuk menentukan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air buah (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.3.5
Metode Pengeringan Vakum Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi
yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji, dkk., 1989).
13
Keuntungan penggunaan suhu yang lebih rendah adalah kerusakan akibat panas dapat diminimalisir. Selain itu, proses oksidasi terhadap bahan selama pengeringan juga dapat dihindari. Pengering vakum mempunyai komponenkomponen yaitu, wadah vakum (vacuum chamber), sumber panas, pompa vakum dan alat untuk menampung uap air (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Pengering vakum telah digunakan untuk mengeringkan berbagai produk pangan yang peka terhadap panas dan proses oksidasi. Karena suhu yang digunakan rendah dan dalam kondisi vakum, maka perubahan produk akibat proses pengeringan dapat diminimalisir. Bahan yang dikeringkan dapat berbentuk cairan, pasta, partikel diskret seperti tepung, maupun produk dalam bentuk potongan atau serpihan (flake) (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
2.4
Pengaruh Proses Pengurangan Kadar Air terhadap Nilai Gizi Pangan Pengurangan kadar air bahan dimaksudkan untuk mengeringkan, dan
memekatkan bahan pangan agar lebih tahan lama. Pada kedua proses pengeringan dan penguapan (pemekatan), faktor yang sangat berpengaruh terhadap zat gizi adalah suhu dan kandungan air. Suhu yang digunakan untuk pengeringan atau pemekatan sangat beragam tergantung pada teknik yang dipakai. Suhu dapat berkisar dari -29 sampai dengan 100oC bergantung pada proses dan produknya (Tejasari, 2005). Proses pengeringan dapat menurunkan kandungan zat gizi bahan, tetapi penurunannya lebih kecil dibandingkan dengan penurunan akibat pemasakan. kehilangan zat gizi yang tidak dapat dihindari adalah rusaknya zat-zat gizi yang tidak tahan terhadap panas. Tingkat kerusakan zat gizi tersebut bergantung pada jenis proses termal, seperti jenis bahan baku, dan proses pengolahan sebelum termal, seperti pengirisan dan penggilingan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).