BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain sebagai tempat pelelangan, tempat perbaikan jaring, tempat perbaikan mesin dan lain sebagainya. Disamping itu TPI merupakan tempat berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka mengadakan transaksi jual beli ikan. Nelayan ingin menjual hasil tangkapan ikannya dengan harga sebaik mungkin, sedangkan pembeli ingin membeli dengan harga serendah mungkin. Untuk mempertemukan penawaran dan permintaan itu, diselenggarakan pelelangan ikan agar tercapai harga yang sesuai, sehingga masingmasing pihak tidak merasa di rugikan. Tempat Pelelangan Ikan (TPI), selain merupakan pintu gerbang bagi nelayan dalam memasarkan hasil tangkapannya, juga menjadi tempat untuk memperbaiki jaring, motor, serta kapal dalam persipan operasi penangkapan ikan. Tujuan utama didirikannya TPI adalah menarik sejumlah pembeli, sehingga nelayan dapat menjual hasil tangkapannya sesingkat mungkin dengan harga yang baik serta dapat menciptakan pasaran yang sehat melalui lelang murni. Disamping itu, secara fungsional, sasaran yang diharapkan dari pengelolaan TPI adalah tersedianya ikan bagi kebutuhan penduduk sekitarnya dengan kualitas yang baik serta harga yang wajar.
6
Universitas Sumatera Utara
Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa pengelolaan TPI yang baik serta professional akan memotivasi para nelayan untuk menambah dan mengembangkan usahanya di bidang perikanan.
2.1.2. Fungsi, Tujuan dan Manfaat Tempat Pelelangan Ikan Menurut petunjuk Operasional, fungsi TPI antara lain adalah: a.
Memperlancar kegiatan pemasaran dengan sistem lelang.
b. Mempermudah pembinaan mutu ikan hasil tangkapan nelayan c. Mempermudah pengumpulan data statistik. Tujuan dari sistem Pelelangan Ikan di TPI yang sesungguhnya adalah mencari pembeli potensial sebanyak mungkin untuk menjual hasil tangkapannya pada tigkat harga yang menguntungkan tanpa merugikan pedagang pengumpul. Berbagai kegiatan yang dapat dilaksanakan di TPI untuk mencapai tujuan yang diharapkan antara lain: 1. Meningkatkan animo masyarakat nelayan untuk melakukan transaksi jual beli di TPI. 2. Meningkatkan jumlah pedagang pengumpul atau grosir yang menangani hasil tangkapan. 3. Meningkatkan fungsi dan peranan KUD sebagai organisasi ekonomi dan mampu bertindak sebagai penyangga pemasaran. Manfaat diadakannya pelelangan ikan di TPI antara lain adalah: a. Perolehan harga baik bagi nelayan secara tunai dan tidak memberatkan konsumen. b. Adanya pemusatan ikatan-ikatan yang bersifat monopoli terhadap nelayan.
Universitas Sumatera Utara
c. Adanya peningkatan pendapatan daerah melalui pemungutan retribusi (bea) Lelang. d. Pengembangan Koperasi Unit Desa.
2.1.3. Struktur Organisasi Tempat Pelelangan Ikan Penyelenggaraan pelelangan Ikan pada setiap TPI sebaiknya adalah dari organisasi nelayan dalam bentuk KUD. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KUD bertanggungjawab kepada Pemda setempat melalui Dinas Perikanan Daerah. Adapun tujuan adanya struktur organisasi dalam suatu lingkungan kerja secara garis besar, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan tugas pekerjaa mempunyai kemungkinan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. 2. Pelaksanaan pekerjaan mempunyai kemungkinan dapat dilaksanakan lebih mudah. 3. Koordinasi mempunyai kemungkinan untuk dilaksanakan dengan baik. 4. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kemungkinan lebih efektif dan efisien. Disamping itu, adanya juga struktur organisasi pada lingkungan kerja, dapat memberikan secara jelas tugas dan tanggung jawab serta kedudukan masing-masing pelaksana, sehingga diharapkan tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pekerjaan yang dapat menghambat kelancaran pencapaian tujuan. Struktur organisasi penyelenggara atau pelaksana pelelangan ikan di TPI pada umumnya terdiri dari: 1. Pimpinan Pelelangan, tugasnya antara lain adalah memimpin dan mengkoordinir kegiatan pelelangan ikan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
2. Juru tulis atau tenaga administrasi pelelangan ikan, tugasnya antara lain membuat catatan dan laporan kegiatan pelelangan meliputi jumlah kapal, produksi ikan, nilai produksi dan bea lelang serta melaksanakan kegiatan tata usaha pelelangan termasuk surat-menyurat. 3. Juru Lelang, tugasnya antara lain adalah melaksanakan tata pelelangan secara terbuka, memgumuman pemenang lelang dan mencatat dalam buku catatan khusus mengenai pemilik ikan, pedagang atau pembeli pemenang lelang, jumlah dan jenis ikan yang dilelang serta besarnya nilai lelang. 4. Juru timbang, tugasnya adalah melaksanakan penimbangan ikan yang masuk TPI dan memberi label atau nota yang berisi mengenai nama pemilik ikan, jenis dan berat ikan yang telah ditimbang. 5. Kasir (Bendahara Khusus), tugasnya adalah menagih atau menerima uang lelang secara tunai kepada atau dari pedagang atau pembeli yang melaksanakan pelelangan, jumlahnya sesuai dengan yang tertera didalam karcis lelang. Tugas lainnya adalah menyetorkan hasil pungutan bea lelang kepada Pemda Tingkat I dan Pemda tingkat II. Penyetoran tersebut langsung diberikan kepada pemegang kas Pemda setempat. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari baik bendaharawan khusus, juru tulis atau administrasi, juru lelang maupun juru timbang bertanggungjawab kepada pimpinan pelelangan ikan.
2.2.
Pengembangan Wilayah Pengertian pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis
kegiatan, baik yang tercakup dalam sektor pemerintah maupun dalam masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha-usaha untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha tersebut pada dasarnya adalah bersifat meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan, baik melalui produk-produk maupun berbagai jenis kegiatan yang membawa pengaruh peningkatan kawasan. Peningkatan kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa pengembangan wilayah pada wilayah yang bersangkutan sehingga seluruh usaha yang menjurus pada perbaikan dalam tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses berkembangnya wilayah (Purnomisidi, 1981). Sukirno (1985) memberikan pengertian wilayah ata daerah dalam tiga hal yaitu: daerah homogen, daerah modal dan daerah administratif atau daerah perencanaan. Pengertian daerah homogen adalah menganggap suatu daerah sebagai suatu space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku di berbagai pelosok ruang tersebut yang mempunyai sifat-sifat yang sama seperti pendapatan penduduk, agama, suku bangsa atau struktrur ekonomi. Pengertian daerah modal adalah bahwa daerah sebagai ruang ekonomi yang dikuasai oleh satu atau berbagai pusat kegiatan ekonomi. Pengertian daerah administratif dari suatu negara, seperti propinsi, kabupaten, desa, dan sebagainya. Berdasarkan uraian diatas, maka wilayah pembangunan hendaknya sesuai dengan wilayah administratif dan juga mempunyai ciri wilayah modal. Dalam praktek, apabila membahas mengenai perencanaan pembangunan daerah, pengertian daerah administratif paling banyak digunakan karena alasan kemudahan koordinasi dan tersedianya data untuk perencanaan. Wilayah pengembangan dipakai untuk wilayah
Universitas Sumatera Utara
yang berdasarkan homogeneity dan bertujuan lebih banyak untuk analitis informasi dalam wilayah itu, guna keperluan pengembangan. Batas wilayah tidak terikat pada batas administrasi dan tidak perlu mempunyai pusat. Misalnya satu propinsi mungkin mempunyai wilayah pengembangan seperti wilayah pantai Timur, wilayah pantai Barat, wilayah pegunungan dan wilayah kepulauan yang masing-masing mempunyai ciri geografis, fauna, dan flora yang sama. Meskipun terdapat banyak konsep tentang wilayah tetapi para pakar ekonomi regional sependapat bahwa tujuan pembangunan wilayah merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional, yang antara lain: 1. Mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang lebih tepat. 2. Menyediakan kesempatan kerja cukup. Kedua tujuan tersebut merupakan dasar untuk memacu pendapatan perkapita yang relatif masih rendah dan tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Disamping ini, tujuan tersebut diatas dapat mendorong terciptanya keseimbangan sektor-sektor ekonomi antara sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa. Selanjutnya diharapkan agar kegiatan perekonomian wilayah itu membuka kesempatan kerja lebih banyak, sehingga tercapai pemerataan di segala bidang dalam kehidupan wilayah (kota dan desa). Untuk pemerataan dan mengimbangi laju pertumbuhan, maka setiap kebijaksanaan akan didasarkan pada daya dukung potensi wilayah. Sejalan dengan itu, arah kebijaksanaan pembangunan
ditempuh melalui
sistem perwilayahan pembangunan. Selain daya dukung wilayah, tingkat kemudahan barang dan jasa serta saling kebergantungan antar wilayah perlu diperhatikan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Purnomosidi (1981) bahwa konsep pengembangan wilayah nasional mempunyai tujuan-tujuan yaitu: 1. Mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhan. 2. Memperkokoh kesatuan ekonomi nasional. 3. Memelihara efisiensi pertumbuhan nasional. Pencapaian tujuan
pengembangan
wilayah tidak
terlepas
dari perencanaan
pembangunan yang disesuaikan dengan potensi sumber daya yang ada di wilayah itu sendiri. Pengembangan adalah usaha menambah potensi kepada sesuatu objek pembangunan, sedangkan pembangunan adalah suatu aktifitas untuk mencapai yang diinginkan dalam bidang ekonomi dan non ekonomi. Agar pengembangan wilayah itu dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat, maka dalam pengelolaan sumber daya seyogianya pertimbangan ekonomi dan lingkunagn harus cukup berimbang untuk mempertahankan kelestarian sumber daya tersebut (Anwar, 1991).
2.3.
Karakteristik Masyarakat Nelayan Nelayan adalah orang yang melakukan penangkapan/budi daya di laut,
di tempat yang masih dipengaruhi pasang surut laut. Berdasarkan sumber pendapatannya, nelayan dapat dibagi menjadi: 1. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya berasal dari perikanan. 2. Nelayan sambilan utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya berasal dari perikanan.
Universitas Sumatera Utara
3. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya berasal dari perikanan. 4. Nelayan Musiman, yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif sebagai nelayan. Dari penelitian sebelumnya yaitu Studi tentang aksebilitas rumah tangga nelayan dalam penanggulangan kemiskinan studi kasus di pedesaan pantai Jawa Timur yang dilakukan oleh Sahri Muhammad, Irfan Islamy dan Eko Ganis Sukoharsono (2005) mengatakan dengan kondisi perekonomian pedesaan pantai yang rentan terhadap musim dan perubahan lingkungannya, nelayan memiliki aksesabilitas secara berurutan dari yang paling tinggi sampai ke paling rendah, yaitu: modal (aset) sosial, kemudian modal fisik (keberadaan pangkalan pendaratan ikan, modal SDM yaitu pengetahuan nelayan tentang penangkapan ikan, modal finansial yaitu kemampuan nelayan untuk mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha dan paling rendah adalah modal alam (stok ikan). Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki taraf hidup, hendaknya dilakukan secara komprehensif dengan berbagai pendekatan, baik pendekatan struktural maupun pendekatan kultural. Faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan adalah produksi melaut, curahan waktu kerja produktif, dan biaya produksi atau biaya operasional melaut. Faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan produksi melaut adalah aset kapal, jenis alat tangkap, mutu SDM, harga ikan, daerah penangkapan ikan, dan pengembangan usaha pasca panen dalam rumah tangga. Sedangkan faktor yang berpengaruh terhadap penurunan produksi hasil penangkapan
Universitas Sumatera Utara
ikan adalah bahan bakar minyak (BBM). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya melaut adalah aset kapal, alat tangkap, mutu hasil, dan mut SDM. Berdasarkan perahu/kapal penangkap yang digunakan, nelayan dapat dibagi menjadi: 1. Nelayan berperahu tak bermotor, terdiri dari: a. Nelayan Jukung b. Nelayan perahu papan (kecil, sedang dan besar) 2. Nelayan berperahu motor tempel 3. Nelayan berkapal motor, menurut GT (Gross Ton) terdiri dari: a. < 5 GT b. 5 – 10 GT c. 10 – 20 GT d. 20 – 30 GT e. 30 – 50 GT f. 50 – 100 GT g. 100 – 200 GT h. 200 – 500 GT i. > 500 GT Alat penangkap yang dipakai nelayan, dapat dipakai menjadi pukat harimau (trawl), pukat kantong, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap, pengumpul kerang, jala, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Menurut statusnya, nelayan dapat dibagi menjadi: 1. Nelayan Pemilik, terbagi menjadi nelayan pemilik perahu tak bermotor, dan nelayan pemilik kapal motor yang sering disebut toke. 2. Nelayan Juragan, adalah pengemudi pada perahu bermotor atau sebagai kapten kapal motor. 3. Nelayan buruh, adalah pekerja penangkap ikan pada perahu motor atau pada kapal motor.
2.4.
Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian Bustami Mahyuddin (2001) yang berjudul “Peranan Tempat Pelelangan Ikan terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan di Pelabuhan Ratu” menyatakan bahwa proses pelelangan ikan maka nelayan dapat diuntungkan dengan adanya harga jual ikan standar. Selain itu pembeli memperoleh keuntungan karena harga beli ikan yang cukup wajar. Sedangkan pemerintah daerah mendapat keuntungan berupa PAD. Kemudian masyarakat secara tidak langsung akan merasakan denyut perekonomian karena adanya aktivitas pelelangan ini. 2. Penelitian Zaim Mukaffi (2004) yang berjudul ”Peranan Tempat Pelelangan Ikan terhadap pendapatan nelayan di Pelabuhan Muncar”, hasil analisa menggunakan uji beda dua rata-rata, penelitian ini menguji pendapatan nelayan yang menjual di TPI dan nelayan yang tidak menjual di TPI.
Universitas Sumatera Utara
Kesimpulannya menyatakan bahwa ada perbedaan pendapatan antara nelayan yang menjual ikannya melalui fasilitas TPI maupun tidak. Dari aspek sosial-budaya terlihat bahwa masyarakat nelayan berkomunikasi satu sama lain dan mereka memperoleh informasi di TPI sehingga pada akhirnya akan merubah sikap dan perilaku ke arah yang lebih positif. Masyarakat nelayan sangat mendambakan terselenggaranya pelalangan ikan sesuai dengan peraturan yang ada.
2.5.
Kerangka Pemikiran Adapun Kerangka pemikiran penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 1 adalah
sebagai berikut:
Ikan Hasil Tangkapan
TPI
Sortasi Ikan
Penentuan Harga dan Pelelangan
Pendapatan Nelayan
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis yang akan menjadi
pedoman awal dalam penelitian adalah: 1. Faktor-faktor modal, jumlah jam melaut, pengalaman melaut dan jumlah tangkap mempengaruhi Pendapatan Nelayan. 2. Terdapat perbedaan pendapatan antar Tempat Pelelangan Ikan di Percut dan Pekalongan.
Universitas Sumatera Utara