BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Dalam perkembangan zaman, kepemimpinan itu secara ilmiah kemudian berkembang, bersamaan dengan pertumbuhan scientific management (manajemen ilmiah), yang dipelopori oleh ilmuan Frederick W.Taylor pada awal abad ke-20 dan kemudian hari berkembang menjadi satu ilmu kepemimpinan (Kartono, 2010). Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi prilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sutarto, 1991). Cara pemimpin mempengaruhi bawahan dapat bermacam-macam, antara lain dengan memberikan gambaran masa depan yang lebih baik, memberikan perintah, memberikan imbalan, melimpahkan wewenang, mempercayai bawahan, memberikan penghargaan, memberikan kedudukan, memberi tugas, memberi tanggung jawab, memberikan kesempatan mewakili, mengajak, membujuk, meminta saran, meminta pendapat, meminta pertimbangan, memberikan kesempatan berperan, memenuhi keinginannya,
memberikan
motivasi,
membela,
mendidik,
membimbing,
memberikkan petunjuk, memelopori, mengantarkan, mengobarkan semangat, menegakkan
disiplin,
memberikan
teladan,
mengemukakan
gagasan
baru,
memberikan arah, memberikan keyakinan, mendorong kemajuan, menciptakan perubahan, memberikan ancaman, memberikan hukuman dan lain-lain (Sutarto, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Kepemimpinan dan nilai kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat alamnya dan pengalaman saja, tetapi pada penyiapan secara analisis, perencanaan, penyelidikan, percobaan, supervisi dan pengembangan secara sistematis yang diperoleh melalui pelatihan dan pendidikan (Kartono, 2010). Dalam organisasi, pemimpin terbagi dalam tiga strata utama yakni: 1. Top manager: yang tekanan tugasnya pada pelaksanaan administrasi dalam menyusun rencana, policy dan laporan terdiri dari pada direksi. 2. Middle Manager: eksekutif pelaksanaan rencana dan policy organisasi terdiri dari para kepala bagian. 3. Low Manager: eksekutif di lapangan yang terdiri dari kepala-kepala unit pelaksana, para pengawas di lapangan (Ardana, 2012). 2.1.2. Pendekatan teori kepemimpinan. Ada 3 macam pendekatan teori kepemimpinan, yaitu: 1. Pendekatan teori sifat kepemimpinan. Teori sifat kepemimpinan juga berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan diciptakan artinya seseorang telah membawa bakat kepemimpinan sejak dilahirkan bukan dididik atau dilatih. Pemimpin yang dilahirkan tanpa pendidikan dan latihan sudah dapat menjadi pemimpin yang efektif. Pelatihan kepemimpinan hanya bermanfaat bagi mereka yang memang telah memiliki sifat-sifat kepemimpinan (Sulaiman, 2011). 2. Pendekatan teori perilaku atau gaya/tipe kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sulaiman (2011), gaya kepemimpinan adalah pola prilaku spesifik yang ditampilkan oleh pemimpin dalam upaya mempengaruhi orang lain guna mencapai tujuan organisasi atau kelompoknya. Tipe atau gaya kepemimpinan terdiri dari: 1. Gaya Kepemimpinan Autokratik - Mempunyai orientasi pada tujuan, struktur dan tugas-tugas dengan pengawasan yang ketat, hubungan baik dengan staf diabaikan yang penting staf harus bekerja keras, produktif, dan bekerja tepat waktu. - Menganggap organisasi hanya sebagai milik sendiri, merajai situasi, pemimpinnya berperan a one- man show (pemain tunggal). - Menyamakan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. - Menganggap staf sebagai alat semata. - Tidak mau menerima kritik, setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya dan bawahan tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. - Selalu mengandung unsur paksaan dan hukuman, sikap dan prinsip-prinsipnya sangat konservatif/kuno dan kaku-ketat. - Menggemari berbagai upacara atau seremoni yang menggambarkan kehabatannya dalam arti gila kehormatan. - Pelaksanaan teori x dari Mc Gregor. Kepemimpinan gaya otoriter hanya tepat diterapkan dalam organisasi yang sedang menghadapi keadaan darurat karena sendi-sendi kelangsungan hidup organisasi terancam, apabila keadaan darurat telah selesai gaya ini harus segara di tinggalkan.
Universitas Sumatera Utara
Kelebihannya: a. Pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu. b. Kecepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan dan bertindak. Kerugiannya: a. Suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan, timbulnya ketidakpuasaan. b. Merusak moral, meniadakan inisiatif, menimbulkan permusuhan, agresifitas, keluhan, absen, pindah. c. Kurang disenangi staf karena staf dipaksa bekerja keras agar tugas selesai dengan cepat dan baik. 2. Gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif. - Selalu berorientasi pada manusia mengakui harkat dan martabat manusia, memperhatikan kemampuan dan kepentingan staf. - Senang menerima saran, kritik, dan pendapat staf, aktif mencari masukan dan saran dalam menetukan kebijakan/keputusan dan berpendapat bahwa manusia sumber daya manusia yang merupakan unsur paling strategik. - Selalu mengembangkan diri, terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, tidak ragu-ragu membiarkan para bawahan mengambil resiko dengan catatan bahwa faktor- faktor yang berpengaruh telah diperhitungkan dengan matang. - Wewenang pimpinan tidak mutlak, pemimpin bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan. - Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan dan prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan serta banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan, atau pendapat.
Universitas Sumatera Utara
- Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun antara sesama bawahan. - Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar. - Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada instruktif. - Pemimpin mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas kemampuan masing-masing. - Pemimpin memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak, terdapat suasana saling percaya, saling hormat-menghormati, dan saling harga menghargai. - Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan dengan penekanan tanggung jawab internal (diri sendiri), dan kerjasama yang baik. - Peranan pemimpin adalah memfasilitasi. - Pelaksanaan teori y dari Mc Gregor, efektif digunakan untuk tingkat kematangan staf sedang ke tinggi, dimana staf mampu tapi tidak mau memikul tugas dan tanggung jawab. Keuntungannya : a. Keputusan serta tindakan lebih objektif, timbulnya rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang tinggi. b. Organisasi dengan segenap bagian-bagiannya berjalan lancar, sekalipun pemimpin tersebut tidak ada di kantor karena ada sistem pendelegasian wewenang sehingga masing-masing menyadari tugas dan fungsinya dengan puas dan aman menyandang setiap tugas dan fungsinya.
Universitas Sumatera Utara
Kerugiannya : a. Keputusan serta tindakan kadang-kadang lambat. b. Pekerjaan tidak selesai pada waktunya. Gaya kepemimpinan pada hakikatnya memperlihatkan dua prilaku atau gaya kepemimpinan yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi pada manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas disebut juga autocratic,sedangkan gaya kepemimpinan berorientasi pada manusia disebut democratic. Untuk menjadi pemimpin yang efektif digunakan keseimbangan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dengan gaya kepemimpinan yang berorientasin pada manusia. Gaya kepemimpinan ini disebut gaya kepemimpinan transaksional Sulaiman (2011). Menurut Sulaiman (2011) yang mengutip pendapat dari Tannenbaum mengemukan bahwa pemimpin harus mempertimbangkan tiga kumpulan kekuatan sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu: a. Kekuatan-kekuatan dalam diri pemimpin yang mencakup : (1) sistem nilai, ( 2) kepercayaan terhadap staf, ( 3) kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan (4) perasaan aman dan tidak aman. b. Kekuatan-kekuatan dalam diri staf, meliputi: (1) kebutuhan mereka akan kebebasan, (2) kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, (3) ketertarikan dan keahlian staf untuk penanganan masalah, (4) harapan staf mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan. c. Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup: (1) tipe organisasi, (2) efektifitas kelompok, (3) sifat masalah itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3. Gaya kepemimpinan paternalistik. - Memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang belum dewasa, bahkan seolah-olah mereka masih anak-anak, tipe kepemimpinan kebapaan. - Sifat melindungi. - Sentralisasi pengambilan keputusan dan jarang memberikan kesempatan kepada bawahan mengambil keputusan sendiri serta berinisiatif. - Melakukan pengawasan yang ketat. 4. Gaya atau tipe kepemimpinan Laissez Faire atau delegatif atau santai atau liberal (bebas). - Gaya santai yang berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak menghadapi masalah yang serius dan kalaupun ada, selalu dapat ditemukan penyelesainnya. - Sang pemimpin praktis tidak memimpin dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri, pemimpin tak memiliki ketrampilan teknis dan pemimpin sebagai simbol saja, tidak memiliki kewibawaan, tidak bisa mengontrol anak buahnya, hampir tidak ada pengawasan pada sikap, tingkah laku, kegiatan bawahan. - Pemimpin tipe ini tidak senang mengambil resiko dan lebih cenderung pada upaya mempertahankan status quo,rendah perhatian pada tugas dan pegawai, lingkungan kerja, kesejahteraan pegawai. - Enggan menggunakan sanksi apalagi yang keras terhadap bawahan yang menampilkan prilaku disfungsional atau menyimpang, tetapi sebaliknya senang mengobral pujian.
Universitas Sumatera Utara
- Memperlakukan bawahan sebagai rekan dan karena itu hubungan yang bersifat hirarki tidak disenanginya. - Keserasian dalam interaksi organisasional dipandang sebagai etos yang perlu dipertahankan, tanggungjawab keberhasilan organisasi dipikul orang-per orang. - Efektif digunakan bila pegawai mampu menganalisis dan tingkat kematangan staf pegawai tinggi dimana pegawai mampu dan mau memikul tugas dan tanggung jawab. - Pelaksanaan ekstrim teori y Mc Gregor. Keuntungannya :
- Para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Kerugiannya :
- Membawa kekacauan karena setiap pejabat bekerja menurut selera masingmasing. 5. Gaya atau tipe kepemimpinan kharismatik. - Mempunyai daya tarik dan kekuatan energi yang kuat yang berasal dari latar belakang biografikal, pendidikan, kekayaan, penampilan, sehingga pengikutnya besar, dia dianggap memiliki kekuatan gaib (supernatural power). - Percaya diri yang besar. - Mempunyai visi. - Kemampuan untuk mengartikulasikan visi. - Keyakinan yang kuat tentang tepatnya visi yang dinyatakannya kepada para bawahan.
Universitas Sumatera Utara
- Perilaku yang tidak mengikuti perilaku stereotip. Artinya perilaku yang lain dari yang biasa ditampilkan oleh para pemimpin tipe lainnya, seperti perilaku yang tidak konvensional, tidak sekedar mengikuti arus, dan sering melakukan tindakan yang berani. Jika berhasil dalam praktek, perilaku demikian menimbulkan kekaguman dikalangan para bawahannya yang pada gilirannya berakibat makin tingginya
tingkat
kesediaan
mereka
menjadi
pengikut
pemimpin
yang
bersangkutan. - Peranan selaku agen pengubah dalam arti siap membawa perubahan termasuk perubahan yang radikal dan tidak sebagai pemelihara status quo. - Pemahaman yang mendalam dan tepat tentang sifat lingkungan yang dihadapi termasuk kendala yang ditimbulkannya serta kesiapan untuk menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan perubahan itu. - Mampu membaca situasi organisasional yang dihadapinya dan mampu mengenali karakteristik
para
bawahannya
sehingga
dapat
menyesuaikan
gaya
kepemimpinannya dengan situasi yang dihadapi itu. Karena itulah pemimpin yang kharismatik pada satu saat mungkin menggunakan gaya yang otoriter, pada kesempatan lain menggunakan gaya yang paternalistik, pada waktu lain lagi mungkin bergaya laissez faire, dan tidak menghadapi kesulitan menggunakan gaya yang demokratik. 3. Pendekatan teori kepemimpinan kontingensi/situasional. Dalam suatu kenyataan berorganisasi tidak dapat digunakan prilaku atau gaya kepemimpinan tunggal untuk segala situasi.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu muncul pendekatan yang disebut contingency approach yang apabila diterjemahkan secara harfiah berarti pendekatan kemungkinan. Di atas telah dikemukakan bahwa situasi yang berbeda harus dihadapi dengan prilaku atau gaya kepemimpinan yang berbeda pula, maka pendekatan tersebut dinamakan pula situational approach (pendekatan situasioanal). 2.1.3. Ciri-ciri seorang pemimpin yang efektif-efisien. -
Sifatnya peka terhadap permasalahan lingkungan yang dipimpinnya.
-
Mempunyai kepribadian yang terkontrol tidak emosional, inteligensi tinggi.
-
Sifat pemberani, tidak egoistis atau individualistis, bertanggungjawab, komunikatif.
-
Tidak curiga dan berprasangka buruk pada bawahan, tidak fanatik, tidak bersikap pasif.
-
Memiliki kecerdasan dan ketangkasan pada aspek teknis dari tugasnya.
-
Mau
menempatkan
pembantu-pembantu
yang
cakap
untuk
mengisi
kelemahannya. -
Memiliki sikap terbuka, idenya luas, rendah hati, tidak sombong, mau mendengar aspirasi bawahannya.
-
Berfungsi sebagai wasit-pemisah, bersikap adil, bijaksana agar setiap individu rela berpartisipasi dalam setiap kegiatan, dalam iklim psikologis yang menyenangkan.
-
Berfungsi sebagai penyalur komunikasi (Kartono, 2010).
2.1.4. Kriteria keberhasilan kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
Keberhasilan pemimpin itu pada umumnya diukur dari produktivitas dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan pada dirinya. Bila produktivitas naik dan semua tugas dilaksanakan dengan efektif. Sedang apabila produktivitasnya menurun dan kepemimpinan dinilai tidak efektif dalam jangka waktu tertentu, maka disebut sebagai pemimpin yang gagal (Kartono, 2010). Kepemimpinan Efektif Seorang yang bernama Wendel French mengemukakan tiga faktor yang berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif yaitu: 1) Mengidentifikasi ciri-ciri dasar pribadi. 2) Menyesuaikan skill khusus dengan situasi-situasi khusus. 3) Berusaha untuk memperbaiki iklim organisatoris (Kartono, 2010). 2.1.5. Peranan kepemimpinan. Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak luar organisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk mengingatkan kemampuan organisasi mencapai tujuannya (Siagian, 2009). Peranan atau fungsi kepemimpinan dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu: yang bersifat pengambilan keputusan, interpersonal, informasional, kemudian dijabarkan dalam sepuluh kriteria diantaranya yaitu: pengambilan keputusan, actuating atau penggerakkan atau arahan, motivator, pimpinan, perencanaan dan pengawasan (Siagian, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Di bawah ini akan dikemukakan peranan kepemimpinan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yaitu : a. Peranan pengambilan keputusan Seseorang yang mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan pemimpin dituntut memiliki dalam hal pengambilan keputusan yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi. Ada tiga proses dalam pengambilan keputusan, yaitu: 1. Inteligence activity, yaitu proses penelitian situasi dan kondisi dengan wawasan yang inteligent. 2. Design activity, yaitu proses menemukan masalah, mengembangkan pemahaman dan menganalisis kemungkinan pemecahan masalah serta tindakan lebih lanjut, jadi ada perencanaan pola kegiatan. 3. Choice activity, yaitu memilih salah satu tindakan dari sekian banyak alternatife atau kemungkinan pemecahan masalah (Kartono, 2010). Menurut Kartono (2010) yang mengutip Stuart Chase dalam bukunya The Propers Studi of Mankind (1956). Ada enam cara yang digunakan untuk sampai pada suatu keputusan yaitu: 1. Memohon petunjuk kepada yang Maha Kuasa. 2. Memohon restu dan petunjuk dari orang-orang bijaksana (semakin tua penasihat tersebut, makin baik atau arif petuah-petuahnya). 3. Mendasarkan diri pada firasat dan intuisi sendiri. 4. Menggunakan akal sehat. 5. Mendasarkan diri pada daya pikir yang logis (logika).
Universitas Sumatera Utara
6. Menggunakan cara-cara penyelesaian ilmiah (yaitu disertai penelitian, dan faktual, analisis, verifikasi, bukti-bukti). Sedangkan menurut Kartono (2010) yang mengutip A.F. James Stoner peranan pimpinan dalam pengambilan keputusan adalah dengan tahapan-tahapan: 1. Diagnosa dan mengidentifikasikan masalah. 2. Mengumpulkan dan menganalisis fakta. 3. Mengembangkan beberapa alternatif pemecahan. 4. Mengevaluasi alternatif. 5. Memilih satu alternatif yang terbaik. 6. Menganalisis meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi. 7. Menentukan keputusan terakhir (Kartono, 2010). Empat gaya dasar kepemimpinan dalam proses pengambilan keputusan, yaitu: 1. Intruksi adalah dicirikan komunikasi satu arah dengan tinggi pengarahan dan rendah dukungan. 2. Konsultasi adalah dicirikan komunikasi dua arah dimana adanya prilaku yang mendukung tentang keputusan yang dibuat. Gaya ini adalah gaya prilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan. 3. Partisipassi adalah dicirikan dengan prilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dimana pemimpin saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. 4. Delegasi adalah dicirikan dengan prilaku pemimpin yang rendah dukungan dan pengarahan, karena pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab (Thoha, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan yang berkualitas tinggi adalah: a. Identifikasi dan pendefinisian masalah. b. Mengembangkan solusi alternatif. c. Menilai solusi alternatif. - Kondisi pasti. - Kondisi berisiko. - Kondisi tidak pasti. d. Memilih alternatif. e. Implementasi keputusan. f. Penilaian dan pengendalian (Thoha, 2007). Ada kecenderungan yang kuat khususnya pada sebagian besar organisasi, untuk mulai memusatkan perhatian pada teknik-teknik pengambilan keputusan dari pada mengenali apa yang perlu diputuskan. Jenis kegiatan ini bisa menuntun ke arah kelumpuhan keputusan (decision paralysis), yaitu suatu ketidakmampuan pada sebagian pemimpin untuk membuat keputusan tepat pada waktunya (Thoha, 2007). Jadi keputusan adalah cara, bukan tujuan. Keputusan adalah proses melalui cara mana pemimpin berusaha mencapai beberapa keadaan yang diinginkan. Keputusan merupakan tanggapan para pemimpin terhadap permasalahan. Setiap keputusan adalah akibat dari sebuah proses dinamis yang dipengaruhi oleh banyak kekuatan termasuk lingkungan organisasi dan pengetahuan, kecakapan, dan motivasi pemimpin (Thoha, 2007). b. Perencanaan
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan berfokus pada masa depan, apa yang harus dicapai dan bagaimana esensinya. Perencanaan termasuk aktifitas manajerial yang menetapkan sarana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan. Hasil dari perencanaan adalah suatu dokumen tertulis yang menetapkan serangkaian tindakan yang akan diambil (Azwar, 1994). Perencanaan menurut Azwar (1994) yang mengutip pendapat Breton adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta penyusunan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik. Sedangkan perencanaan menurut Azwar (1994) yang mengutip pendapat dari Loomba
adalah suatu proses menganalisis dan memahami sistem yang dianut,
merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai, memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis efektifitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun perincian selengkapnya dari kemungkinan yang terpilih, serta suatu sistem pengawasan terus-menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara rencana yang dihasilkan dengan sistem yang dianut. Ciri-ciri perencanaan Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri yang harus diperhatikan. Ciri-ciri yang dimaksud secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagian dari sistem administrasi. Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari sistem administrasi secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
2. Dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
3. Berorientasi pada masa depan. Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan. Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya saat ini, tetapi juga pada masa yang akan datang. 4. Mampu menyelesaikan masalah. Suatu perencanaan yang baik adalah yang mampu menyelesaikan berbagai masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi. Penyelesaiaan masalah ataupun tantangan yang dimaksudkan di sini tentu harus disesuaikan dengan kemampuan. 5. Mempunyai tujuan Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkan di sini biasanya dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik. 6. Bersifat mampu kelola. Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam arti bersifat wajar, logis, objektif, jelas, runtun, fleksibel, serta telah disesuaikan dengan sumber daya (Azwar, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Elemen-elemen perencanaan. Ada empat elemen dasar perecanaan, yaitu:
1. Tujuan Tujuan menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan seorang pemimpin untuk dicapai. 2. Tindakan Tindakan adalah sarana, atau aktivitas-aktivitas khusus, yang direncanakan untuk mencapai tujuan. 3. Sumberdaya Sumberdaya terdiri dari: manusia, keuangan, material, metode, pasar, informasi, waktu. Dan sumberdaya merupakan hambatan-hambatan pada rangkaian tindakan. 4. Implementasi Implementasi melibatkan penugasan dan arahan personel untuk melaksanakan rencana tersebut. Unsur-unsur perenanaan 1. Misi - Latar belakang. - Cita-cita. - Tujuan pokok. - Ruang lingkup kegiatan. 2. Perumusan masalah
Universitas Sumatera Utara
- Menggambarkan kualitas dan kuantitas masalah yang ditemukan. - Gambaran ini dapat diukur. Rumusan masalah yang baik mampu menjawab: - Masalah apa yang ditemukan. - Siapa yang terkena masalah. - Berapa besarnya masalah. - Di mana masalah ditemukan. - Kapan masalah tersebut terjadi. 3. Tujuan - Tujuan umum tidak ada tolak ukur. - Tujuan khusus ada tolak ukur (4W+1H). 4. Kegiatan Pokok Tambahan - Kegiatan pada tahap persiapan. - Kegiatan pada tahap pelaksanaan. - Kegiatan pada tahap penilaian. 5. Asumsi Yaitu perkiraan ataupun kemungkinan yang akan dihadapi jika rencana tersebut dilaksanakan. - Asumsi positif. Berbagai faktor penunjang yang akan ditemukan pada waktu pelaksanaan membantu keberhasilan program.
- Asumsi negatif.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai faktor penghambat yang akan ditemukan pada waktu pelaksanaan dapat menggagalkan program. 6. Strategi pendekatan. Pendekatan institusi. - Pelaksanaan program sangat tergantung dengan ada tidaknya dukungan berbagai aparat. - Lebih banyak digunakan wewenang/kekuasaan peraturan, perundang-undangan. Pendekatan kemasyarakatan. - Lebih diutamakan timbulnya motivasi dalam diri masyarakat sendiri. 7. Sasaran Yaitu kepada siapa program kesehatan tersebut diperuntukan. - Sasaran Langsung Sasaran utama yang ingin dituju. - Sasaran Tidak Langsung Sasaran tambahan yang ingin dituju. 8. Waktu - Sebaiknya dirinci untuk tiap kegiatan yang akan dilaksanakan. - Dipengaruhi oleh faktor : Sumber daya. Besarnya masalah. Rumusan tujuan. Strategi pendekatan. 9. Organisasi dan Tenaga Pelaksana
Universitas Sumatera Utara
- Pilih struktur organisasi yang sesuai. - Tentukan hak, kewajiban, serta tugas masing-masing pesonalia. 10. Biaya Beberapa patokan untuk memperkirakan besarnya biaya: - Jumlah sasaran. - Jumlah dan jenis kegiatan. - Jumlah dan jenis personalia. - Waktu pelaksanaan program. - Jumlah dan jenis sasaran/ peralatan yang diperlukan. 11. Metode dan kriteria penilaian ( Azwar, 1994). - Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan suatu program. Langkah-langkah perencanaan: 1. Analisa keadaan dan masalah (analisis situasi). 2. Perumusan masalah secara spesifik. 3. Penentuan prioritas masalah. 4. Penentuan tujuan. 5. Penentuan alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan. 6. Memilih alternatif terbaik. 7. Menyusun alternatif terbaik menjadi rencana operasional. 8. Menyusun rencana sumbar daya untuk pelaksanaan rencana kegiatan (Azwar, 1994). Macam – macam perencanaan A. Ditinjau dari segi jangka waktu berlakunya rencana.
Universitas Sumatera Utara
Jika ditinjau dari jangka waktu berlakunya rencana, perencanaan dapat dibedakan atas tiga macam yakni: a. Perencanaan jangka panjang. Jika berlakunya rencana tersebut antara 12 sampai 20 tahun. b. Perencanaan jangka menengah. Disebut perencanaan jangka menengah, jika masa berlakunya rencana tersebut antara 5 sampai 7 tahun. c. Perencanaan jangka pendek. Disebut perencanaan jangka pendek, jika masa berlakunya rencana tersebut hanya untuk jangka waktu 5 tahun (Azwar, 1994). B. Ditinjaau dari segi frekuensi penggunaan. Jika ditinjau dari frekuensi penggunaan rencana yang dihasilkan, perencanaan dapat dibedakan atas dua macam yakni : a. Digunakan satu kali. Disebut penggunaan satu kali, apabila rencana yang dihasilkan hanya dapat dipergunakan satu kali. b. Digunakan berulang kali. Disebut juga perencanaan standar. Menurut Newman, perencanaan model ini hanya dapat dilakukan, apabila situasi dan kondisi lingkungan normal serta tidak terjadi perubahan yang menyolok (Azwar, 1994). C. Ditinjau dari tingkatan rencana. Jika ditinjau dari tingkatan rencana, perencanaan dapat dibedakaan atas tiga macam yakni:
Universitas Sumatera Utara
a. Perencanaan induk. Disebut sebagai perencanaan induk, apabila rencana yang dihasilkan lebih menitik beratkan pada aspek kebijakan, mempunyai ruang lingkup yang amat luas serta berlaku untuk jangka waktu yang panjang. b. Perencanaan operasional. Disebut sebagai perencanaaan operasional, apabila rencana yang dihasilkan lebih menitik-beratkan pada aspek pedoman pelaksanaan yang akan dicapai sebagai petunjuk pada waktu melaksanakan kegiatan. c. Perencanaan harian. Disebut sebagai perencanaan harian, apabila rencana yang dihasilkan telah disusun secara rinci. Rencana harian ini biasanya disusun untuk program yang bersifat rutin (Azwar, 1994). D. Ditinjau dari orientasi waktu. Jika ditinjau dari orientasi waktu pada waktu melakukan perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan atas dua macam yakni :
a. Perencanaan berorientasi masa lalu-kini. Disebut sebagai perencanaan berorientasi masa lalu-kini, apabila rencana yang dihasilkan semata-mata bertitik tolak dari pengalaman yang pernah diperoleh pada masa lalu saja. b. Perencanaan berorientasi masa depan.
Universitas Sumatera Utara
Disebut sebagai perencanaan berorientasi masa depan, apabila rencana yang dihasilkan memperhitungkan perkiraan-perkiraan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Perencanaan model ini dibedakan atas tiga macam yakni: - Perencanaan redistributif. Pada perencanaan redistributif, sekalipun orientasinya adalah masa depan, tetapi rencana yang disusun tidak atas kajian masa depan yang terlalu mendalam. Perencanaan model ini dilakukan karena kebutuhan yang mendesak saja. - Perencanaan spekulatif. Pada perencanaan spekulatif, sifat spekulatif sangat dirasakan. Kajian tentang masa depan, sekalipun mungkin dilakukan dengan mempergunakan data, tetapi terlalu berani. - Perencanaan kebijakan. Perencanaan kebijakan adalah perencanaan yang sangat berorientasi pada masa depan, serta disusun atas kajian yang seksama dan mendalam terhadap berbagai data yang tersedia (Azwar,1994).
E. Ditinjau dari ruang lingkup Jika ditinjau dari ruang lingkup rencana yang dihasilkan, perencanaan dapat dibedakan atas empat macam: a. Perencanaan strategik.
Universitas Sumatera Utara
Disebut perencanaan strategik, apabila rencana yang dihasilkan menguraikan dengan lengkap kebijakan jangka panjang yang ingin dicapai, serta rangkaian pentahapan kegiatan yang dilakukan. b. Perencanaan taktis. Disebut perencanaan taktis, apabila rencana yang dihasilkan hanya mengandung uraian tentang kebijakan, tujuan serta kegiatan jangka pendek saja. c. Perencanaan menyeluruh. Disebut
perencanaan
menyeluruh,
apabila
rencana
yang
dihasilkan
mengandung uraian yang bersifat menyeluruh. Dalam arti mencakup seluruh aspek dan ruang lingkup berbagai kegiatan yang akan dilakukan. d. Perencanaan terpadu. Disebut perencanaan terpadu, apabila rencana yang dihasilkan jelas menggambarkan keterpaduan antar kegiatan yang akan dilakukan, dan atau dengan kegiatan lain yang telah ada (Azwar, 1994).
Pengawasan Pegawasan ialah suatu proses untuk mengukur penampilan suatu program yang kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Azwar, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan antara pengendalian dengan pengawasan menurut Sulaiman (2011) adalah dari wewenang dari pemangku kedua istilah tersebut. Pengendalian mempunyai wewenang untuk turun tangan melalui koreksi yang tidak dimiliki oleh pengawasan. Pengawasan hanya sebatas memberikan saran dan masukan, sedangkan tindak lanjutnya dilakukan oleh pengendalian. Dalam penerapannya di pemerintah kedua istilah tersebut sering dilakukan bersamaan dan sering tumpang tindih (overlapping), sehingga lebih banyak dipakai istilah pengawasan dan pengendalian (wasdal). Sedangkan menurut Sulaiman (2011) yang mengutip dari Mockler mengartikan pengawasan sebagai suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Dalam Sulaiman (2011) mendefinisikan pengawasan sebagai suatu kegiatan untuk
memperoleh
kepastian
apakah
pelaksanaan
pekerjaan/kegiatan
telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana semula. Kegiatan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi. Pengendalian dilakukan apabila dalam pengawasan ternyata ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan maka segera diambil tindakan koreksi. Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) mempunyai kaitan dengan fungsi prencanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar
Universitas Sumatera Utara
keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpangannya harus dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2004). Ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan pengawasan yang baik yaitu: 1. Objek pengawasan. Yang dimaksud dengan objek pengawasan di sini ialah hal-hal yang harus diawasi dari pelaksanaan suatu rencana kerja. Dan objek pengawasan tersebut banyak macamnya, yaitu: - Objek yang menyangkut kualitas dan kuantitas barang atau jasa. Artinya pengawasan model ini menitik beratkan pandangannya pada barang atau jasa yang dihasilkan oleh program dan bersifat fisik misalnya: cakupan imunisasi, jumlah dan jenis vaksin yang tersedia baik kualitas maupun kuantitas vaksinnya, kualitas pelayanan (komunikasi pada saat pemberian pelayanan). - Objek keuangan misalnya tentang penggunaan dan pemasukan keuangan. Pengawasan terhadap keuangan orgaisasi memerlukan keterampilan khusus. Pengawasan keuangan disebut internal audit. Objeknya adalah kas harian, neraca laporan keuangan, pemanfaatan dana sesuai dengan alokasi, Peraturan Daerah (Perda) tentang penggunaan anggaran.
Universitas Sumatera Utara
- Pelaksanaan program di lapangan sesuai dengan RKO (Rencana Kerja Operasional) yang dibuat oleh tiap-tiap staf. Dan pengawasan pelaksanaan dapat ditinjau dari segi waktu, proses, ruang dan tempat serta standar yang dipakai. - Hal-hal yang bersifat khusus. Pengawasan dapat dilakukan terhadap hal-hal khusus yang ditetapkan sendiri oleh administrator. - Objek yang bersifat strategis. Pengawasan terhadap penerapan instruksi Dirjen Binkesmas. - Pelaksanaan kerja sama dengan sektor lain di tingkat Kabupaten/ Kota atau Kecamatan (Muninjaya, 2004). 2. Metode pengawasan. Yang dimaksud dengan metode pengawasan di sini ialah teknik/cara melakukan pengawasan terhadap objek pengawasan yang telah ditetapkan ( Muninjaya, 2004).
3. Proses pengawasan. Yang dimaksud dengan proses di sini ialah langkah-langkah yang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga pengawasan tersebut dapat dilakukan (Muninjaya, 2004). Pengawasan berhubungan dengan persoalan-persoalan sbb: 1. Membandingkan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana. 2. Mengadakan koreksi-koreksi yang perlu dilakukan (Thoha, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Maka pengawasan dapat kita dinyatakan sebagai proses, dimana pihak pimpinan melihat apakah yang telah terjadi sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Adapun faktor-faktor yang mengharuskan adanya pengawasan sebagai berikut: 1. Sasaran-sasaran individual dan organisatoris biasanya berbeda-beda, maka dengan demikian diperlukan adanya pengawasan untuk memastikan bahwa anggotaanggota bekerja ke arah sasaran -sasaran organisatoris. 2. Pengawasan diperlukan, disebabkan terdapat suatu keterlambataan antara waktu sasaran-sasaran dirumuskan dan sewaktu mereka direalisasikan sehingga menimbulkan deviasi antara hasil yang dicapai dan hasil yang diinginkan (Muninjaya, 2004). Manfaat pengawasan. Jika pengawasan dapat dilakukan dengan cermat akan diperoleh beberapa manfaat. Manfaat yang dimaksud antara lain: 1. Tujuan yang ditetapkan dapat diharapkan pencapaiannya dan selanjutnya pencapaian tersebut adalah dalam kualitas dan kuantitas tertinggi yang direncanakan. 2. Pembiayaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut tidak melebihi apa yang telah ditetapkan, dan bahkan mungkin dapat ditekan, sehingga efisiensi dapat lebih ditingkatkan. 3. Pengawasan yang baik, akan dapat memacu karyawan berprestasi dan berkreasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya (Azwar,1994).
Universitas Sumatera Utara
4. Dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana, dana dsb) sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan program. 5. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan. 6. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan, atau diberikan pelatihan lanjutan (Muninjaya, 2004). Syarat Pengawasan Untuk dapat melakukan serta mendapatkan hasil pengawasan yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yakni: 1. Pengawasan harus bersifat khas. Pengawasan tersebut harus bersifat spesifik atau khas, artinya sasaran dan tujuan yang ingin dicapai serta ditujukan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok. 2. Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan. Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpanan yang terjadi secara tepat, cepat, dan benar. Dengan demikian dalam pengawasan harus ada umpan balik yang dapat dimanfaatkan dengan segera. 3. Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Yang dimaksud fleksibel di sini ialah harus tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi. 4. Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan tersebut artinya harus menyangkut hubungannya dengan struktur organisasi yang telah ada. Di samping itu pengawasan tersebut harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi, artinya harus bersifat ekonomis. 5. Pengawasan harus mudah dilaksanakan. 6. Hasil pengawasan harus mudah dimengerti. Hasil pengawasan harus mudah dimengerti dan harus dapat dimanfaatkan untuk menyusun rekomendasi guna memperbaiki sesuatu yang dipandang tidak tepat (Azwar, 1994). Metode Pengawasan Metode pengawasan yang dapat digunakan banyak macamnya, misalnya: 1. Melalui laporan khusus dan hasil analisa yang dilakukan terhadap laporan khusus yaitu baik berupa laporan lisan dari staf atau masyarakat tentang kemajuan program atau penyalahgunaan wewenang, ataupun laporan tertulis dari sistem pencatatan dan pelaporan program rutin yang dibuat oleh staf, melalui pengawasan pada laporan tertulis ini digunakan untuk pengembangan program. 2. Melalui data statistik yang dikumpulkan yang menyangkut beberapa aspek kegiatan organisasi. 3. Melalui observasi personal yang dilakukan oleh pimpinan atau orang-orang tertentu. 4. Melalui internal audit. 5. Melalui alat elektronik otomatik (Azwar, 1994). Dua jenis standar pengawasan. 1. Standar norma.
Universitas Sumatera Utara
Standar ini dibuat berdasarkan pengalaman staf melaksanakan kegiatan program yang sejenis atau yang dilaksanakan dalam situasi yang sama di masa lalu. 2. Standar kriteria. Standar ini diterapkan untuk kegiatan pelayanan oleh petugas yang sudah mendapat pelatihan. Standar ini terkait dengan tingkat profesionalisme staf. Kedua standar ini digunakan untuk menyusun standar operating prosedur, pedoman kerja petugas, atau penilaan kemampuan seorang petugas kesehatan. Proses Pengawasan Pengawasan pada dasarnya merupakan suatu proses. Proses di sini terdiri dari berbagai pentahapan ataupun langkah-langkah tertentu yang jika disederhanakan sebagai berikut: 1. Merumuskan rencana, rujukan, dan standar pengawasan. Standar yang dimaksud di sini banyak macamnya, karena kesemuanya tergantumg dari objek yang ingin diawasi. 2. Mengukur penampilan. Pengukuran terhadap penampilan yang dicapai banyak macamnya, karena dipengaruhi oleh objek yang akan diawasi. Pengukuran di sini artinya mengukur hasil/prestasi yang telah dicapai staf/organisasi. 3. Membandingkan hasil dengan standar/tolak ukur. Maksudnya adalah membandingkan hasil pengukuran terhadap standar yang telah ditetapkan. Yang dipakai sebagai tolak ukurnya adalah rencana kerja operasional, anggaran, tugas dan wewenang staf, mekanisme kerjasamaa, petunjuk atau peraturan pelaksanaan, dan target kegiatan program.
Universitas Sumatera Utara
4. Menarik kesimpulan dan melaksanakan tindak lanjut. Misalnya: ditemukan penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan, maka perlu ditindaklanjuti, misalnya melakukan koreksi untuk hal-hal yang diperlukan. Tindakan koreksi tersebut dilakukan sesuai dengan faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan. Artinya jika terjadi penyimpangan pimpinan perlu berusaha
lebih
dahulu
untuk
mencari
faktor-faktor
penyebabnya,
dan
menggunakan faktor tersebut untuk menetapkan langkah-langkah intervensinya (Azwar,1994). Jenis Pengawasan Ada tiga jenis pengawasan
yang berkembang pada organisai pemerintahan di
Indonesia: 1. Pengawasan fungsioal dan struktural. Fungsi pengawasan ini melekat (Waskat) pada seseorang yang menjabat sebagai pimpinan lembaga. Peranan setiap pimpinan adalah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan staf yang ada di bawah koordinasinya. Semakin tinggi tingkatan pimpinan akan semakin luas objek dan aspek pengawasannya, terutama yang bersifat strategis. 2. Pengawasan publik. Pengawasan ini dilakukan oleh masyarakat terhadap jalannya pembangunan pada umumnya. Biasanya dilakukan melalui media massa, atau kotak pos. 3. Pengawasan nonfungsional. Fungsi pengawasan yang sifatnya nonfungsional biasanya dilakukan oleh badanbadan yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan (fungsi sosial
Universitas Sumatera Utara
kontrol) seperti DPR, Badan Pengwas Keuangan (BPK) Negara, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan fungsi Inspektorat yang ada di masingmasing departemen, baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi (Muninjaya, 2004). Jadi seorang pimpinan dalam usahanya menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan perlu memperhatikan prinsip pengawasan, yaitu: 1. Pengawasan yang akan dilakukan oleh pimpinan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur. 2. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Tanpa pengawasan atau pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang akan mudah terjadi. 3. Standar untuk kerja (standar of performance) harus dijelaskan kepada semua staf. Karena kinerja staf akan terus dinilai oleh pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan reward kepada mereka yang dianggap mampu bekerja. Jika hal ini dapat dilaksanakan, staf akan lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan komitmennya terhadap kegiatan program sehingga pengawasan akan dapat dilakukan lebih objektif (Muninjaya, 2004). c. Penggerakkan atau pengarahan (Actuating). Penggerakkan atau pengarahan (actuating) atau fungsi penggerakkan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja sama optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, sumber daya yang tersedia. Kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi
Universitas Sumatera Utara
dan penerapan kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu suksesnya fungsi ini (Azwar, 1994). Manfaat Pengarahan Sebagai salah satu dari fungsi administrasi, pekerjaan pengarahan ini adalah amat penting. Pada dasarnya dengan pengarahan tersebut diupayakan agar berbagai keputusan yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Apabila pengarahan dapat dilakukan dengan baik, memang akan diperoleh manfaat yang jika disederhanakan terlihat sebagai berikut: 1. Para pekerja mendapatkan informasi yang tepat tentang segala sesuatu yang akan dikerjakannya. 2. Para pekerja akan terhindar dari kemungkinan berbuat salah dan dengan demikian tujuan akan lebih mudah tercapai. 3. Para pekerja selalu berhadapan dengan dengan
belajar mengajar sehingga
pengetahuan, keterampilan dan kreativitas akan meningkat. 4. Para pekerja akan berada dalam suasana yang menguntungkan yakni terciptanya hubungan pimpinan dan bawahan yang baik (Azwar, 1994). Syarat Pengarahan. Syarat-syarat agar pengarahan dilaksanakan dengan baik adalah sebagai berikut: 1. Kesatuan perintah. Agar pengarahan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan maka perintah atau petunjuk yang diberikan harus terpelihara kesatuannya (unity of command). Perintah yang simpang siur akan dapat membingungkan karyawan atau bawahan. 2. Informasi yang lengkap.
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu memberikan perintah atau petunjuk lengkapilah dengan segala keterangan yang diperlukan (comprehensive information). Keterangan yang dimaksudkan ini sering disusun dalam suatu uraian khusus yang disebut dengan nama petunjuk pelaksanaan. 3. Hubungan langsung dengan karyawan. Agar pengarahan tersebut berjalan sesuai dengan rencana, usahakanlah agar perintah atau petunjuk yang diberikan tersebut dapat diterima langsung oleh karyawan (direct relationship). Sering disebutkan bahwa adanya hubungan langsung antara pimpinan dan karyawan akan membantu kelancaran pengarahan program. 4. Suasana informal. Perintah atau petunjuk yang disampaikan tentu maksudnya untuk dimengerti dan selanjutnya dapat diterapkan oleh karyawan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu terciptanya suasana yang informal (informal situation) dapat membantu. Ciptakanlah suasana informal tersebut sehingga perintah dan petunjuk yang diberikan tidak dirasakan sebagai beban yang terlalu berat. Sekalipun pengarahan dimaksudkan agar setiap karyawan melakukan apa yang telah digariskan, hendaklah harus diingat bahwa pengarahan yang dilakukan jangan sampai mematikan kreasi karyawan. Kalau hal ini sampai terjadi maka inovasi tidak akan muncul dan suasana kerja akan menjadi kaku (Azwar, 1994). Teknik Pengarahan Teknik pengarahan banyak macamnya, beberapa diantaranya yang sering digunakan ialah:
Universitas Sumatera Utara
1) Teknik konsultasi. Pelaksanaan pengarahan dalam bentuk konsultasi misalnya melalui suatu pertemuan atau rapat yang khusus diselenggarakan untuk itu. Pada teknik konsultasi ini pemimpin menyampaikan pengarahannya untuk kemudian dibahas secara bersama. Keuntungan dari teknik ini ialah mengundang peran serta dari karyawan. Kerugiannya ialah jika terlalu sering diselenggarakan dapat menambah beban kerja serta dapat timbul kesan dari karyawan bahwa pimpinan tidak mengetahui apa-apa. 2) Teknik demokratis. Pelaksanaan pengarahan menurut teknik demokrasi ialah dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada karyawan untuk mengajukan pendapat dan saran. Keuntungan dari teknik ini dapat menimbulkan inisiatif karyawan. Kerugiannya dapat menyulitkan pimpinan, terutama jika pendapat atau saran tersebut sulit dilaksanakan dan bertentangan dengan kebijakan organisasi. 3) Teknik otokratis. Di sini pengarahan dilaksanakan secara satu arah yakni dari pimpinan kepada bawahan.
Pimpinan
menetapkan
segalanya,
sedangkan
karyawan
hanya
melaksanakan saja. Keuntungannya dari teknik ini ialah proses pengarahan berjalan cepat. Kerugiannya ialah dapat timbul kesalahan dalam pengarahan. Teknik ini hanya baik jika diterapkan dalam satu
organisasi yang memiliki
kepemimpinan kuat serta pendidikan karyawan masih terbatas. 4) Teknik bebas teratur.
Universitas Sumatera Utara
Di sini pengarahan dilaksanakan tidak terlalu ketat. Biasanya dilakukan jika berhadapan dengan karyawan yang memiliki pengetahuan, keterampilan serta pengalaman yang cukup dalam melaksanakan tugas yang akan dilaksanakan. Kesemua teknik ini mengandung aspek positif dan negatif, tergantung dari penerapannya yang tepat menurut situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi (Azwar, 1994). d. Kepemimpinan Sebagaimana yang dikemukakan di atas bahwa pemimpin adalah seseorang yang mampu dijadikan sebagai pimpinan yang dapat mempengaruhi bawahannya agar dapat bekerja sama guna mencapai tujuan yang ditetapkan. e. Motivator Sebagaimana yang telah dijabarkan pada konsep tentang motivasi yang tersebut di atas bahwa seorang pemimpin harus dapat sebagai motivator yang mana seorang pemimpin dapat mendorong bawahannya atau memberikan motif untuk dapat melakukan sesuai yang kita inginkan dengan cara memenuhi kabutuhannya guna mencapai tujuan yang kita harapkan. 2.2. Puskesmas 2.2.1. Pengertian Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2006). Wilayah kerja puskesmas yang standar secara nasional adalah satu kecamatan.Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes RI, 2004).
2.2.2. Susunan Organisasi Puskesmas A. Susunan Organisasi Puskesmas Susunan organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota
dilakukan
oleh
dinas
kesehatan
kabupaten/kota
sedangkan
penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut: a. Kepala Puskesmas b. Unit tata usaha yang bertanggungjawab membantu kepala puskesmas dalam pengelolaan: - Data dan Informasi - Perencanaan dan Penilaian - Keuangan - Umum dan Kepegawaian c. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas: - Upaya Kesehatan Masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM - Upaya Kesehatan Perorangan
Universitas Sumatera Utara
d. Jaringan Pelayanan Puskesmas: - Unit Puskesmas Pembantu - Unit Puskesmas Keliling - Unit Bidan di Desa/komunitas (Depkes RI, 2004). 2.2.3. Fungsi Puskesmas Adapun fungsi puskesmas terdiri dari: a. Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja Melalui fungsi ini puskesmas diharapkan dapat menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk yang dilakukan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, agar kegiatan yang dilaksanakan berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Dalam melaksanakan fungsinya, kegiatan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
harus
diutamakan
oleh
puskesmas
tanpa
mengabaikan
upaya
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. b. Fungsi pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar perorangan, keluarga dan masyarakat memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat. c. Fungsi pusat pelayanan kesehatan stara pertama Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan yang terdiri dari kegiatan peyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta upaya
Universitas Sumatera Utara
kesehatan masyarakat yang terdiri dari kegiatan pencegahan penyakit (preventif) dan pemeliharaan kesehatan (promotif) (Depkes RI, 2004).
2.2.4. Upaya Kesehatan Puskesmas Sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama, puskesmas wajib melaksanakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. 1. Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan 2. Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan disesuikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar
Universitas Sumatera Utara
upaya pokok puskesmas yang tidak masuk dalam upaya kesehatan wajib dan pelayanan penunjang yaitu: a. Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olah Raga c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat d. Upaya Kesehatan Kerja e. Upaya Kesehatan Gigi Dan Mulut f. Upaya Kesehatan Jiwa g. Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes RI, 2006).
2.3. Motivasi Kerja 2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi kerja dapat dipandang sebagai suatu ciri yang ada pada calon tenaga kerja ketika diterima masuk kerja di suatu perusahaan atau organisasi. Menurut Siagian (2009), mendefinisikan motivasi kerja adalah sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan (Siagian, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hasibuan (2005), motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai tujuan. Motivasi
kerja
merupakan
suatu
modal
dalam
menggerakkan
dan
mengarahkan para karyawan atau pekerja agar dapat melaksanakan tugasnya masingmasing dalam mencapai sasaran dengan penuh kesadaran, kegairahan dan bertanggung jawab (Hasibuan, 2005). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu daya penggerak yang mampu menciptakan kegairahan kerja dengan membangkitkan, mengarahkan, dan berperilaku kerja serta mengeluarkan tingkat upaya untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Kekuatan motivasi tenaga kerja untuk bekerja/berkinerja secara langsung tercermin sebagai upayanya seberapa jauh ia bekerja keras. Karena ada dua faktor yang harus benar jika upaya itu akan diubah menjadi kinerja. Pertama, tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi, tidak mungkin menghasilkan kinerja yang baik. Kedua adalah persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upayanya dapat diubah sebaik-baiknya menjadi kinerja. Diasumsikan bahwa persepsi tersebut dipelajari dari individu dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. Persepsi bagaimana harus dikerjakan, ini jelas sangat berbeda mengenai kecermatannya jika terdapat persepsi yang salah, kinerja akan rendah jika meskipun upaya dan motivasi mungkin tinggi (Sastrohadiwiryo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu cara untuk mengukur motivasi tenaga kerja adalah dengan menggunakan
teori
pengharapan
(expectation
theory).
Teori
pengharapan
mengemukakan adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para individu guna membuat diagnosis permasalahan motivasi. Pengukuran semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja memahami mengapa para tenaga kerja terdorong bekerja atau tidak, apa yang memotivasinya di berbagai bagian bagian dalam perusahaan, dan berapa jauh berbagai cara pengubahan dapat efektif memotivasikan kinerja/prestasi 2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja. Menurut Siagian (2009) faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dapat diketahui berdasarkan karakteristik dari individu yang bersifat khas yang terdiri dari dalapan faktor yaitu : 1. Karakteristik Biografi yang meliputi : a. Usia, hal ini penting karena usia mempunyai kaitan erat dengan berbagai segi kehidupan organisasional. Misalnya kaitan usia dengan tingkat kedewasaan teknis yaitu ketrampilan tugas. b. Jenis kelamin, karena jelas bahwa implikasi jenis kelamin para pekerja merupakan hal yang perlu mendapat perhatian secara wajar. Dengan demikian perlakuan terhadap merekapun dapat disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota organisasi yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
c. Status perkawinan, dengan status ini secara tidak langsung dapat memberikan petunjuk cara, dan teknik motivasi yang cocok digunakan bagi para pegawai yang telah menikah dibandingkan dengan pegawai yang belum menikah. d. Jumlah tanggungan, dalam hal ini jumlah tanggungan seoarang pencari nafkah utama keluaraga adalah semua orang yang biaya hidupnya tergantung pada pencari nafkah utama tersebut, tidak terbatas hanya pada istri atau suami dan anak-anaknya. e. Masa kerja, dalam organisasi perlu diketahui masa kerja seseorang karena masa kerja seseorang merupakan satu indikator kecenderungan para pekerja dalam berbagai segi organisasional seperti: produktifitas dan daftar kehadiran. Karena semakin lama seseorang bekerja ada kemungkinan untuk mereka mangkir atau tidak masuk kerja disebabkan karena kejenuhan. 2. Kepribadian Kepribadian seseorang juga dapat dipengaruhi motivasi kerja seseorang karena kepribadian sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. 3. Persepsi Interpretasi seseorang tentang kesan sensorinya mengenai lingkungan sekitarnya akan sangat berpengaruh pada perilaku yang pada gilirannya menentukan faktor- faktor yang dipandangnya sebagai faktor organisasional yang kuat. 4. Kemampuan belajar
Universitas Sumatera Utara
Belajar adalah proses yang berlangsung seumur hidup dan tidak terbatas pada pendidikan formal yang ditempuh seseorang diberbagai tingkat lembaga pendidikan. Salah satu bentuk nyata dari telah belajarnya seseorang adalah perubahan dalam persepsi, perubahan dalam kemauan, dan perubahan dalam tindakan. 5. Nilai- nilai yang dianut Sistem nilai pribadi seseorang biasanya dikaitkan dengan sistem nilai sosial yang berlaku di berbagai jenis masyarakat di mana seseorang menjadi anggota. 6. Sikap merupakan suatu pernyataan evaluatif seseorang terhadap objek tertentu, orang tertentu dan peristiwa tertentu. Artinya sikap merupakan pencerminan perasaan seseorang terhadap sesuatu. 7. Kepuasan kerja Kepuasaan kerja adalah sikap umum seseorang yang positif terhadap kehidupan organisasionalnya. 8. Kemampuan Kemampuan dapat digolongkan atas dua jenis yaitu kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan fisik meliputi kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas yang bersifat teknis, mekanis, dan repetatif, sedangkan kemampuan intelektual meliputi cara berfikir dalam menyelesaikan masalah. 2.3.3. Ciri-ciri individu yang memiliki motivasi kerja. Menurut McClelland yang dikutip Mangkunegara (2005) terdapat 6 (enam) karakteristik orang yang mempunyai motif yang tinggi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2) Berani mengambil dan memikul resiko. 3) Memiliki tujuan yang realistik. 4) Memiliki rencana kerja
yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasikan tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan. 6)
Mencari
kesempatan
untuk
merealisasikan
rencana
yang
telah
diprogramkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi kerja akan memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi, berani mengambil dan memikul resiko, memiliki tujuan realistik, memiliki rencana kerja, memanfaatkan umpan balik, mencari kesempatan.
2.4. Landasan Teori Landasan teoritis penelitian ini adalah berpedoman pada peranan atau fungsi kepemimpinan menurut Siagian tahun 2009 dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu: yang bersifat pengambilan keputusan, interpersonal, informasional, kemudian dijabarkan dalam sepuluh kriteria diantaranya yaitu: pengambilan keputusan, actuating
atau
penggerakkan
atau
pengarahan,
motivator,
kepemimpinan,
perencanaan dan pengawasan.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka konsep Penelitian variabel bebas
variabel terikat
Peranan Kepemimpinan
Motivasi Kerja
1. Pengambilan keputusan 2. Perencanaan 3. Pengawasan 4. Kepemimpinan 5. Motivator Gambar :2.1. kerangka konsep 6. Actuating
1. Bertanggung Jawab 2. Berani Mengambil Resiko 3. Memiliki Tujuan Realistik 4. Memiliki Rencana Kerja 5. Manfaatkan Umpan Balik 6. Mencari Kesempatan Merealisasikan Rencana
Gambar: 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.6. Hipotesa Penelitian Ada hubungan peranan kepemimpinan dengan motivasi kerja staf puskesmas pada puskesmas kabupaten DATI II Rokan Hulu.
BAB III
Universitas Sumatera Utara