BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Siklus Konversi Kas Konsep siklus konversi kas diperkenalkan oleh Lawrence J. Gitman
pada tahun 1974. Siklus konversi kas merupakan pengukuran dinamis terhadap manajemen likuiditas berjalan atau on going liquidity management (Jose et al., 1996) Jose et al. (1996) mengemukakan bahwa siklus konversi kas mengukur
waktu
antara
pengeluaran
kas untuk sumber daya dan
penerimaan kas dari penjualan produk. Menurut Shin dan Soenen (1998), siklus konversi kas adalah pengukuran jumlah hari antara dana yang didedikasikan
terhadap
persediaan (inventory) dan
piutang dagang
(receivables) dikurangi jumlah hari pembayaran yang ditangguhkan kepada pemasok (supplier). Siklus
konversi
kas,
menyangkut
bagaimana
suatu
perusahaan
mengusahakan agar pengeluaran kas terpegunakan sesuai dengan waktunya agar pengeluaran kas terpakai sesuai dengan waktunya. Jika waktu yang digunakan lebih singkat maka semangkin efisien dan begitu pula sebaliknya. Menurut Lukas Setia Atmaja “siklus konversi kas adalah waktu rata – rata antara penjualan kas untuk sumber daya produktif dengan penerimaan dari penjualan produk. Menurut Brealey et al., siklus konversi kas adalah periode antara pembayaran dari material dan mengumpulkan hasil penjualan. Siklus konversi kas juga dapat dikaitkan sebagai dana kas yang dipakai untuk menghasilkan
8 Universitas Sumatera Utara
produk atau membeli bahan mentah atau barang setengah jadi atau bahan jadi untuk selanjutnya diproses dan di jual kembali dengan harga yang jauh lebih menguntungkan dengan demikian keuntungan tersebut dapat digunakan untuk menambah kas pada perusahaan. Menurut Syarief dan Wilujeng (2009) mendefinisikan siklus konversi kas (SKK) sebagai waktu dalam satuan hari yang diperlukan untuk kas dari hasil operasi perusahaan yang berasal dari penagihan piutang ditambah penjualan persediaan dikurangi dengan pembayaran hutang. Formula untuk menghitung SKK menggunakan persamaan sebagai berikut: SKK = DSO + DSI – DPO Keterangan : SKK = Siklus konversi kas DSO = Periode penerimaan piutang DSI = Periode konversi persediaan DPO = Periode penangguhan utang Masing-masing komponen dari siklus konversi kas adalah sebagai berikut: 1.
Periode penerimaan piutang adalah
periode
waktu lamanya
pembayaran
Semakin
rendah
pengumpulan
piutang
dari
piutang, maka
pembeli.
profitabilitas
perusahaan
periode semakin
tinggi. Nilai DSO terbentuk dari pos-pos piutang usaha (Account Receivable) dan pendapatan usaha (Sales) . Account Receivable biasa disingkat A/R merepresentasikan hasil yang akan didapat oleh
9 Universitas Sumatera Utara
perusahaan dari pelanggan atas barang yang telah dijual atau jasa yang disediakan dimana nilai tunai uang belum diterima. Formula untuk menghitung periode pengumpulan piutang adalah sebagai berikut : DSO = 2.
Periode konversi persediaan adalah periode waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian menjual barang tersebut. Semakin rendah periode konversi persediaan semakin tinggi profitabilitas perusahaan. Formula untuk menghitung periode konversi persediaan adalah sebagai berikut: DSI =
3.
Periode penangguhan utang adalah
periode
waktu
lamanya
penundaan pembayaran utang lancar. Jika periode penangguhan utang meningkat maka periode konversi kas akan mengecil, oleh karena
periode
konversi
kas
menurun
maka
Profitabilitas
meningkat. Di sisi lain, keterlambatan pembayaran tagihan dapat menjadi sangat mahal apabila perusahaan mendapatkan tawaran diskon untuk awal pembayaran. Formula untuk menghitung periode pembayaran hutang adalah sebagai berikut: DPO = Khusus untuk perusahaan operator telekomunikasi selular dimana tidak terdapat COGS dan persediaan maka formula berubah menjadi : Siklus Konversi Kas = DSO – DPO
10 Universitas Sumatera Utara
Pada operator telekomunikasi non selular tidak terdapat pos persediaan sehingga formula untuk operator telekomunikasi dari lini bisnis non selular menjadi: Siklus Konversi Kas = DSO Perusahaaan akan lebih baik jika memiliki nilai siklus konversi kas yang negatif, karena nilai yang positif menggambarkan bahwa perusahaan harus melakukan pendanaan lebih banyak dengan menggunakan hutang pada saat menunggu pembayaran (Uyar, 2009). Nilai SKK yang negatif mengambarkan bahwa semangkin singkat waktu yang dibutuhkan perusahaan menerima pembayaran atas barang dan jasa yang diberikan sebelum melunasi kewajiban kepada kreditur (Hutchison et al., 2007). Sebaliknya periode SKK yang terlalu lama disebabkan karena penggunaan sumber daya tidak efiseien sehingga akan menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan.
SKK dengan nilai positif
mengambarkan bahwa perusahaan memiliki investasi yang cukup tinggi pada operating assets dan harus menggunakan kewajiban untuk pendanaannya. Tujuan perusahaan seharusnnya adalah mempersingkat siklus konversi kas secepat mungkin tanpa menganggu operasi perusahaan. Hal ini akan meningkatkan laba,karena semangkin cepat siklus konversi kas, maka semangkin tinggi kebutuhan pendanaan eksternal dan semangkin besar niaya yang dibutuhkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Anttari dan rza
(2012) dengan
sampel perusahaan yang terdaftar di Karachi stock Exchange (KSE) pakistan juga menunjukan bahwa terdapat kolerasi negatif antara siklus konversi kas dan profitabilitas perusahaaan. Untuk meminimalkan periode siklus konversi kas
11 Universitas Sumatera Utara
manajer harus dapat mmengambil kebijakan yang nantinya dapat menjauhkan perusahaan dari kesulitan keuangan. Siklus konversi kas dapat dipercepat dengan cara (Uyar, 2009): 1. Mengurangi periode konversi persediaan Hal ini dapat dilakukan dengan memproses dan menjual barang secara lebih cepat. Manajer perusahaan harus memastikan bahwa sistem persediaan telah berjalan dengan efektif dan efisien seperti pemesanan dan pengolahan material . 2. Mengurangi periode penerimaan piutang Manajer harus memastikan bahwa perusahaan sudah menjalankan prosedur terhadap piutang secara efektif sehingga dapat mempercepat proses penagihan dan perusahaan tidak mengalami masalah likuiditas. 3. Memperpanjang periode penangguhan hutang. Perusahaan dianjurkan untuk berusaha memperlambat pembayaran yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk lebih dahulu melakukan penagihan kas dari piutang dari pada melakukan penguaran kas untuk pembayaran hutang merupakan salah satu strategi untuk meningkatkam pertumbuhan perusahaan. 2.2
Ukuran Perusahaan Defenisi ukuran perusahaan menurut Rianto (1999:313) adalah “besar
kecilnya perusahaan dilihat dari nilai equity , nilai penjualan atau total aktiva.” Ukuran perusahaan merupakan pengukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menggunakan total aset, penjualan, dan ekuitas total utang dan ukuran perusahaan memiliki korelasi kuat dan positif (Odgen, 1987 dalam Magreta dan Nurmayanti, 2009). Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya.
Semakin besar aktiva suatu
perusahaan maka akan semakin besar pula modal yang ditanam, semakin besar total penjualan suatu perusahaan maka akan semakin banyak juga perputaran uang
12 Universitas Sumatera Utara
dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal masyarakat (Hilmi dan Ali, 2008) Definisi ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008) adalah sebagi berikut: “Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan, atau nilai aktiva” Sedangkan Torang (2012) memberikan definisi: “Ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi” Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total aktiva yang merupakan variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi. UU No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke dalam kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebutt didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut. UU No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut: 1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usaha mikro asset yang harus dimiliki maksimal 50 juta dan omzet maksimal yang dicapai 300 juta.
13 Universitas Sumatera Utara
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usaha kecil asset yang harus dimiliki 50 juta sampai 500 juta dan omzet yang dicapai 300 juta sampai 2,5 miliar. 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria usaha menurut undang-undang ini digolongkan berdasarkan jumlah asset dan omzet yang dimiliki oleh sebuah usaha. Untuk kriteria usa menengah asset yang harus dimiliki 500 juta sampai 10 miliar dan omzet yang dicapai 2,5 miliar sampai 50 miliar. 4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Yogiyanto (2007:282) mengemukakan bahwa: “Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva.” Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Prasetyantoko (2008:257) adalah: “Aset total dapat menggambarkan ukuran perusahaan, semakin besar aset biasanya perusahaan tersebut makin besar.” Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menentukan ukuran perusahaan digunakan ukuran aktiva. Ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari
14 Universitas Sumatera Utara
total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperhalus aset tersebut yang sangat besar dibanding variabel keuangan lainnya. 2.3
Profitabilitas Menurut Sartono (2008:122), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Sedangkan menurut Greuning (2005:29) mengatakan bahwa profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan, modal rata-rata dan ekuitas saham biasa rata-rata. Rasio profitabilitas adalah keuntungan yang merupakan hasil dari kebijakan yang diambil manajemen. Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan (Sutrisno, 2005). Penilaian profitabilitas adalah proses untuk menentukan seberapa baik aktivitas-aktivitas
bisnis
dilaksanakan
untuk
mencapai
tujuan
strategis,
mengeliminasi pemborosan-pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingandengan analisa profitabilitas ini (Simamora, 2000). Profitabilitas dikatakan baik apabila memenuhi target laba yang diharapkan. Profitabilitas yang rendah menunjukkan bahwa tingkat kinerja manajemen perusahaan tersebut kurang baik. Perusahaan yang mempunyai rugi atau tingkat profitabilitas rendah nantinya akan membawa dampak buruk dari
15 Universitas Sumatera Utara
reaksi pasar dan akan menyebabkan turunnya penilaian kinerja suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinngi dapat dikatakan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung berita baik dan perusahaan yang mengalami berita baik cenderung menyerahkan laporan keuangannya dengan tepat waktu (Hilmi dan Ali, 2008). Profitabilitas mempunyai tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan menurut Kasmir (2012), yaitu: 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Sementara itu manfaat yang diperoleh adalah untuk:
16 Universitas Sumatera Utara
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode. 2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Ada beberapa macam rasio yang sering dipakai oleh berbagai lembaga keuangan dalam menghitung tingkat profitabilitas perusahaan. Menurut Mamduh (2009) rasio-rasio ini adalah: 1. Profit Margin Profit margin merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.
Sementara
Profit margin yang rendah menadakan penjualan yang
terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukan ketidakefisienan manajemen. Profit Margin = 2. Net Profit Margin Net profit margin adalah rasio antar laba setelah pajak dengan penjualan yang mengukur laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah penjulan. Disamping itu rasio ini juga digunakan untuk menghitung sejauh mana
17 Universitas Sumatera Utara
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat
penjualan
tertentu. Jadi semakin tinggi net profit margin, maka akan semakin baik kinerja operasional perusahaan. Net profit margin = 3. Return On Asset (ROA) Return on asset adalah rasio keuangan yang menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dan aktiva yang dipergunakan. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik keadaan suatu perusahan, begitu pula sebaliknya. Return On Asset = 4. Return On Equity (ROE) Return on equity adalah rasio keuangan perusahaan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham perusahan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan, apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan semakin besar. Return On Equity =
2.4
Likuiditas Likuiditas
kewajiban
adalah
keuangannya
kemampuan yang
harus
suatu
perusahaan
segera
untuk memenuhi
dipenuhi, atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada saat ditagih (Munawir, 2010). 18 Universitas Sumatera Utara
Menurut Husnan (2003) bahwa “Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi (jangka pendek)”. Menurut Kasmir (2012) menyatakan bahwa Rasio Likuiditas sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa
likuidnya
perusahaan.
Caranya
adalah
dengan
membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu. Likuiditas perusahaan ditentukan oleh dua dimensi pengamatan yaitu statis dan dinamis (Lancaster, et al.,1999; Hutchison, 2002; Moss dan Stine, 1993). Pandangan statis berdasarkan pada rasio keuangan tradisional yaitu current ratio dan quick ratio dengan data yang berasal dari neraca keuangan sementara pandangan dinamis lebih kepada ketersediaan likuiditas berdasarkan hasil operasi perusahaan. Tagihan seorang pemberi kredit jangka panjang, misalnya pemilik obligasi, sebaliknya bersifat jangka panjang, dan karenanya ia akan lebih berminat terhadap kemampuan aliran kas untuk melunasi hutang dalam jangka panjang. Pemilik obligasi mungkin akan menilai struktur modal perusahaan, sumber-sumber dana dan penggunaan dana, profitabilitas selama beberapa periode dan proyeksi profitabilitas di masa yang akan datang. Berikut ini adalah tujuan yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas, yaitu:
19 Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek. 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek tanpa memperhitungkan persediaan. 3. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 4. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. 5. Untuk mengukur seberapa besar perputaran kas. 6. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang. 7. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya. 8. Sebagai alat bagi pihak luar terutama yang berkepentingan terhadap perusahaan
dalam
menilai
kemampuan
perusahaan
agar
dapat
meningkatkan saling percaya. Pada umumnya perhatian pertama dalam analisis keuangan adalah rasio likuiditas, yaitu rasio yang memperlihatkan hubungan (perbandingan) antara kas dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Menurut Fred Weston yang dikutip oleh Kasmir (2012) menyebutkan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang telah jatuh tempo.
20 Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam perusahaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) pada saat ditagih. Selanjutnya menurut Kasmir (2012) rasio likuiditas atau sering juga disebut rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat
dilakukan untuk beberapa periode sehingga
terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu. Tujuannya dari rasio likuiditas adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dari rasio likuiditas ini dapat diketahui apakah perusahaan mampu memenuhi kewajibannya yang akan segera jatuh tempo. Menurut Kasmir (2012) tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas adalah : 1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah
21 Universitas Sumatera Utara
kewajiban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun dibandingkan dengan total aktiva lancar. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap kualitasnya lebih rendah. 4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. 6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan hutang. 7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode. 8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing
masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar. 9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini. Menurut Riyanto (2001) rasio-rasio dalam likuiditas adalah ”current ratio, cash ratio, acid test ratio (quick ratio), dan working capital to total assets ratio”.
22 Universitas Sumatera Utara
a. Rasio lancar (Current Ratio) Rasio umum yang digunakan untuk menganalisa laporan keuangan adalah current ratio yang memberikan ukuran kasar tentang likuditas perusahaan, sebagaimana yang dikemukakan Wals (2003). Perhitungan rasio ini didasarkan pada perbandingan sederhana antara total aktiva lancar dan kewajiban lancar. Aktiva lancar merupakan jumlah likuid, misalnya kas, yang tersedia untuk bisnis. Sementara kewajiban lancar memberikan indikasi kebutuhan akan kas di masa depan. Menurut Horne (2005) ”Rasio lancar adalah aktiva lancar dibagi kewajiban lancar. Ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban lancar dengan aktiva lancar perusahaan”. Sawir (2005) mengatakan: Current Ratio merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo uang. Rasio lancar = b. Cash Ratio (Rasio kontan) Cash Ratio yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dapat diuangakan. Cash Ratio =
23 Universitas Sumatera Utara
c. Acid test Ratio (Rasio Cair atau Quick Ratio) Menurut Sartono (2000) “quick ratio (acid test ratio) adalah rasio antara aktiva lancar dikurangi persediaan dibagi hutang lancar. Rasio ini mengukur solvabilitas jangka pendek tetapi tidak memperhitungkan persediaan karena persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang liquid”. Sedangkan menurut Horne (2005) “acid test ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang likuiditas daripada rasio lancar”. Quick Ratio = d. Working Capital to Total Assets Working capital to total assets digunakan untuk menghitung berapa kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar. Working capital to total assets
adalah
kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid (quick assets). Working capital to total assets = Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa siklus konversi kas terhadap likuiditas mempunyai hubungan yang saling berkaitan. Apabila terjadi perubahan tingkat siklus konversi kas maka akan berpengaruh terhadap tingkat likuiditas. Siklus konversi kas yang cepat menunjukkan perusahaan semakin baik karena kas dapat segera diputarkan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan seperti membayar kewajiban lancarnya.
24 Universitas Sumatera Utara
2.5
Penelitian Terdahulu Dalam
penelitian yang dilakuan oleh Padachi, Kesseven (2006) dalam
risetnya menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara
profitabilitas dan working capital. Hasil lainnya adalah profitabilitas berkurang sejalan dengan bertambahnya waktu siklus konversi kas yang berarti bahwa perusahaan dapat menaikkan profitabilitasnya dengan memperpendek jangka waktu siklus konversi kas. Penelitian oleh Uyar (2009) menyatakan adanya korelasi negatif yang signifikan antara lamanya siklus konversi kas dan ukuran perusahaan, dimana perusahaan yang lebih besar mempunyai waktu siklus konversi kas yang lebih pendek. Temuan lainnya yaitu adanya hubungan negatif yang signifikan antara lamanya siklus konversi kas dan profitabilitas perusahaan. Dalam penelitian yang dilakuan oleh Ebben dan Johnson (2011) yang menjadi fokus penelitian ini adalah liquidity, invested capital dan firm performance pada perusahaan manufaktur dan perusahaan retail di U.S. Penelitian dilakukan pada 3 periode pada perusahaan financial hasilnya menunjukan bahwa siklus konversi kas berpengaruh secara signifikan pada liqudity dan
firm performance.
Sedangkan
siklus
konversi kas
tidak
mempengaruhi manajemen perusahaan. Penelitian oleh Attari dan Raza (2012) dengan menfokuskan pada Firm size dan profitabilitas. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan yang listed di Karachi Stock Exchange menunjukan hubungan negative antara siklus konversi kas dengan firm size yang di hitung dengan menggunakan total Assets
25 Universitas Sumatera Utara
dan memiliki hubungan yang positive antara siklus konversi kas dengan profitability dari perusahaan . Penelitian oleh Margandan (2012) menggunakan variable independen Penelitian efektifitas dewan komisaris, komite audit, kepemilikan keluarga dan transaksi hubungan istimewa dengan menggunakan jenis data primer. Dari hasil penelitian efektifitas dewan komisaris, kepemilikan keluarga dan transaksi hubungan istimewa tidak memiliki hubungan yang signifikant dengan siklus konversi kas, sedangkan komite audit mempunyai hubungan yang signifikan dimana hasil pengawasan yang dilakukan oleh komite audit akan meningkatkan pengolahan modal kerja sehingga periode siklus konversi kas akan lebih pendek. Penelitian yang dilakukan oleh Manyo (2014) dengan variable Return on assets. Penelitian yang dilakukan pada nigerian firm menghasilkan menunjukkan bahwa konversi kas siklus memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap return on asset, menyiratkan bahwa penurunan siklus konversi kas menyebabkan peningkatan profitabilitas perusahaan Nigeria. Penelitian yang dilakukan oleh Toro dan Hartomo (2014) dengan variable independen
profitabilitas perusahaan
profitabilitas
perusahaan
untuk
antar
industri yang
ukuran perusahaan
yang
berbeda dan berbeda. Hasil
penelitian adalah Siklus konversi kas berpengaruh negatif pada profitabilitas perusahaan. Semakin lama siklus konversi kas maka profitabilitas perusahaan akan semakin menurun, dan sebaliknya semakin pendek siklus konversi kas, semakin mampu perusahaan dalam aspek likuditasnya sehingga semakin meningkat profitabilitasnya. Pengaruh siklus konversi kas pada profitabilitas
26 Universitas Sumatera Utara
perusahaan
lebih
dominan dibandingkan
engaruh
current
ratiopada
profitabilitas perusahaan Tidak terdapat perbedaan pengaruh siklus konversi kas pada profitabilitas perusahaan untuk industri yang berbeda. Struktur industri yang berbeda pada sampel yang diamati menunjukkan tidak ada pengaruh terdapat
siklus konversikas yang lebih besar atau lebih kecil pada Tidak perbedaan
pengaruh siklus
konversi
kas
pada
profitabilitas
perusahaan antar ukuran perusahaan yang berbeda. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu No 1
Nama Peneliti Padachi, Kesseven (2006)
Variable Penelitian Variable Dependen: Siklus Konversi Kas Variable Independen: Profitabilitas
2
Uyar (2009)
Variable Dependen: Siklus Konversi Kas Variable Independen: Ukuran perusahaan
3
Ebben Johnson (2011)
dan
Variable Dependen: Siklus Konversi Kas Variable Independen: liquidity ,invested capital dan firm performance
4
Attari dan Raza (2012)
Variable Dependen: Siklus Konversi Kas Variable Independen: Firm size dan profitabilitas
Hasil penelitian Dalam risetnya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara profitabilitas dan working capital. Hasil lainnya adalah profitabilitas berkurang sejalan dengan bertambahnya waktu siklus konversi kas yang berarti bahwa perusahaan dapat menaikkan profitabilitasnya dengan memperpendek jangka waktu siklus konversi kas. Adanya korelasi negatif yang signifikan antara lamanya siklus konversi kas dan ukuran perusahaan, dimana perusahaan yang lebih besar mempunyai waktu siklus konversi kas yang lebih pendek. Temuan lainnya yaitu adanya hubungan negatif yang signifikan antara lamanya siklus konversi kas dan profitabilitas perusahaan. Penelitian dilakukan pada 3 periode pada perusahaan financial hasilnya menunjukan bahwa siklus konversi kas berpengaruh secara signifikan pada liqudity dan firm performance Sedangkan siklus konversi kas tidak mempengaruhi manajemen perusahaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan yang listed di Karachi Stock Exchange menunjukan hubungan negative antara siklus konversi kas dengan firm size yang di
27 Universitas Sumatera Utara
5
Margandan (2012)
Variable Dependen: Siklus Konversi Kas Variable Independen: Penelitian efektifitas dewan komisaris, komite audit, kepemilikan keluarga dan transaksi hubungan istimewa
6
Manyo (2014)
Variable Dependen: Siklus Konversi Kas Variable Independen: Return on assets
7
Toro dan Hartomo (2014)
Variable Dependen: Siklus Konversi Kas Variable Independen: Profitabilitas perusahaan antar industri yang berbeda dan profitabilitas perusahaan untuk ukuran perusahaan yang berbeda
hitung dengan menggunakan total Assets dan memiliki hubungan yang positive antara siklus konversi kas dengan profitability dari perusahaan . Dari hasil penelitian efektifitas dewan komisaris,kepemilikan keluarga dan transaksi hubungan istimewa tidak memiliki hubungan yang signifikant dengan siklus konversi kas,sedangkan komite audit mempunyai hubungan yang signifikan dimana hasil pengawasan yang dilakukan oleh komite audit akan meningkatkan pengolahan modal kerja sehingga periode siklus konversi kas akan lebih pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus konversi kas memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap return on asset, menyiratkan bahwa penurunan siklus konversi kas menyebabkan peningkatan profitabilitas perusahaan Nigeria Siklus konversi kas berpengaruh negatif pada profitabilitas perusahaan. Semakin lama siklus konversi kas maka profitabilitas perusahaan akan semakin menurun, dan sebaliknya semakin pendek siklus konversi kas, semakin mampu perusahaan dalam aspek likuditasnya sehingga semakin meningkat rofitabilitasnya. Pengaruh siklus konversi kas pada profitabilitas perusahaan lebih dominan dibandingkan engaruh current ratiopada profitabilitas perusahaan Tidak terdapat perbedaan pengaruh siklus konversi kas pada profitabilitas perusahaan untuk industri yang berbeda. Struktur industri yang berbeda pada sampel yang diamati menunjukkan tidak ada pengaruh siklus konversikas yang lebih besar atau lebih kecil pada Tidak terdapat perbedaan pengaruh siklus konversi kas pada profitabilitas perusahaan antar ukuran perusahaan yang berbeda.
Sumber:data diolah
28 Universitas Sumatera Utara
2.6
Kerangka Konseptual Penelitian
ini
bertujuan
mempengaruhi ketepatan
untuk
menganalisis
siklus konversi kas.
Ada
faktor-faktor
yang
tiga
yang
faktor
mempengar siklus konversi kas yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas dan likuiditas. Rerangka pemikiran teoritis dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian UKURAN PERUSAHAAN (X1) SIKLUS KONVERSI KAS (Y)
PROFITABILITAS (X2) LIKUIDITAS (X3)
2.6.1
Ukuran Perusahaan dengan Siklus Konversi kas Moss-Stine (1993) dan Shin dan Soenen (1993) mengatakan bahwa
ukuran perusahaan atau skala perusahaan adalah ukuran yang ditentukan dari jumlah total aset yang dimiliki perusahaan, penjulan perusahaan dan tingkat kapitalisasi pasar perusahaan.
Ketiga variable tersebut sering digunakan
untuk mewakili ukuran perusahaan. Semakin besar aset, semangkin banyak modal yang ditanamkan.
Semakin banyak penjualan yang dilakukan
perusahaan, semangkin banyak perputaran uang perusahaan. Dan semangkin besar kapitalisasi suatu perusahaan semangkin dikenal oleh masyarakat. Moss-Stine
(1993)
mengemukakan
bahwa
perusahaan
non-
manufaktur memiliki kolerasi negatif antara ukuran perusahaan dan panjang siklus konversi kas, alasannya adalah perusahaan non-manufaktur umumnya
29 Universitas Sumatera Utara
menjual inventory lebih cepat dan lebih sering menjual produknya dalam bentuk kas. Total aset dapat mempengaruhi panjangnya siklus konversi kas karena komponen total asset yaitu piutang dan persediaan merupakan komponen dari pembentukan siklus konversi kas, maka semangkin besar piutang, dan persediaan akan mempengaruhi DSO,DSI dan DPO. 2.6.2
Profitabilitas dengan Siklus Konversi Kas Menurut Deelof (2003) profitabilitas perusahaan dapat menurun
dengan siklus konversi kas.
Jika biaya diinvestasikan pada modal kerja
meningkat lebih cepat dari pada keuntungan dari menyimpan lebih banyak persediaan atau menawakan kredit bagi custumer. Kolerasi negatif diantara siklus konversi kas dan profitabilitas merupakan konsekuensi dari profitabilitas mempengaruhi siklus konversi kas.
Profitabilitas dapat
mempengaruhi panjang siklus konversi kas melalui komponenya yaitu akun utang, persediaan dan piutang. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang kecil akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membayar tagihan mereka. Hal ini akan memperpanjang jumlah hari utang. Profitabilitas yang menurun karena tingkat penjualan yang rendah juga dapat menyebabkan semangkin banyak inventory yang tersimpan dan tingkat perputaran persediaan menjadi rendah, yang mengakibatkan hari penjualan persediaan semangkin meningkat. Sedangkan kolerasi negatif terjadi antara profitabilitas dengan akun piutang dapat terjadi karena pelanggan ingin lebih banyak waktu untuk
30 Universitas Sumatera Utara
menilai kualitas dari produk yang mereka beli dari perusahaan-perusahaan dengan profitabilitas menurun, yang menyebabkan jumlah hari penjualan piutang perusahaan denagn profitabilitas yang menurun akan panjang. Maka profitabilitas yang menurun memperpanjang siklus konversi kas melalui hari utang, inventory dan piutang semangkin panjang. (Roselin, 2012) Deelof juga menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang meningkat lebih berani menawarkan penjualan kredit kepada pelanggan, hal ini menyebabkan piutang dagang meningkat dan jumlah hari penjualan dalam piutang semangkin kecil dan akhirnya memperpendek masa siklus konversi kas. 2.6.3 Likuiditas dengan Siklus Konversi Kas Tingkat likuiditas merupakan tolak ukur kemajuan perusahaan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Cooke (1989) dalam Marwata (2001) menjelaskan bahwa tingkat likuiditas dapat dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Tingkat kondisi
likuiditas
keuangan
pendeknya.
Semakin
yang
tinggi akan
perusahaan dalam kuatnya
menunjukkan
memenuhi kewajiban
kondisi
keuangan
kuatnya jangka
perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya diikuti dengan risiko yang semakin
tinggi. Kondisi
ini
akan
mendorong
perusahaan
mengungkapkan informasi risiko yang lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel.
31 Universitas Sumatera Utara
Wallace et al (1994) dalam Fitriani (2001) menyatakan bahwa likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen dalam
mengelola keuangan perusahaan. Kinerja yang tinggi juga
berhubungan dengan risiko yang tinggi. Kinerja yang tinggi juga akan mendorong perusahaan untuk melakukan perputaran kas yang tinggi pula. Semangkin tinggi hutang perusahaaan maka akan mempernagruhi likuiditas. Perusahaaan sebisa mungkin memperlama pembayaran hutang usaha agar menjaga kestabilan dari kasnya. Oleh karena itu, erat kaitannya dengan siklus konversi kas dimana dalam rumus dianyatakan periode pembayaran hutang DPO dikurangkan untuk melihat berapa lama siklus konversi kas. Semangkin meningkat DPO maka semangkin kecil ukuran dari siklus konversi kas. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan likuiditas berpengaruh terhadap siklus konversi kas.
Apabila
terjadi
perubahan tingkat likuiditas maka akan berpengaruh terhadap tingkat siklus konversi kas. Siklus
konversi
kas
yang
cepat
menunjukkan perusahaan
semakin baik karena kas dapat segera diputarkan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.
32 Universitas Sumatera Utara