BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri produk jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan baku adalah industri yang menghasilkan bahan baku yang diperlukan pada proses pembuatan suatu obat jadi. Proses pembuatan obat merupakan seluruh rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan, sampai obat jadi untuk distribusi.
2.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu industri farmasi untuk mendapatkan izin usaha sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut: a. Industri farmasi dilakukan oleh Perusahan Umum (Perum), badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi. b. Memiliki rencana investasi. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Universitas Sumatera Utara
d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43/Menkes/SK/II/1988. e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Indonesia, sebagai penanggungjawab produksi dan pengawasan mutu sesuai persyaratan CPOB. f. Obat yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 242/Menkes/SK/V/1990
2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan menjamin agar setiap obat senantiasa dibuat untuk mencapai mutu yang sudah ditetapkan sebelumnya. Aspek–aspek dari CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. 1. Manajemen Mutu Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
pernyataan formal dari manajemen puncak industri farmasi, menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya. Unsur dasar Manajemen Mutu adalah: a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada. b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu yang disebut pemastian mutu atau quality assurance. Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu – Pemastian Mutu – CPOB – Pengawasan Mutu Manajemen Mutu (Memberikan arahan kebijakan tentang mutu) ↓ Pemastian Mutu (Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu) ↓ CPOB (Menghindarkan atau meminimalkan resiko yang tidak dapat dideteksi melalui serangkaian tes misalnya kontaminasi dan tercampurnya produk) ↓ Pengawasan Mutu (Bagian dari CPOB yang fokus pada pelaksanaan pengujian lingkungan, fasilitas, bahan, komponen dan produk sesuai dengan standar)
Universitas Sumatera Utara
2. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu) dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Kepala bagian Produksi, Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi. Apoteker sebagai supervisor langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu
hendaknya
memiliki keterampilan serta pengalaman praktis yang mencakupi dalam bidang yang berkaitan dengan tugasnya. Masing-masing kepala bagian tersebut memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu. CPOB menyatakan bahwa jumlah karyawan disemua tingkatan hendaknya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang sesuai dengan tugasnya. Selain itu karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugas dan mempunyai sikap serta kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka karyawan tersebut hendaknya dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun prinsip mengenai CPOB. Dimana pelatihan tersebut dilakukkan secara berkesinambungan dan diikuti oleh seluruh atau sebagian karyawan. Setelah pelatihan, dilakukan evaluasi dan dilakukan penilaian apakah terjadi peningkatan kerja karyawan. Jumlah karyawan pun harus cukup tersedia untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan dalam rangka mencapai kualitas obat yang diharapkan. 3. Bangunan Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi serta perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Di dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah dipertimbangkan kesesuaian dengan kegiatan lain, tata letak ruang produksi agar mengikuti urutan tahap produksi, luasnya ruang kerja yang memungkinkan penempatan peralatan, terlaksananya kegiatan, dan pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan rancang bangun yang perlu diperhatikan pada suatu industri farmasi adalah sebagai berikut: 1. Mengikuti alur kerja produksi yang bertujuan untuk mencegah terlewatnya salah satu rangkaian produksi, memudahkan pengawasan, mencegah kontaminasi silang dan terhambatnya arus kegiatan. 2. Luas ruangan kerja memadai, sehingga penempatan peralatan dan bahan-bahan dapat teratur dan memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, arus barang, arus komunikasi dan pengawasan yang efektif. 3. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai tempat lalu lintas umum atau sebagai tempat penyimpanan, kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses. 4. Tersedianya ruangan terpisah untuk membersihkan peralatan dan untuk menyimpan bahan pembersih. 5. Kamar ganti dan tempat penyimpanan pakaian berhubungan langsung dengan daerah pengolahan tetapi terpisah dari daerah produksi. 6. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi, tetapi letaknya terpisah dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik. 7. Konstruksi bangunan hendaklah kokoh, kedap air dan dapat melindungi dari pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya, seperti masuk dan bersarangnya hewan. 8. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, langit-langit, pintu dan jendela) hendaklah rata dan halus, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka, mudah dibersihkan, tahan desinfektan dan tidak merupakan tempat pertumbuhan mikroorganisme. Sudut-sudut antar dinding, lantai dan langitlangit di daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.
Universitas Sumatera Utara
9.
Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan memiliki bak kontrol serta ventilasi yang baik.
10. Bangunan harus dilengkapi dengan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan sistem pengendalian udara untuk mencegah kontaminasi silang. Pemasangan pipa dan instalasi lain di daerah produksi haruslah tidak menimbulkan lubang yang dalam, yang sulit dibersihkan dan sedapat mungkin dipasang di luar daerah produksi. 11. Daerah penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur. Daerah penyimpanan ini hendaknya cocok untuk melaksanakan pemisahan bahan awal dan bahan pengemas yang dikarantina, diluluskan, ditolak serta produk kembalian. Hendaknya disediakan daerah khusus untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar, yang mudah meledak, yang sangat beracun, narkotika dan obat berbahaya lainnya. 4. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan Peralatan yang digunakan untuk pembuatan obat harus memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan secara tepat, sehigga mutu yang dirancang bagi tiap produksi obat terjamin secara
Universitas Sumatera Utara
seragam dari bets ke bets, selain itu hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur, serta dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Perawatan juga hendaklah dilakukan menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya di luar atas yang telah ditentukan. 5. Sanitasi dan Higiene Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya higiene. Dimana higiene merupakan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan sumber lain yang menjadi pencemar pada produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi terhadap personalia antara lain kebersihan dan higiene bagi semua karyawan yang berhubungan dengan proses pembuatan oleh karyawan yang ditugaskan bekerja di daerah bersih dan daerah steril hendaklah diseleksi dengan seksama untuk memasukan ketaatan terhadap disiplin yang berlaku dan tidak mengidap penyakit ataupun membawa bahaya mikrobiologi yang tidak normal
Universitas Sumatera Utara
terhadap produk atau bahaya lainnya. Oleh karena itu, karyawan harus selalu menjalani pemeriksaan kesehatan dan hendaklah mengenakan pakaian kerja yang bersih sesuai dengan tugas yang mereka laksanakan termasuk penutup kepala yang memadai, masker dan sarung tangan. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan hendaklah memiliki konstruksi dan rancangan yang sesuai untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti toilet, locker, bak cuci, tempat penyimpanan bahan bersih, rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan lain-lain. Untuk itu perlu ada prosedur tertulis untuk sanitasi bangunan dan fasilitasnya yang memaparkan secara terperinci jadwal serta metode pembersihan meliputi peralatan dan bahan yang akan digunakan, penanganan terhadap air limbah, sampah dan bahan buangan lainnya. Sanitasi terhadap perlengkapan dan wadah bahan produksi juga dilakukan. Untuk itu perlu adanya prosedur tertulis mengenai pelaksanaan pembersihan peralatan pokok serta meyakinkan bahwa wadah bekas produksi bets sebelumnya sudah dibersihkan. Keefektifan pembersihan dan pencucian yang dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ditetapkan hendaklah divalidasi secara kimiawi dan mikrobiologi. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan. 6. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan produk yang memenuhi persyartan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Tahapan produksi meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Bahan awal Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok b. Validasi proses Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. c. Sistem penomoran Bets dan Lot Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.
Universitas Sumatera Utara
d. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara lengkap. e. Pengolahan Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan didokumentasian. Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap pengolahan. f. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu. g. Obat kembalian Produk jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke bets berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Produk jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali atau diolah
Universitas Sumatera Utara
ulang ke bets berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis oleh bagian pengawasan mutu. h. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang produk jadi Karantina produk jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum produk jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan mutu meluluskan suatu bets atau lot, produk jadi tersebut hendaklah dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang produk jadi. i. Pengawasan distribusi produk jadi Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu. j. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. k. Perjanjian kontrak Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik (disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut pemberi kontrak). Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah memiliki izin operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan bentuk sediaan obat yang akan dikontrakan. l. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB.
Universitas Sumatera Utara
7. Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan dan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak hanya terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan CPOB, baik yang kritis yang berdampak besar maupun yang berdampak kecil. Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam, perlu adanya daftar pemeriksaan yang berisi hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, sarana, gudang bahan baku dan bahan pengemas, ruang timbang dan penyerahan,
Universitas Sumatera Utara
produksi, daerah pengisian, penandaan dan pengemasan, gudang produk jadi, pengawasan mutu, pemeliharaan gedung dan peralatan, dokumentasi dan rekayasa/teknik. Tim inspeksi diri minimal 3 orang ahli dibidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB. Anggota tim bisa berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar perusahaan dan bebas dalam memberikan penilaian. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pelaksanaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak (CPOB, 2006). 9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Produk kembalian adalah produk jadi yang telah keluar dari industri atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
keraguan akan identitas, mutu, kemanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis. Penarikan kembali produk jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh produk jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang merugikan kesehatan. Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjutnya yang sesuai. Prosedur dalam menghadapi keluhan terutama tentang kualitas produk adalah sebagai berikut: 1. Membuat laporan keluhan yang lengkap. 2. Menetapkan karyawan yang ditugaskan untuk menangani keluhan. 3. Melakukan evaluasi dan penelitian dokumen pembuatan dan pengkajian arsip bets yang bersangkutan. 4. Bila perlu melakukan pengujian dan penelitian laboratorium. 5. Melaporkan hasil evaluasi dan penelitian. 6. Menetapkan tindakan selanjutnya yang meliputi penarikan kembali obat dari pasaran, penghentian peredaran, perbaikan-perbaikan yang diperlukan atau melakukan
penghentian
produksi
dan
peredaran
produk
jadi
yang
bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
10. Dokumentasi Dokumentasi merupakan bagian essensial dalam mengoperasikan suatu industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Untuk memenuhi kebutuhan ini ada berbagai jenis dokumen
yang
diperlukan,
antara
lain
Spesifikasi
Dokumen
Produksi
Induk/Formula Pembuatan. Prosedur Tetap (Protap), metode dan instruksi, laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan saja. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk jadi dari awal sampai akhir. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia. Dokumentasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dokumen produksi, dokumen pengawasan mutu, dokumen penyimpanan dan distribusi, dokumen pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan, dokumen penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan pemusnahan obat,
Universitas Sumatera Utara
dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan inspeksi diri, dan pedoman dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan. 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing – masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Sebelum surat perjanjian kontrak ditandatangani hendaklah Pemberi Kontrak mengaudit calon Penerima Kontrak dengan menggunakan daftar periksa yang dapat menyimpulkan bahwa calon Penerima Kontrak dapat melakukan pekerjaan pembuatan produk yang akan dikontrakkan dengan memuaskan. Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing–masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten, yang mempunyai pengetahuan yang sesuai dibidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
12. Kualifikasi dan Validasi Semua perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam proses pembuatan obat hendaklah divalidasi. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrumen dan alat ukur), dan validasi (prosedur dan proses). CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. a. Kualifikasi Kegiatan kualifikasi bertujuan untuk mendokumentasikan dan menjamin bahwa alat/sistem yang dikualifikasi sesuai dengan desain yang diinginkan, dirakit/dipasang sesuai dengan spesifikasi, dapat beroperasi sesuai dengan petunjuk pengoperasian dan memberikan kinerja yang sesuai dengan pengadaan alat/sistem. Adapun kriteria alat yang harus dikualifikasi, yaitu sebagai berikut: 1. Alat yang berpengaruh langsung terhadap mutu produk yang menggunakan alat tersebut. 2. Alat yang memerlukan tingkat stabilitas yang tinggi, diperlukan kualifikasi (paling tidak kualifikasi operasi, dan kualifikasi kinerja) pada jangka waktu tertentu untuk menjamin bahwa kualifikasi operasi dan kualifikasi kinerja masih sesuai dengan ketentuan.
Universitas Sumatera Utara
3. Alat yang dalam operasinya mensyaratkan satu hasil kinerja tertentu dan harus tercapai dalam pemakaian alat untuk produksi (contoh : oven, otoklaf, dan lainlain. 4. Apabila ada keraguan apakah alat masih menunjukkan operasi atau kinerja seperti yang disyaratkan. Dalam pelaksanaan kualifikasi, terlebih dahulu dibuat suatu protokol kualifikasi.
Protokol
tersebut
harus
disetujui
oleh
pihak-pihak
yang
berkepentingan sebelum pelaksanaan kualifikasi. Protokol harus memuat segala prosedur yang dibutuhkan untuk melaksanakan kualifikasi. Hasil dari kualifikasi dimuat dalam laporan kualifikasi, laporan ini juga memuat kesimpulan apakah peralatan memenuhi persyaratan kualifikasi atau tidak. Kualifikasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1. Kualifikasi Rancangan atau Design Qualification (DQ). Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa spesifikasi teknik peralatan yang
dipakai
telah
memenuhi
rancangan
untuk
proses
pembuatan,
pemeriksaan, dan sesuai dengan persyaratan CPOB terbaru. 2. Kualifikasi Instalasi atau Installation Qualification (IQ). Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, peralatan penunjang (utility) atau peralatan untuk proses pembangunan telah dibangun atau dipasang sesuai dengan spesifikasi rancangannya. 3. Kualifikasi Operasi atau Operational Qualification (OQ). Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa bangunan, sarana penunjang (utility) dan peralatan untuk proses produksi beroperasi sesuai dengan spesifikasi rancangannya.
Universitas Sumatera Utara
4. Kualifikasi Kinerja atau Performance Qualification (PQ). Yaitu tindakan pembuktian terdokumentasi bahwa pabrik, sistem, atau peralatan beroperasi secara konsisten dan akan selalu menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi atau kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Validasi Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Validasi terdiri dari: 1. Validasi Proses Berlaku untuk pembuatan sediaan obat, yang mencakup validasi (initial validation) proses baru, validasi bila terjadi perubahan proses dan validasi ulang. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (Validasi Prosfektif), validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (Validasi Konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (Validasi Retrospektif). 2. Validasi Pembersihan Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. Hendaklah digunakan metode analisa tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran. 3. Validasi Metode Analisa Tujuan validasi metode analisa adalah untuk mengetahui bahwa metode analisa sesuai dengan tujuan penggunaannya. Metode analisa hendaklah jelas dan mudah dimengerti karena hal ini akan menentukan karakteristik validasi yang perlu dievaluasi. Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : akurasi, presisi, ripitabilitas, intermediate precision, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantisasi, linieritas, dan rentang.
2.4 PIC/S (Pharmaceutical Inspection Co-Operation Scheme) PIC
(Pharmaceutical
Inspection
Co-operation)
dan
PIC/S
(Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme ) adalah dua instrumen internasional antar negara dan merupakan otoritas inspeksi farmasi, yang bersama-sama aktif dalam melaksanakan konstruksi dibidang GMP (Good Manufacturing Practice) melalui pengembangan dan promosi harmonisasi standar GMP dan dokumen standar, pelatihan para analis, menilai (dan menilai kembali) inspeksi, serta memfasilitasi kerjasama dan jaringan untuk pihak berwenang dan organisasi internasional. PIC (Pharmaceutical Inspection Convention) didirikan pada bulan Oktober 1970 oleh EFTA (European Free Trade Association). Anggota awal PIC terdiri dari 10 negara anggota EFTA pada waktu itu, yaitu : Austria, Denmark, Finlandia, Islandia, Liechtenstein, Norwegia, Portugal, Swedia, Swiss dan
Universitas Sumatera Utara
Kerajaan Inggris. Keanggotaan PIC kemudian diperluas mencakup Hungaria, Irlandia, Rumania, Jerman, Italia, Belgia, Perancis dan Australia. Di awal tahun 1990-an disadari suatu ketidaksesuaian antara Konvensi dan hukum Eropa, sehingga tidak mungkin bagi negara-negara baru untuk diakui sebagai anggota PIC. Australia adalah negara terakhir yang menjadi anggota dari PIC pada Januari 1993. PIC/S dan PIC beroperasi bersama secara paralel, keduanya dapat disebut sebagai PIC/S. Sebelum suatu negara menjadi anggota PIC/S, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah negara tersebut memiliki peraturan dan kompetensi yang diperlukan sesuai dengan ketentuan PIC/S. Penilaian yang dilakukan oleh delegasi PIC/S ini melibatkan pemeriksaan otoritas dan sistem lisensi, sistem mutu, persyaratan, pelatihan, dan untuk mengamati pelaksanaan GMP secara aktual. Tujuan utama: • Kesamaan pengakuan inspeksi sesama anggota. • Harmonisasi persyaratan GMP (Good Manufacturing Practice). • Kesamaan sistem inspeksi. • Pelatihan inspektor. • Pertukaran informasi sesama anggota. • Kepercayaan sesama anggota.
2.5 Kompetensi Apoteker dalam Industri Farmasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur tentang pekerjaan kefarmasian, dalam bagian ketiga yaitu tentang pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, menyebutkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
industri farmasi harus memiliki setidaknya 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Untuk memenuhi tuntutan peran apoteker di industri farmasi, maka seorang apoteker harus memiliki beberapa kompetensi antara lain: 1.
Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran produk jadi secara efektif, terutama dalam hal pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.
2.
Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa/bahan aktif terapeutik atau eksipen baru yang lebih baik/aktif.
3.
Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula sediaan obat, pilot plant dan up-scaling.
4.
Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal maupun produk jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan awal, produk jadi dan kemasan.
5.
Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan ketentuan lain dalam rangka menghasilkan produk yang baik/bermutu tinggi.
6.
Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi/proses manufaktur atau pembuatan sediaan obat.
7.
Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan obat sesuai dengan cara laboratorium yang baik (Good Laboratory Practice) dan CPOB untuk menjamin mutu produk yang akan dipasarkan serta untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.
8.
Mampu melakukan pengemasan produk dengan bahan pengemas yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
9.
Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu kadaluarsa produk.
10. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru. 11. Mampu melaksanakan pemeriksaan/pengujian yang sesuai untuk keperluan perbaikan mutu produk dan proses yang sudah ada. 12. Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses. 13. Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga profesional kesehatan lain. 14. Mampu melaksanakan pengelolaan persediaan (inventory) yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin pemeliharaan kualitas bahan selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan yang ada.
Universitas Sumatera Utara