BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Obat Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
193/Kab/B.VII/71 memberikan definisi berikut untuk obat: “Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan
diagnosis,
mencegah,
mengurangkan,
menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperoleh atau memperindah badan atau bagian badan lainnya (Joenoes, 2001). Obat jadi yakni obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I atau buku lain. Obat essensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksi terapi dan rehabilitasi. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memperoduksinya. Obat generik yaitu obat dengan nama resmi yang yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan Internasioanl Non Proprietary Names WHO untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Tjay dan Rahardja, 2007). 2.2
Tablet Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet dapat berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Goeswan, 2008). Universitas Sumatera Utara
Zat tambahan yang digunakan dapat berupa zat pengisi yang berfungsi untuk memperbesar volume tablet, contohnya saccharum lactis dan amylum; zat pengikat yang berfungsi agar tablet tidak pecah dan dapat merekat, contohnya gom arab; zat penghancur yang dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut, contohnya amylumn dan agar-agar serta zat pelicin yang dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan, contohnya talkum, magnesium dan asam stearat. Tablet dapat digunakan untuk tujuan pengobatan lokal atau sistemik. Berbagai bentuk khusus tablet dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenal orang (Anief, 1994; Syamsuni; 2006). Tablet sangat baik disimpan dalam wadah yang tertutup rapat ditempat yang kelembabannya yang rendah, serta terlindung dari temperatur yang tinggi. Tablet khusus yang cenderung hancur bila kena lembab dapat disertai dengan pengering dalam kemasannya. Tablet yang dirusak oleh cahaya dismpan dalam wadah yang dapat menahan masuknya sinar / cahaya agar dapat bertahan lebih lama (Ansel, 1989). 2.2.1 Jenis-Jenis Tablet 1. Tablet Salut Gula, tablet kompresi ini mungkin diberi lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak, lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan. 2. Tablet Salut Enterik yaitu tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur di lambung tapi di usus. 3. Tablet Sublingual atau Bukal yaitu tablet yang disisipkan di pipi dan dibawah lidah biasanya berbentuk datar, tablet oral yang direncanakan larut dalam kantung pipi atau dibawah lidah untuk diadsorpsi melalui mukosa oral.
Universitas Sumatera Utara
4. Tablet Kunyah, dimaksudkan untuk dikunyah memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Tablet ini digunakan untuk formulasi tablet multivitamin dan antasida. 5. Tablet Effervescent yaitu tablet berbuih dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam effervescent atau bahan-bahan lain yang mampu menjelaskan gas ketika bercampur dengan air. 6. Tablet Triturat, tablet ini bentuknya kecil dan silinder serta biasanya mengandung sejumlah kecil obat keras. 7. Tablet Hipodermik yaitu tablet untuk dimasukkan kebawah kulit, merupakan tablet triturat, asalnya dimaksudkan untuk digunakan oleh dokter dalam membuat larutan parenteral secara mendadak. 8. Tablet Lepas Lambat, dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia dalam jumlah waktu tertentu setelah obat diberikan (Ditjen POM, 1995). 2.2.2 Keunggulan Bentuk Sediaan Tablet Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang sangat populer, dimana hampir sebagian besar bentuk sediaan farmasi terdapat dalam bentuk tablet (hampir 60%). Hal ini didukung oleh beberapa keunggulan yang dimiliki oleh tablet, yaitu: a. Tablet dapat diproduksi dalam skala besar dan dengan kecepatan produksi yang sangat tinggi sehingga lebih murah b. Memiliki kecepatan dosis tiap tablet / tiap unit pemakaian c. Lebih stabil dalam bentuk kering d. Dapat dibuat produk untuk berbagai profil pelepasan e. Mudah dalam pengepakan (blister atau strip) dan transportasi f. Pasien dapat membawa kemana pun dengan mudah Universitas Sumatera Utara
g. Produk dapat dengan mudah diidentifikasi dengan memebrikan tanda / logo di punch atau dengan printing h. Dapat dengan mudah digunakan sendiri oleh pasien tanpa bantuan tenaga medis (Sulaiman, 2007). 2.3
Maag Penyakit maag (dyspepsia) didefinisikan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak
nyaman di sekitar uluh hati. Dyspepsia yang paling dikenal adalah radang lambung (gastritis). Gastritis merupakan peningkatan produksi asam lambung sehingga terjadi iritasi lambung, gejala yang khas pada gastritis berupa nyeri atau perih pada uluh hati meskipun baru saja makan. Peradangan pada lambung tidak hanya disebabkan oleh konsumsi makanan yang dapat meningkatkan produksi asam lambung, tetapi juga dapat dikarenakan injeksi sejumlah bakteri. Jika kondisinya sudah parah maka infeksi bakteri akan menyebabkan borok-borok pada lambung atau tukak lambung (Tambunan, 1994; Yuliarti, 2009). Penyebab rasa nyeri dan perih adalah karena berkurangnya daya tahan selaput lendir-lendir dinding lambung yang dalam keadaan normal sangat tahan terhadap asam klorida (Tjay dan Rahardja, 2007). 2.3.1 Gejala Klinis Penyakit Maag Adapun gejala–gejala yang sering ditunjukkan pada penyakit maag yaitu: 1. Rasa terbakar di lambung dan akan menjadi semakin parah ketika sedang makan 2. Mual-mual 3. Muntah 4. Kehilangan nafsu makan 5. Merasa lambung sangat penuh sehabis makan 6. Berat badan menurun (Yuliarti, 2009). Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Penyebab Penyakit Maag Adapun faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya sakit maag yaitu: 1. Infeksi bakteri Infeksi
akibat
bakteri
Helicobacter
pylori
pada
lambung
bisa
menyebabkan peradangan mukosa lambung. Infeksi yang disebabkan bakteri ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak. Sering kali, bakteri ditularkan melalui feses, ludah, termasuk alat makan yang tidak dicuci dengan bersih. Bakteri ini kemudian tinggal di dalam perut hingga dewasa. 2. Obat penghilang nyeri Mengkonsumsi obat-obat penghilang rasa nyeri seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen yang selalu sering dapat menyebabkan penyakit maag. 3. Alkohol Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan mengikis permukaan lambung sehingga asam lambung dengan mudah akan mengikis permukaan lambung (Yuliarti, 2009). 2.4
Antasida Antasida merupakan salah satu golongan obat yang bekerja mengurangi
keasaman cairan lambung di dalam rongga lambung yang diberikan secara oral dan selain itu dapat pula menetralkan asam lambung secara lokal. Ada tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu pertama secara langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal mempunyai pH 1 sampai 2 dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas. Antasida akan mengurangi rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan melindungi mukosa lambung terhadap perusakan oleh pepsin (Anwar, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Penggolongan Antasida Secara klinis antasida dapat dibagi atas 2 golongan: a. Antasida kuat, yaitu antasida yang mempunyai aktivitas netralisasi asam yang efektif, termasuk: Natrium bikarbonat, Kalsium karbonat dan Magnesii oksid. b. Antasida tidak kuat, karena mempunyai kapasitas netralisasi asam lambung relatif kecil, termasuk: semua antasida selain diatas, terutama Aluminium hidroksida gel. Pemberian antasida dalam dosis yang cukup kuat mempercepat proses penyembuhan pada ulkus peptikum (Munaf, 1994). Berdasarkan pengaruhnya terhadap keseimbangan asam basa dan elektrolit dalam tubuh, anatsida dibagi menjadi 2 yaitu: a. Antasida nonsistemik, yaitu antasida yang mempunyai kation yang membentuk senyawa-senyawa yang tidak larut dalam usus dan tidak dapat diabsorbsi, sehingga tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh namun hanya mempengaruhi kemasaman cairan dalam saluran cerna. Misalnya Aluminium hidroksida dan Kalsium karbonat. b. Antasida sistemik, yaitu antasida yang tidak membentuk kompleks yang tidak larut dan ion-ionnya dapat diserap oleh usus halus sehingga dapat merubah keseimbangan asam basa dan elektrolit dalam tubuh dan dapat menimbulkan alkalosis. Misalnya Na-bikarbonat (Anwar, 2000). 2.4.2 Indikasi Antasida 1. Pemberian antasida dapat mengurangi rasa nyeri pada ulkus peptikum 2. Mengurangi hiperasiditas 3. Mengobati rasa panas di uluh hati (heart burn) 4. Mencegah pembentukan batu fosfat dalam ginjal Universitas Sumatera Utara
5. Mencegah pembentukan batu / kristal obat-obat yang menyebabkan pH urin menjadi asam 6. Efek samping konstipasi pada penggunaan antasida dapat mengobati penyakit diare (Munaf, 1994). 2.4.3 Efek Samping Antasida Pemberian antasida dalam dosis besar secara terus-menerus dapat memberikan efek samping sebagai berikut: 1. Alkalosis (karena diserapnya kation-kation antasida), retensi cairan dan gejala keracunan Mg dengan depresi SSP (karena diserapnya Mg) dapat terjadi pada pemakaian antasida 2. Perubahan fungsional usus besar, dapat berupa: • Konstipasi pada pemakaian Ca-karbonat • Diare pada pemakaian preparat Mg • Susah buang air besar akibat pemakaian hidrat garam-garam aluminium yang terdapat di dalam usus besar terpisah dari tinja dan menjadi keras sehingga susah dikeluarkan. Untuk mencegah efek samping diatas dianjurkan untuk menggunakan kombinasi • Alkalosis terjadi pada penggunaan Na-bikarbonat • Gangguan absorpsi atau sekresi obat lain. Antasida dapat menghambat absorpsi obat-obat seperti: tetrasiklin, digoksin, fenitoin, isoniazid dan obat-obat yang bersifat asam (Anwar, 2000). 2.5
Kalsium Karbonat Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan karbonat pertama yang digunakan
sebagai antasidum yang memiliki efek baik, cepat dan efektif dapat menetralisasi asam lambung. Kalsium dapat mengaktivasi dan kemudian berlanjut dengan bertambahnya sekresi gastrin dan HCl. Kalsium karbonat kemudian akan Universitas Sumatera Utara
menghasilkan rasa gembung perut dan banyak sendawa (Tjay dan Rahardja, 2007). 2.5.1 Sifat Kalsium Karbonat Sifat-sifat kalsium karbonat adalah sebagai berikut: Sinonim
: Calcii Carbonas, Kapur, Stomagel
Berat Molekul
: 100,09
Rumus Empiris
: CaCO3
Pemerian
: Berbentuk kristal atau serbuk, tidak berwarna atau putih tak berbau dan tidak berasa
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air dan tidak larut dalam etanol
(Ditjen POM, 1995). 2.5.2 Efek Samping Sindroma yang dapat timbul akibat penggunaan kalsium dalam jumlah besar dapat berbentuk hypercalcemia, pengurangan ekskresi hormon parathypoid, retensi fosfat, pengendapan garam Ca di dalam ginjal, disfungsi ginjal serta menyebabkan perdarahan pada saluran cerna. Pada lansia lebih sering dijumpai sembelit. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat ini: • Sebagian obat ini dapat diabsorpsi sehingga akan meningkatkan kadar kalsium dalam darah, maka sebaiknya jangan diberikan lebih dari 20 gram sehari. • Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal jangan lebih dari 4 gram sehari (Anwar, 2000). Potensi cukup kuat, mulai kerja cepat dan berlangsung lama. Kejelekan obat ini adalah dapat menimbulkan acid rebound dan dapat pula mengakibatkan milk alkali syndrome. Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 gram. Pemberian 4 gram
Universitas Sumatera Utara
kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan pemberian 8 gram mengakibatkan hiperkalsemia ringan (Munaf, 1994). 2.5.3 Mekanisme Kerja Sebagai antasida, kalsium karbonat menetralkan asam lambung sambil melepaskan gas karbondioksida yang diduga merangsang dinding dengan mencetuskan perforasi dari tukak. Pertama-tama terjadi peredaan nyeri, tetapi segera disusul oleh rasa nyeri yang lebih hebat akibat bertambahnya pelepasan asam (Tjay dan Rahardja, 2007). 2.6
Metode Penetapan Kadar Kalsium Karbonat
2.6.1 Titrasi Kompleksometri Titrasi
kompleksometri
yaitu
titrasi
berdasarkan
pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks membentuk hasil berupa kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi kompleks biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri seperti yang menyangkut penggunaan EDTA (Khopkar, 2002). 2.6.2 Prinsip Titrasi Kompleksometri Larutan yang mengandung ion logam dititrasi dengan zat pembentuk kompleks (EDTA) menghasilkan kompleks yang stabil dan larut dalam air. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan indikator logam (Rivai, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Indikator Biru Hidroksi Naftol Merupakan inidkator yang berbentuk serbuk hablur, berwarna biru dan mudah larut dalam air. Pada pH 12-13, indikator ini memberikan warna kuning kemerah-merahan dengan ion kalsium dan berwarna biru gelap jernih dengan dinatrium edetat berlebih (Dirjen POM, 1995). 2.6.4 Macam-macam Titrasi Kompleksometri Ada berbagai macam titrasi kompleksometri yaitu: a. Titrasi langsung Titrasi langsung merupakan metode yang paling sederhana. Larutan ion yang ditetapkan ditambah dengan buffer, misalnya buffer pH 10 lalu ditambah indikator logam yang sesuai dan dititrasi langsung dengan larutan baku dinatrium edetat. b. Titrasi kembali Titrasi ini untuk logam yang mengendap dengan hidroksida pada pH yang dikehendaki untuk titrasi, untuk senyawa yang tidak larut misalnya kalsium sulfat, kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat lambat dan ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium edetat daripada dengan indikator. c. Titrasi substitusi Cara ini dilakukan bila ion logam tersebut tidak memberikan titik akhir yang jelas apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga jika ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium edetat lebih stabil daripada logam lain seperti magnesium dan kalsium.
d. Titrasi tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
Titrasi tidak langsung digunakan untuk menentukan kadar ion-ion seperti anion yang tidak beraksi dengan EDTA, akan tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. e. Titrasi alkalimetri Pada metode ini, proton dari dinatrium edetat dibebaskan oleh logam berat dan kemudian dititrasi dengan larutan baku alkali yang sesuai. Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini, sebelum dititrasi dalam suasana netral terhadap indikator yang digunakan (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara