BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung
bertindak
untuk
kepentingan
pribadi
dan
bukan
untuk
memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam
rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka. Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dlam modal perusahaan. Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal denga agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dala hal-hal yang tidak ada kaitannya denga kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah, sehingga diperlukan peran pihak ketiga yaitu auditor independen untuk mengevaluasi pertanggungjawaban keungan manajemen dan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Auditor sebagai pihak yang independen dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan
kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan. Prinsipal mengharapkan auditor memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan. Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2007). Auditor bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, dan mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2.1.2 Kualitas Audit Istilah kualitas audit dapat memiliki makna yang berbeda tergantung dari sudut pandang penerima atau pemberi jasa audit. Entitas pemilik maupun pihak pengguna laporan keuangan berpendapat bahwa kualitas audit terjadi jika auditor dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji material atau kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan auditan. Sedangkan para auditor memandang kualitas audit terjadi apabila mereka berkerja sesuai standar profesional yang ada, dapat menilai resiko bisnis audit dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko litigasi dan meghindari kajatuhan reputasi auditor (Harom, 2012). De Angelo (1981a) dalam Al-Thuneibat et al. (2010) mendefinisikan kualitas audit sebagai sebuah kemungkinan bahwa auditor akan mendeteksi dan melaporkan salah saji material. Proses pelaporan yang dilakukan oleh auditor
tergantung kepada independensi auditor untuk mengungkapkan pelanggaran tersebut. Kualitas audit terdiri atas kualitas sebenarnya (actual) dan dirasakan (perceived). Actual Quality adalah tingkat dimana resiko dari pelaporan salah saji material dalam rekening keuangan berkurang, sementara Perceived Quality adalah seberapa efektif pengguna laporan keuangan percaya bahwa auditor telah mengurangi salah saji material. Perceived audit quality yang lebih tinggi dapat membantu mempromosikan investasi pada klien yang diaduit (Taylor, 2005 dalam Jackson et al., 2008). Diantara sasaran utamanya, yang ingin dicapai dari kualitas audit adalah meningkatkan kualitas dari tugas pelaporan keuangan manajemen (Dopuch dan Simunic, 1982; Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Al-Thuneibat et al., 2011). Meningkatkan kualitas dari pelaporan keuangan menambah nilai bagi laporanlaporan yang diajdikan alat bagi investor untuk memperkirakan nilai dari perdagangan saham. Peningkatan kualitas adalah sebuah fungsi tidak hanya deteksi auditor atas salah saji material, tetapi juga perilaku auditor terhadap deteksi ini. Maka dari itu, jika auditor memperbaiki salah saji material yang ditemukan, kualitas audit yang lebih tinggi dihasilkan, sementara itu kegagalan untuk memperbaiki salah saji material dan belum mampu mengeluarkan laporan audit yang bersih, menghalangi peningkatan kualitas audit (Johnson et al., 2002 dalam Al-Thuneibat et al., 2011).
2.1.3 Opini Going concern Dalam penelitian ini, opini going concern digunakan sebagai proksi variabel Kualitas Audit. Going Concern dapat didefinisikan sebagai kelangsungan hidup suatu entitas (Novalinda, 2012). Dalam akuntansi, going concern diartikan kemampuan perusahaan untuk dapat mempertahankan kegiatan usahanya dan terus berfungsi sebagai entitas bisnis (wikipedia, 2012). Laporan audit dengan unqualified opinion sebagai inti informasi yang dikomunikasikan selalu bertumpu pada asumsi bahwa perusahaan memnuhi syarat sebagai suatu entitas yang going concern. Keterpenuhan atau sebaliknya ketidakterpenuhan prinsip going concern ini akan mempengaruhi opini yang harus diberikan oleh auditor. Perbedaan opini auditor yang harus diberikan tersebut akan mengharuskan perubahan dalam format laporan auditor. Auditor harus melakukan modifikasi atas laporan auditor yang dikeluarkannya (Novalinda, 2012). Tipe pendapat (Opini Auditor) dalam SA seksi 508 (SPAP, 2011) : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. 2. Bahasa Penjelasan ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam laporan auditnya. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. 4. Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat
auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Keadaan tertentu sering kali mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan dalam laporan audit baku. Salah satu keadaan tersebut adalah jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup (going concern) entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai (SPAP, 2011). Opini going concern merupakan bagian dari paragraf penjelasan yang ditambahkan dari opini yang diberikan auditor dalam laporan auditnya. PSA No.30 Seksi 341 membahas mengenai “Pertimbangan Auditor atas Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan kelangsungan Hidupnya”. Paragraf 2 dari PSA tersebut menyebutkan : “Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit. Evaluasi auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang ada atau yang telah terjadi sebelum perkerjaan lapangan selesai. Suatu perusahaan didirikan dengan harapan akan beroperasi untuk waktu yang tidak terbatas atau diasumsikan akan melanjutkan usahanya dan tidak akan dibubarkan kecuali ada bukti bahwa perusahaan tidak dapat memperoleh atau meningkatkan pendapatan di masa yang akan datang dan kelangsungan hidupnya akan terancam oleh kebangkrutan. Perusahaan-perusahaan yang mengalami
persoalan dengan going concern umumnya disebabkan karena ketidakpastian dari dua sumber yaitu kesulitan keuangan (financial distress) dan proses pengadilan (ligitation). Auditor harus memperoleh informasi tentang rencana manajemen dan mempertimbangkan apakah ada kemungkinan bila rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan, mampu mengurangi dampak negatif yang merugikan (Novalinda, 2012).
2.1.4 Masa Perikatan Auditor – Klien ( Audit Tenure ) Audit Tenure adalah Masa Perikatan (keterlibatan) antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dan klien terkait jasa audit yang disepakati atau dapat juga diartikan sebagai jangka waktu hubungan auditor dan klien. Isu mengenai Audit Tenure biasanya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap independensi auditor. AlThuneibat et al. (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hubungan yang lama antara auditor dan kliennya berpotensi untuk menciptakan kedekatan antara mereka, cukup untuk menghalangi independensi auditor dan mengurangi kualitas audit. Namun, Jackson et al. (2008) memiliki pandangan yang berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan Al- Thuneibat et al. (2011). Mereka menyimpulkan bahwa kualitas audit akan meningkat dengan adanya hubungan antara auditor dan klien. Carey dan Simnett (2006) berpendapat ada dua faktor utama yang menimbulkan timbulnya hubungan yang negatif antara hubungan auditor-klien dan kualitas audit yaitu pengikisan independensi yang mungkin muncul seiring
dengan berkembangnya hubungan pribadi antara auditor dan klien mereka dan berkurangnya kapasitas auditor untuk memberikan penilaian kritikal. Hubungan yang lama antara perusahaan dengan kantor akuntan dapat mengarahkan pada kedekatan antara kantor akuntan dengan manajemen perusahaan sehingga membuat sikap independen menjadi sulit untuk diterapkan oleh kantor akuntan (Dao et al., 2008). Dalam investigasi yang dilakukan oleh American Institute of Certified Accountants (AICPA) dalam Al-Thuneibat et al., 2011, ditemukan bahwa kegagalan audit tiga kali lebih mungkin pada dua tahun pertama dari ikatan yang dibuat dibandingkan dengan tahun-tahun berikutnya. Penelitian tersebut melakukan survei terhadap 406 kasus kegagalan audit. Dua penelitian yang memeriksa gugatan yang melibatkan auditor (St Pierre dan Anderson, 1984; Stice, 1991 dalam Al-Thuneibat et al., 2011) menemukan bahwa kegagalan audit lebih umum terjadi pada tiga tahun atau kurang dalam hubungan auditor-klien. Auditor dengan perikatan yang panjang, dibandingkan dengan auditor dengan perikatan yang pendek, lebih mungkin untuk mengeluarkan opini going concern untuk klien yang kemudian menyatakan kebangkrutan (Geiger dan Raghunandan, 2002 dalam Al-Thuneibat et al., 2011). Hubungan antara auditor klien bisa disimpulkan akan berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Disatu sisi, hubungan auditor-klien yang panjang akan memungkinkan auditor dan manajemen mencapai kenyamanan dalam pekerjaan yang dapat mengancam independensi auditor tersebut. Namun disisi lain hubungan auditor-klien yang panajang juga bisa saja mempunyai dampak
posistif terhadap kualitas audit, dengan argumen bahwa auditor akan mengenali dan sangat memahami proses bisnis perusahaan dan perilaku manajemen. Kemudian jika perusahaan menggunakna jasa auditor baru, maka auditor tersebut butuh masa pengenalan dan penyesuaian terhadapa bisnis kliennya yang akan sedikit mengganggu efektifitas dan efisiensi proses audit.
2.1.5 Ukuran Kantor Akuntan Publik (Audit Firm Size) ukuran kantor akuntan publik dalam penelitian ini diproksikan dengan reputasi kantor akuntan publik tersebut, yang diwakili dengan kantor akuntan publik big four dan non big four. Kantor akuntan publik dengan reputasi big four dipastikan memiliki klien yang lebih banyak daripada akuntan publik non bigfour. Hal ini didasari pada kualitas auditor yang ada dalam kantor akuntan yang punya reputasi big four, yang dianggap memiliki kualitas dan pengalaman yang lebih baik dari auditor kantor akuntan non big four. Choi et al. (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa secara umum, kantor akuntan publik internasional dengan nama besar (seperti big four) atau keahlian industri bisa menyediakan laporan auditan dengan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan kantor akuntan yang relatif kecil yang kurang nama besar atau keahlian industri. Dengan demikian, ukuran kantir akuntan publik yang berklasifikasi bigfour akan memberikan hasil audit yang lebih baik dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang tidak terklasifikasi big four. Berdasarkan sumber dari Wikipedia (2011), terdapat empat KAP besar di Indonesia yang berafiliasi dengan KAP Big 4, diantaranya :
a. KAP Purwantono, Suherman & Surja – berafilisiasi dengan Ernst & Young. b. KAP Osman Bing Satrio – berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu c. KAP Siddharta dan Widjaja – berafiliasi dengan KPMG, dan d.
KAP
Tanudiredja,
Wibisana
&
Rekan
–
berafiliasi
dengan
PricewaterhouseCoopers (PwC).
2.1.6 Ukuran Perusahaan Klien Perusahaan besar memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik dibandingkan perusahaan kecil (Fernando et al., 2010). Dari sudut pandang Perceived Quality, ketika baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil memperoleh tingkat kepercayaan yang sama dari pengguna laporan keuangan bahwa laporan keuangan mereka telah bebas dari salah saji material, bagi perusahaan kecil tingkat kepercayaan ini menjadi lebih efektif. Outcome yang diperoleh perusahaan kecil ketika output (kepercayaan pengguna laporan keuangan) telah dicapai lebih besar dibandingkan perusahaan besar. Bagi perusahaan kecil, kepercayaan pengguna laporan keuangan bukan hanya mampu mempromosikan investasi mereka (Taylor, 2005 dalam Jackson et al., 2008), namun tentu saja membuat perusahaan mereka lebih diperhatikan publik dan investor. Sedangkan, bagi perusahaan besar yang sudah menjadi perhatian dan sorotan publik, tingkat kepercayaan ini hanya membantu dalam mempromosikan investasi. Sehingga dari sudut pandang Perceived Quality, jasa audit pada perusahaan kecil lebih berkualitas dibandingkan dengan perusahaan besar dan tercipta hubungan negatif.
2.1.7 Rotasi Audit (Audit Rotation) Dharmasaputra dan Nafi (2007) dalan Hartadi (2009) menyatakn bahwa geger skandal akuntansi dan laporan keuangan raksasa energi Amerika serikat, Enron Corporation pada 2001 mendorong banyak negara memperketat peraturan tentang KAP. Dan salah satunya adalah perlu tidaknya melakukan rotasi audit Rotasi audit (audit rotation) masih menjadi suatu perdebatan oleh para praktisi akuntansi karena dianggap hanya menimbulkan atau menambah biaya yang tidak perlu. Adityasih (2007) dalam Hartadi (2009) berpendapat bahwa pembatasan hanya dilakukan kepada akuntan publik, bukan kepada kantor akuntan, dengan begitu klien tidak perlu berpindah-pindah kantor akuntan. Dalam artikel Hartadi (2009) dimuat Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 yang berkaitan dengan rotasi audit adalah sebagai berikut: Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik yang merupakan penyempurnaan atas Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 dan No.359/KMK.06/2003 dengan alasan demi menjaga kualitas auditor dengan cara melakukan pembatasan masa pemberian jasa akuntan publik, diharapkan akan mendapatkan reaksi positif dari meningkatnya kualitas aduitor, tetapi disisi lain sejak Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 yang dirubah dengan KMK No.359/KMK.06/2003 tentang jasa akuntan publik merupakan KMK yang banyak mengundang perhatian dan pro-kontra dari para akuntan praktisi karena pada KMK tersebut pertama kali diperkenalkannnya rotasi bagi praktik akuntan publik di indonesia. Menurut PMK No.17/PMK.01/2008, rotasi kantor akuntan publik harus dilakukan setiap enam tahun sekali dan untuk akuntan publik harus dirotasi tiga tahun sekali. Hubungan yang ada antara rotasi audit dengan kulaitas audit adalah rotasi audit akan meningkatkan kualitas audit, karena rotasi audit secara berkala dapat
menjaga independensi auditor, sehingga sulit untuk dipengaruhi atau ditekan oleh pihak manajemen.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Keseragaman pemilihan penelitian terdahulu menimbulkan persamaan dan perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan. Persamaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada penggunaan variable kualitas audit sebagai varibel dependen. Perbedaannya sendiri terletak pada Perusahaan yang menjadi objek penelitian, dimana penelitian yang akan dilakukan berfokus pada perusahaanperusahaan manufaktur yang telah listing di Bursa Efek Indonesia, sedangkan penelitan-penelitian
terdahulu
dilakukan
terhadap
Perusahaan-perusahaan
Amerika (Choi et al., 2010; dan Dong Yu, 2007 ), Australia (Jackson et al., 2008), dan Yordania (Al-Thuneibat et al., 2011); Periode penelitian yaitu untuk penelitian yang akan dilakukan mengambil periode tahun 2006-2010; serta perbedaaan Lingkup negara penelitian yang tentu saja memiliki nilai-nilai dan kebjaksanaan yang berbeda antara masing-masing negara. Penelitian yang dilakukan Al-Thuneibat et al. (2011) mengambil objek perusahaan-perusahaan yang listing di Amman Stock Exchange pada periode 2002-2006. Mereka menganalisis hubungan antara lamanya perikatan auditor (hubungan auditor-klien) dengan kualitas audit serta pengaruh ukuran perusahaan audit terhadap hubungan tersebut. Audit Tenure diukur dengan melihat berapa jumlah tahun sebuah KAP memberi jasa audit pada laporan keuangan perusahaan tertentu. Kualitas audit diukur dengan menggunakan pendekatan Kebijaksanaan
akrual (discretionary accruals). Ukuran perusahaan audit diukur dengan menghitung nilai pasar saham. Hasil dari penelitian mereka adalah bahwa audit tenure (hubungan auditor-klien) mempengaruhi kualitas audit secara negatif. Jackson et al. (2008) meneliti tentang pengaruh dari kewajiban yang dibuat untuk melakukan rotasi KAP terhadap kualitas audit. Variabel audit tenure ditambahkan karena kecenderungan bahwa rotasi KAP dilakukan untuk menghindari terciptanya hubungan yang dekat antara auditor dan klien. Mereka mengukur kualitas audit dengan dua pendekatan, kecenderungan untuk menerbitkan opini going concern dan tingkat kebijaksanaan akrual. Objek penelitian mereka adalah praktek auditor switching yang dilakukan perusahaanperusahaan di Australia pada periode 1995-2003. Kesimpulan yang diambil adalah bahwa kualitas audit akan meningkat dengan adanya hubungan yang dekat antara auditor-klien ketika diproksikan dengan kecenderungan untuk menerbitkan opini going concern dan tidak berpengaruh ketika diproksikan dengan tingkat kebijaksanaan akrual. Dong Yu (2007) meneliti bagaimana pengaruh ukuran kantor audit Big Four terhadap kualitas audit. Objek Penelitiannya adalah perusahaan-perusahaan di Amerika yang diaudit oleh KAP Big Four periode 2003-2005. Kesimpulan penelitiannya adalah terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara ukuran perusahaan audit (KAP) dengan kualitas audit. Kesimpulan yang didapat sesuai dengan asumsi awalnya yaitu bahwa kantor akuntan yang lebih besar menghasilkan audit yang berkualitas lebih baik.
Fernando et al. (2010) meneliti tentang dampak dari Ukuran auditor, auditor spesialisasi industri dan masa jabatan auditor terhadap biaya modal ekuitas perusahaan klien. Mereka mencoba melihat perbedaan pengaruh antara variabelvariabel tersebut berdasarkan ukuran perusahaan klien. Fernando et al. (2010) melakukan penelitian terhadap perusahaan keuangan dengan mengambil data dari Center for Research in Security Prices (CRSP) dan Institutional Brokers’ Estimate System (IBES) untuk tahun 1990-2004. Mereka mengukur Audit Tenure dengan menghitung masa jabatan auditor terhadap klien. Spesialisasi industri diukur dengan persentase dari total penjualan yang dilakukan klien pada industri tertentu selama tahun tertentu. Ukuran klien diukur dengan menghitung logaritma natural dari nilai pasar ekuitas dengan terlebih dahulu mengelompokkan perusahaan menjadi jenis perusahaan besar dan perusahaan kecil. Hasil penelitian mereka menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, ukuran auditor, spesialisasi industri dan masa jabatan adalah penentu yang penting atas kualitas audit dirasakan (perceived). Ketiga karakteristik tersebut berhubungan negatif dengan biaya modal ekuitas. Kedua, mereka menemukan bahwa hasil tersebut didorong oleh klien yang kecil, sehubungan dengan atribut kualitas audit dihargai lebih tinggi oleh klien yang lebih kecil. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan ringkasan dari penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan:
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1 AlThuneibat, Ibrahim Al Issa dan Atta Baker (2011)
Topik Variabel Penelitian Penelitian Analisis Variabel dampak dari Independen: lamanya Audit hubungan Tenure dan kantor auditUkuran klien dan Kantor ukuran kantor Audit audit terhadap kualitas audit Variabel Dependen: Kualitas Audit Melakukan Variabel analisis Independen: pengaruh Rotasi mandat untuk kantor melakukan audit. rotasi audit Variabel terhadap Dependen: peningkatan Kualitas audit kualitas audit
2
Andrew B. Jackson, Michael Moldrich, dan Peter Roebuck. (2008)
3
Michael Meneliti Dong Yu bagaimana (2007) pengaruh ukuran kantor audit dengan kualifikasi Big Four terhadap kualitas audit
Teknik Analisis Regresi logistik
Hasil Penelitian Audit Tenure mempengaruhi kualitas audit secara negatif dan ukuran kantor audit tidak punya dampak signifikan terhadap kualitas audit
Regresi logistik dan regresi OLS (Ordinary Least Square)
Kualitas audit akan meningkat seiring adanya hubungan antar auditor-klien Jika menggunakan proksi kemungkinan penerbitan opini going concern,namun tidak berdampak jika menggunakan proksi tingkat diskresioner akrual Ukuran kantor audit yang berkualifikasi Big Four memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap
Variabel Regresi Independen: Logistic Ukuran Kantor Audit (KAP) Variabel Dependen:
4
Guy D. Fernando, Ahmed M. AbdelMequid dan Randal J. Elder.
5
Abu Thahir Abdul Nasser, Emelin Abdul Wahid, Sharifah Nazatul F.S.M. Nasri, dan Mohammad Hudaib (2006)
Kualitas Audit Meneliti Variabel Regresi dampak Independen: Logistik atribut tertentu Biaya dari modal kualitas audit, ekuitas yaitu Ukuran Variabel auditor, auditor Dependen : spesialisasi Ukuran industri dan auditor, masa auditor jabatan auditor spesialisasi terhadap biaya industri dan modal ekuitas masa jabatn perusahaan auditor klien
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara auditor-klien dan praktek switching.
Sumber : www.search.proquest.com
Variabel Regresi Independen: Logistik Ukuran klien, jenis kantor audit, dan financial distress. Variabel Dependen : Audtor Switching.
kualitas audit Ukuran auditor, spesialisasi industri dan masa jabatan berhubungan negatif dengan biaya modal ekuitas. Hasil ini didorong oleh klien yang kecil, sehubungan dengan atribut kualitas audit dihargai lebih tinggi oleh klien yang lebih kecil. Kemungkinan untuk melakukan praktek switching akan lebih besar bagi perusahaanperusahaan besar yang sedang mengalami tekanan dan praktek switching lebih dipengaruhi oleh jenis Kantor audit.
2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menurut erlina (2008) adalah suatu model yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual penelitian ini tercantum pada gambar 2.1 Audit Tenure (X1)
Ukuran KAP (X2)
Ukuran Perusahaan Klien (X3)
Rotasi Audit (X4)
H1
H2
Kualitas Audit (Y)
H3
H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa variabel independen dari penelitian ini adalah : Audit Tenure, Ukuran Kantor Akuntan Publik, Ukuran Perusahaan Klien, dan Rotasi audit. Variabel dependen penelitian ini adalah kualitas audit. Hubungan auditor-klien adalah lamanya masa kerja auditor dengan kliennya. Hubungan auditor-klien ini berhubungan dnegan independensi auditor tersebut dalam melakukan investigasi terhadap kliennya untuk mengeluarkan opini audit mengenai perusahaan klien tersebut. Sinyal Opini yang diberikan auditor merupakan sinyal yang mencerminkan keandalan informasi keuangan yang dihasilkan perusahaan yang telah diaudit. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa hubungan auditor klien ini mempengaruhi kualitas audit yang merupakan sinyal positif bagi perusahaan, pemilik dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Perusahaan
yang
ada
di
indonesia
diwajibkan
mengganti
atau
menggunakan jasa kantor akuntan publik yang berbeda setiap 6 tahun sekali dan jasa auditornya selama 3 tahun sekali. Peraturan ini ada tertera dalam PMK No.170PMK.01/2008.
Tujuannya
adalah
untuk
meminimalisir
terjadinya
kecurangan yang diakibatkan oleh kedekatan auditor dengan kliennya, dan tentunya juga berhubungan dengan kualitas audit. Kualitas kantor akuntan publik juga dapat memberikan sinyal kepercayaan pihak perusahaan, pemilik dan pihak-pihak lain yang berkepentingan atas legalitas dan integritas opini bebas yang dikeluarkan akuntan. Ukuran kantor perusahaan yang besar dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dari kantor akuntan publik yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan kantor akuntan publik dengan ukuran yang lebih besar memiliki auditor-auditor yang lebih ahli dan lebih berpengalaman dibandingkan dengan kantor akuntan yang lebih kecil. Dengan keahlian, pengalaman, dan jam terbang audit yang lebih tinggi, maka kualitas hasil auditnya juga akan lebih baik.
2.4 Hipotesis Penelitian Menurut Erlina (2008) hipotesis adala preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang menjelaskan atau memprediksi norma-norma. Berdasarkan uraian
teoritis dan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: H1 : Audit Tenure mempengaruhi kualitas audit pada perusahaan manufaktur di BEI. H2 : Ukuran KAP mempengaruhi kualitas audit pada perusahaan manufaktur di BEI. H3
: Ukuran Perusahaan Klien mempengaruhi kualitas audit pada
perusahaan manufaktur di BEI. H4
: Rotasi Audit mempengaruhi kualitas audit pada perusahaan
manufaktur di BEI.